Tag: gangguan mental

  • Waspada Dini Gangguan Kesehatan Mental

    Waspada Dini Gangguan Kesehatan Mental

    Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia Wilayah Banten, Sake Pramawisakti, mengatakan bahwa gangguan kesehatan mental bermula dari seseorang yang mengalami rasa cemas, ketakutan dan tidak memiliki keberanian. Menurut dia pada prinsipnya, seseorang yang tidak bahagia sudah mulai terganggu kesehatan mentalnya.

    “Jadi orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang bisa beraktivitas, berkarya, bekerja dan berinteraksi sosial tanpa mengalami kecemasan, kekhawatiran, ketakutan berlebih yang mengganggunya,” kata Sake saat dihubungi BANPOS melalui panggilan telepon, Kamis (19/10).

    Ia yang juga sebagai Psikolog RSUD dr Drajat Prawiranegara Kabupaten Serang ini menjelaskan, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami gangguan dalam kesehatan mental, seperti tekanan-tekanan yang didapatkan dalam kehidupan, perubahan kultur bahkan perubahan nilai bisa sangat berdampak kepada kesehatan mental.

    Lanjut Sake, orang dengan kesehatan mental yang baik akan dapat mampu mengatasi segala tekanan-tekanan tersebut, mulai dari tekanan ekonomi, pekerjaan, lingkungan, pertemanan dan lain sebagainya.

    “Kalau mereka tidak bisa menghadapi tekanan tersebut, maka sudah dipastikan kesehatan mentalnya terganggu. Misalnya, saat bercanda bersama teman, padahal mereka menyadari bahwa sedang bercanda. Tapi, karena ditanggapi secara berlebihan akhirnya mengakibatkan tekanan-tekanan yang muncul yang dapat mempengaruhi kesehatan mental,” jelas Sake.

    Ia menerangkan, dengan adanya faktor-faktor tersebutlah bagaimana seseorang bisa menanggapi hal-hal tersebut. Menurutnya, ada yang menghindari tekanan-tekanan tersebut, ada yang melawan agar tidak kalah tekanan tersebut, dan berbagai respon lain sesuai kemampuan dari individunya masing-masing.

    Ia memaparkan, gangguan terhadap kesehatan mental ini awalnya berdampak kepada individu saja. Namun, lambat laun, karena manusia merupakan makhluk sosial maka akan berdampak bagi orang lain. Seperti, keluarga, teman atau bahkan rekan kerja.

    “Awalnya memang untuk diri sendiri, tapi pasti akan berpengaruh bagi orang lain. Maka dari itu, misalkan ada seseorang yang mengalami atau merasakan tanda-tanda mentalnya terganggu, haruslah berani bercerita atau mulai dari keluarga, teman atau sahabat terlebih dahulu. Atau, jika memang dirasa sudah cukup parah, bisa kepada ahlinya,” terang Sake.

    Ia menegaskan, peran penting masyarakat dalam ikut serta memperhatikan orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi penderita.

    “Hal kecilnya saja misalkan dari keluarga, harus peka terhadap perubahan karakter anggota keluarganya. Ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan mental atau sedang down, mereka butuh pendampingan. Peran serta masyarakat inilah yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman untuk mereka yang banyak merasakan tekanan,” tandasnya.

    Sementara itu, Psikolog lainnya, Rika Kartika Sari menjelaskan bahwa orang yang terkena gangguan kesehatan mental, ada beberapa ciri yang dapat dilihat dari keseharian orang tersebut yang tidak seperti biasanya.

    “Ciri-ciri orang yang terkena gangguan kesehatan mental itu yang pertama keberfungsian sehari-harinya sudah berkurang, misalnya orang itu biasa kerja, mungkin saat ini dia masih bisa kerja tapi dia melamun saja. Biasanya berhubungan dengan orang lain harmonis dan baik, tapi sekarang emosional, gampang rusuh misalnya, intinya sejak dia keberfungsiannya sehari-hari entah sebagai pribadi atau sebagai makhluk sosial sebagai individu bekerja atau individu sekolah itu sudah mulai tidak optimal dan terganggu itu mulai tanda-tanda awalnya,” kata Rika.

    Penyebab orang terkena gangguan kesehatan mental, lanjut Rika, karena adanya stresor yang cukup berat atau berat sekali, misalnya tiba-tiba kehilangan orang yang disayangi atau akibat bencana alam atau stres biasa tapi tidak dapat tertangani.

    “Misalnya stres karena pekerjaan yang dia anggap berat, pasti awalnya dari situ. Stres yang besar seperti dampak traumatik kejadian tertentu, misalnya seperti yang saya tangani korban pelecehan seksual, kekerasan seksual atau korban KDRT atau anak seperti dipukuli secara berulang oleh keluarganya sampai dia ketakutan. Atau dia pernah jadi korban bullying bisa saja stres seperti itu yang menjadi pemicu,” paparnya.

    Rika menyebutkan, dampak dari gangguan kesehatan mental itu bisa dilihat dari spektrumnya, poinnya dari ringan sampai sangat parah. “Kalau dia misalnya masih ringan, paling keberfungsian sehari-harinya berpengaruh, jadi misalnya karena ada masalah jadi tidak mau masuk kantor. Kemudian ada yang di tengah-tengah, normal bermasalah seperti dia masih normal akan tetapi ada saja masalahnya seperti bikin rusuh atau yang lainnya.

    Paling akhirnya dia kena gangguan mental, misal ada yang menjadi gila istilah medisnya skizofrenia atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), atau misalnya gangguan depresi atau Post Traumatik Sindrom Disorder (PTSD, seperti habis terkena bencana tsunami dia takut melihat air dan lainnya. Jadi spektrumnya berbeda-beda, tergantung orangnya juga,” ucapnya.

    “Lalu gangguan kecemasan menyeluruh, jadi dia kalau di tempat umum panik, deg-degan sampai pingsan. Misalnya dia pernah dipukuli, itu spektrumnya biasanya berbeda-beda tergantung karakter orangnya juga. Tapi ada orang normal cenderung cepat kena dibanding orang lain, contoh dia karakternya pencemas banget, misalkan kalau kata saya telat sekolah biasa saja, tapi bagi orang ini telat sekolah itu sudah masalah besar sampai dia takut bahkan ada yang sampai bunuh diri. Stressornya terlalu berat buat dia,” sambungnya.

    Untuk mencegah gangguan kesehatan mental, Rika menyebutkan dapat dengan melakukan upaya menjaga kesehatan mental, salah satunya dengan menjaga gizi dan tidak berlebihan.

    “Misalnya kita terlalu banyak memakan daging, kita menjadi responsif terhadap masalah tertentu. Jadi ini kolaborasi antara psikolog dengan kedokteran. Kemudian menjaga kesehatan dengan berolahraga, karena olahraga itu respiratori oksigennya itu bekerja, sehingga otak lebih mudah memikirkan hal positif daripada hal negatif. Namun kadang-kadang orang yang sudah dengan pola hidup sehat ternyata tetap saja gampang stres, itu bisa jadi karena dia tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jadi ketika ada tanda seperti itu, dia butuh manajemen problem solving atau manajemen penyelesaian masalah,” ungkapnya.

    Saat ditanya terkait peran masyarakat untuk mencegah gangguan mental dan pelarian yang kerap terjadi seperti bunuh diri dan narkoba bagi pengidapnya, Rika mengatakan bahwa peran masyarakat harus mendukung orang tersebut untuk berbuat lebih baik.

    “Jadi sebenarnya masyarakat ketika punya masalah tapi ketika di luar tidak menunjukan, tiba-tiba gantung diri. Kalau seperti itu harus dibantu oleh masyarakat, berikan support dan hilangkan sifat seperti netizen ketika orang punya masalah bukannya dibantu malah dihakimi. Jadi masyarakat itu harus menjadi support sistem pendukung bagi orang-orang yang terkena masalah, bukan malah melabel negatif orang yang sedang kena masalah,” tandasnya.(MYU/LUK/DZH)

  • ‘Generasi Lemah’ Rentan Depresi

    ‘Generasi Lemah’ Rentan Depresi

    BERDASARKAN data World Health Organization (WHO), pada tahun 2019 terdapat sebanyak 800 ribu kasus bunuh diri di seluruh dunia. Angka tersebut didominasi oleh kalangan remaja. Pada tahun tersebut, Asia Tenggara menyumbang cukup banyak kasus. Indonesia sendiri menyumbang sebanyak rerata 3,7 kasus per 100 ribu populasi, menempati urutan kelima dari seluruh negara di Asia Tenggara.

    Gangguan kesehatan mental seperti depresi, menyumbang sekitar 55 persen dorongan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Di sisi lain, praktik copycat suicide atau peniruan bunuh diri pun menjadi latar belakang maraknya kasus bunuh diri. Berdasarkan data dari Kepolisian RI, pada tahun 2022 terjadi kasus bunuh diri sebanyak 826 kasus. Jumlah itu meningkat dari tahun 2021 yang berjumlah 613 kasus.

    Seorang mantan mahasiswa salah satu universitas di Kota Serang, sebut saja Farqi, pada saat aktif berkuliah sempat berupaya mengakhiri hidupnya sendiri. Mulai dari pembiaran terhadap kesehatan dirinya dengan tidak makan dalam kurun waktu lama, membiarkan dirinya hampir dibunuh oleh kelompok bersenjata tajam, hingga mencoba menembak dirinya sendiri dengan pistol.

    Peristiwa itu terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, yakni kisaran 2013 hingga 2021. Farqi seperti itu lantaran dirinya tengah mengalami permasalahan gangguan mental. Bisa dikatakan, dirinya mengalami depresi akut dalam kurun waktu tersebut.

    Kepada BANPOS, pria yang berasal dari Tangerang itu mengatakan bahwa gangguan kesehatan mental tersebut dialami akibat adanya permasalahan keluarga. Orang tuanya berpisah pada saat dirinya duduk di bangku SMA. Semenjak itu, ia meluapkan masalahnya dengan bertawuran. Sempat di-Drop Out karena masalah tawuran, sosialisasi dirinya semakin sempit setelah dirinya disekolahkan dengan metode homeschooling.

    Keinginan untuk mengakhiri hidupnya semakin tinggi saat ia duduk di bangku kuliah. Ia yang pada dasarnya merupakan anak dari kalangan ekonomi menengah ke atas, semakin terguncang di perantauan dengan menurunnya perekonomian ibunya. Usai bercerai, ia memang memilih untuk tinggal dengan ibunya.

    Namun, semua itu berhasil dilewati olehnya. Ia kembali bangkit, dan menjalani kehidupan seperti halnya dulu, sebelum kedua orang tuanya berpisah. Kini, Farqi bekerja sebagai seorang akuntan di salah satu perusahaan di Jakarta. Bahkan, ia mengaku tengah berjuang untuk membentuk keluarga kecilnya sendiri.

    Kepada BANPOS, Farqi pun menceritakan, bagaimana dirinya bisa melalui kondisi ‘neraka’ tersebut. Menurutnya, ada dua hal yang menjadi alasan dia keluar dari gangguan kesehatan mental dan mengurungkan niat untuk mengakhiri hidupnya: agama dan teman sebagai support system.

    “Jadi ketika pisau sudah dipegang, atau pistol sudah di dagu (pada saat itu), saya teringat ‘bagaimana nanti saya pada saat afterlife atau di akhirat?’. Alhamdulillah itu terus teringat, karena mungkin saya sudah dibekali pemahaman agama sejak kecil,” ujarnya kepada BANPOS.

    Ketika situasi sudah sangat tidak dapat dikendalikan, dan tidak ada yang dapat dijadikan sebagai tempat bercerita, Farqi menuturkan bahwa dirinya ‘memaksakan’ diri untuk salat. Di sana, ia mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan, pada saat sedang salat itu.

    Lingkungan dirinya ketika tengah berkuliah pun cukup membantu dirinya keluar dari kondisi depresi. Teman-teman kuliah dirinya, dengan senang hati mendengarkan pelbagai masalah yang dirinya hadapi. Meskipun terkadang teman-temannya bercanda dalam menanggapi permasalahan yang ia ceritakan, bahkan ketika dirinya mengungkapkan keinginan untuk mengakhiri hidup, teman-temannya tidak ada yang menghakimi.

    Ia pun berpesan kepada mereka yang saat ini tengah berjuang menghadapi situasi depresi hingga mengarah kepada keinginan untuk menyakiti diri sendiri bahkan mengakhiri hidup, untuk berpikir lebih jauh. Ia pun meminta kepada mereka, untuk tidak kehilangan harapan, dan terus berpikir bahwa akan ada hal keren yang mungkin mereka temui di hari esok.

    “Karena perjalanan hidup belum selesai, kalian belum lihat secara keseluruhan. I Don’t Know, mungkin kalau saya dulu benar-benar mengakhiri hidup, saya gak bakal menjalani hidup saat ini, gak ada di sini (tempat kerja), gak akan ketemu orang-orang yang menurut saya keren,” ungkapnya.

    Ps. Kaur Identifikasi Sat Reskrim Polres Pandeglang, Bripka Bayu Kurniawan, mengatakan bahwa berdasarkan data yang dilaporkan ke Polres Pandeglang, jumlah kasus kematian yang telah ditangani sepanjang tahun 2023 sebanyak 50 kasus.

    “Data yang di register atau data yang dilaporkan ke kita selama tahun 2023, sebanyak 50 kasus kematian. Di antaranya gantung diri 6 kasus, meninggal biasa atau sakit 40 kasus dan pembunuhan sebanyak 4 kasus. Untuk data tahun 2022, arsipnya ada namun belum kita benahi di gudang karena bertumpuk dengan arsip yang lain,” kata Bripka Bayu Kurniawan kepada BANPOS, Kamis (19/10).

    Dari sebanyak kasus bunuh diri yang ditangani, lanjut Bayu Kurniawan, berdasarkan hasil penyelidikan dan penanganan yang telah dilakukan, rata-rata kasus kematian faktor penyebabnya adalah ekonomi.

    “Sekitar 75 persen kasus kematiannya permasalahan ekonomi dan 25 persen permasalahannya itu seperti yang bosan hidup dan seperti ada kelainan jiwa atau bunuh diri. Jadi rata-rata itu faktor ekonomi, menurut saksi yang kita wawancara itu karena dia punya hutang dan yang bunuh diri karena suaminya yang tidak mau kerja, dan yang 25 persen itu karena depresi kejiwaannya terganggu,” terangnya.

    Sementara itu di Kota Cilegon, Polres Cilegon mencatat pada tahun 2022 terdapat tiga kasus mengakhiri hidup dengan gantung diri yang ditangani. Ketiga kasus tersebut motifnya berbeda. Kasus pertama diduga motifnya adalah masalah keluarga. Kemudian kasus yang kedua diduga motifnya adalah gangguan jiwa. Kasus yang ketiga diduga motifnya adalah masalah keluarga.

    Kemudian pada tahun 2023, Polres Cilegon menangani dua kasus gantung diri. Yang pertama diduga motifnya adalah masalah keluarga. Kemudian kasus kedua diduga motifnya adalah masalah asmara.

    Seperti yang disampaikan oleh Farqi, support system yang baik dapat menjadi jalan keluar bagi mereka yang tengah berjuang menghadapi permasalahan gangguan kesehatan mental. Hal itu yang membuat Dompet Dhuafa Banten membentuk lembaga bernama Aku Temanmu.

    Diketahui, Aku Temanmu merupakan layanan konseling gratis, yang dapat dilaksanakan secara daring maupun luring. Berlokasi di Kota Serang, Aku Temanmu dibentuk berangkat dari kepedulian dan keprihatinan akan masalah sosial remaja yang marak terjadi.

    Wafiq Ajizah, mahasiswa BK Untirta yang juga menjadi volunteer Aku Temanmu, mengatakan bahwa terdapat banyak program yang disiapkan oleh Aku Temanmu terkait dengan konseling kesehatan mental.

    “Kegiatannya ada pelatihan konselor sebaya, kajian tentang kesehatan mental, pendampingan konselor sebaya ke sekolah-sekolah, kampanye kesehatan mental di berbagai tempat seperti Alun-alun Kota Serang, Kota Cilegon di CFD dan di kampus kolaborasi dengan mahasiswa,” ujarnya.

    Ia mengatakan, pendaftaran konseling tersebut dibuka setiap hari Senin pada pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB. “Hari Senin khusus untuk pendaftarannya, proses layanan konsultasi dilakukan setiap hari Selasa hingga Jumat dari pukul 09.00-15.00 WIB,” tuturnya.

    Selain itu, pihaknya juga kerap melaksanakan sosialisasi terbuka berkaitan dengan kesehatan mental. Dalam waktu dekat, pihaknya pun akan menggelar Festival Kesehatan Mental yang puncaknya akan dilaksanakan pada 29 Oktober 2023.

    “Ada event besar Festival Kesehatan Mental Aku Temanmu, puncak kegiatannya tanggal 29 Oktober, untuk panitianya kolaborasi dengan HMJ BK Untirta, oprek relawan juga untuk kegiatan festival kesehatan mental,” terangnya. (LUK/DHE/MUF/DZH)

  • Gangguan Mental Ancam Banten

    Gangguan Mental Ancam Banten

    Berdasarkan penelitian Kemenkes RI melalui publikasi Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2018, Provinsi Banten menempati urutan keenam secara nasional tingkat depresi tertinggi dengan persentase 8,67 persen. Sementara berdasarkan riset Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), 15 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental dalam satu tahun terakhir.

    SEJAK tahun 1992, setiap tanggal 10 Oktober seluruh negara memperingati Hari Kesehatan Mental Se-Dunia. Hari tersebut menjadi penanda bahwa kesehatan mental merupakan hak asasi dari setiap manusia, yang untuk mendapatkannya diperlukan fasilitasi dari berbagai pihak.

    Berdasarkan riset Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), didapati bahwa satu dari tiga remaja Indonesia (34,9 persen) mengalami gangguan kesehatan mental dalam setahun terakhir. Jumlah itu setara dengan 15,5 juta jiwa remaja. Selain itu dari hasil riset yang sama, didapati bahwa satu dari 20 remaja Indonesia (5,5 persen), mengalami gangguan kesehatan mental dalam satu tahun terakhir.

    Usia remaja menjadi usia yang produktif dan merupakan masa keemasan atas fisik manusia. Namun dari data yang dimiliki Kemenkes, justru terjadi paradoks atas hal tersebut. Pasalnya, meskipun dalam kondisi yang paling prima, angka kesakitan dan kematian kelompok remaja meningkat hingga 200 persen. Tidak sehatnya mental para remaja, menjadi penyumbang terbesar peningkatan kesakitan dan kematian kelompok remaja itu.

    Di Banten, tidak ada data terbaru yang dapat menggambarkan kondisi kesehatan mental warganya. Namun berdasarkan data Riset Kesehatan Daerah (Riskesda) tahun 2018, sebanyak 8,67 persen warga Provinsi Banten mengalami depresi. Nilai tersebut menempatkan Provinsi Banten dengan persentase warga mengalami depresi tertinggi ke 6 se-Indonesia. Sementara data untuk Gangguan Mental Emosional (GME), persentasenya sebesar 13,96 persen.

    Kepala Dinkes Kabupaten Serang, Agus Sukmayadi, mengatakan bahwa kesehatan mental ini tidak hanya berhubungan dengan orang gila, tapi kesehatan mental ini juga berhubungan dengan kesehatan pada umumnya.

    “Kita juga sedang mengupayakan bebas pasung dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk keluarga, atau masyarakat yang ada anggota keluarga menderita sakit jiwa berat untuk bisa langsung menghubungi puskesmas,” ujarnya.

    Selain itu, dirinya juga menyampaikan bahwa pihaknya tengah melakukan sosialisasi kepada para tenaga pendidik untuk mengedukasi terkait dengan kesehatan mental.

    “Kemudian yang berhubungan sosial, kita sudah mensosialisasikan kepada tenaga pendidik yang disosialisasikan oleh dokter spesialis jiwa. Kemudian, sosialisasi kepada para kader kesehatan jiwa melalui kader kesehatan, salah satunya untuk memberikan edukasi kesehatan jiwa dan mental kepada masyarakat,” terangnya.

    Dirinya juga mengatakan bahwa saat ini di Provinsi Banten masih terkendala dengan tidak adanya Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Oleh karenanya, saat ini pihaknya dalam menangani masyarakat yang mengalami gangguan mental masih di rujuk ke Rumah Sakit yang ada di luar kota.

    “Karena Provinsi Banten belum mempunyai RSJ, kita bekerjasama dengan Rumah Sakit di Jakarta. Jadi, bila ada pasien yang pasca pelepasan pasung memerlukan perawatan kita kirim ke RSJ di jakarta,” katanya.

    “Kemudian, terhadap tenaga dokter dan perawat yang ada di puskesmas, kita lakukan peningkatan kapasitas dan kompetensi dalam peningkatan pelayanan,” tambahnya.

    Dirinya menuturkan, bahwa salah satu penyebab yang sering mempengaruhi kesehatan jiwa ini berasal dari interaksi sosial yang kurang baik.

    “Kesehatan jiwa ini penyebab pertama tentunya karena adanya gangguan interaksi sosial. Ini perlu melibatkan peran orang tua dan masyarakat sekitar. Kalau usia sekolah atau usia produktif tentunya dengan sebaya, dengan teman-teman sebaya dan melibatkan guru. Dinas pendidikan juga dilibatkan dalam sosialisasi tentang kesehatan mental dan jiwa di lingkungan sekolah,”katanya.

    “Jadi ini cenderung mengalami tekanan sosial, atau stres. Sehingga menimbulkan penyakit yang berkelanjutan, ini perlu adanya pengobatan yang lebih lanjut,” lanjutnya.

    Dirinya mengaku bahwa penanganan awal di Kabupaten Serang dilakukan oleh dokter dan perawat puskesmas dibawah bimbingan dari dokter yang berasal dari RS Dr.Drajat.

    “Penanganan awal kita sudah melakukan pelatihan kepada 31 dokter di puskesmas dan kurang-lebih sekitar 60 perawat yang sudah memperoleh pelatihan penanganan awal kesehatan jiwa. Untuk konsultan di RS Dr.Drajat itu ada dua. Kalau dihitung dengan banyaknya kasus jiwa, dokter yang menangani kesehatan jiwa di Kabupaten Serang masih minim,” jelasnya.

    Kepala Bidang Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kota Cilegon Febri Naldo mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang pihaknya miliki, jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Cilegon pada tahun ini mencapai 548 orang, terdiri dari laki-laki 375 dan perempuan 173. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari depresi, masalah keluarga, ekonomi, masalah penggunaan narkoba hingga putus cinta.

    Diketahui pada tahun 2021 Dinkes mencatat ada 580 dan 2022 ada 588 kasus. “Kalau usia yang paling banyak mengalami gangguan jiwa di usia produktif dan mayoritas penderitanya adalah pria,” katanya.

    Febri menambahkan, salah satu langkah yang dilakukan Dinkes Cilegon dalam menyelesaikan persoalan gangguan jiwa di Kota Cilegon, yakni terus melakukan skrining ke setiap puskesmas serta pengobatan gratis dengan menghadirkan dokter spesialis jiwa.

    “Untuk pelayanan jiwa di puskesmas itu sudah berjalan, ada program jiwa di setiap puskesmas. Kan setiap bulan itu ada pelayanan dari dokter spesialis jiwa, kita kerjasama dengan persatuan spesialis jiwa Banten. Jadi keliling seperti bulan ini di Puskesmas Jombang bulan besoknya di Puskesmas Purwakarta ada jadwalnya,” kata Febri kepada BANPOS, Kamis (19/10).

    Sejauh ini kata dia, program tersebut tidak ada kendala karena pihaknya menggandeng dokter spesialis jiwa. “Pelayanan kesehatan jiwanya seperti ODGJ yang ringan, yang sedang yang berat. Itu semua dilayani dan ngambil obatnya juga di puskesmas gratis. Program ini Ini merupakan SPM juga, alhamdulillah nggak ada kendala. Karena kita kerjasama dengan dokter persatuan jiwa Banten,” paparnya.

    Selain itu, kata dia di RSUD Cilegon juga sudah ada dokter spesialis jiwa dan juga ada poli jiwa. “Untuk di RSUD dokter spesialis jiwa sudah ada, poli jiwa juga ada jadwalnya. Tinggal rawat inap yang belum ada,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Serang Tata mengungkapkan bahwa kasus gangguan mental yang terjadi di Kota Serang, jika dilihat dari kasus yang ada pada tahun 2023 mengalami peningkatan. “Kalau lihat dari kasus, ada peningkatan,” ungkapnya.

    Dalam upaya penanganan kasus kesehatan mental, Tata mengatakan bahwa pihaknya telah membuat program yang untuk menanganinya. Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan rumah sakit di luar Kota Serang sebagai rujukan jika terdapat pasien yang perlu dilakukan perawatan yang lebih lanjut.

    “Kita ada 16 puskesmas, itu ada program jiwa di setiap puskesmas. Termasuk juga kita ada kerjasama dengan Rumah Sakit rujukan. Jika ada kasus gangguan jiwa, kalau sampai ada yang harus dirujuk maka kita rujuk ke rumah sakit,” katanya.

    Dalam menangani kesehatan mental, dirinya mengungkapkan bahwa peran pihak keluarga sangat penting. “Memang harus sama-sama untuk bagaimana mensupport, seperti rutin memberikan obat untuk yang gangguan mental berat,” ucapnya.

    “Kita berkoordinasi dengan OPD terkait termasuk juga kecamatan dan kelurahan. Secara program tertangani, alurnya ini dari puskesmas atau klinik nanti ke RSUD Kota Serang, kalau harus ditangani lebih lanjut kita rujuk ke rumah sakit di Bogor, dan Grogol Jakarta,” tandasnya.

    Tingginya angka gangguan kesehatan mental di kalangan remaja disebabkan oleh berbagai hal. Di antaranya terjadinya kekerasan terhadap mereka, maupun perundungan yang kerap terjadi di kalangan remaja. Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF), dua dari tiga anak berusia 13 hingga 17 tahun pernah merasakan kekerasan setidaknya satu kali. Selain itu, dua dari lima anak berusia 15 tahun, mengalami tindak perundungan beberapa kali dalam sebulan.

    Kepala DP3AKB Kota Serang, Anthon Gunawan, mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya terus membantu para anak dan remaja yang mengalami kekerasan baik secara fisik maupun mental. Bagi korban yang mengalami tekanan maupun depresi, pihaknya membantu dengan memberikan pelayanan langsung dari psikolog, agar bisa menangani korban yang mengalami kekerasan mental supaya segera pulih.

    “Semua jenis kekerasan verbal, bagi yang mengalami tekanan maupun depresi, kita menyediakan psikolog untuk menanganinya. Sampai dia kembali lagi sembuh,” katanya.

    Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan beberapa rumah sakit jika diharuskan melakukan pengobatan secara medis.

    “Prinsipnya kita menyediakan, kalaupun harus melalui pengobatan medis, kita bekerjasama dengan beberapa rumah sakit untuk menanganinya,” ucapnya.

    Dalam upaya mengembalikan mental para korban, pihaknya juga menyediakan tempat-tempat untuk mereka mengadu dan menceritakan permasalahan yang mereka dalam hal ini para korban alami.

    “Kita menyediakan pertama di kantor, di UPT dan juga rumah aman. Jadi bagi yang mau curhat itu kita sediakan tempatnya, dan jika mau privasi, kalau perlu kita samperin ke rumahnya. Itu langkah yang selalu kita lakukan,” ucapnya.

    Anthon menuturkan, pada tahun 2023 ini, kasus yang pihaknya bantu sudah sebanyak 60 kasus, hampir mencapai banyaknya kasus pada tahun 2022 sebanyak 65 kasus. Padahal, saat ini baru sampai bulan Oktober dan masih ada rentang waktu dua setengah bulanan lagi untuk sampai akhir tahun.

    “Dari 2022 hingga 2023, ada peningkatan kasus. Dari semester pertama saja sudah terlihat. Kalau dari jumlah angka, ini sudah meningkat. Dari semester satu kemarin sudah lebih dari 2022. Tahun 2023 ini, untuk satu semester sudah lebih tinggi dari sebelumnya sebesar 10 sampai 15 persen,” tuturnya.

    Dirinya berharap, di tahun 2023 ini tidak lagi ada kasus-kasus yang membuat mental masyarakat Kota Serang terganggu. Selain itu, Anthon menuturkan bahwa peran dari semua pihak sangat dibutuhkan.

    “Kita berusaha mengembalikan psikis korban karena banyak yang depresi karena adanya kekerasan seksual juga. Kalau kita pilah dari jenis kelamin paling banyak dari perempuan, malah kalau laki-laki kita belum menemukan anak laki-laki yang depresi karena dia jadi korban. Tingkat depresinya tidak sampai seperti perempuan yang sampai mengkhawatirkan. Tidak mau ketemu dengan orang luar, tidak mau sekolah dan melamun,” terangnya.

    “Saya harap dengan upaya yang kita lakukan baik dari pemkot dan lembaga lainnya, kasus ini tidak bertambah dan pegiat lapangan juga bisa meminimalisir kasus-kasus kekerasan ini. Peran orang tua juga sangat dibutuhkan untuk mengontrol kegiatan anaknya,” lanjutnya.

    JFT Bidang PA DP3AP2KB Lebak, Nina Septiana, mengatakan bahwa pihaknya melalui UPTD PPA memberikan layanan pengaduan dan curhat melalui hotline yang telah disediakan. Hal tersebut merujuk kepada tugas dan fungsinya masing-masing, dimana Dinas sebagai pencegahan dan UPTD PPA sebagai penanganan kasus.

    Menurut Nina, banyak kasus bully yang harus berakhir dengan bunuh diri. Hal tersebut dikarenakan kurang matangnya mental mereka menghadapi tekanan. Apalagi, usia-usia remaja yang secara psikologis mereka masih sangat labil.

    “Berkaitan dengan gangguan mental inilah yang mengakibatkan banyaknya kekerasan hingga perilaku hidup menyimpang. Mengapa? Karena biasanya korban kekerasan akan merekam apa yang mereka dapatkan. Ketika dewasa atau suatu hari ada pemicu, mereka akan mengingat kembali dan inilah yang disebut dengan trauma,” jelasnya.

    Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lebak senantiasa melakukan sosialisasi baik kepada sekolah maupun masyarakat terkait berbagai hal seperti pencegahan bullying, berbagai jenis kekerasan hingga penyalahgunaan Napza.

    “Kalau dari kami memang senantiasa memberikan sosialisasi ke tiap-tiap sekolah. Kalau dari Kesbangpol ada yang namanya Badan Narkotika Kabupaten (BNK) dan di Dinkes Satpol PP ada sosialisasi Kesehatan Jiwa,” kata Nina.

    Plt Kepala DP3AP2KB Kota Cilegon, Agus Zulkarnain mengatakan untuk korban gangguan kesehatan mental terjadi karena adanya tindak kekerasan maupun perundungan yang dialami saat masih anak-anak dan remaja, pihaknya mengaku sudah menyiapkan program tersebut.

    “Kita punya program psikoedukasi dan terapi kelompok yang dilakukan di sekolah apabila ada siswa yang menjadi korban kekerasan baik bullying maupun kekerasan lainnya. Atau di lingkungan masyarakat apabila ada masyarakat yang menjadi korban kekerasan,” ujarnya Agus kepada BANPOS, Kamis (19/10).

    Kemudian saat ditanya terkait program atau saluran yang disediakan oleh DP3AP2KB, bagi mereka yang mengalami gangguan mental untuk ‘curhat’ mengungkapkan permasalahannya, Agus mengaku program tersebut ada.

    “Sebetulnya kita ada Puspaga (pusat pembelajaran keluarga), nah itu adalah tempat untuk konseling atau konsultasi berkaitan dengan permasalahan keluarga yang lebih fokus kepada permasalahan anak sebetulnya tapi keluarga juga bisa,” ungkapnya.

    Diketahui berdasarkan data dari DP3AP2KB Kota Cilegon dari Januari sampai September 2023, untuk kasus kekerasan anak dan perempuan mencapai 180 kasus. Meliputi psikis 90, fisik 34, seksual 35, penelantaran 15, TPPO 6.

    “Yang masuk kategori psikis itu sebetulnya gangguan kejiwaan, gangguan mental yah. Kalau yang fisik gangguan secara badan, yang seksual kekerasan seksual, yang TPPO adalah tindak pidana perdagangan orang sama penelantaran,” tandasnya. (CR-01/MYU/LUK/DHE/DZH)