Tag: Hardiknas

  • Walikota Semarakkan Merdeka Belajar

    Walikota Semarakkan Merdeka Belajar

    SERANG, BANPOS – Walikota Serang, Syafrudin hadir sekaligus melepas secara langsung kegiatan jalan sehat UPT Kemendikbudristek Provinsi Banten. Kegiatan Jalan sehat bersama UPT Kemendikbudristek tersebut diselenggarakan dalam rangka menyemarakkan bulan merdeka belajar untuk memperingati hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2023.

    Walikota Serang, Syafrudin menyampaikan bahwa kegiatan jalan sehat merupakan media yang efektif untuk menunjukkan semangat juang, baik para guru, siswa/siswi, tenaga kependidikan hingga masyarakat Kota Serang,

    “Jalan sehat ini merupakan olahraga yang sangat diminati, yang sangat praktis tidak mengeluarkan biaya namun mengeluarkan keringat, serta meningkatkan semangat, sehingga badan kita menjadi sehat bugar,” ucapnya. Minggu (14/5).

    Melalui jalan sehat tersebut, Syafrudin berharap agar jalan sehat memberikan nilai manfaat yang tinggi bagi generasi muda Kota Serang. Pasalnya, Olahraga ini merupakan salah satu sarana efektif untuk menjembatani kretivitas generasi muda, sehingga hal-hal negatif dalam diri anak muda bisa hilang dengan berolahraga.

    “Kegiatan ini diharapkan bisa menjadi penyemangat dan meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas pendidikan yang mumpuni,” ujarnya

    Senada dengan hal tersebut, Kepala Dispenbud Kota Serang, Tb M Suherman menjelaskan bahwa kegiatan ini sangat diminati oleh masyarakat, sehingga ini menjadi sebuah media yang tepat untuk menyuarakan semangat Merdeka Belajar.

    “Jalan sehat ini, animo masyarakatnya masih sangat tinggi, jumlah peserta yang diikuti sekitar 500 orang lebih bahkan saat ini terlihat lebih banyak melebihi jumlah yang sudah diperkirakan,” jelasnya.

    Ia juga mengatakan, bahwa arti merdeka belajar yang terus-terusan disuarakan baik Pemerintah tingkat Nasional, Provinsi hingga Kabupaten/Kota dengan makna bahwa pada program ini, pemerintah memberikan keleluasaan dalam menimba ilmu, bukan hanya ilmu akademik namun juga ilmu non-akademik.

    “Merdeka belajar itu Pemerintah memberi keleluasaan pada guru dan peserta didik untuk mengggali potensi yang ada dan tidak terpaku kepada administrasi yang tertera,” katanya.

    Ia berharap agar masyarakat terus semangat dalam belajar terlebih saat ini Pemerintah Kota Serang masih terus mendeklarasikan merdeka belajar dilingkungan pendidikan. (MG-02/AZM)

  • Seminar Imadiklus, Indonesia Sudah Surplus Guru

    Seminar Imadiklus, Indonesia Sudah Surplus Guru

    JAKARTA, BANPOS – Kondisi pendidikan di Indonesia dirasa masih belum ideal. Mulai dari segi kebijakan, perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaan ditingkat lembaga pendidikan. Bahkan disebutkan bahwa secara standar internasional, Indonesia sudah mengalami kondisi surplus guru.

    Hal tersebut menyeruak dalam seminar nasional daring yang dilaksanakan oleh Ikatan Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah se-Indonesia (Imadiklus) dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2020.

    Guru besar Universitas Negeri Jakarta, Hafid Abbas memaparkan, adanya beberapa kebijakan yang tidak sinkron dengan hasil yang diharapkan. Dengan berdasarkan hal tersebut, ia merasa kondisi ini akan mengancam dunia pendidikan kedepannya.

    Ia memberi contoh, besarnya anggaran pendidikan, akan tetapi dirasa justru mutu pendidikan semakin merosot.

    “Kedua, meningkatnya anggaran sertifikasi guru tapi dampaknya terhadap dunia pendidikan belum terlihat,” paparnya.

    Ia juga mengklaim, jumlah guru di Indonesia secara standar internasional sudah dapat dinyatakan surplus, atau berlebih.

    “Selain itu, masih ada 88.8 persen dari sekitar 220 ribu sekolah SD hingga SMA/SMK yang belum melewati standar minimal dan hanya 0.65 persen yang berstandar Internasional,” jelas Ketua Senat UNJ tersebut.

    Mantan Ketua Komnas HAM ini menegaskan, hal yang harus pertama kali dibenahi adalah terkait standar pendidikan yang dirasa menjadi induk masalah carut marutnya dunia pendidikan saat ini.

    Selain itu, ia menuding bahwa pendidikan terus terbelenggu dalam intervensi politik, baik di pusat maupun di daerah. Hal ini dikarenakan, profesionalisme beberapa pimpinan yang mengurusi bidang pendidikan diragukan. Baik dari latar belakang secara akademis, maupun rekam jejaknya.

    “Misalnya ada Kepala Dinas Pendidikan yang berasal dari urusan pemakaman, ada pula dari urusan pasar, dan sebagainya. Ini bertentangan dengan Konvensi UNESCO dan ILO (1966) yang mensyaratkan bahwa urusan pendidikan diprioritaskan kepada mereka yang mengerti pendidikan dan berpengalaman menjadi guru,” terangnya.

    Menurutnya, kondisi tersebut juga terlihat di jenjang pendidikan tinggi. Diantara 4.715 institusi pendidikan tinggi di seluruh Indonesia, hanya 96 PT yang berakreditasi A. Sehingga menurutnya, hal ini menyebabkan kebijakan kampus merdeka dan merdeka belajar menjadi sulit diterapkan.

    “Semestinya, kebijakan merdeka belajar dan kampus merdeka dilakukan jika, seluruh sekolah dan seluruh perguruan tinggi sudah melewati standar minimal. Inilah tugas kementerian untuk bekerja semaksimalnya dengan anggaran yang ada untuk meingkatkan standar akreditasi tersebut,” terangnya.

    Dalam seminar tersebut, Hafid juga mengungkapkan bahwa sebaiknya setiap kebijakan yang diambil oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan penelitian ilmiah terlebih dahulu, agar dapat berbasis bukti (evidence base).
    “Tanpa penelitian itu, kebijakan yang diambil sama seperti mengobati pasien tanpa mengerti penyakitnya,” tandasnya.(PBN)