Tag: gembong sumedi

  • Kas Daerah Seret, Banten Bangkrut?

    Kas Daerah Seret, Banten Bangkrut?

    BELAKANGAN ini, sejumlah permasalahan ekonomi menimpa Pemprov Banten. Pemindahan rekening kas daerah dari Bank Banten ke Bak BJB, tak terbayarnya insentif tenega medis di RSUD Banten hingga keluhan sejumlah pengusaha soal sulitnya mengajukan pembayaran hasil pekerjaan menggambaarkan kesulitan finansial yang dialami Pemprov Banten. Mungkinkah Banten mengalami kebangkrutan di era Wahidin Halim-Andika Hazrumy?

    Kondisi keuangan Pemprov Banten saat ini benar-benar kosong. Untuk memenuhi kewajibanya saja, seperti membayar honor bulanan kepada 9 ribu lebih pegawai non ASN yang dibawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) saja sampai saat ini belum dapat dicairkan. Pemindahan rekening kas umum daerah (RKUD) Pemprov Banten, dari Bank Banten ke Bank bjb, dituding ikut menyebabkan kekisruhan pengelolaan keuangan di Pemprov sendiri.

    Akhir pekan lalu, sejumlah tenaga medis RSU Banten mengadukan nasibnya ke Komisi V DPRD Banten. Mereka mempertanyakan uang insentif yang dijanjikan Pemprov Banten. Dalam kesepakatan awal akan dicairkan setiap tanggal 25 pada setiap bulannya, tetapi pada praktiknya, hingga berita ini dibuat insentif itu tak sepenuhnya diterima oleh para tenaga medis.

    Seorang dokter yang ikut membantu di RSU Banten, mengaku diminta oleh Kepala Dinkes Banten untuk membantu penanganan Covid-19 sejak RS tersebut ditunjuk menjadi RS rujukan. Dalam awal kesepakatan, tenaga medis berikut pegawai lain yang bertugas di RSUD Banten bakal mendapatkan insentif.
    Standar satuan harga (SSH) insentif yang diterima akan beragam tergantung posisinya. Antara lain dokter akan mendapatkan insentif senilai Rp50 juta, perawat Rp20 juta, dan dokter spesialis Rp75 juta. Tetapi hingga satu bulan setengah dirinya menjalankan tugas, insentif yang dijanjikan belum juga diterima.
    “Yang saya ingin tanyakan di sini kami sudah berjalan satu bulan setengah. Kami sudah memberikan pelayanan terbaik untuk pasien,” ujarnya.
    Insentif sangat berarti untuk tenaga medis, utamanya untuk memenuhi kebutuhan anak dan istri yang ditinggalkan bertugas. Sebab, selama bertugas dirinya menjalani karantina dan tak pernah bertemu dengan anak istri.
    “Kami meninggalkan tempat praktik kami. Di sini sudah satu bulan setengah tidak ketemu anak istri kami dan tidak ada pemasukan,” katanya.

    Di tempat lain, seorang pengusaha mengaku kesal karena pekerjaannya tak kunjung dibayar oleh Pemprov Banten. Padahal kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya sudah selesai dan sudah mendapatkan Surat Perintah Membayar (SPM) dari OPD pelaksana kegiatan.

    Si pengusaha mengaku sudah mengajukan SPM itu di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), tetapi SPM itu tak digubris oleh pegawai BPKAD. Usut-punya usut, dia mendapat informasi kalau ternyata SPM tak dilayani karena kas daerah memang sedang kosong.

    “Kalau begini kami juga bingung. Kami ini pengusaha kecil yang sudah mengeluarkan modal untuk melaksanakan kegiatan di OPD, kalau tidak segera dibayarkan oleh Pemprov Banten, kami mau makan dari mana?” kata pengusaha yang aktif berorganisasi itu.

    Ketua Komisi III DPRD Banten, Gembong R Sumedhi dihubungi melalui telpon genggamnya, Minggu (10/5) membenarkan bahwa kasda Pemprov Banten dalam kondisi kosong. Penyebabnya adalah menurunya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak kendaraan bermotor (PKB) yang menurun drastis.

    “Pendapatan dari PKB menurun tajam. Yang biasanya per har itu bisa mencapai Rp22,5 miliar, sekarang rata-rata hanya Rp4 miliar saja. Makanya kasda kosong dan dialihkan dari Bank Banten ke BJB. Dan uang yang ada hanya untuk bayar gaji-gaji saja. Sejak ada pandemik korona ini,” katanya.

    Sementara itu Kepala BPKAD Banten Rina Dewiyanti dalam WhatsApp Messenger mengakui belum dibayarkannya honor Non ASN pemprov. Dan akan dibayarkan jika sudah ada surat masuk.

    “Senin usulan yang sudah masuk ke BPKAD kita salurkan,” katanya.

    Adapun mengenai insentif kesehatan diakui Rina yang merupakan pejabat eselon II Pemprov Banten hasil lelang jabatan atau open bidding sudah dibayarkan namun secata bertahap.

    “Insentif tenaga medis sudah disalurkan dan honor secara bertahap sudah direalisasikan juga,” jelas dia.

    Namun sayangnya Rina tidak menjawab dengan tegas mengenai penolakan tagihan pembayaran penyelesaian pihak pekerjaan oleh kontraktor.

    “Kita prioritaskan dalam rangka penanganan Covid-19 dan belanja wajib terlebih dahulu. Ya kita prioritas yang betul-betul prioritas disesuaikan dengan ketersedian dana,” paparnya.

    Kabid Pendapatan pada Bapenda Banten, Abadi Nurwanto membenarkan adanya penurunan pendapatan dari PKB yang cukup tajam.

    “Mencapai 50 persen (pendapatan turun akibat Covid-19).Seluruh penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) per hari semula Rp 12 miliar per hari menjadi Rp 5 miliar per hari dan penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Per hari semula Rp10 miliar per menjadi Rp2 miliar per hari,” pungkasnya.(RUS/ENK)

  • Bank Banten di Ambang ‘Kematian’, Harus Segera Diselamatkan

    Bank Banten di Ambang ‘Kematian’, Harus Segera Diselamatkan

    SERANG, BANPOS – Ketua komisi III DPRD Banten Gembong R Sumedi, menyayangkan jika Bank Banten sampai bangkrut dan mati. Mengingat, sudah cukup besar APBD Banten yang digelontorkan untuk menyehatkan usahanya.

    Dari amanah Perda, Pemprov Banten wajib memberikan penyertaan modal sebesar Rp950 miliar. Hingga kini, yang sudah digelontorkan hampir mencapai Rp650 miliar. Pihak Bank Banten sangat berharap sisa kewajiban penyertaan modal bisa terealisasi dalam APBD 2019 dan 2020.

    “Namun hal itu belum juga dilakukan, mengingat kondisi usaha Bank Banten sedang tidak sehat. Sisa dana itu sebenarnya sangat kecil. Kalau pun diberikan hanya akan mampu memperpanjang usia Bank Banten untuk beberapa saat saja, tidak akan mampu memulihkan usahanya,” ungkapnya.

    Akan tetapi, Gembong menyebutkan, disisi lain ada jalan right issue yang bisa dilakukan oleh para direksi Bank Banten. Hal ini, tentu akan menambah suntikan dana yang diterima, sehingga diharapkan akan mampu menstabilkan kondisi usaha Bank Banten.

    “Right issue sendiri, bisa dilakukan jika ada modal aman sebesar Rp300 miliar yang berasal dari sisa penyertaan modal Pemprov Banten. Namun jika Pemprov menghentikan sementara penyertaan modalnya, akan sangat berat bagi direksi untuk melakukan right issue,” tuturnya.

    Jalan lain yang bisa dilakukan adalah mempertimbangkan sesegera mungkin tawaran Rp1/lembar saham Bank Banten yang dilakukan oleh bos CT Corp, Chairul Tanjung (CT). Meskipun CT sendiri, pasti akan mempertimbangkan dengan matang dan mempunyai beberapa persyaratan untuk ikut menyehatkan Bank Banten ini, namun ia mengaku siap menggelontorkan dananya untuk menyehatkan Bank Banten.

    “Tapi itu tergantung Pemprov. Jika kebijakan itu dirasa tepat, maka segera lakukan kajian dan jemput bola. Kajian itu perlu dilakukan mengingat tawaran ini sangat rendah, dikhawatirkan ada permainan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” katanya.

    Diungkapkan olehnya, hal itu semata-mata dilakukan karena melihat kondisi Bank Banten, kini diambang jurang kematian. Langkah tegas Pemprov selaku pemilik saham mayoritas harus segera dilakukan.

    “Jika ingin masih diselamatkan, maka Pemprov harus segera mencairkan penyertaan modal yang dialokasikan pada APBD 2019 yang hanya tinggal menunggu hitungan hari akan berakhir. Jika tidak, maka kemungkinan besar Bank Banten akan menghentikan seluruh operasionalnya karena bangkrut,” tegasnya.

    Diselamatkan atau tidak, kata dia, keduanya mempunyai konsekuensi masing-masing. Jika diselamatkan, butuh penyertaan modal tambahan yang lebih besar untuk menyehatkan anak perusahaan BUMD BGD ini.

    “Sedangkan penyertaan modal yang ada hanya Rp131 miliar dari APBD 2019 yang belum dicairkan, sedangkan pada APBD 2020 Pemprov sudah mengunci untuk tidak memberikan sisa penyertaan modalnya karena sedang menunggu hasil rekomendasi dari otoritas jasa keuangan (OJK) dan kokisi pemberantas korupsi (KPK) agar tidak menjadi masalah di kemudian hari,” terangnya.

    Ia melanjutkan, rekomendasi dari OJK itu diperkirakan akhir November lalu. Akan tetapi, hingga saat ini pihaknya belum menerima hasil laporannya seperti apa.

    “Padahal sisa waktu penggunaan anggaran 2019 tinggal beberapa hari ke depan saja,” katanya.

    Gembong beranggapan bahwa, diberikan atau tidaknya penyertaan modal itu tidak akan mampu menyehatkan kondisi Bank Banten. Sebab, kini kondisinya sudah kronis stadium empat. Butuh suntikan modal yang cukup besar dan Pemprov tidak akan mungkin bisa memberikannya karena terbentur aturan yang berlaku.

    “Jika Pemprov masih ingin menyelamatkan Bank Banten, maka Pemprov harus segera jemput bola. Hal-hal lain yang menjadi pertimbangan, segera diselesaikan, supaya Bank Banten ini bisa mendapatkan suntikan modal,” tandasnya.(MUF)