Tag: Gubernur Banten Wahidin Halim

  • Dampak Gempa Sumur, Gubernur Banten Akan Terapkan Status Darurat Bencana

    Dampak Gempa Sumur, Gubernur Banten Akan Terapkan Status Darurat Bencana

    SERANG, BANPOS – Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) menyatakan akan segera menerbitkan surat keputusan (SK) keadaan luar biasa darurat bencana atas peristiwa gempa bumi dengan kekuatan 6,7 magnitudo yang terjadi Jumat (14/1/2022) kemarin. SK akan diterbitkam setelah Bupati Pandeglang dan Bupati Lebak menerbitkan surat keputusan keadaan luar biasa darurat bencana.

    “Kita punya dana cadangan, cadangan beras ada di Dinas Ketahanan Pangan. Kita inventaris bantuan sosial untuk segera disalurkan,” ungkap WH dalam Rapat Koordinasi Penanganan Cepat Bencana Gempa, Sabtu, (15/1/2022), secara virtual.

    “Saya tunggu pernyataan keadaan luar biasa dari Bupati Pandeglang dan Bupati Lebak untuk lakukan apa yang harus kita lakukan,” tambahnya.

    Dalam kesempatan itu, WH juga mengungkapkan setelah penanganan pertama terhadap pengungsi selanjutnya dilakukan penanganan sosial. Dia menginstruksikan Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten untuk bangun soliditas dalam penanganan warga terdampak gempa. 

    “Penanganan terhadap para pengungsi sudah dilakukan dengan baik dan benar sesuai laporan Bupati Pandeglang. Bila perlu, BPBD Provinsi Banten menambah lagi tenda-tenda darurat yang sudah didirikan itu,” ungkapnya.

    “Yang sakit dibawa ke rumah sakit atau mendapatkan penanganan kesehatan. Dinas Kesehatan agar bangun soliditas dengan Puskesmas dan tenaga kesehatan. Untuk penanganan sosial segera dirikan dapur umum,” tambah WH.(RUS/ENK)

  • Wahidin yang Salah Anies yang Disalahkan, Pendukung Meradang

    Wahidin yang Salah Anies yang Disalahkan, Pendukung Meradang

    SERANG, BANPOS – Pernyataan pengamat kebijakan publik, Ibrahim Rantau, yang menyatakan gelombang aksi buruh di Provinsi Banten gegara Anies Baswedan melangkahi aturan pusat, dibantah oleh Sekretaris Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES) Provinsi Banten, Sudrajat Syahrudin.

    “Tuduhan bahwa Gubernur DKI Jakarta melangkahi keputusan pemerintah pusat adalah fitnah dan tak berdasar. Sejauh pengetahuan kami, Gubernur Anies menetapkan UMP 2022 sebesar 5,1 persen sudah mendapatkan persetujuan pemerintah pusat melalui Kementrian Tenaga Kerja,” ujarnya, Jumat (24/12).

    Menurutnya, pernyataan dari Ibrahim Rantau sangat tendensius sekaligus menunjukkan ketidakmampuan Wahidin Halim (WH) dalam membangun komunikasi yang baik dengan buruh.

    “Gubernur DKI, bersurat secara resmi ke pemerintah pusat, melalui Kementrian Tenaga Kerja. Jadi revisi kenaikan UMP DKI itu adalah atas persetujuan Pemerintah Pusat dengan mempertimbangkan kondisi di DKI, khususnya pertumbuhan ekonomi,” katanya.

    “Mbok ya kalau buruh demo itu diterima dan diajak bicaralah, jangan malah sebaliknya melontarkan kata-kata yang menyinggung dan melukai hati para buruh. Toh mereka itu juga warga WH yang memiliki kesamaan hak untuk dilayani,” lanjutnya.

    Ia mengaku, memang tindakan yang dilakukan oleh buruh sedikit kelewat batas. Namun jika melihat sikap cuek yang dipertontonkan oleh Wahidin, justru menjadi pemicu utama apa yang dilakukan oleh buruh pada Rabu lalu.

    “Kami sangat menyayangkan sikap cuek dan acuh Gubernur terhadap tuntutan para buruh. Kami kira kejadian kemarin bukan terjadi secara tiba-tiba, tapi klimaks atas sikap acuh dan cuek Gubernur atas aksi buruh sebelumnya,” tegasnya.

    Sehingga, ia pun memaklumi tindakan yang dilakukan oleh massa aksi buruh kemarin. Karena hal itu merupakan akibat dari sikap yang ditunjukkan oleh Wahidin sendiri.

    “Sikap acuh dan alergi Gubernur berdialog dengan buruh mengundang tafsir dan dugaan liar dari masyarakat khususnya buruh. Publik dan buruh akan menilai Gubernur lebih pro pengusaha ketimbang pro Buruh,” katanya.

    Kendati demikian, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada Ibrahim Rantau yang secara tidak langsung mengendorse Anies Baswedan, dengan menggambarkan bahwa Anies sangat pro terhadap buruh.

    Ia pun menyarankan kepada Wahidin agar tidak perlu melaporkan para buruh yang menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya, kepada Kepolisian.

    “Malulah sama sikap Kapolri yang menginstruksikan anak buahnya agar berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium), dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara,” tandasnya. (DZH)

  • Gubernur Banten Resmi Lantik Kada Cilegon dan Kabupaten Serang

    Gubernur Banten Resmi Lantik Kada Cilegon dan Kabupaten Serang

    SERANG, BANPOS – Dengan penuh hikmat, Bupati Serang dan Wakil Bupati Serang Ratu Chasanah-Pandji Tirtayasa Walikota Cilegon dan Wakil Walikota Cilegon Helldy Agustian-Sanuji Pentamarta, resmi dilantik oleh Gubernur Banten Wahidin Halim, di pendopo Gubernur, Jumat (26/2).

    Dalam pelantikan yang digelar pukul 09.00 dengan menerapkan protokol kesehatan ketat tersebut, kedua pasangan Kepala Daerah (Kada) tersebut membacakan sumpah dipandu langsung oleh Gubernur Banten.

    “Dengan resmi melantik saudari Hj Ratu Tatu Chasanah sebagai Bupati Serang, saudara Pandji Tirtayasa sebagai Wakil Bupati Serang. Kemudian, saudara Helldy Agustian sebagai Wali Kota Cilegon dan saudara Sanuji Pentamarta sebagai Wakil Wali Kota Cilegon,” kata Gubernur Banten saat pengambilan sumpah.

    Sejumlah pejabat hadir dalam pelantikan tersebut antara lain Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy, Kapolda Banten Irjen Rudy Heriyanto, Ketua DPRD Banten Andra Soni, dan Anggota DPR RI Yandri Susanto, Komandan Korem (Danrem) 064/MY Brigjen TNI Gumuruh Winardjatmiko, dan lainya. (RUL)

  • Gugatan Bank Banten, Ichsanudin Noorsy ‘Digoda’ Tim WH

    Gugatan Bank Banten, Ichsanudin Noorsy ‘Digoda’ Tim WH

    SERANG, BANPOS – Penggugat Bank Banten kecewa dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak Wahidin Halim (WH) selaku tergugat 1, yang mendekati saksi ahli penggugat yakni Ichsanudin Noorsy dan memintanya untuk menjadi saksi ahli tergugat. Penggugat menilai tindakan itu tidak etis untuk dilakukan.

    Salah satu penggugat, Moch Ojat Sudrajat, mengatakan bahwa dirinya kaget ketika saksi ahli mereka, Ichsanudin Noorsy, menelepon dan memberitahu bahwa dirinya didekati oleh orang yang mengaku ‘orangnya Gubernur Banten’ dan ‘adiknya Gubernur Banten’.

    “Bapak Ichsanudin Noorsy, dari pukul 07.00 sampai dengan 08.00 dihubungi oleh dua orang yang diduga dan mengaku ‘orangnya Gubernur Banten’ dengan inisial A dan yang diduga dan mengaku adik dari Gubernur Banten dengan inisial W,” ujarnya, Jumat (19/6).

    Ojat mengatakan, menurut penuturan Ichsanudin Noorsy, kedua orang yang tersebut meminta agar dirinya bersedia untuk menjadi saksi ahli untuk Gubernur Banten dalam persidangan di Pengadilan Negeri Serang.

    “Kami selaku para penggugat meyakini informasi ini benar. Karena menurut pak Ichsanudin Noorsy ada bukti (pesan) WhatsApp (WA) mereka ke WAnya Pak Ichsanudin Noorsy,” terangnya.

    Menurut Ojat, hal tersebut dapat dilihat sebagai dugaan upaya membajak saksi ahli para penggugat. Pihaknya juga menilai hal itu sebagai suatu tindakan yang tidak etis dilakukan oleh pihak lawan mereka.

    “Kami bersyukur dengan tindakan profesional yang dilakukan oleh pak Ichsanudin dengan tetap bersedia menjadi saksi ahli bagi para penggugat,” katanya.

    Ojat menegaskan, pihaknya telah mendeklarasikan kepada publik melalui diskusi terbatas pada Minggu (14/6) yang lalu dan melalui media massa, bahwa Ichsanudin Noorsy telah bersedia menjadi saksi ahli mereka selaku penggugat.

    “Sengaja kami umumkan karena hal tersebut memang dimintakan oleh pak Ichsanudin Noorsy sendiri pada saat pertemuan dengan kami pada hari Sabtu tanggal 13 Juni 2020 di kantor beliau,” tuturnya.

    Mewakili para penggugat, Ojat meminta kepada pihak tergugat 1 khususnya ataupun tergugat dan para pihak yang turut tergugat lainnya untuk dapat saling menghormati dan menjaga sikap, agar jalannua persidangan nanti tidak terganggu hal yang tak subtantif.

    “Yang kami ketahui, pihak tergugat sudah menyampaikan kesiapannya dalam menghadapi gugatan yang para penggugat ajukan. Untuk itu kami berharap tidak ada lagi tindakan-tindakan yang dilakukan yang kami nilai tidak etis,” tandasnya. (DZH)

  • SK Gubernur Banten Digugat

    SK Gubernur Banten Digugat

    SERANG, BANPOS – Pemprov Banten dalam pelaksanaan seleksi Komisi Informasi (KI) Banten disebut tidak mengikuti tahapan yang telah diatur dalam Peraturan Komisi Informasi (PerKI) nomor 4 tahun 2016. Dalam seleksi itu, Pemprov Banten tidak menjalankan tahapan uji publik bagi 15 calon Komisioner KI.

    Karenanya, Gubernur Banten, Wahidin Halim, selaku pihak yang mengeluarkan SK Gubernur nomor 491.05/Kep.348-huk/2019 yang mengesahkan struktur KI periode 2019-2023 digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena SK itu dianggap tidak sah.

    Diketahui, gugatan tersebut dilakukan oleh salah satu pegiat informasi Banten, Moch Ojat Sudrajat. Saat ini proses persidangan di PTUN tersebut akan memasuki tahap pembacaan replik dari penggugat atas jawaban eksepsi yang disampaikan oleh tergugat.

    Kepala Bidang Aplikasi Informatika dan Komunikasi Publik pada Diskominfo Provinsi Banten, Amal Herawan Budhi, membenarkan bahwa terdapat gugatan terhadap Gubernur Banten dengan objek gugatan SK Gubernur nomor 491.05/Kep.348-huk/2019.

    “Itu masih berproses yah, replik dan duplik. Baru hari Rabu kemarin ada sidang. Jadwalnya sampai Agustus nanti,” ujar Amal Herawan Budhi saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Kamis (7/6).

    Menurutnya, gugatan tersebut karena disebutkan ada tahapan yang tidak dilakukan dalam seleksi Komisioner KI Banten, yakni uji publik.

    “Kalau lihat substansinya itu kan ada yang terlewatkan yah. Karena kebetulan produk SK Gubernur yang keluar itu merupakan subtansi dari langkah yang tidak dilakukan oleh DPRD pada saat uji publik. Jadi gugatannya itu dalam seleksi tidak meminta pendapat dari publik,” katanya.

    Namun berdasarkan hasil komunikasi dengan DPRD Provinsi Banten, Amal menerangkan bahwa pihak DPRD mengatakan telah melakukan uji publik dengan meminta pendapat dari para konstituennya.

    “Jadi pak Ojat selaku penggugat menganggap bahwa DPRD tidak melaksanakan tahapan uji publik. Tapi kami konfirmasi kepada Komisi I mereka menyatakan bahwa mereka kan punya konstituen. Mereka ada yang menanggapi itu. Jadi di iklan koran tidak disebutkan klausul itu,” ucapnya.

    Oleh karena itu, DPRD Provinsi Banten langsung melakukan tahapan uji kelayakan dan kepatutan kepada 15 calon Komisioner KI tersebut dan menghasilkan 5 nama Komisioner KI yang akhirnya disahkan melalui SK Gubernur, yang saat ini menjadi objek gugatan.

    Menurutnya, gugatan tersebut lebih mengarah pada personal komisionernya, bukan pada instansi Komisi Informasinya. Bahkan ia mengatakan bahwa seharusnya yang menjadi tergugat dua merupakan DPRD Provinsi Banten, bukan KI Banten.

    “Dari sisi gugatannya juga disitu yang tergugat dua malah KI yah. Seharusnya kalau menurut saya sih yang ikut tergugat adalah DPRD yah,” terangnya.

    Namun menurutnya, apabila PTUN memutuskan bahwa gugatan yang dilakukan oleh penggugat diputuskan menang, maka Pemprov Banten akan mengikuti segala keputusan hukum yang ditetapkan.

    “Itu harus keputusan hukum ketika selesai gugatan. Kalau kami kan akan mengikuti saja keputusannya seperti apa,” ucapnya.

    Terpisah, Ojat Sudrajat selaku penggugat mengatakan bahwa gugatan yang ia lakukan merupakan langkah hukum atas adanya tahapan seleksi yang tidak dilakukan oleh Pemprov Banten. Tahapan itu yakni uji publik.

    “Tahapan yang diduga tidak dilakukan yaitu uji publik yang seharusnya dilakukan sebelum fit and proper test. Hal itu diatur dalam PerKI Pusat nomor 4 tahun 2016 tentang pedoman pelaksanaan seleksi dan penetapan Komisi Informasi pasal 19 ayat 3,” ujarnya kepada BANPOS, Sabtu (7/6).

    Ojat menilai, DPRD Provinsi Banten tidak melakukan tahapan uji publik karena Gubernur Banten dalam surat yang disampaikan kepada Ketua DPRD Provinsi Banten dengan nomor 555/3779-Diskominfo/2019, hanya meminta DPRD melakukan uji kepatutan dan kelayakan saja.

    “Kalau saya melihatnya kenapa DPRD Provinsi Banten tidak melakukan tahapan uji publik, karena surat dari Gubernur pada tanggal 5 November 2019 hanya meminta uji kepatutan dan kelayakan kepada DPRD Provinsi Banten, tidak meminta uji publik kepada dewan,” terangnya.

    Terkait pernyataan dari pihak Diskominfo Provinsi Banten yang mengatakan bahwa DPRD telah melakukan uji publik melalui konstituennya, Ojat mengaku hal itu sah-sah saja. Akan tetapi, ia meminta agar segala pernyataan dapat berlandaskan aturan yang.

    “Gini ya, syarat melakukan uji publik itu pada pasal 19 ayat 3 berbunyi paling lambat tiga hari setelah diterimanya nama-nama calon Komisioner KI yang diajukan oleh Presiden/Gubernur/Walikota/Bupati, DPR atau DPRD mengumumkan nama-nama tersebut pada dua surat kabar nasional dan/ local untuk dua kali terbit dan dua media massa elektronik selama tiga hari berturut-turut, untuk mendapatkan masukan atau penilaian dari setiap orang,” jelasnya.

    Dalam jawaban eksepsi tergugat, Ojat mengatakan tergugat melampirkan bukti bahwa mereka telah mempublikasikan hal tersebut kepada media massa. Akan tetapi, Ojat menegaskan hal tersebut tidak sesuai dengan aturan. Sebab, tanggal yang tertera dalam publikasi telah melewati waktu yang ditentukan yakni tiga hari setelah diterima nama-nama calon KI.

    “Begini aja, ini surat tanggal 5 November. Diterimanya tanggal 8 November. Seharusnya kalau memang mereka mengikuti aturan, paling lambat dalam mempublikasikannya yaitu tanggal 11 November. Tapi bukti yang dilampirkan justru publikasi pada tanggal 1 hingga 3 Desember,” terangnya.

    Selain itu, publikasi yang dilampirkan dalam jawaban eksepsi pun menurut Ojat, bukanlah publikasi 15 nama calon Komisioner KI. Akan tetapi, publikasi bahwa akan dilakukannya uji kepatutan dan kelayakan oleh DPRD Provinsi Banten. Menurutnya hal tersebut tidak sesuai dengan aturan.

    “Nah sekarang kalau mereka berargumentasi bahwa dewan memiliki konstituen, lalu bagaimana dengan masyarakat yang dianggap bukan konstituennya bagaimana. Artinya itu sudah mulai mengotak-ngotakkan masyarakat. Padahal uji publik itu bisa siapa saja,” tegasnya.

    Mengenai gugatan yang dianggap tidak tepat sasaran karena menjadikan KI sebagai pihak yang tergugat, Ojat mengaku itu merupakan hal yang keliru. Sebab, ia sama sekali tidak menggugat KI Banten, akan tetapi menggugat Pemprov Banten dalam hal ini Gubernur Banten selaku pihak yang mengeluarkan SK.

    “KI tidak saya gugat, yang saya gugat adalah Pemprov dalam hal ini pak Gubernur karena yang mengeluarkan SK adalah beliau. Saya juga tidak menggugat dewan, karena dewan tidak mengeluarkan SK tersebut. Kecuali memang dewan yang mengeluarkan SK. Adapun KI menjadi tergugat intervensi dua, itu bukan saya yang menentukan. Dewan pun menjadi tergugat intervensi satu, namun memang tidak mengambil haknya untuk memberikan jawaban,” ungkapnya.

    Ojat menerangkan, akhir dari gugatan yang ia inginkan sudah pasti sama dengan yang tertera dalam petitumnya. Yakni agar pengadilan dapat mengabulkan gugatan secara sepenuhnya, menyatakan batal atau tidak sahnya SK Gubernur, mewajibkan tergugat untuk mencabut SK dan tergugat membayar biaya perkara.

    “Apabila gugatan dimenangkan, maka masalah strukturalnya dirubah atau diulang seleksinya, itu kembali kepada hak prerogratif pak Gubernur. Namun secara otomatis kepengurusan yang sekarang ini batal,” ucapnya.

    Selain itu, apabila memang gugatan yang ia sampaikan dimenangkan oleh PTUN, maka dalam petitum kedua yang ia sampaikan adalah agar dilakukan penundaan keputusan.

    “Kenapa? Karena ternyata saya melihat DPA KI yang bermasalah. Dalam DPA mereka itu disahkan tanggal 27 Desember 2019. Tapi mereka menggunakan standar satuan harga (SSH) yang justru Pergubnya baru disahkan pada 30 Desember 2019,” katanya.

    Menurutnya, hal tersebut memiliki potensi adanya kerugian keuangan daerah pada kejadian tersebut. Oleh karena itu, berlandaskan UU nomor 30 tahun 2014 pasal 65, ia meminta agar dilakukan penundaan keputusan.

    “Jadi ketika ada penundaan, maka apabila mereka meminta banding, ini tidak bisa berjalan seperti biasa. Artinya, kegiatan normatifnya tidak akan bisa dilakukan,” tandasnya. (DZH/ENK)

  • Hadapi New Normal, Tangerang Raya Tambah PSBB

    Hadapi New Normal, Tangerang Raya Tambah PSBB

    SERANG, BANPOS – Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Tangerang Raya akan memasuki tahapan ketiga. Tahapan ini sekaligus persiapan untuk menerapkan kebijakan New Normal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.

    Demikian disampaikan oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH). WH mengatakan bahwa PSBB tahap ketiga diperlukan untuk membiasakan masyarakat akan kebijakan New Normal, hingga menjadi suatu budaya di masyarakat.

    “PSBB dimaksudkan membiasakan masyarakat untuk sadar sehingga menjadi suatu budaya. Suatu New Normal itu memang harus melalui institusionalisasi dan internalisasi. Ini merupakan bagian dari perubahan sosial dan budaya,” ujarnya, Minggu (31/5).

    Menurut WH, pelaksanaan PSBB tahap ketiga berdasarkan hasil evaluasi dari PSBB sebelumnya. Hal itu merupakan langkah dari Pemprov Banten beserta pemda kota/kabupaten Tangerang Raya, dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di seluruh wilayah Banten.

    “Dimana kategori zona merah grafiknya menurun dan tetap dapat mengamankan wilayah zona Barat yang selama ini dalam kategori zona kuning. Itu sebabnya dalam penerapannya sekarang diperlukan kesesuaian waktu dengan daerah lain di luar Banten,” ucapnya.

    Saat ini, lanjut WH, kasus positif Covid-19 di Provinsi Banten sudah melandai. Provinsi Banten saat ini berada di posisi tujuh besar, yang sebelumnya berada pada posisi empat zona merah sebagai provinsi epicentrum.

    “Kesembuhan cukup tinggi, sudah bagus. Yang meninggal sudah turun. Tapi pasien dalam pangawasan ada kenaikan. Kasus terkonfirmasi positif mengalami penurunan, namun belum signifikan. Secara persentase sudah mengalami kemajuan yang cukup berarti,” terangnya.

    Pada PSBB tahap ketiga ini, WH menuturkan bahwa beberapa area akan mulai kembali dibuka, salah satunya yakni tempat ibadah. Masyarakat sudah boleh melaksanakan ibadah di tempat ibadah dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

    “Sementara untuk sekolahan (akan) tetap belajar di rumah (karena) masih akan diperpanjang hingga 15 Juni 2020. Serta terakhir akan mulai diberlakuan secara ketat berbagai protokol kesehatan di tempat-tempat keramaian yang secara bertahap sesuai fase New Normal akan mulai beroperasi,” katanya.

    “Jadi PSBB tahap ketiga ini merupakan tahap awal sebelum pemberlakuan New Normal. Namun dengan berbagai evaluasi yang terus dilakukan dengan daerah Tangerang Raya,” tandasnya. (DZH)

  • Puluhan Plt Dianggap Kedaluwarsa, Gubernur Dinilai Langgar Aturan

    Puluhan Plt Dianggap Kedaluwarsa, Gubernur Dinilai Langgar Aturan

    SERANG, BANPOS – Sejumlah jabatan di lingkungan Pemprov Banten, saat ini tak memiliki pejabat defenitif. Posisinya digantikan oleh pelaksana tugas (Plt). Namun, banyak dari plt yang diduga keberadaannya kini melanggar aturan.

    Menurut analisa tim dari Kajian Realita Banten, saat ini terdapat ratusan posisi di pemprov Banten yang diisi oleh Plt. Namun, tak sedikit Plt yang statusnya dipertanyakan karena dituding bertentangan dengan regulasi yang diterbitkan Badan Kepegawain Nasional (BKN).

    Direktur Kajian Realita Banten, Iwan Hernawan mengatakan, dalam Surat Edaran BKN Nomor 2/SE/VII/2019, disebutkan Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk sebagai Plt, hanya boleh dibebani tugas tersebut selama tiga bulan. Meskipun dapat diperpanjang, perpanjangan masa tugas sebagai plt hanya satu kali, dan lamanya pun hanya tiga bulan.

    “Artinya, maksimal jabatan Plt hanya bisa dijabat oleh orang yang sama hanya selama enam bulan,” kata Iwan yang biasa disapa Adung itu.

    Pada praktiknya, kata Adung, saat ini banyak Plt yang masa jabatannya sudah melebihi ketentuan, bahkan lebih dari satu tahun. Dia mencontohkan, jabatan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten yang saat ini dipegang oleh Kepala Inspektorat Banten, E Kusmayadi.

    Kusmayadi ditetapkan menjadi Plt BPBD Banten pada September 2018 dan saat ini masih menduduki jabatan tersebut.

    Contoh lain, sambung Adung, adalah Plt Kasubag Umum dan Kepegawaian pada Dinas Pendidikan (Dindik) Provinsi Banten. Saat ini jabatan tersebut dirangkap oleh Kasubag Program, Evaluasi dan Pelaporan Dindik Banten, Rizal S Djafaar sejak Desember 2018.

    “Di Dindik juga ada puluhan jabatan Plt kepala sekolah yang sudah kedaluwarsa karena sudah melebihi batas waktu enam bulan seperti yang ditetapkan dalam SE BKN tersebut,” kata Adung.

    Menurut Adung, kondisi ini menjadi tanggung jawab Gubernur Banten, Wahidin Halim sebagai Koordinator Pembinaan dan Pengawasan Manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah. Menurutnya, ini menjadi potret kegagalan WH dalam menerapkan reformasi birokrasi di Pemrov Banten.

    “Bagaimana mau disebut mereformasi birokrasi, bila aturan yang ada diabaikan seperti saat ini,” kata Adung.

    Terpisah, Anggota Komisi I pada DPRD Provinsi Banten, Encop Sopia mengaku terkejut dengan adanya banyak pejabat Plt yang sudah kedaluwarsa masa jabatannya. Dia mengaku baru mendengar hal tersebut.

    “Jika memang benar hal tersebut terjadi, maka BKD harus mengambil langkah tegas. Saya akan segera berkoordinasi dengan BKD selaku mitra kami, untuk mencari tahu apakah benar info mengenai SK kedaluwarsa ini. Karena memang berkaitan dengan Plt ini sudah ada aturan yang mengaturnya,” tegas Encop.

    Encop mengaku, sudah mengetahui adanya ratusan jabatan yang dirangkap oleh Plt. Hal ini berdasarkan hasil rapat kerja yang dilakukan oleh Komisi I pada DPRD Provinsi Banten dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten beberapa waktu yang lalu.

    Encop mengaku, banyaknya pejabat berstatus Plt memang dapat berdampak pada kinerja pelayanan terhadap masyarakat.

    “Karena secara kewenangan sudah pasti tidak penuh seperti pejabat yang bukan Plt. Sejatinya Plt ini hanya menjabat sementara, jadi pasti tidak maksimal,” ujarnya kepada BANPOS, Rabu (5/2).

    Selain itu, ia mengatakan bahwa pejabat Plt sudah pasti merangkap minimal dua jabatan oleh dirinya. Sehingga menurut Encop, tingkat kefokusan dari pejabat itu sendiri juga tidak akan terlalu maksimal.

    “Kalau dilihat secara subtansi, ini dapat merugikan masyarakat. Karena kewenangan Plt itu tidak lengkap. Dan juga jika terus seperti ini, maka dikhawatirkan roda pemerintahan jadi berjalan tidak efektif dan efisien,” tuturnya.

    Menurut Encop, pihak Pemprov Banten beralasan bahwa banyaknya Plt dikarenakan mereka masih menunggu perubahan kebijakan dari pusat. Salah satunya yaitu penghapusan eselon IV.

    “Tapi kalau dari saya sendiri meminta kepada Pemprov agar segera menetapkan pejabat di kursi-kursi kosong itu. Kalau alasannya menunggu kebijakan pusat, itu akan lama. Sedangkan kekosongan jabatan akan berdampak kepada masyarakat secara tidak langsung,” tegasnya.

    Sementara itu, BANPOS mencoba untuk melakukan konfirmasi kepada Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, terkait dengan adanya ratusan pejabat Plt dalam tubuh Pemprov Banten.

    Namun saat BANPOS mendatangi kantor BKD untuk menemui Kepala BKD, berdasarkan keterangan staf disana, Kepala BKD tidak ada di kantor karena sedang mengikuti rapat dengan Gubernur Banten, Wahidin Halim.

    “Tidak ada di kantor mas, sedang rapat dengan pak WH,” ujar salah satu staf perempuan di sana.

    BANPOS pun berupaya untuk melakukan konfirmasi baik melalui sambungan telepon maupun pesan singkat. Namun tidak kunjung mendapatkan jawaban.

    Setelah itu, BANPOS diarahkan oleh salah satu pegawai BKD untuk dapat melakukan konfirmasi kepada Kepala Bidang Data dan Informasi (Kabid Datin), Alpian.

    Saat mendatangi ruangannya, Alpian menolak untuk memberikan keterangan kepada BANPOS dengan alasan harus dijawab oleh Kepala BKD langsung.

    “Saya tidak berani mas, langsung saja ke pak Kepala. Karena itu mengenai kebijakan. Saya juga sedang sibuk mau paparan ke pimpinan,” katanya sembari berdiri di depan pintu ruangannya.(DZH/ENK)

  • Pemprov Banten Berkembang Pesat, Kemendagri Apresiasi Gubernur

    Pemprov Banten Berkembang Pesat, Kemendagri Apresiasi Gubernur

    Kegiatan Seminar Pembangunan Daerah “Refleksi 19 Tahun Provinsi Banten” di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Curug, Kota Serang, Kamis (3/10/2019).

    SERANG – Gubernur Banten Wahidin Halim membuka acara Seminar Pembangunan Daerah “Refleksi 19 Tahun Provinsi Banten” di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Curug, Kota Serang, Kamis (3/10/2019).

    Dalam seminar tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyampaikan apresiasi dan terimakasih atas kepemimpinan Gubernur Banten Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy.

    Apresiasi tersebut dikarenakan dinilai mampu menjadikan Provinsi Banten sebagai daerah hasil pemekaran yang tumbuh dan berkembang pesat bahkan melebihi daerah lainnya.

    Tak hanya itu, Gubernur juga mendapatkan penghargaan Kemendagri karena telah melaksanaan integrasi Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) yang merupakan integrasi sistem yang dibangun Kemendagri sebagai portal terpadu 4 sektor tata kelola pemerintahan yaitu e-Planning, e-Budgeting, e-Reporting dan e-Sakip.

    Indikiator makro pembangunan

    Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Muhammad Hudori menyampaikan, pada usianya yang menginjak ke 19 tahun pasca memisahkan diri dari Jawa Barat, Banten telah mengalami banyak perkembangan signifikan. Beberapa indikator makro pembangunan mampu dicapai dengan baik seperti tingkat kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan Tingkat Pengangguran Terbuka yang mengalami tren penurunan.

    “Hal inilah yang melatarbelakangi kami untuk memberikan sebuah penghargaan kepada Banten atas capaian-capaiannya dalam pembangunan. Saya ucapkan terimakasih dan apresiasi yang tinggi atas kepemimpinan Pak Gubernur Wahidin Halim dan Andika Hazrumy karena juga meringankan tugas kami di Pemerintah Pusat,”ungkapnya

    Hudori merinci, tingkat kemiskinan Banten tahun 2018 tergolong rendah sebesar 5,24% berada di bawah rata-rata nasional yang sebesar 9,82%. Berdasarkan tren tingkat kemiskinan Provinsi Banten tahun 2014-2018, cenderung terus mengalami penurunan dan selalu berada di bawah rata-rata nasional. Namun, 3 kabupaten/kota di Provinsi Banten yakni Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kota Serang masih harus mendapatkan perhatian karena angka kemiskinan masih di atas rata-rata Provinsi Banten, namun di bawah rata-rata Nasional.

    Pembangunan manusia di Banten, lanjutnya, secara konsisten terus mengalami kemajuan, yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

    Pada tahun 2018, IPM Banten telah mencapai 71,95, atau meningkat 0,53 poin dibandingkan tahun lalu yang sebesar 71,42. Kemajuan pembangunan manusia Banten pada tahun 2018 mengalami akselerasi atau percepatan. Ditandai oleh pertumbuhan IPM yang mencapai 0,74 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2017 yang hanya 0,65 persen. Status pembangunan manusia Banten pada tahun 2018 ada pada level atau kategori tinggi.

    “Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Banten tahun 2018 mencapai 8,52% berada di atas rata-rata Nasional 5,34% dan paling tinggi se-Indonesia. Namun, berdasarkan tren selama 2014-2018, TPT Provinsi Banten cenderung mengalami penurunan meski masih di atas rata-rata Nasional,” jelasnya

    Oleh karenanya, jelas Hudori, perlu dilakukan percepatan pembangunan infrastruktur,
    Penyiapan kapasitas produksi dan Sumber Daya Manusia, deregulasi dan debirokratisasi. Menjaga stabilitas harga bahan pokok,mensukseskan program bantuan sosial yang digagas pemerintah dengan baik dan penerapan sistem bantuan pangan nontunai dengan kartu sehingga bantuan sosial bisa lebih tepat sasaran.

    “Sehingga, hasil pembangunan dan capaian indikator makro akan lebih optimal,” Ujarnya mengakhiri. (ADV)

  • Indikiator Makro Pembangunan, WH : Pemprov Banten Masuk Kategori Tertinggi Nasional

    Indikiator Makro Pembangunan, WH : Pemprov Banten Masuk Kategori Tertinggi Nasional

    Gubernur Banten Wahidin Halim

    SERANG – Tahun ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun ini telah dicabut status Kementerian Desa.

    Dua daerah tertinggal di Pemprov Banten yang dicabut kementerian Desa yakni Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Hal ini juga tak lepas dari peran Pemprov Banten dalam pemberdayaan masyarakat desa.

    Di antaranya peningkatan kualitas infrastruktur jalan dan peningkatan fasilitas transportasi umum yang semakin baik, pelayanan kesehatan semakin baik, biaya sekolah gratis, alokasi dana desa (ADD), serta program pemberdayaan masyarakat desa melalui program jaminan sosial rakyat Banten bersatu (Jamsosratu) untuk warga Banten yang belum menerima bantuan program keluarga harapan (PKH) dari pemerintah pusat.

    Pada tahun 2019, jumlah penerima bantuan sebanyak 50.000 keluarga. Masing-masing keluarga penerima manfaat akan menerima senilai Rp1.750.000.

    Program-pogram pembangunan yang dilaksanan Gubernur Wahidin Halim dan Wakil Andika Hazrumy menunjukkan keberhasilannya dengan semakin membaiknya indikator makro pembangunan Provinsi Banten yang masuk kelompok kategori tertinggi nasional dalam indikiator makro pembangunan.

    Indikiator makro pembangunan

    Empat indikator makro yang dicapai Provinsi Banten di atas capaian nasional. Berdasarkan data BPS di tahun 2019, capaian 5 Indikator Makro Pembangunan Daerah Provinsi Banten:

    1. Angka Kemiskinan Provinsi Banten berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2019 sebesar 5,09 persen. Mengalami penurunan sebesar 0,16 poin dibanding periode sebelumnya yang sebesar 5,25 persen. Hal ini sejalan dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin sebanyak 14,28 ribu orang dari 668,74 ribu orang pada September 2018 menjadi 654,46 ribu orang pada Maret 2019.

    2. Perekonomian Banten pada triwulan II-2019 tumbuh 5,35 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh hampir semua lapangan usaha. Pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 9,46 persen. Dari sisi Pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Lembaga Non Profit yang tumbuh sebesar 10,03 persen.

    3. Angka Pengangguran di Provinsi Banten per Februari 2019 mengalami penurunan menjadi 7,58 persen atau sekitar 465.800 orang dibandingkan tahun 2018 sebesar 7,77 persen. Jumlah angkatan kerja sebesar 6,14 juta orang dengan jumlah yang bekerja sebanyak 5,68 juta orang atau meningkat 53.920 orang dibandingkan Februari 2018.

    4. Gini Ratio berdasarkan daerah tempat tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2019 tercatat sebesar 0,360. Angka ini turun 0,002 poin dibanding Gini Ratio September 2018 yang mencapai 0,362. Untuk daerah perdesaan Gini Ratio Maret 2019 tercatat sebesar 0,294, angka ini turun sebesar 0,005 poin dibanding Gini Ratio September 2018. Nilai Gini Ratio di perdesaan lebih kecil dibandingkan di perkotaan. Artinya ketimpangan pengeluaran penduduk di perdesaan lebih rendah.

    Pada Maret 2019, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 18,39 persen yang berarti Provinsi Banten berada pada kategori ketimpangan rendah. Persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah pada bulan Maret 2019 ini turun 0,11 poin jika dibandingkan dengan kondisi September 2018 (18,50 persen).

    “nflasi di Provinsi Banten per Agustus 2019 terkendali di angka 0,42 persen. Komoditas yang dominan menyumbang inflasi pada bulan Agustus 2019 ini adalah sewa rumah, cabe merah, melon, cabe rawit, emas perhiasan, kangkung, roti tawar, gado-gado, bahan bakar rumah tangga dan kembung. Laju inflasi tahun kalender tercatat sebesar 2,71 persen, sedangkan inflasi “Year on Year” (IHK Agustus 2019 terhadap Agustus 2018) tercatat sebesar 3,76 persen,” Kata Gubernur Banten Wahidin Halim. (ADV)

  • Kelola Keuangan Pemerintah, WH :Pemprov Banten Sudah Mandiri

    Kelola Keuangan Pemerintah, WH :Pemprov Banten Sudah Mandiri

    Gubernur Banten Wahidin Halim


    SERANG – Dalam pengelolaan pemerintahan, Pemprov Banten sudah dikategorikan mandiri secara keuangan. APBD Provinsi Banten pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 10,3 trilun, tahun 2018 menjadi Rp11,3 triliun, dan tahun 2019 menjadi Rp 12,15 triliun. Kenaikan APBD mayoritas bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada tahun 2018 Pemprov Banten targetkan PAD, 6,29 triliun dan terelisasi Rp 6,32 triliun atau 100,52 persen dari target.

    Pengelolaan keuangann Pemprov Banten telah mendapatkan penilaian atau opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia sejak Laporan Pertanggtahun 2016 sampai 2018 secara berturut-turut. Pada saat bersamaan, seluruh kabupaten/kota memperoleh WTP

    Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas LKPJ Provinsi Banten tahun anggaran 2018, maka BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

    Dengan capain WTP ini, Pemprov Banten menunjukan komitmen dan upaya nyata untuk terus mendorong perbaikan pengelolaan keuangan daerah dengan menerapkan praktek-praktek pengelolaan yang baik.

    “Kami tentunya berharap agar capaian ini dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan,” kata Gubernur.

    Gubernur Banten Wahidin Halim Menyampaikan terimakasihnya kepada jajarannya, DPRD Banten dan tentunya BPK atas kerjasama yang dilakukan sehingga Pemprov Banten berhasil meraih WTP untuk yang ketiga kalinya.

    “Terimakasih banyak kepada Wakil Gubernur, terimakasih banyak Pak Sekda dan Kepala OPD juga terimakasih kepada DPRD Provinsi Banten. Kepada BPK, terimakasih banyak dan sering-sering kasih WTP buat saya,” sambungnya.

    Menanggapi laporan Kepala BPK, Wahidin juga mengaku akan segera mengintruksikan jajarannya untuk memperbaiki catatan-catatan yang diberikan BPK agar hasil laporan keuangan kedepannya dapat lebih baik.

    “Opini WTP bukan berarti tuntas pekerjaan kita, masih ada beberapa catatan yang harus kita tindak lanjuti,” pungkasnya. (ADV)