Tag: geothermal

  • Tatu Klaim Pemkab Serang Pasti Dukung Pembangunan Geothermal

    Tatu Klaim Pemkab Serang Pasti Dukung Pembangunan Geothermal

    SERANG, BANPOS – Pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) Geothermal, saat ini masih menjadi polemik di masyarakat. Meski begitu, proyek tersebut masih tahap eksplorasi, dan merupakan bagian dari program strategis nasional (PSN)

    Oleh karena itu, Bupati Serang, Tatu Chasanah menegaskan bahwa pihaknya tentu patuh terhadap ketentuan pemerintah pusat. Bukan lagi soal mendukung atau tidak mendukung, tetapi apabila disebutkan PSN, ia dan jajaran pemerintah harus mendukung.

    “Dan untuk sosialisasi kepada masyarakat, saya sudah meminta kepada pihak perusahaan untuk memaksimalkan, berkomunikasi, mensosialisasikan dengan masyarakat,” ujarnya, Senin (3/5) di Pendopo Bupati Serang.

    Hal itu dilakukan agar masyarakat paham detil, persis, dan tidak ada gejolak. Selain itu, perusahaan diminta untuk memaksimalkan komunikasi agar tidak ada kesalahpahaman.

    “Karena program ini sebetulnya program lama, program langsung dari pemerintah pusat, kami selama ini memfasilitasi untuk pihak perusahaan berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar wilayah yang akan dilakukan program tersebut,” jelasnya.

    Kendati demikian, Pemkab Serang menyatakan sudah melaksanakan program sosialisasi kepada masyarakat. Bahkan, dari TNI-Polri, Kapolres, Dandim, Ketua Dewan, Camat, jajaran Pemda sudah menyosialisasikan.

    “Kita membantu mensosialisasikan untuk mereka bisa komunikasi langsung dengan masyarakat,” katanya.

    Ia pun kemudian menyarankan harus memaksimalkan memberi pemahaman apa yang sejelas-jelasnya kepada masyarakat. Misalnya, Geothermal ini bukan yang pertama di Kabupaten Serang, di daerah yang lain ada seperti halnya di Garut, Kamojang dan masih banyak lagi.

    “Coba diajak masyarakat, supaya bisa membayangkan melihat secara jernih, ooh kalau ada proyek ini tuh seperti ini. Bisa langsung bicara dengan masyarakat sekitar sana, misalnya bagaimana sih dampaknya ketika ada perusahaan atau Geothermal ini,” jelasnya.

    Tatu menegaskan, dalam hal ini, bukan soal mendukung tidak mendukung, sebab apabila statusnya PSN, jajaran pemerintah itu wajib mendukung program tersebut. Karena, baik itu Provinsi, Kabupaten, itu bagian dari pemerintahan pusat.

    “Jadi disini tidak bisa disebutkan mendukung, tidak mendukung. Kalau disebutkan PSN, ya dibawahnya sudah satu kesatuan,” tegasnya.

    Ia mengimbau, apabila masih ada perbedaan cara pandang, ini harus dimusyawarahkan. Tidak boleh anarkis, karena merugikan diri sendiri.

    “Terus, coba melihat dengan cara jernih. Jadi kita jangan berandai-andai, coba lihat daerah lain, mana sih yang ada proyek Geothermal, supaya melihatnya jelas,” terangnya.

    Jadi, kata dia jangan hanya mengira-ngira. Ia menyampaikan bahwa kurang lebih dua tahun lalu, masyarakat pernah diajak ke salah satu lokasi yang sudah berdiri PSN PLTPB Geothermal.

    “Pernah diajak setahu saya, karena saya dari dulu minta masyarakat ini diberi pemahaman yang lebih nyata. Kalau gasalah mereka sudah studi banding,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • Praktisi Paparkan Sisi Positif Pembangkit Listrik Geothermal

    Praktisi Paparkan Sisi Positif Pembangkit Listrik Geothermal

    SERANG, BANPOS – Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) atau Geothermal masih terus mendapatkan penolakan. Banyak yang berpendapat bahwa pembangunan PLTPB dapat merusak lingkungan.

    Namun, jarang yang melihat sisi positif dari keberadaan PLTPB. Bahkan, jarang yang mengetahui bahwa PLTPB itu hanya dapat dibangun dengan baik di tempat-tempat tertentu saja, khususnya yang berada di daerah cincin api atau ring of fire.

    Dosen Praktisi Geothermal Independen, Riki Irfan, dalam diskusi publik yang digelar oleh DPM Unsera menuturkan bahwa Indonesia, khususnya Provinsi Banten, sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membangun PLTPB.

    “Orang di negara lain berharap seperti Belanda, Jerman, berharap punya Geothermal. Sampai-sampai mereka rela mengebor 3.000-5.000 meter hanya untuk 150 derajat Celcius,” ujarnya di aula Technopark SMK 2 Kota Serang, Jumat (30/4).

    Jika negara lain perlu menggali hingga ribuan meter, ternyata Indonesia hanya perlu mengebor 700 meter untuk mendapatkan panas bumi hingga 200 derajat celcius.

    “Kalau ngebor 1.000 meter lebih, bisa dapat 220 derajat celcius. Artinya ini adalah berkah. Tinggal dimanfaatkan dengan bijak, dikontrol, ada teknologinya, ada ahlinya, dimanage dengan baik. Kalau tidak dimanage dengan baik, apa saja juga akan rusak,” ungkapnya.

    Terkait dengan kekhawatiran masyarakat bahwa pembangunan PLTPB itu dapat berpotensi menjadi musibah seperti Lapindo, Riki menuturkan bahwa hal itu sangat kecil kemungkinan terjadinya. Sebab pada pengeboran Lapindo itu berada di batuan sedimen yang memiliki kadar lumpur dan air yang berbeda.

    “Sedangkan di Geothermal ini berbeda, batunya vulkanik, batuan keras, yang terpanaskan pun karakternya tidak sama dengan yang lain. Jadi karakter yang akan keluar dari Geothermal itu air panas yang menyembur bukan lumpur. Karena tidak ada, bagaimana caranya si batuan beku itu bisa segitunya jadi lumpur,” jelasnya.

    Selain itu juga, teknologi pengeboran yang dilakukan untuk Geothermal pun berbeda. Teknologi yang digunakan tidak seperti yang dibayangkan oleh masyarakat, layaknya mengebor untuk mencari sumber air di perumahan.

    “Sampai saat ini di lapangan-lapangan yang sudah beroperasi, nol persen yang terjadi kegagalan. Kita sebut lapangan milik Pertamina, sarana energi, Supreme energi, dan yang milik pemerintah, tidak ada satupun yang gagal,” terangnya.

    Ia pun meminta agar masyarakat jangan mendengarkan dari orang yang bukan ahlinya. Sebab akan berbeda apa yang disampaikan oleh orang yang ahli di bidangnya dengan yang hanya sekadar beropini saja.

    Kabid Pengembangan Infrastruktur Energi Dan Ketenagalistrikan pada ESDM Provinsi Banten, Ari James Faraddy, menuturkan bahwa potensi yang dihasilkan dari sumur Geothermal di Gunung Prakasak yaitu sekitar 100 mega watt.

    “Satu lagi di Gunung Kelud ada 60 mega watt, sekarang sedang proses eksplorasi dua-duanya. Belum produksi, masih tahapan eksplorasi. Kalau berhasil alhamdulillah, kita punya target awal sekitar 30 mega watt,” ujarnya.

    Ia menuturkan, apabila PLTPB tersebut berhasil dibangun, maka Provinsi Banten memiliki pasokan listrik yang mumpuni dan tidak ketergantungan dengan pembangkit listrik yang mengakibatkan polusi seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

    “Kalau sekarang ini tergantung dari batubara. Kalau batubaranya mahal, tarif listrik akan lebih mahal lagi. Kalau ada ada kenaikan listrik, masyarakat akan marah,” tuturnya.

    Menurutnya, PLTPB akan lebih ramah lingkungan, karena sedikit dari karbon monoksida yang dihasilkan. Di sisi lain, batu bara pun akan lebih cepat habis lantaran bukan bahan bakar yang terbarukan.

    “Kalau batubara habis, ya habis tidak bisa membangkitkan listrik lagi. Selain itu, pembakaran batubara juga menghasilkan gas karbondioksida, mengakibatkan kerusakan atmosfer kita,” tandasnya. (DZH)

  • Istighosah untuk Penolakan Proyek Geothermal Padarincang

    Istighosah untuk Penolakan Proyek Geothermal Padarincang

    PADARINCANG, BANPOS – Ratusan masyarakat dan para santri kembali menggelar Istighosah penolakan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Geothermal, di Gunung Prakasak kecamatan Padarincang Kabupaten Serang, Jumat (28/2).

    Karena membludaknya massa yang mengikuti istighosah yang digelar di pinggir Kampung Nengger, Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang, sempat membuat kemacetan jalur arus lalu lintas yang dari dan menuju Serang –Cinangka.

    Salah satu Tokoh Perempuan Padarincang, Umi Eha dalam orasinya mengatakan, istighosah dilakukan untuk kehancuran geothermal dan merupakan upaya untuk menjaga kelestarian alam Padarincang. Sebab, pihaknya tidak menginginkan siapapun merusak tanah kelahirannya.

    “Kami mengadakan istigosah yang dilakukan di pinggir jalan ini, piken kehancuran geothermal (untuk kehancuran geothermal-red). Kita harus menjaga kelestarian alam kita, jangan sampai ada satu orang pun merusak tanah kelahiran kita,” ujarnya dengan lantang.

    Jika ada yang ingin merusak dan menghancurkan alam disini, kata Umi Eha, harus dilawan dan dihancurkan. Ia menegaskan akan melawan hingga titik darah penghabisan.

    “Siapa saja yang akan menghancurkan alam kita, kita tidak akan tinggal diam! Kita akan terus melawan sampai titik darah penghabisan,” tegasnya.

    Di tempat yang sama, salah satu santri dari Padarincang yang mengikuti Istighosah, Khois juga mengecam adanya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) yang dianggap akan menimbulkan banyak menimbulkan permasalahan untuk daerahnya.

    “Kita jangan sampai diam, dan jangan sampai kita terusik dalam belajar. Kita sebagai santri Padarincang, dan jangan sampai pula kita terganggu dalam tidur kita, semoga ALLAH SWT mencabut nyawa orang-orang yang mau menghancurkan alam kita.” tandasnya. (MUF/PBN)

  • PT. SBG Dianggap Ajak Perang, Warga Nekat Halangi Alat Berat

    PT. SBG Dianggap Ajak Perang, Warga Nekat Halangi Alat Berat

    Tangkapan layar video pengadangan alat berat di Padarincang, Kamis malam (31/10/2019)

    PADARINCANG, BANPOS – Kendati telah mendapatkan penolakan keras dari masyarakat, ternyata tidak merubah keinginan PT Sintesa Banten Geothermal (SBG) untuk membangun megaproyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Padarincang. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya upaya paksa PT SBG, untuk membawa masuk alat berat ke tempat megaproyek itu.

    Upaya tersebut pun mendapatkan perlawanan dari masyarakat. Puluhan masyarakat Padarincang melakukan aksi pengadangan terhadap alat berat, yang dibawa oleh PT SBG dengan pengawalan ketat aparat keamanan dan TNI.

    Kabid Advokasi pada Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT), Firman Albalagoh, mengatakan PT SBG telah beberapa kali memaksa untuk membawa alat berat masuk ke Padarincang. Namun, pihaknya dan warga Padarincang berhasil menghalau mereka.

    “Kemarin-kemarin juga ada alat berat yang datang kesini, Allahamdulillah mereka berhasil dipukul mundur,” ujarnya kepada BANPOS, saat dihubungi melalui media perpesanan, Kamis (31/10).

    Bahkan, lanjut Firman, upaya PT SBG untuk memasukkan alat berat ke Padarincang kembali terulang pada pukul 05.00 WIB pagi kemarin. Menurut Firman, PT SBG berhasil membawa alat berat hingga ke Batu Kuwung.

    “Namun kami kembali berhasil mengadang alat berat yang ingin naik keatas, serta kami juga berhasil memukul mundur PT SBG sekitar pukul 11.00 WIB. Setelah itu, PT SBG menaruh alat berat mereka di Palima hingga pukul 13.00 WIB,” katanya.

    Ia mengaku, dalam upaya memaksa masuk alat berat ke lokasi megaproyek PLTPB, PT SBG meminta bantuan pengawalan dari pihak keamanan dan TNI. Namun menurutnya, hal itu tidak membuat pihaknya gentar.

    “Memang pihak perusahaan kemarin juga dikawal oleh aparat keamanan dan begitu juga hari ini. Mereka sangat memaksakan untuk merusak alam kami, maka kami tak segan-segan untuk terus mengusir mereka,” tuturnya.

    Menurutnya, tindakan PT SBG yang meminta bantuan TNI dan aparat keamanan merupakan sikap provokatif yang dilakukan.

    “Ini tindakan yang provokatif. Jika memang mereka seperti itu, seolah-olah mereka menabuh genderang perang dengan kami masyarakat Padarincang,” tegasnya.

    Sementara itu, salah satu masyarakat Padarincang, Hendra Wibowo, menuturkan bahwa Pemkab Serang seharusnya berpihak kepada masyarakat. Karena, upaya penolakan dari masyarakat Padarincang, tidak hanya dilakukan sekali ataupun dua kali.

    “Kami semua sudah melakukan berbagai macam cara penyampaian aspirasi penolakan pembangunan ini. Seharusnya ini menjadi tolak ukur Pemerintah Kabupaten untuk mengambil langkah tegas,” katanya.

    Ia pun meminta kepada Pemkab Serang, agar tidak mencuci tangan dari konflik yang berlarut-larut sejak lama itu.

    “Jika Pemkab mengatakan bahwa kebijakan ada di pusat, setidaknya Pemkab mengimbau kepada pihak perusahaan untuk tidak mendatangkan alat berat ke lokasi PLTPB. Sebab, di lokasi masih terjadi konflik penolakan dari warga setempat,” tandasnya. (DZH)