Tag: GP Ansor Banten

  • Akar Kekerasaan Mario Dandy

    Akar Kekerasaan Mario Dandy

    Oleh : Ahmad Nuri
    Ketua GP Ansor Banten.

    TADI malam baru saja penulis menengok Cristalino David Ozora Latumahina, korban kekerasaan keji yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo. Keadaan David alhamdulillah sudah membaik, ada tanda-tanda pemulihan meski tidak signifikan paling tidak perkembangannya membuat kita terus berharap berangsur-angsur pulih dengan perawatan dokter dan doa-doa semua.

    Penulis sendiri merasa terpanggil untuk memberikan suport, doa langsung ketempat dimana david di rawat, yang sebelumnya penulis telah menggerakan doa bersama lewat mujahadah dengan para ulama, santri dan pengurus NU, Ansor Banser Banten. Upaya ini sengaja dilakukan sebagai bentuk solidaritas organik sesama kader dan kemanusiaan untuk saling mendoakan sesama ketika ditimpa musibah termasuk musibah yang dialami oleh David yang merupakan putra dari sahabat saya, Jonathan Latumahina pengurus PP GP Ansor.

    Kejadian Kekerasan Mario ini, belakangan tengah menjadi sorotan berbagai media di Tanah Air. Video kekerasan yang memperlihatkan tindakan keji, brutal dan biadab Mario Dandy pun tersebar. Atas perbuatannya, Dandy telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia dijerat Pasal 76c Juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun subsider Pasal 351 Ayat 2 tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.

    AKAR KEKERASAAN MARIO

    PELAKU kekerasan Mario Dandy, merupakan anak seorang pejabat di direktorat jendral pajak dibawah Kementerian Keuangan. Merasa sebagai anak pejabat yang bergelimang harta dan tahta bapaknya, Mario merasa bisa melakukan apa saja pada orang lain yang memiliki masalah dengan dirinya atau dengan kepentinganya di sekelilingnya termasuk soal remeh temeh bisikan perempuan.

    Dalam banyak kejadian biasanya akar kekerasan dimulai dengan hal yang perinsip dalam kehidupan seperti ideologi, agama, ekonomi dan politik tapi kejadian kekerasan mario ini berakar dari remeh temeh dan soal bisikin perempuan semata, Kejadian Kekerasaan medel Mario ini kalau kita mengutip Gus Ulil sangat relevan bahwa kekejian ini menurut Gus Ulil sangat mirip dengan analisa lama dari filosuf Hannah Arendt, yang pernah penulis bahwa fenomena “the Banality Of Evil,” tentang akar kejahatan yang berkar remeh temeh.

    Menurut Gus Ulil Maksud yang disebut Arendt adalah tindakan kejahatan yang di dorong bukan oleh motif yang akarnya dalam sekali [prinsip] seperti ideologi, agama, rasisme sentimen lain yang bersifat intens melainkan oleh motif motif yang remeh temeh itulah.

    Sungguh, Kekerasaan biadab Mario ini sangat mengagetkan publik dan hampir berdampak pada institusi dimana bapaknya bekerja. Instutusi negara kementrian keuangan yang mengurusi keuangan dan pajak harus goncang oleh kejadian kekerasan yang berakar remeh temeh Padahal akar kekerasaanya Mario bukan hal yang luar biasa menyangkut negara dan bangsa serta ideologi agama atau etnik yang kadang menyulut kekerasaan tersendiri. Tapi soal yang biasa anak muda tapi menjadi tidak biasa karena tindakanya diluar batas manusia, ini kebiadaban manusia sejenis Mario yang terbaiasa dengan kehidupan mewah dengan didikan ahlak dan adab yang minim sebagimana postingan hidupnya di medsos, hal ini bisa mengakibatkan dirinya merasa memiliki nyali besar karena bisa membeli apapun termasuk membeli hukum, terbukti dari pernyataan dirinya bahwa dia tidak takut akan dilaporkan pada aparat penegak hukum setelaah dia melakukan kekerasaan pada David

    SIKAP SABAR AYAH DAVID

    KETIKA penulis menjenguk David sambil memberikan suport moral pada ayah David (Jonathan Latumahina) yang merupakan pengurus Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), ada ketegaran dan kesabaran dengan telah memaafkan pelaku sembari menjelaskan bahwa proses hukum tetap berjalan.

    Kebesaran jiwa sang ayah sebagai seorang sahabat, saya kenal Jonathan atau yang akrab disapa “Jo” sebagai pribadi yang baik dan periang. Dirinya dikenal oleh orang disekitarnya sebagai orang yang tegas tetapi juga berhati lembut. Ia seorang yang memiliki kebesaran jiwa luar biasa. Bahkan ketika mendapati sang buah hati tidak sadarkan diri akibat mengalami tindakan kekerasan ia tetap memaafkannya tanpa perlu menunggu waktu lama.

    Penulis yang juga seorang ayah ini belum tentu mampu menghadapi situasi sulit dan menyat jiwa ini dengan perasaan sabar. Saya mungkin memerlukan waktu lama untuk menerima kenyataan tersebut alih-alih harus memaafkan pelaku dalam waktu singkat. Ini juga mungkin berlaku bagi Menteri agama yang juga Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Quomas (Gus Yaqut) tatkala menjenguk David di RS Mayapada Kuningan.
    Gus Yaqut tidak kuasa untuk menyembunyikan kepiluan dan sekaligus kemarahannya. Ia menyatakan dengan tegas bahwa “Anak kader, anaku juga”. Catat itu !!!.

    Luapan emosi dan kejengkelan juga ditumpahkan oleh para netizen Tanah Air yang menimpali Dandy sebagai seorang biadab, tidak berperikemanusiaan, serta gelar-gelar buruk lainnya. Netizen mengutuk keras tindakan keji yang dilakukan oleh Dandy dan menutut tindakan hukum yang sepadan.

    Semua umpatan dan luapan emosi yang diperlihatkan oleh berbagai pihak merupakan suatu ekspresi yang wajar. Tetapi sekali lagi apa yang diperlihatkan oleh Jo sama sekali berbeda. Ia membuat saya dan siapapun mau tidak mau akan berdecak kagum. Kata-katanya tatkala menerima permohonan maaf keluarga pelaku sungguh mencerminkan kebesar jiwa dari seorang manusia.

    “Keluarga pelaku datang minta maaf, saya maafkan. Saya hanya meniru anak saya yang sangat pemaaf.” Jo dengan santun kemudian menambahkan kalimatnya “Dan mohon maaf juga, proses hukum sudah bergulir”

    MENOLAK DAMAI PADA KEKERASAN

    KENDATI memaafkan, Jo tetap menggarisbawahi bahwa memaafkan tidak sama dengan mendiamkan. Dengan lain perkataan Jo menolak untuk berdamai pada kekerasaan. Penolakan untuk berdamai itu menurut penulis merupakan sikap yang tepat dan dilandasi dengan penuh kesadaran sebagai warga negara yang patuh dan taat teradap perlunya menjunjung penegakan hukum. Selain itu menurut penulis kata damai memang memiliki duduk definisi tersendiri. Damai bukanlah kita didholimi, di aniaya di tindas dengan kekerasa lalu kita diam saja.

    Damai juga bukan tanah kita dirampas lalu kita menyerahkannya pada si perampas. Damai adalah sikap saling mengerti dan saling memahami dengan penuh hormat satu sama lain. Damai adalah kesadaran untuk menghargai hak tiap-tiap individu ataupun kelompok dalam suatu lingkungan negara.

    Bila terdapat suatu kondisi dimana kedamaian terganggu atau dirusak, baik oleh seseorang atau sekelompok orang maka sebagai konsekuensinya negara perlu untuk hadir untuk menengahi, memproses, dan memberikan keadilan serta kepastian hukum bagi pihak-pihak terkait.Secara khusus, dalam hal ini segala tindakan kekerasan yang memunggungi nilai-nilai serta merusak perdamaian yang terjadi di negara merdeka jelas perlu diproses secara hukum.

    Tujuannya agar terdapat efek jera bagi pelaku serta siapapun yang terlibat aktif didalamnya. Selain itu, pelaku kejahatan perlu diingatkan bahwa penjahat bukan saja menghadapi atau berurusan dengan sang korban. Melainkan juga dengan negara sebagai penjamin tegaknya keadilan dan supremasi hukum. Terlebih kejahatan kekerasan atau lebih tepatnya kekejian yang dilakukan oleh Dandy ketika menganiaya David yang sudah tidak berdaya tersebut sangat sulit untuk dicerna oleh akal manusia yang siuman.

    TAK HABIS FIKIR
    Manusia dengan akal yang masih siuman tentu akan keheranan melihat perilaku Dandy yang sebenarnya sudah melampaui kata keji. Pukulan serta tendangan yang diarahkan terhadap bagian-bagian tubuh David yang sudah tak berdaya dan hanya melakukan “perlawanan alami” melalui reflek syarafnya tersebut begitu pilu dan sesak untuk dilihat. Keheranan kita tidak berhenti sampai disitu, Dandy juga tertangkap menirukan selebrasi layaknya megabintang sepakbola Cristiano Ronaldo saat berhasil menciptakan gol.

    Dandy bahkan tidak menampakan raut penyesalan ketika dirinya sudah berbalut baju orange sebagai tahanan Polres Metro Jakarta Selatan. Hal serupa juga diperlihatkan oleh sahabatnya yakni Shane sebagai perekam video kekerasan terhadap David. Shane yang juga sudah resmi berstatus tahanan ini tertangkap kamera tengah tertawa disalah satu ruang Polres Jaksel.
    Entah apa yang ada didalam benak mereka berdua. Bisa-bisanya mereka menampakan raut tanpa sesal seolah mereka lupa atas tindakan keji yang dilakukan terhadap David. Sebesar apa kesalahan David sehingga mereka seperti layak merayakan kekejian yang dilakukan seolah sebagai kemenangan. Setumpuk keheranan yang bisa melahirkan ratusan bahkan ribuan pertanyaan ini belum tentu memperoleh satu jawaban yang tepat.

    Keheranan dan tak habis fikir serupa juga nampaknya dirasakan oleh publik termasuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Menkopolhukam menyatakan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh Dandy tersebut sebagai tindakan amat jahat. Tak lupa Menkopolhukam juga megajukan pertanyaan kepada awak media yang isinya ditujukan terhadap ayah pelaku. “Kalau perlu bapaknya dipanggil juga, kok bisa punya anak seperti ini”.

    Diluar semua respon yang membalut peristiwa memilukan yang dialami David, kita hanya bisa berharap yang terbaik bagi proses penegakan hukum dan terutama bagi kondisi kesehatan David sendiri. Kabar baiknya ialah bahwa sampai tulisan ini dibuat kondisi David berangsur-angsur mulai membaik dan kesadarannya meningkat.

    Semoga Allah yang maha penyembuh, mengkaruniakan kesembuhan terhadap David. Amin

  • Rakorwil GP Ansor, Orientasikan Moderasi Beragama

    Rakorwil GP Ansor, Orientasikan Moderasi Beragama

    SERANG, BANPOS – Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda (PW GP) Ansor Banten, menggelar Rakorwil dan workshop moderasi beragama, Senin (13/12).
    Menghadirkan tokoh lintas organisasi, kegiatan workshop diikuti oleh sejumah peserta yang dilakukan di gedung PW GP Ansor Banten, Dalung, Kota Serang.

    Ketua PW GP Ansor, Ahmad Nuri, mengungkapkan bahwa Rakorwil tahun 2021 ini diorientasikan bagaimana menyisipkan materi-materi moderasi beragama dalam setiap kegiatan kaderisasi. Hal itu dianggap penting, mengingat isu radikalisme tidak akan pernah surut sampai kapanpun, selagi tidak melakukan gerakan apapun.

    “Gerakan moderasi ini merupakan sebagai salah satu antitesa dari proses radikalisme, memang radikalisme tidak melakukan gerakan fisik hari ini, akan tetapi gerakan pemikiran yang luar biasa. Maka kita kampanyekan di publik, di internal kita salah satunya dalam konteks penguatan kaderisasi dengan materi moderasi agama,” ujarnya.

    Nuri mengaku, materi moderasi agama perlu disampaikan, agar ketika selesai pelatihan GP Ansor, mereka mampu mengampanyekan di ruang-ruang pengabdiannya, baik di masyarakat, di lingkungan pejabat, komisioner dan lainnya. Pentingnya materi moderasi beragama itu juga, guna menunjang kebermanfaatan kader Ansor dalam termonologi maupun dalam agenda besar moderasi beragama.

    “Banten ini sebagai kekuatan besar gerakan radikalisme kedua setelah Jakarta. Kemarin memang kita melakukan pemetaan khususnya di pengurus pusat dan di Banten, ada 9 Provinsi di Indonesia yang radikalismenya tinggi, salah satunya di Banten yang radikalismenya tinggi,” jelasnya.

    Dalam melakukan perlawanan dan penanganan radikalisme, Ansor Banten melakukan langkah-langkah kaderisasi dengan moderasi agama. Selanjutnya, GP Ansor Banten akan tetap mengampanyekan kepada publik baik melalui tulisan, dakwah bil hal, dan lain sebagainya terkait dengan moderasi beragama.

    “Agar perang posisi dan perang wacana kita memenangkan pertarungan antara radikalisme dengan moderasi beragama. Jadi kita seolah-olah berhadapan antara radikalisme dan moderasi beragama,” terangnya.

    Nuri mengaku, moderasi beragama terus disulut hingga alam sadar publik mengetahui bahwa inilah pilihan dalam konteks beragama, pilihan politik dalam konteks kemasyarakatan. Bahwa ketika muncul ada isu terkait dengan adanya ayat-ayat jihad yang berujung pada radikalisme, ada juga ayat-ayat moderasi yang bisa disampaikan kepada masyarkat.

    “Iniloh pilihan-pilihannya, bahwa saat ini bukan lagi zaman perang. Tapi sedang bagaimana Islam menemukan dalam vitalnya kekuatan yang rahmatan lil’alamin,” ucapnya.

    Ia menyebut bahwa radikalisme sudah tidak berlaku lagi, ketika manusia sudah menemukan harmoninya. Radikalisme tidak lagi menemukan alat vitalnya, ketika masyarakat sudah mengalami kerukunan.

    “Kerukunan itu munculnya dari pemahaman wasathiyah dan moderasi beragama, dan Ansor mengampanyekan terus menerus di ruang-ruangnya, baik dikaderisasi, di publik dan dimanapun,” ungkapnya.

    Namun, sebelum GP Ansor menyampaikan kepada masyarakat tentang moderasi beragama, terlebih dahulu diberikan materi moderasi beragama di berbagai tingkatan perkaderan GP Ansor. Diberikan pemetaan radikalisme di Banten, ketika di suatu wilayah terindikasi ada radikalisme, di sana akan digencarkan kaderisasi.

    “Mereka (radikalis) tidak akan pernah berhenti sampai kapanpun, karena itu sudah menjadi ideologi. Radikalisme sudah menjadi ideologi, dan itu pilihan bagi mereka, kalau kita diam wait and see dalam gerakan, energi kita akan habis ketika tidak disalurkan. Oleh karena itu Ansor memulai di 2021 ini menyisipkan materi moderasi agama, agar memahami bagaimana makna moderasi, melawan radikalisme dengan pola moderasi,” tandasnya. (MUF/AZM)