LEBAK, BANPOS – Banyaknya gagal panen akibat kemarau panjang, membuat harga gabah kering di Kabupaten Lebak mencapai Rp8.200/kg. Tingginya permintaan pasar dan rendahnya stok, memicu kenaikan harga yang sebelumnya di angka Rp7.500/kg.
Kenaikan harga gabah kering sebesar Rp700/kg akibat banyaknya gagal panen, disambut girang oleh Dinas Pertanian (Distan) Lebak. Mereka menilai, naiknya harga gabah kering akibat gagal panen, dapat meningkatkan kesejahteraan para petani.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Produksi pada Distan Lebak, Deni Iskandar. Ia mengatakan bahwa pemerintah daerah merasa senang jika harga gabah kering di tingkat penggilingan senilai Rp8.200/kg, dan lebih tinggi dibandingkan HPP Rp5.100/kg.
Melonjaknya harga gabah itu dipastikan akan berdampak pada tingkat pendapatan ekonomi petani menjadi lebih baik, dan dapat bermuara pada meningkatkan kesejahteraan kehidupan keluarga mereka.
Ia menerangkan, jika panen menghasilkan produktivitas gabah basah panen rata-rata lima ton dengan harga Rp8.200/kg, maka pendapatan petani bisa mencapai Rp40 juta lebih per hektare. Sedangkan, biaya produksi Rp10 juta/hektare. Namun, ia tidak menghitung peristiwa gagal panen yang dialami oleh petani.
“Kami mendorong petani agar melakukan percepatan tanam karena saat ini curah hujan cukup tinggi,” kata Deni.
Deni menyebutkan, pemerintah Kabupaten Lebak berkomitmen untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya pertanian padi sawah dan padi gogo, guna mendukung kedaulatan pangan masyarakat.
Selama ini, produksi pangan di Kabupaten Lebak menjadi andalan ekonomi petani juga mampu memasok beras sekitar lima persen ke DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung.
Karena itu, produksi beras tahun ini ditargetkan 450 ribu ton dan mampu menyumbangkan produksi pangan nasional.
“Kami berharap produksi pangan bisa terealisasi dengan tibanya musim hujan itu,” tandasnya. (DZH/ANT)
PANDEGLANG, BANPOS – Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Pandeglang, mulai melakukan antisipasi gagal panen alias puso. Beberapa hal yang dilakukan itu yakni, membangun sumur pantek dan memberikan bantuan sumur bor. Antisipasi ini dilakukan walaupun diklaim belum ada laporan puso yang didapatkan oleh DPKP.
Kepala DPKP Kabupaten Pandeglang, M. Nasir mengatakan, kemarau panjang yang melanda Kabupaten Pandeglang selama tiga bulan lebih menyebabkan areal pertanian mengalami kekeringan, mulai dari tingkat ringan, sedang, dan berat.
“Sawah atau areal pertanian yang mengalami kekeringan ringan, luasnya 837 hektare, kekeringan sedang 435 hektare, dan yang kekeringan berat luasnya 442 hektare. Kalau keseluruhan 1.914 hektare, tetapi belum ada kejadian puso,” kata Nasir, Rabu (20/9).
Nasir mengatakan, untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya puso, pihaknya sudah membuat beberapa sumur pantek di lokasi yang mengalami kekeringan berat. Tindakan itu sengaja dilakukan, agar tanaman padi milik para petani bisa tetap dipanen meskipun terjadi kemarau panjang.
“Kita sudah buat sumur pantek di Carita dua unit di dua titik, Carita pompa dua unit, Angsana empat unit sumur pantek dan dua unit pompa air, Cibaliung satu unit pompa, Pagelaran satu unit, Bojong pembangunan sumur dalam atau jiwa dua unit dan Mekarjaya siap satu unit,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga sudah memberikan bantuan puluhan pompa air kepada kelompok tani (Poktan) sebagai upaya menjaga pasokan air ke areal pertanian. Bantuan itu harus digunakan untuk kepentingan pertanian bukan yang lain.
“Puluhan pompa sudah diturunkan mulai di Kecamatan Pagelaran, Cikeusik, Sobang, angsana, Carita, Cimanggu, Cibaliung, dan daerah berpotensi lainnya. Kita harapkan dengan pompa itu, air bisa tetap dipasok ke areal pertanian yang mengalami kekeringan,” paparnya.
Nasir mengatakan, pihaknya akan terus berupaya agar di musim kemarau para petani masih tetap bisa mengolah lahan mereka. Salah satu hal utama yang harus dilakukan yakni dengan menjaga agar pasokan air ke sawah para petani tetap ada dan mengalir.
“Kita berupaya untuk memanfaatkan potensi air yang ada dengan pompanisasi, melakukan pembuatan sumur pantek, jaringan irigasi air tanah, dan pompanisasi kalau memungkinkan. Untuk sumur pantek yang sudah dibor antara lain di Kecamatan Angsana, Bojong dan Carita,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Pandeglang Anton Haerul Samsi berharap, agar ke depan pasokan air ke areal pertanian bisa terus ada meski musim kemarau. Dengan begitu, para petani bisa tetap mengolah lahan mereka dengan baik.
“Ke depan harus ada solusi agar pasokan air bisa tetap ada untuk para petani. Makanya, kemarau yang melanda sekarang harus dijadikan sebagai bahan kebijakan, supaya ke depan ada sumber mata air yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian,” tandasnya.(PBN/BNN)
MESKI pemerintah daerah telah menyiapkan sejumlah program antisipasi dan mitigasi terkait bencana kekeringan dan gagal panen, namun usaha tersebut dinilai masih belum maksimal dan masih harus ditingkatkan.
Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Banten Oong Syahroni menilai, langkah-langkah antisipasi yang dilakukan oleh Pemprov Banten terhadap sejumlah lahan pertanian di Banten masih terbilang belum begitu optimal.
”Sejauh ini program itu ada tetapi belum optimal,” ucapnya saat ditemui oleh BANPOS di ruangannya pada Kamis (24/8).
Kurang optimalnya pelaksanaan program mitigasi itu menurutnya, disebabkan oleh masih rendahnya anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi Banten.
Anggaran yang disediakan selama ini hanya berkisar di angka 3,2 persen dari total APBD. Idealnya menurut Oong, anggaran untuk penanganan masalah di sektor pertanian berkisar di angka 6-7 persen dari total APBD.
”Anggaran sektor pertanian ini minimal di kisaran 6 persen sampai 7 persen,” tuturnya.
Oleh karena itu di pembahasan perubahan APBD tahun ini, Komisi II DPRD Provinsi Banten akan mendorong adanya peningkatan anggaran untuk pelaksanaan program di sektor pertanian.
”Tentunya kita di hak budgeting, kita akan berusaha menambah alokasi anggaran untuk beberapa kegiatan yang menurut kita penting,” tandasnya.
Anggota dewan sekaligus Ketua Komisi II DPRD Kota Cilegon Faturohmi, mengaku telah mendorong sejumlah instansi pemerintah untuk mengentaskan krisis air bersih di wilayah perbukitan di Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Menurutnya, DPRD selalu intens membahas persoalan tersebut dalam setiap rapat bersama organisasi perangkat daerah.
Sementara menyikapi kondisi krisis air bersih yang terjadi di Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Faturohmi meminta PDAM ataupun OPD lain untuk segera mengirimkan bantuan demi memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah perbukitan tersebut. “Jadi memang setiap rapat soal itu jadi pembahasan kami, kalau menyikapi kondisi di Cipala kami meminta PDAM untuk segera mengirimkan bantuan air bersih bagi warga di sana,” ujar Faturohmi.
Dia menyampaikan, bantuan air bersih memang disediakan oleh pemerintah melalui PT Krakatau Tirta Industri yang memasok air untuk PT Indonesia Power di Suralaya. Meski begitu, diakuinya, ada beberapa kendala sehingga memperlambat penyaluran bantuan kepada warga. “Memang ada mobil tangka yang disediakan pemerintah untuk menyalurkan air bersih, tapi mungkin kemarin ada kendala,” terang Politisi Partai Gerindra ini.
Faturohmi berujar, problematika kekurangan air bersih memang bersifat klasik sehingga perlu ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengentaskan persoalan tersebut. Ia juga kembali menegaskan, bahwa hal tersebut sering menjadi pembahasan saat rapat bersama OPD. “Ini sebenarnya masalah klasik yang dari dulu sudah ada, jadi perlu ketegasan pemerintah dalam mengentaskan persoalan ini,” katanya.
Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid, mengungkapkan, untuk menanggulangi semakin meluasnya kerugian akibat kekeringan yang saat ini terjadi, Distanak telah menyiapkan sejumlah program pengentasan masalah, salah satu di antaranya adalah program AUTP atau asuransi usaha tanaman padi.
Program asuransi tersebut diperuntukkan bagi petani yang lahan pertaniannya mengalami gagal panen akibat musim kemarau seperti saat ini.
Berdasarkan penuturannya, para petani dibebankan premi sebesar Rp36 ribu per hektar per musim. Dari premi yang dibayarkan itu para petani mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp6 juta.
”Kalau yang 20 hektar yang berat masuk ke dalam AUTP (asuransi usaha tanaman padi) mereka mendapat klaim asuransi satu hektar Rp6 juta,” jelasnya.
Hanya saja dalam pelaksanaannya, tidak semua petani di Provinsi Banten bersedia untuk ikut bergabung ke dalam program tersebut.
Oleh karenanya, perlu dilakukan edukasi secara terus menerus kepada para petani tentang betapa pentingnya tergabung dalam program asuransi petani. Dengan begitu, menurutnya, kerugian akibat dampak kekeringan dapat diminimalisir.
”Melihat potret gambaran ini kalau seandainya mereka masuk kepada AUTP, ya mungkin dengan berita acara dan sebagainya, tingkat kerugian bisa ditekan,” terangnya.
Selain menyiapkan program asuransi, Distanak Provinsi Banten juga memberlakukan program-program lainnya seperti pemberian bibit gratis, bantuan pompanisasi, hingga pembuatan sumur bor.
”Melalui APBD perubahan ingin memberikan bantuan sumur pantek atau sumur bor,” tandasnya.
Selain itu, lanjutnya, Distan Provinsi Banten juga telah memiliki Petugas Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang tersebar di seluruh Kecamatan di Provinsi Banten. Dimana posisi mereka sebagai garda terdepan dalam menerima dan memberikan laporan daerah mana saja yang terjadi bencana kekeringan maupun banjir.
“Mereka selalu melaporkan secara rutin kepada kami ketika terjadi bencana kekeringan atau banjir di wilayah binaannya masing-masing,” ucapnya.
Upaya pemulihan sawah atau padi yang sudah ditanam lanjut Agus membuahkan hasil. “Periode Mei sampai Juni saja, sawah masyarakat terdampak kekringan yang dapat dipulihkan sebanyak 649 hektar dan yang panen 29 hektar.
“Upaya ini terus kami dengan pemerintah kabupaten/kota dan seluruh jajaran agar sawah terdampak dapat dipulihkan,” jelas Agus.
Kepala Pelaksana BPBD Banten Nana Suryana mengaku telah menyusun langkah strategis untuk mengantisipasi dampak El Nino yang diprediksi mengalami puncaknya pada bulan Agustus hingga Oktober 2023. “Di antara fokus perhatian adalah ketersediaan air bersih untuk masyarakat dan pompanisasi untuk keberlanjutan produksi padi,” katanya.
Nana menuturkan sejumlah dampak yang mungkin terjadi akibat fenomena El Nino, diantara kekeringan air, kebakaran hutan dan lainnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, Bapak Pj Gubernur Banten telah mengarahkan OPD terkait untuk melaksanakan langkah-langkah strategis yang terdapat pada rencana aksi yang telah ditentukan.
“Semua pihak terlibat dalam mengantisipasi akibat fenomena El Nino, seperti TNI/Polri, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, BMKG, serta unsur Organisasi Perangkat Daerah Dinas Pertanian, Dinsos, Dinas ESDM, Dinas PUPR, BPBD, Dinas PRKP dan instansi-instansi terkait lainnya,” katanya.
Selanjutnya, terkait dengan kekurangan air bersih, pihaknya telah menyiapkan sejumlah sarana prasarana seperti 10 armada yang digunakan untuk mendistribusikan air bersih ke sejumlah wilayah yang mengalami kekeringan sehingga dapat membantu masyarakat.
“Untuk mobil angkutan air bersih, Provinsi Banten memiliki 10 unit dan setidaknya di setiap Kabupaten/Kota juga memiliki 10 sampai dengan 25 unit, mudah-mudahan itu dapat dioptimalkan,” jelasnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Disperindag Banten untuk berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki armada pengangkut air bersih untuk membantu dalam pendistribusian ke wilayah yang mengalami kekurangan air bersih.
“Kita juga berkoordinasi dengan Disperindag Provinsi Banten untuk meminta perusahaan swasta yang memiliki angkutan itu agar dapat membantu akibat dampak kekeringan,” imbuhnya.
Pihaknya juga telah menyiapkan sistem pompanisasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan di wilayah persawahan.
“Kita juga menyiapkan pompanisasi, baik itu di BPBD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang biasa kita gunakan itu saat banjir, pada saat ini kita bisa gunakan untuk menyedot air dari sumber yang nantinya dapat mengairi persawahan,” tuturnya.
Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan, upaya yang pihaknya lakukan, selain melakukan pemetaan atau mapping atau identifikasi yang menyeluruh secara terus menerus, juga melakukan beberapa penyelesaian permasalahan.
“Misal, apabila gagal panen seperti itu, maka kita mengajukan gagal panen karena kekeringan yang tidak bisa disematkan. Lalu kita usulkan adanya bantuan benih untuk musim yang akan datang. Kemudian bilamana ada daerah-daerah yang airnya mencukupi, maka dilakukan percepatan tanam,” ujarnya.
Kemudian, bilamana sumber airnya ada dan bisa dilakukan upaya-upaya atau sebagai solusi permasalahan pihaknya juga melakukan pengeboran untuk menyiapkan pompa air.
“Itu beberapa yang sedang kami lakukan. Kemudian sedang kami terus-menerus konsolidasikan di lapangan bersama penyuluh dan POPT. Kemudian yang akan kita lakukan adalah kita mencoba ke BPPTH (balai perbenihan tanaman hutan) atau Dinas Pertanian Provinsi Banten untuk memohon bantuan benih untuk mengganti panen yang gagal. Di musim kedua sekitar bulan Mei, Juni Atau Agustus, ini untuk penanamannya berikutnya sudah ada benih. Dengan catatan sudah musim hujan.” ucapnya.
Dengan luas tanam Kota Serang, yakni seluas 3000 hektar dan yang terkena puso sekitar 18 hektar. Menurutnya, hal tersebut hanya sepersekian persen saja dari total keseluruhan dan tidak akan begitu berdampak besar terkait ketersediaan pangan.
“Insyaallah tidak mempengaruhi ketersedian pangan. Karena banyak yang sudah panen,” tandasnya.
Fungsikan Bendungan Sindangheula
Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri mengungkapkan bahwa terkait dengan efek dari El Nino, yakni kekeringan dan bahkan sampai adanya gagal panen, hal tersebut di luar dari kuasa manusia.
“Karena ini kan alam, tapi semoga kedepan bisa lebih baik. Kalau pun ada peran dari pemerintah daerah, terutama dinas pertanian, ini aga sulit partisipasinya karena ini alam,” ungkapnya, Kamis (24/8).
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa disaat timbulnya masalah kekeringan seperti saat ini. Seharusnya bendungan Sindangheula bisa dipergunakan untuk kebaikan masyarakat.
“Yang lain mungkin kita juga berharap, Bendungan Sindangheula bisa segera dipergunakan agar terlihat perannya. Mestinya itu juga bisa ada manfaatnya untuk masyarakat kota serang. Terutama disaat kekeringan seperti ini. Agar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena kan sepanjang Kali Cibanten ini melintasi Kota Serang. Ketika disana dibendung, manfaat untuk Kota Serang apa. Terutama saat kering seperti ini,” tandasnya.
Namun demikian, dirinya menuturkan bahwa memang saat ini dalam pengelolaan air juga masih dirasa belum maksimal. Secara teknologi memang El Nino ini terprediksi, karena terkait perubahan iklim dan lainnya.
Hasan juga menyayangkan terkait proyek perbaikan irigasi yang saat ini dikerjakan pada saat musim yang panas ini. Pasalnya, hal tersebut membuat aliran air yang ada di irigasi tidak tersalurkan karena di bendung.
“Sehingga mestinya jadwal perbaikan irigasi dan sebagainya menyesuaikan. Tidak pas kalau sekarang pas kering-keringnya malah perbaikan, sehingga akibatnya kemana-mana,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)
PROVINSI Banten saat ini menjadi salah satu wilayah yang secara perlahan turut mengalami dampak kekeringan akibat terjadinya cuaca ekstrim El Nino. Hal itu terbukti di mana saat ini wilayah Provinsi Banten ditetapkan status darurat air bersih dan kekeringan.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian (Distan) Banten, sampai dengan 21 Agustus kemarin, kondisi kekeringan di lapangan yang terdampak sekitar 1.438 hektar.
Paling banyak yang terdampak di Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang.
Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid Kamis (24/8) menyebutkan dari 1.438 hektar luas lahan pertanian padi, tidak semuanya mengalami puso atau gagal panen. “Ada yang kekeringan ringan, sedang, berat dan puso,” kata Agus.
Ia menjelaskan, dari kriteria kerusakan lahan sawah, untuk rusak sedang sebanyak 1.143 hektar, sedang 253,5 hektar, berat 22 hektar dan puso 20 hektar. “Kami terus melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota, dan mencoba melakukan pemulihan bagi sawah masyarakat agar tidak rusak maupun puso,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Rahmat mengatakan, data terbaru yang diterima oleh pihaknya dari POPT Provinsi Banten terhadap kondisi Puso atau gagal panen di Kabupaten Lebak yakni seluas satu hektar lahan.
“Kalau ancaman (puso) pasti ada, karena banyak wilayah yang kekeringan di kondisi sekarang. Tapi untuk yang bisa mengeluarkan data kan dari POPT, yang resmi kami terima kemarin seluas satu hektar,” kata Rahmat kepada BANPOS.
Rahmat menjelaskan, pihaknya telah menghimbau kepada masyarakat terutama petani sedari jauh hari sebelum fenomena kekeringan terjadi guna mengantisipasi adanya gagal panen.
“Sejak bulan Mei lalu kita sudah menghimbau ke masing-masing BPP untuk menyampaikan bahwa antisipasi sedini mungkin harus dilakukan seperti menanam padi tahan kekeringan, melakukan pemanfaatan air dengan baik,” jelasnya.
Ia menerangkan, dirinya telah mengajukan bantuan pompa kepada Pemerintah Provinsi dan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat untuk petani yang mengalami kekeringan.
“Kita belum tau ya turun (bantuan) kapan, yang jelas kita sudah mengajukan dan mendapatkan informasinya,” ujarnya.
“Yang jelas, sampai saat ini kita harus bisa memanfaatkan sumber air yang ada terlebih dahulu untuk mengantisipasi terjadinya gagal panen,” tandas Rahmat.
Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan bahwa menurutnya gagal panen karena dampak El Nino memang benar adanya. Terkait hal tersebut, Pemerintah Kota Serang sudah mengeluarkan surat edaran pada beberapa waktu yang lalu menjelang adanya el Nino. Kemudian dengan berjalannya waktu sekitar hampir tiga bulan, dampak El Nino semakin terasa dengan adanya musim yang semakin kering atau panas.
“Ya, memang karena dampak El Nino ya. Jadi pemerintah kan harus melakukan beberapa upaya baik upaya preventif atau antisipasi. Kebetulan juga dengan adanya beberapa laporan dari petugas pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT). kami dalam hal kekeringan kemudian Puso, kategori-kategori dampak negatif itu memang sudah ada petugasnya tersendiri yang bisa memverifikasi atau memastikan bahwa ini kekeringan kategori berat, ringan atau sedang, atau bahkan puso sekalipun,” ujarnya, Kamis (24/8).
Ia juga menjelaskan, selain karena efek El Nino, juga dampak dari adanya perbaikan saluran irigasi. Karena di wilayah Kasemen, sumber airnya berasal dari Pamarayan Barat.
“Kebetulan adanya pengerjaan perbaikan dari pusat Karena itu adalah wilayah Pusat dan dipicu juga oleh level debit air di Bendungan Pamarayan yang semakin menurun jadi memang pasokan-pasokan air juga mengalami penurunan. Jadi saya kira, dampak El Nino ini berdampak dari beberapa aspek, baik pasokan air dari irigasi menurun karena level air dari bendungan menurun,” jelasnya.
Dirinya menerangkan bahwa memang ada beberapa daerah di Kota Serang yang laporannya masuk. Akan tetapi, laporan yang ada sifatnya dinamis. Saat ini data yang sudah terkumpul ada sekitar 85 hektar yang mengalami kekeringan, dengan kategori ringan. Dirinya mengatakan, bahwa data tersebut merupakan data dua tiga hari yang lalu.
“Kemudian ada yang Puso 18 hektar, kemudian yang masuk pada kategori berat, itu kalau nggak salah ada enam sampai tujuh hektar. Kalau tidak lihat kategori, itu ada lebih dari 100 hektar,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Pandeglang, M Nasir membantah adanya petani yang gagal panen. Karena menurutnya pihak dinas sebelumnya sudah melakukan antisipasi dampak el Nino.
“Nggak ada, belum ada laporan gagal panen. Kita kan dari awal sudah antisipasi, yang namanya dampak kekeringan atau el Nino yang diperkirakan pada bulan September-Oktober dan sampai hari ini tidak ada yang melaporkan. Karena yang pertama daerah kita sudah panen, tradisi kita kalau musim kemarau kan menanam palawija seperti di Kecamatan Sobang dan Panimbang,” katanya.
Menurutnya, agar produksi padi tidak menurun. Pemerintah pusat telah menurunkan program Gerakan Nasional (Gernas) el-nino seluas 500 ribu hektar se-Indonesia.
“Kita saat ini diminta seluas 5 ribu hektar dari hasil koordinasi dan sekarang sedang kita persiapkan penetapan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL),” terangnya.
Untuk Kabupaten Pandeglang, saat ini telah diintervensi oleh Kementerian Pertanian untuk bibit dan pupuknya. “Intervensinya mempercepat masa tanam, untuk daerah-daerah yang memungkinkan. Kedua untuk daerah Peningkatan Indeks Pertanaman (PIP), yang tadinya dua kali kita cepat suruh tanam cepat jangan menunggu,” ujarnya.
Nasir menambahkan, untuk lahan yang belum ditanami padi lagi dan membutuhkan air. Jika ada sumber airnya difasilitasi dengan alkon untuk mengairi areal sawahnya.
“Untuk mempercepat masa tanam, nanti difasilitasi seperti sumur pantek, pompa atau alkon. Seperti di Kecamatan Picung, kan ada sumber air dan lahannya belum ditanam kita suruh percepat tanam,” ucapnya.
Menanggapi petani yang gagal panen, Nasir mengatakan bahwa petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Provinsi Banten, hingga saat ini belum memberikan laporan.
“Seperti di Margagiri, disana kan ada petugas POPT. Petugas POPT belum ada laporan, kalau ada laporan kan pasti sudah masuk karena dia memiliki kewenangan yang menyatakan bahwa kena puso atau rusak berat atau sedang. Kalau seperti itu di Pagelaran segera mengusulkan untuk sumur pantek atau pompa,” pungkasnya.
Tapi, jika tidak bisa diselamatkan berarti masuk padi rusak dan yang menyatakan puso dan gagal panen itu petugas POPT Provinsi Banten.
“Jadi yang menyatakan puso itu dari POPT, bukan penyuluh atau dinas. Jika faktanya ada yang gagal panen, agar segera berkoordinasi kalau kita bisa bantu bila ada sumber air usahakan agar tanaman itu bisa diselamatkan. Dari awal sudah disampaikan agar melihat kondisi, jangan dipaksakan tanam padi jika tidak air,” pungkasnya.
“Mungkin petani itu tidak masuk kelompok bisa saja, saya kira kalau petani yang lain itu kan sudah paham.Kalau tidak ada sumber air jangan dipaksa tanam padi, kalau ada sumber air mungkin kita bisa bantu menyediakan alkon,” ungkapnya.
Pengakuan beberapa Kordinator Wilayah (Korwil) Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di beberapa kecamatan Baksel mengaku musim kemarau El Nino tidak terlalu berdampak kuat.
Seperti halnya, Korwil BPP Kecamatan Panggarangan, Rahmat Saehu kepada BANPOS menyebut dari luas lahan 2.677 Hektar lahan sawah yang ada di Panggarangan sebagian besar untuk lahan pertanian di wilayah kerjanya sudah panen belum lama ini. “Untuk di Panggarangan tak ada kendala, kebetulan pas masuk musim kemarau sudah panen pas masuk awal bulan. Paling kita menghadapi musim ke depan aja, jadi El Nino di kita belum berdampak besar,” ujarnya.
Hal senada juga dikemukakan Korwil BPP Kecamatan Cibeber, Nopa yang menjelaskan untuk di Cibeber dampak kekeringan tidak terlalu berdampak, dikarenakan selain petani sedang dan sudah pada panen, petani setempat juga terikat dengan sistem adat.
“Untuk di Cibeber mah kita saat ini sedang memulai panen serempak. Jadi tak ada masalah. Karena kita di sini sesuai aturan adat tanam padinya setahun cuma sekali. Jadi petani disini belum merasakan dampak, apalagi kebanyakan lahan pertanian di sini berada di ketinggian, jadi aman pa,” ungkap Nopa.
Terpisah, Kepala Bidang Bina Usaha dan Perlindungan Tanaman, Distan Lebak, Irwas mengatakan dalam menghadapi fenomena el nino, Distan Lebak mengaku telah mengeluarkan Surat Edaran kepada semua Korwil BPP Se Kabupaten Lebak,
“Untuk menghadapi el Nino pada Tanggal 12 Mei lalu kita sudah mengeluarkan surat edaran. Yang intinya mengantisipasi dampak el nino dengan melakukan percepatan tanam di wilayah yang masih tersedia sumber air,” ujarnya.
Selain itu, semua Korwil diminta menggunakan varietas yang tahan kekeringan. “Dengan cara melakukan pemeliharaan terhadap saluran irigasi, pipanisasi dan embung, melakukan gilir air yang dikelola oleh P3A, serta menginventarisasi wilayah-wilayah yang rawan terjadinya kekeringan serta ketersediaan sumber air,” terangnya.
“Berdasarkan data yang kami peroleh dari Koordinator POPT Kabupaten Lebak, sampai dengan tanggal laporan 15 Agustus 2023 per 21 Agustus 2023 telah terjadi kekeringan dengan luasan mencapai 153 hektar, yang terdiri dari kategori ringan seluas 93 hektare, sedang seluas 32 hektar, berat seluas 5 hektar dan puso seluas 1 hektar,” jelas Irwas.
Atas kasus tersebut, Distan telah berkoordinasi dengan BPTPH Provinsi Banten untuk melakukan gerakan penanganan kekeringan serta permohonan bantuan pompa. Adapun mengenai kalkulasi capaian hasil panen di tahun ini sebenarnya di Lebak sudah termasuk lebih.
“Jadi sampai dengan Bulan Juli 2023 produksi padi di Kabupaten Lebak sebanyak 422.522 Ton, Gabah Kering Panen atau setara 221.850 Ton beras. Apabila Kebutuhan beras perkapita pertahun sebesar 101,6 Kilogram, produksi beras itu masih termasuk surplus selama 11 bulan terakhir ini,” paparnya.
Sementara, akibat kemarau yang terjadi beberapa bulan terakhir, petani di Desa Margagiri, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang mengaku mengalami gagal panen karena kurangnya pasokan air.
Salah seorang petani di Desa Margagiri, Mamah mengaku padi yang ditanamnya tiga bulan yang lalu, saat ini kondisinya tidak bisa dipanen karena kurangnya pasokan air.
“Seperti inilah kondisi padi di sawah saya yang gagal panen, karena kurangnya pasokan air akibat kemarau,” kata Mamah kepada BANPOS seraya menunjukan tanaman padi yang gagal dipanen.
Mamah menjelaskan, sebelumnya ia tidak menyangka kemarau yang terjadi saat ini begitu parah. Sehingga tanaman padinya mengering dan tidak bisa dipanen.
“Saya kira kemaraunya tidak separah ini, sehingga membuat tanaman padi tidak bisa dipanen. Bahkan kondisi tanah sawah saya menjadi kering dan belah-belah,” jelasnya.
Menurutnya, untuk menunggu musim tanam kembali, ia ingin sekali menanam tanaman yang lain. Namun tidak ada yang membantunya, karena suaminya sudah tidak ada.
“Dulu sebelum suami saya meninggal sih suka menanam tanaman lain seperti sayuran atau semangka, akan tetapi sekarang sudah tidak sehingga tidak ada yang membantu saya,” terangnya
Namun begitu, lanjut Mamah, meskipun ia bisa menanam tanaman yang lain, belum tentu juga bisa dipanen sesuai keinginan. Mengingat, petani lain yang menanam semangka juga gagal panen.
“Lahan yang disebelah juga yang ditanami semangka gagal panen, karena kemarau sekarang begitu parah. Meskipun ada air juga rasanya asin, sehingga dapat merusak tanaman,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Mamah, meskipun gagal panen, namun ia membiarkan sawahnya tidak ditanami tanaman lain.
“Mau bagaimana lagi, dengan kondisi seperti ini saya biarkan saja sawah saya tidak ditanami tanaman lain sambil menunggu musim penghujan,” pungkasnya.
Terpisah, petani semangka, Daming mengaku bahwa pada musim tanam tahun ini merugi hingga puluhan juta akibat kemarau yang terjadi.
“Akibat kemarau, tanaman semangka saya tidak tumbuh dengan sempurna, sehingga gagal panen dan merugi puluhan juta,” katanya.
Menurutnya, dari lahan seluas 1,5 hektar ini, untuk modal tanamnya saja sebesar Rp 60 juta. Sedangkan hasilnya panennya tidak sebanding dengan modal yaitu sebesar Rp 20 juta.
“Modal tanamnya saja Rp 60 juta, hasilnya cuma Rp 20 juta. Jadi ruginya itu sebesar Rp 40 juta. Itu juga belum termasuk tenaga,” jelasnya.
Daming mengaku, gagal panen semangka akibat kurangnya pasokan air, sehingga semangka tersebut tidak tumbuh dengan sempurna.
“Kemarau sekarang ini begitu parah tidak seperti pada tahun sebelumnya, bahkan sumur yang kita buat juga sudah ada yang kering,” ungkapnya.
Seorang petani di Malingping, Rijal mengaku sudah tidak ke sawah lagi karena sawahnya kering kerontang. “Mau ke sawah gimana, sawahnya juga kering. Irigasinya juga tak ada airnya. Paling nanti aja kalau musim hujan. Harusnya saat ini kita masuk panen kedua, ini mah liburan paceklik,” keluhnya. Kamis (24/8).
Pantauan BANPOS di lapangan, petani hortikultura warga Bayah, Didin mengatakan saat ini tanaman tidak bisa tumbuh, lahan pertanian kering kerontang. Menurutnya dampak kekeringan ini menyebabkan lahan garapannya lebih empat bulan mati fungsi.
“Ini jelas berdampak. Lahan saya sudah lebih 4 bulan nganggur, kering tak ada air. Jangankan untuk sawah, di Bayah ini air untuk kebutuhan sehari-hari aja susah. Nunggu bantuan pemerintah gak ada, katanya harus punya kartu tani, ribet. Upaya dari dinas untuk menghadapi kekeringan ini belum ada yang terlihat nyata,” kata Didin.
Salah satu petani asal Kecamatan Sajira, Rohman mengaku dirinya tak berdaya menghadapi kekeringan yang terjadi di area persawahannya. Hingga saat ini ia masih mengharapkan datangnya hujan untuk membantu mengairi lahan yang ia tanam.
“Lebih sering ngelamun aja sekarang mah, petani lain juga sama bingung jadinya,” kata Rohman kepada BANPOS.
Hal senada diungkapkan oleh Umam, petani asal Kecamatan Cibadak. Ia mengaku saat ini saluran air kecil yang biasanya dijadikan media pengairan sawahnya tidak mengaliri air sama sekali.
Ia menjelaskan, belasan hektar sawah milik keluarganya terancam gagal panen karena jauh dari sumber air.
“Kalau lihat yang banyak duit mah mereka bisa pake airnya sendiri kan enak. Kita mah cuma bisa liatin aja,” papar Umam.
Warga lingkungan Puji, Kelurahan Terumbu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Sahlabi (52) mengungkapkan bahwasannya sawah yang ditanami padi olehnya alami gagal panen.
Dirinya menuturkan bahwa lahan miliknya dan beberapa lahan milik warga lain yang ada di lingkungannya gagal panen akibat irigasi yang tidak lancar.
“Iya gagal panen, sawah saya yang gagal panen luasnya 8000 meter persegi. Tapi kalau di total dengan milik yang lain di sekitar 2 hektar,” tuturnya.
”Yang lain juga ada yang bisa dipanen, tapi hasilnya sedikit. Ini akibat irigasi yang tidak lancar,” tandasnya.
Terpisah, sejumlah Ibu Rumah Tangga (IRT) warga RW 05, Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, harus naik turun bukit serta masuk ke hutan demi mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan hasil pantauan pada Senin 21 Agustus 2023, ibu-ibu warga setempat terpantau antre menunggu giliran untuk memenuhi jerigen yang dibawanya untuk di isi air dari sumber mata air yang mulai mengering.
Tak hanya berkumpul di satu tempat, mereka juga kerap masuk hutan untuk mencari alternatif sumber air bersih. Tak jarang, ada warga yang mencuci dan mandi di lokasi tersebut.
Untuk mendapatkan air, warga di lokasi ini memanfaatkan sumur resapan dari aliran sungai yang telah mengering karena kemarau panjang. Selain itu, sepanjang jalan di lokasi ini terpantau jerigen tempat mengisi air yang berjejer.
Salah seorang ibu rumah tangga, Asti yang tengah mengantre di lokasi ini menyampaikan, sudah satu bulan terakhir kondisi krisis air bersih dirasakan di lingkungannya. Apabila sumur tersebut kering, Asti terpaksa harus membeli air bersih di tempat lain. Kata dia, warga tidak bisa langsung mengambil air di lokasi sumur kecil itu. Sebab, warga harus menunggu terlebih dahulu agar air sumur penuh sebelum diambil. Hal ini tentunya memperlambat proses pengisian air bersih. “Kalau di sini harus giliran,” tutur Asti.
Hal senada juga diungkapkan warga lainnya Santeni. Dia bilang, warga yang mengambil air juga bisa sampai tengah malam. Itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan untuk mandi, memasak, hingga minum. “Iya sampai malam, ya giliran itu sampai pagi,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, bantuan memang ada namun tidak mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. “Ada bantuan tiga hari sekali jatahnya, itupun tidak memenuhi cuma meringankan aja dari sumur,” terangnya.
Diketahui, sebagian wilayah permukiman penduduk di area perbukitan di Kecamatan Pulomerak dan Kecamatan Grogol serta Kecamatan Purwakarta, menjadi langganan krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Apabila tak ada sumber air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa harus mengeluarkan uang tambahan untuk membeli air di lokasi lain.
Terpisah, Kokom Sunesih warga Warunghuni Desa Hegarmanah, Panggarangan mengaku sudah hampir sebulan kawasan di desanya kekurangan air bersih. “Kami mah saat ini butuh bantuan air bersih pak. Sudah hampir sebulan di sini kesusahan air. Tolong kami minta bantuan air bersih pak,” ungkapnya.
Sementara itu, warga RT 15 Kampung Sukajadi Desa Cemplang Kecamatan Ciomas, Nono mengaku saat ini warga yang ada di wilayahnya sudah krisis air bersih.
“Sudah satu bulan ini masyarakat Kampung Sukajadi di RT 15 sudah kekurangan air bersih,” ujarnya.
Ia mengaku hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah, memberikan air bersih. “Kami sekeluarga kalau mau mandi harus pergi k sumber air yang jaraknya lumayan dari rumah,” katanya.
Air untuk mandi yang digunakan warga jumlahnya sedikit, sehingga air digunakan berkali-kali. “Saya dan keluarga kalau mandi itu airnya tidak dibuang. Jadi kalau habis mandi airnya ditampung lagi, dan dipakai lagi buat mandi,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)
BAKSEL, BANPOS – Petani di wilayah Lebak Selatan (Baksel) pada tahun 2023 ini banyak menggigit jari. Pasalnya, panen yang diharapkan dapat memberikan keuntungan untuk menyambung hidup sehari-hari, justru dihadapkan pada permasalahan hama wereng yang bikin mereka gagal panen.
Salah seorang petani di Kecamatan Wanasalam, sebut saja Sengkon, menggerutu. Alih-alih mendapat secercah keuntungan dari hasil tani, justru saat ini ia terseok-seok menanggung utang modal produksi.
“Setelah panen gigit jari kita msh kang. Gampang untung mah, utang bekas modal aja nggak kebayar,” tuturnya, Selasa (4/7).
Menurut dia, sebelumnya pada bulan lalu pun ratusan hektare sawah di wilayah Kecamatan Wanasalam dan sebagian Malingping, dilaporkan diserang hama wereng hingga memicu gagal panen.
“Terjadi gagal panen tahun ini di beberapa wilayah Kecamatan Wanasalam, seperti di Desa Cikeusik, Cipeucang, Bejod, Cisarap, Parung sari, Sukatani. Ratusan hektare padi diserang hama wereng, petani mengeluh karena gagal panen,” terangnya.
Menurutnya, salah satu faktor kejadian tersebut karena banyak petani yang belum paham cara menanggulangi jenis hama. Ia mengklaim ketidakpahaman para petani, disebabkan oleh minimnya penyuluhan dari pihak terkait.
“Salah satu penyebab ialah kurangnya penyuluhan dari pihak terkait hingga masyarakat belum paham cara penanggulangan jenis hama. Hingga penggunaan pestisida tidak tepat sasaran,” katanya.
Diketahui, akibat serangan hama wereng, pendapatan rata-rata saat ini berkisar 2 ton per hektare, bahkan banyak yang gagal total, “Akibatnya, petani padi berpotensi beli beras,” ungkapnya.
Sementara di area persawahan Malingping, sebagian lahan memang mengalami gagal panen juga. “Iya banyak padi yang pas dipanen hapa, tak berisi, ini jelas merugikan kami sebagai petani,” ungkap Rijal, petani penggarap lahan di persawahan Malingping.
Terpisah, Koordinator Penyuluh (Korluh) Kecamatan Wanasalam, Atep, mengaku sudah mengecek pesawahan di area Wanasalam bersama pihak terkait. Hasil akumulasi gagal panen menurutnya hanya mencapai 50 hektare.
“Saya cek ke lokasi, POPT cek ke lokasi, PPL cek ke lokasi. Tidak sampai ratusan hektare, akumulasi hanya 40-50 hektare. Memang di tiap blok sawah ada yang kena wereng batang cokelat (WBC),” tuturnya.
Dalam hal ini, Korluh menyarankan, sejak dua bulan pasca tanam, para petani sebaiknya mendaftar Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP) guna mengantisipasi kerugian gagal panen.
“Sebenarnya antisipasi awal yaitu bisa mendaftar kan Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP) dengan daftar Rp36 ribu per ha atau Rp3 ribu per kotak. Ketika ada gagal panen, 70 persen ada penggantian dari Jasindo Rp6 juta per ha atau Rp500 ribu per kotak,” paparnya.
Saat disinggung terkait keluhan petani yang menyampaikan salah satu faktor gagal penen yaitu kurangnya penyuluhan dari pihak terkait, Atep menganggap para petani sudah paham.
“Petani Wanasalam udah pintar semua, belajarnya dari petani Cikeusik Kecamatan, terus tahu dari mulut ke mulut. Tapi ada petani yang tidak mampu membelinya (pestisida-Red), jadi permasalahannya sudah ketahuan,” jelasnya.
Pada bagian saat ditanya terkait peran Mantri Tani Desa (MTD), Atep menyebut penyuluh ranahnya hanya dengan PPL. Sedangkan MTD kaitannya dengan desa masing-masing. “Korluh mah hanya membawa PPL, untuk MTD mah ada di desa. Kalau MTD-nya rajin, mau ke lapangan dan BPP, kalau yang malas mah ya di kantor desa aja,” paparnya. (WDO/DZH)