Tag: honorer banten

  • Penghapusan Honorer, Pemda Wait and See

    Penghapusan Honorer, Pemda Wait and See

    PEMERINTAH melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), telah resmi menyatakan penghapusan pegawai berstatus honorer mulai yahun 2023 mendatang. Namun, pemerintah daerah masih menunggu kelanjutan dari pemberlakuan aturan itu.

    Kepala BKPSDM Kota Serang, Ritadi, mengatakan bahwa pihaknya belum menerima secara resmi wacana penghapusan pegawai honorer. Menurutnya, hal itu baru merupakan wacana yang diucapkan oleh Menpan-RB, Tjahjo Kumolo.

    “Pada prinsipnya kota/kabupaten kan menunggu regulasi. Itu kan baru pernyataan dari Menteri Pan-RB saja kan, bahwa tahun 2023 itu harus dihapus,” ujarnya saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Jumat (28/1).

    Ia mengatakan, sampai saat ini belum ada ketentuan terkait dengan bagaimana tatacara penghapusan honorernya, dan lain sebagainya masih belum diketahui oleh pihaknya. “Apa yang disampaikan oleh pak menteri itu kan berdasarkan PP 48 tahun 2010 tentang tenaga honorer,” katanya.

    Sedangkan untuk persiapan Pemkot Serang menghadapi kebijakan penghapusan honorer tersebut, Ritadi mengaku belum ada. Sebab, pihaknya tetap harus menunggu regulasi dari pusat mengenai mekanisme kebijakan tersebut.

    “Ya itu kan persiapannya nunggu peraturan dulu, mekanismenya seperti apa. Kalau di PP 49 tahun 2016 tentang PPPK atau PP 48 tahun 2010 tentang honorer, itu kan sudah tidak ada lagi yang namanya pengangkatan honorer atau pembiayaan selain PNS dan PPPK, tidak diperkenankan,” jelasnya.

    Namun meski dilarang untuk menambah tenaga honorer, RItadi menuturkan bahwa di beberapa daerah, termasuk Kota Serang, penambahan tenaga honorer di lingkungan Pemkot Serang masih terjadi lantaran kebutuhan.

    “Memang kekurangan sekali, sehingga masih ada perekrutan tenaga honorer seperti di Satpol PP, di Dishub, di Dinas LH. Nah mereka (honorer) sudah eksis untuk membantu kami dalam menjalankan pemerintahan,” ungkapnya.

    Menurutnya, penghapusan tenaga honorer pada tahun 2023 mendatang merupakan hal yang cukup berat untuk dilakukan. Mengingat Pemkot Serang sudah sangat terbantu dengan keberadaan tenaga honorer, dan membutuhkan SDM dalam menjalankan roda pemerintahan.

    “Nah tentu ini menjadi PR yang berat bagi pemerintah kota, apabila tenaga honorer ini akan dihapus. Perlu solusi yang terbaik terkait dengan hal itu,” terangnya.

    Sementara terkait dengan jumlah tenaga honorer di lingkungan Pemkot Serang, Ritadi menuturkan bahwa pihaknya tidak mendata. Sebab, tupoksi dari BKPSDM hanya mengelola SDM Pemkot Serang yang berstatus ASN.

    “BKPSDM itu tidak membawahi itu. Yang dikelola oleh BKPSDM adalah ASN. Kalau untuk honorer itu ada di masing-masing OPD. Jadi semua tersebar, ada yang di Setda, ada yang di Dishub, ada yang di Satpol PP,” ucapnya.

    Begitu pula dengan jumlah tenaga honorer yang diterima menjadi PPPK. Menurutnya, sampai saat itu data tersebut masih berada di masing-masing OPD. “Itu belum, saat ini masih tahap pemberkasan. Tapi setahu saya ada staf di Bagian Hukum yang diterima, namun di Disnaker,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala Bidang Administrasi Kepegawaian BKPSDM Kabupaten Serang, Hamimi, mengungkapkan bahwa jumlah tenaga honorer yang tersebar di pemerintah kabupaten Serang di luar guru honorer berjumlah sekitar 500 orang. Apabila digabungkan dengan guru honorer, maka jumlah tenaga honorer di Kabupaten Serang berjumlah lebih dari 1.000 orang.

    Jumlah tersebut dilihat dari pendaftar PPPK tahun lalu dengan formasi lebih dari 3.000. Meskipun demikian, ia mengaku tidak mendata secara detail untuk lama masa kerja dan usia dari tenaga honorer se-Kabupaten Serang.

    “Karena data yang ada di honorer yang K1, sisa K2, paling itu saja. Kalau data di kami (BKPSDM) tidak ada data rinci berapa tahun bekerja, karena kita data awal saja, itupun dari OPD-nya tidak ada laporan ke kami,” ungkapnya, Minggu (30/1).

    Ia menjelaskan, sebagian besar OPD di Kabupaten Serang tidak melaporkan berapa jumlah tenaga honorer yang bekerja. Sehingga pihaknya tidak mengetahui berapa saja jumlah tenaga honorer yang tersebar di OPD-OPD.

    Hamami mengaku, jauh di tahun sebelumnya yaitu tahun 2007 pernah ada pendataan honorer. Dimana honorer yang sebutannya TKK atau tenaga kerja kontrak, dimasukkan ke data dan ada juga TKS atau tenaga kerjas sukarela.

    “TKK dulu itu kan diangkat langsung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010. Kami ada beberapa yang tidak masuk ke data itu, akhirnya masuk ke data TKS,” tuturnya.

    Sejumlah TKS yang merupakan sisa dari pengangkatan PNS tahun 2007 sampai tahun 2010, kemudian dilakukan pendataan kembali. Pada tahun 2014, dilakukan tes untuk pengangkutan CPNS.

    “Sekarang kita dapat data yang kisarannya belum diketahui kebenarannya, data honorer saat ini yang kami tahu ada sekitar 500 orang,” katanya.

    Menurutnya, data guru honorer dan data tenaga honorer Pemkab Serang pendataannya berbeda. Guru honorer secara otomatis terdata di dapodik yang induknya adalah Kementerian Pendidikan, sedangkan untuk tenaga honorer Pemkab, tidak ada pendataan dalam waktu dekat ini.

    Hamami menjelaskan, tahun 2021, jumlah tenaga honorer yang diterima menjadi PPPK adalah formasi guru, dan penyuluh pertanian saja. Sebab, dari formasi yang ditetapkan oleh pusat, hanya dua formasi saja.

    “Hanya di tahun 2020, kita perekrutan banyak tenaga honorer di bidang kesehatan. Tapi untuk PPPK, hanya ada guru dan penyuluh pertanian serta pamong,” ucapnya.

    Ketentuan penghapusan honorer yang tercantum dalam Pasal 96 PP Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK ini, belum ada teknis yang disampaikan secara gamblang, dan membuat tenaga honorer bimbang. Menurutnya, keputusan pemerintah sudah benar, seperti halnya mengintruksikan pendataan tenaga honorer pada tahun 2005, yang mana akan dibiayai melalui APBD atau APBN.

    “Semuanya didata, dan ada pengangkatan semuanya. Ada beberapa yang tidak diangkat, karena faktor usia,” ucapnya.

    Meskipun demikian, ia menyebut tidak menutup kemungkinan kedepan pun sama. Saat ini sudah beda era, ketika dulu ada PNS dan honorer, di aturan baru disebutkan PNS dan PPPK.

    “ASN itu penyebutan untuk PNS dan PPPK di dalamnya, secara otomatis mungkin kedepan sebutan honorer itu tidak ada apakah nanti yang honor sekarang ini akan diangkat menjadi PPPK atau bagaimana, itu nanti petunjuk teknisnya kita menunggu, apakah ini akan tetap diberlakukan penghapusan, kami menunggu kajian dari pusat,” jelasnya.

    Hamami mengaku pihaknya belum mengetahui benar atau tidaknya akan dilakukan penghapusan honorer, sebab saat ini baru wacana dari pemerintah pusat. Saat ini, kata dia, pemerintah pusat terkena teguran dari Ombudsman terkait dengan tenaga honorer, yang bekerja di waktu yang sama dengan ASN namun digaji jauh dibawah standar atau dibawah UMR.

    “Gaji mereka (honorer) kecil, kerja sama saja dengan PNS, tapi gaji dibawah standar akhirnya Ombudsman mengajukan hal itu ke pusat dan merespon dengan penghapusannya,” katanya.

    Ia mengungkapkan sedikitnya cukup terbantu dengan adanya tenaga honorer. Namun untuk mengajukan formasi ASN, tidak mudah karena tergantung dari pemerintah pusat.

    “Kita usulkan reformasi sesuai kebutuhan yang ada di daerah, tapi pada kenyataannya, kita hanya dapat formasi sedikit. Karena mungkin kaitannya dengan pembagiannya,” terangnya.

    Ia menjelaskan, apabila pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkolaborasi dalam mengangkat honorer menjadi PPPK, tinggal menambah sebagian gaji yang diperuntukkan bagi tenaga honorer tersebut. Sebab, saat ini pun sebagian tenaga honorer sudah digaji melalui APBD.

    “Misal yang tadinya gaji honorer, dialihkan saja dengan gaji PPPK. Kalaupun ada penambahan, menurut saya tidak terlalu besar,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Cilegon Ahmad Jubaedi menegaskan, kendati sudah ada informasi soal kebijakan penghapusan namun, pihaknya masih menunggu arahan dari Kemenpan RB.

    “Belum ada Juknis Kemenpan. Kita tunggu saja dulu sampai clear payung hukumnya,” kata Jubaedi kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, kemarin.

    Sementara itu, terkait jumlah honorer yang ada di lingkungan Pemerintah Cilegon, Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan Pemberhentian, Pembinaaan, Kesejahteraan, dan Administrasi Umum BKPP Cilegon Budhi Mustika mengatakan kurang lebih sekitar 4.600 non PNS.

    “Kalau untuk data yang diminta kami perlu mengecek kembali dahulu. Yang kami ketahui data non PNS Cilegon adalah lebih kurang 4.600 orang dan ini memang mayoritas honorer yang telah lama mengabdi di Pemkot Cilegon,” katanya.

    Budhi menyampaikan, jika diberlakukan maka ada kurang lebih 4.600 tenaga honorer yang akan dihapuskan. Namun, lagi-lagi hal tersebut masih menunggu arahan dari pemerintah pusat.

    “Sifatnya kami masih menunggu bagaimana arahan dari Pemerintah Pusat,” ujarnya.

    Adanya kabar tersebut, ujar Budhi, diharapkan tidak mengganggu kinerja para tenaga honorer dalam bertugas. Sebab, BKPP Kota Cilegon masih mencarikan solusi terbaik terhadap persoalan tersebut.

    “Kami minta para honorer untuk semangat bekerja, karena kami terus berupaya yang terbaik untuk memperjuangkan nasib para honorer Pemerintah Kota Cilegon. Sesuai dengan amanat Bapak Walikota Cilegon (Helldy Agustian) dan (Ketua) DPRD Kota Cilegon (Isra Miraj),” tandasnya.

    (LUK/MUF/DZH/PBN/ENK)

  • Honorer di Ujung Tanduk

    Honorer di Ujung Tanduk

    PEMERINTAH memutuskan untuk menghapus tenaga honorer di seluruh instansi pemerintah. Kebijakan yang mulai berlaku pada 2023 mendatang dinilai bisa menimbulkan gejolak di daerah, termasuk di Provinsi Banten. Lonjakan pengangguran pun dikhawatirakna bakal terjadi menyusul penerapan kebijakan ini.

    Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo memastikan tidak ada lagi tenaga honorer di instansi pemerintah. Kebijakan ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

    Dalam beleid itu, pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan tersebut berlaku atau 2023. Artinya, status pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni PPPK. Para eks tenaga honorer itu pun tetap diberi kesempatan masuk ke dalam pemerintahan, tapi harus mengikuti seleksi dalam bentuk PPPK maupun CPNS.

    Kebijakan itu pun menimbulkan keresahan di kalangan honorer di Provinsi Banten. Mereka berharap ada upaya dari pemerintah daerah untuk melindungi para honorer agar tidak terjerumus dalam jurang pengangguran ketika kebijakan itu resmi diberlakukan.

    Sementara itu, salah seorang pegawai honorer atau Non ASN Pemprov Banten yang juga Ketua Umum Persatuan Pengamanan Dalam Indonesia (PERADA) Regional Banten, Asep Bima kecewa dengan kebijakan pemerintah pusat yang akan mengahus tenaga honorer, terlebih terdapat ketentuan bahwa wacana penghapusan yang dibarengi dengan rekruitmen CPNS, didalamnya tidak termasuk petugas pengamanan dalam atau Pamdal.

    “Saya masuk sebagai pegawai Non ASN tahun 2015, dan bertugas sebagai Pamdal di Setwan Banten. Miris memang saat mendengar kabar seluruh honorer atau pegawai Non ASN akan diberhentikan. Terlebih lagi untuk profesi Pamdal tidak diberikan porsi untuk mengikuti seleksi CPNS. Dan yang lebih sadisnya lagi, untk profesi Pamdal akan di pihak ketigakan (outshorching),” kata Asep.

    Dengan adanya wacana-wacana saat ini yang disampaikan oleh pemerintah pusat, posisi Pamdal bemar-benar terjepit, seakan-akan terdiskrimibasi.

    “Lantas dimana sisi penghargaan pemerintah atas pengabdian rekan-rekan Pamdal yang sudah mengabdi cukup lama. Seharusnya ini jadi pertimbangan pula, bahwa honorer bukan hanya staf administrasi, guru, tenaga kesehatan atau Nakes,dan penyuluh pertanian saja, namun ada juga profesi Pamdal di dalamnya,” ujarnya.

    Seharusnya lanjut Asep, pemerintah pusat, jika membuat kebijakan disesuaikan dengan konstitusi negara, yakni Pancasila. Sila Ke-5, disebutkan, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Terkecuali jika memang profesi Pamdal tidak dalam bagian Itu,” imbuh Asep.

    Apalagi untuk menjadi Pamdal di pemerintahan, ia bersama rekan-rekannnya mengikuti rangkaian tes yang panjang dan melelahkan.

    “Untuk Pamdal sendiri ada tahapan-tahapan. Proses seleksi mulai dari psikotes, capacity building, wawasan kebangsaan, tes fisik, hingga wawancara. Dan
    saya mewakili seluruh Pamdal KP3B, menyatakan bahwa seluruh Pamdal yang saat ini statusnya sebagai pegawai Non ASN, memastikan sudah mengikuti seleksi. Dan terkait tingkat kesulitan pasti ada. Namun ini adalah hal yang wajar dalam setiap proses, apalagi dimaksudkan guna mencetak pegawai yang profesional dan ahli di bidangnya,” ujarnya.

    Selain kecewa akan wacana penghapusan honorer lantaran tidak ada kriteria Pamdal masuk dalam rekruitmen CPNS, Asep mengaku sistem managerial ASN di Pemprov Banten belum seragam atau sama.

    “Memang sebetulnya program ini bagus (peghapusan honorer). Tapi sekali lagi menurut saya kurang berkeadilan. Menurut saya, pusat ingin mereformasi birokrasi seluruh tatanan sistem, namun di daerah saya nilai belumlah siap untutk masuk kesana. Ini bisa dibuktikan dengan sistem managerial pegawai Non ASN yang belum termerger dan masih terkesan kurang rapi. Sistem pegawai yang dikatakan baik adalah sistem yang berbasis 1 pintu, dimana 1 OPD memanage dan mendistribusikan seluruh pegawai ke berbagai OPD, bukan seperti sekarang, beda OPD beda pula cara mainnya, sehingga sampai saat ini jumlah seluruh pegawai Non ASN Banten masih samar-samar,” terangnya.

    Meski demikian pihaknya berharap wacana penghapusan honorer pada praktiknya berpihak ataa nasib teman-teman yang belum diangkat menjadi PNS.

    “Kami berharap dengan adanya program ini seluruh honorer dapat diangkat menjadi ASN tanpa membeda-bedakan profesinya guna mencapai titik keadilan dalam berproses, dan semoga pemerintah Provinsi Banten dapat mengambil langkah tepat dan bijak,” harapnya.

    Keresahan juga dialami 4.600 honorer di Kota Cilegon yang terancam kehilangan pekerjaan ketika PP nomor 49 resmi diterapkan. Mereka masih terus mencari kejelasan soal penerapan aturan ini agar dapat memperjuangkan nasib mereka.

    Ketua Honorer Kategori 2 (K2) Kota Cilegon, Syamsudin menjelaskan, pihaknya sudah mencoba mencari kejelasan soal aturan tersebut. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Cilegon, Bagian Hukum Kota Cilegon dia datangi untuk mencari tahu duduk persoalan dan solusi apa yang akan dilakukan pemerintah.

    Namun, hasil dari pencarian itu hanyalah permintaan untuk wait and see, karena Pemkot Cielgon pun masih akan menunggu arahan dari pusat.
    “Kami sudah berkeliling menanyakan itu ke BKPP Kota Cilegon dan Bagian Hukum. Kami ingin pastikan ada Peraturan Walikota (Perwal) untuk melindungi kami,” ujarnya.

    “Sebab, kami tanyakan juga hanya bagaimana aturan pusat,” sambungnya.

    Jika memang tenaga honorer dihapuskan, maka bukan hanya pegawai non ASN struktural saja. Namun, juga para guru honorer akan terdampak jika benar-benar diberlakukan. Total ada 4.600 lebih honorer bakal menganggur. Terlebih tahun ini tunjangan honorer tak naik untuk yang struktural.

    “Kalau melihat berita di TV, penjaga kantor dan cleaning service itu akan outsourcing. Namun, honorer seperti kami dan guru itu terdampak dengan penghapusan,” tuturnya.

    Terpisah, Hilman Faruk, warga Kampung Pasir Eurih, Desa Panancangan, Kecamatan Cibadak yang saat ini telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengatakan, sebelum diangkat menjadi PPPK, ia menjadi guru honor di sebuah pendidikan dasar (SD) mulai dari tahun 2004 hingga 2019.

    Selama kurang lebih 15 tahun ia mengabdi menjadi tenaga guru honor, pada tahun 2019 kata Hilman, ia mengikuti tes seleksi PPPK dan berhasil lulus seleksi dan diangkat. Banyak proses yang dialami selama menjadi guru honor. Melihat masih banyaknya tenaga honor yang belum beruntung baik menjadi PNS maupun PPPK, ia berharap pemerintah mengkaji ulang wacana tersebut.

    “Saya berharap tetap ada solusi dari pemerintah untuk mengakomodir tenaga honorer terutama bagi tenaga honorer yang jenjang kerjanya udah cukup lama. Kalau saya secara pribadi saya bersyukur telah menjadi guru PPPK,” katanya, Minggu (30/1) kepada BANPOS.

    Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Abdul Kholiq, mengungkapkan bahwa dirinya telah mengkonfirmasi ke BKPSDM terkait penghapusan honorer. Beberapa hari yang lalu pun, ia menerima berbagai keluh kesah dari honorer di berbagai OPD.

    “Beberapa hari yang lalu banyak dicurhatin teman-teman honorer dari dinas, terkait berita Serang Kabupaten dan Serang Kota tidak ada data honorer,” ungkapnya.

    Ia mengatakan, pihaknya sudah pernah meminta data honorer kepasa BKPSDM. Hanya saja, belum ada data yang dikirim ke Komisi I.

    “Awal tahun 2022 ini komisi I sudah berkoordinasi ke kantor BKPSDM terkait formasi P3K, Open Biding dan urusan-urusan kepegawaian lainnya,” tuturnya.

    Tentang penghapusan pengangkatan dan penerimaan honorer yang sedang ramai diperbincangkan, pihaknya juga belum menerima petunjuk pelaksanaan (Juklak) maupun Petunjuk Teknis (Juknis) yang bisa dipedomani.

    “Kami berharap, Pemkab Serang harus memikirkan para tenaga honorer yang sudah lama mengabdi untuk Kabupaten Serang, tentu disesuaikan dengan kemampuan anggaran,” tandasnya.

    Di bagian lain, Anggota DPRD Kota Cilegon Qoidatul Sitta mengatakan adanya peraturan terbaru dari pusat terkait tenaga honorer di 2023 akan dihapuskan. Menurutnya harus dikaji terlebih dahulu secara menyeluruh.

    “Saya melihatnya ini perlu dikaji dulu juklak-juknis nya seperti apa. Jangan sampai kita mendapatkan informasi itu setengah – setengah,” katanya.

    Ia menyarankan agar dinas terkait untuk mempelajari secara utuh adanya aturan tersebut bilamana diberlakukan.

    “BKPP sebagai leading sektor kepegawaian harus secara komprehensif untuk mendapatkan informasi secara utuh bagaimana, dan ini perlu dipelajari lagi bagaimana lebih lanjutnya pola teknisnya seperti apa, juklak juknisnya seperti apa, harus dilihat kembali, dipelajari kembali adanya informasi seperti itu. Apalagi itu di pusatnya juga baru dari Kemenpan-RB nya belum secara detail untuk turunan ke bawanya seperti apa, apakah nanti polanya dikembalikan kemampuannya kepada daerahnya masing-masing atau bagaimana, ini juga belum dijelaskan,” tandasnya.

    Sementara, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Serang, Aep Syaefullah, menyebut bahwa apabila melihat di lingkungan Pemkab Serang, ada beberapa OPD yang jumlah honorernya berlebih. Dia menilai, solusi bagi honorer untuk mengikuti tes PPPK merupakan altaernatif yang biosa diterima.

    “Bagus juga sih, artinya ada kepastian bagi teman-teman honorer kalau memang diberikan saluran untuk bisa diangkat menjadi PPPK dengan cara tes dan sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya.

    Hanya saja, kata dia, dalam penyeleksian atau tes nanti, tentu tidak semua terakomodir. Sehingga masing-masing daerah diminta untuk memiliki inovasi lain.

    “Kalau memang apabila tenaga itu masih dibutuhkan di OPD, dicarikan solusi lain,” ujarnya.

    Apabila belum bisa terakomodir, ia mengkhawatirkan terjadi penambahan jumlah pengangguran di Kabupaten Serang. Oleh karena itu, ia berharap agar Pemerintah daerah bisa diberikan kewenangan untuk berinovasi.

    “Kalau misal itu sudah diwacanakan dan sudah diberlakukan nanti, harapannya semua tenaga baik PPPK atau ASN, bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik. Jangan sampai banyak tenaga, justru pelayanan publik terbengkalai,” tuturnya.

    Di Kabupaten Lebak, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya sudah melarang setiap OPD merekrut tenaga honorer. Bahkan Iti mengancam pejabat yang mengangkat honorer dengan pemeriksaan khusus dan memberikan sanksi tegas terhadap pejabat terkait.

    “Saya sudah sampaikan tidak ada lagi OPD yang boleh merekrut tenaga honorer atau supporting staff, kecuali sudah menganalisa kebutuhan personelnya yang nanti kita sampaikan ke Kementerian RB (Reformasi Birokrasi). Kalau ada yang merekrut saya riksus dan saya akan turunkan jabatannya,” kata Iti.

    (CR-01/RUS/LUK/MUF/PBN/ENK)

  • Honorer Kebanyakan, Dibuang Sayang

    Honorer Kebanyakan, Dibuang Sayang

    PARA tenaga honorer tengah harap-harap cemas. Hal ini menyusul rencana pemerintah untuk menghapuskan status tenaga honorer di 2023. Wacana penghapusan tenaga honorer ini disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK.

    Dengan demikian, pegawai pemerintah hanya akan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).

    Nantinya, pegawai honorer yang ada saat ini dapat diangkat menjadi PNS dengan melalui proses seleksi CASN.

    Berdasarkan data dari BKD Banten, jumlah pegawai honorer di pemprov baik yang bekerja diorganisasi perangkat daerah (OPD) dan para guru terbilang cukup banyak yakni, 15 ribu. Bisa dikatakan over alias melebihi kapasitas.

    Dari jumlah 15 ribu honorer tersebut, 8.700 orang di antara berada di sekolah-sekolah SMA dan SMK negeri se-Provinsi Banten, dengan 6.000 lagi tersebar di OPD-OPD yang ada di lingkungan Pemprov Banten lainnya.

    Pemprov sendiri pada tahun 2021 lalu telah melakukan kebijakan dengan melakukan pengurangan tenaga honorer yang ada di OPD-OPD, sementara guru dengan status honorer masih tetap dipertahankan karena tenaganya masih dibutuhkan.

    Sementara uang yang dikeluarkan untuk membayar gaji kurang lebih 15.000 tenaga honorer tersebut setidaknya jika mereka menerima gaji Rp1,5 juta sampai Rp3 juta. Atau dirata-ratakan Rp2 juta per bulan per orang, maka uang yang dikeluarkan dari APBD Banten setiap tahunnya Rp360 miliar, atau, setiap bulan dibutuhkan anggaran Rp30 miliar untuk membayar honor.

    Sekwan Banten, Deden Apriandhi Hartawan dihubungi melalui telepon genggamnya, Minggu (30/1) membenarkan, keberadaan tenaga honorer sangat diperlukan untuk menunjang pekerjaan di OPD yang dipimpinnya. Akan tetapi diakuinya, jumlahnya saat ini bisa dikatakan lebih dari cukup atau over.

    “Awal Januari (2022) kemarin ada sekitar 12 honorer di Setwan (Sekretaris Dewan) Banten ini terpaksa kami keluarkan, tidak dilakukan perpanjangan kontrak, karena hasil evaluasi dari kami mereka ini dianggap tidak bisa menerapkan pekerjaanya dengan baik, sesuai dengan perjanjian yang dibuat sebelumnya,” katanya.

    Ke-12 tenaga honorer yang bekerja di Setwan ini lanjut Deden, tidak bekerja tiga hari berturut- turut atau mangkir dari pekerjaan empat hari selama sebulan. “Jadi kami menjalankan perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya antara pegawai non PNS dengan pejabat di Sekwan yang dibuat pada awal Januari 2021 lalu,” kata Deden yang baru menjabat sebagai Sekwan Banten pada Agustus 2021 ini.

    Dengan adanya pengurangan 12 pegawai honorer di Setwan, jumlah pegawai yang tersisa diangka 500 orang tersebut lanjut Deden dirasa masih banyak. Rencananya pada September tahun 2022 ini akan dilakukan analisa jabatan khusus honorer dengan melibatkan BKD dan BKN.
    “Di Perubahan APBD 2022 nanti, kita akan melakukan analisa jabatan. Ini kami lakukan untuk mengetahui berapa banyak sebenarnya jumlah honorer yang dibutuhkan di Setwan. Yang jelas jumlahnya dibawah 500,” ujarnya.

    Analisa jabatan itu kata Deden, akan mempertimbangkan kriteria diantaranya, menghitung beban kerja, menghitung fungsi dab akomodasi, tempat, tenaga yang dibutuhkan harus sesuai antara tipoksi di Setwan dan kemampuan honorer, serta anggaran.

    “Kita juga kedepan akan melakukan evaluasi pegawai di Setwan. Tidak hanya non ASN atau honorernya tapi juga staf pelaksana ASN dan jajaran eselon dengan mengundang BKD dan BKN,” terangnya.

    Disinggung adanya pembeban anggaran untuk memberikan gaji kepada para honorer hal tersebut dianggapnya tidak masalah sepanjang kinerja honorer tersebut baik.

    “Keberadaan teman-teman honorer di OPD-OPD itu sangat membantu, kalau mereka benar- benar bekerja maksimal. Saya sebelum di Setwan, menjabat sebagai Kepala Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga), di Dispora ada sekitar 80 orang honorer, dan saya sangat terbantu dengan mereka. Tidak dibayangkan kalau tidak ada teman-teman honorer atau Non PNS/ASN, pekerjaan kita di Dispora tidak akan maksimal, karena di Dispora itu jumlah personel ASN tidak banyak, sedangkan semua cabang olahraga harus kita layani,” ujarnya.

    Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo menyambut vaik wacana pemerintah pusat dengan menghapus honorer. “Kebijakan pemerintah patut diapresiasi,” katanya.

    Namun dikatakan Budi yang merupakan politis PKS ini, untik penempatan PPPK harus benar benar memperhatikan analisa kebutuhan pegawai di lingkungan provinsi. “Yang terpenting lagi adalah pada saat penerimaan personel PPPK harus benar-benar berkompeten dengan mempertimbangkan kebutuhan,” ujar Budi.

    Pemerintah juga harus mempertimbangkan atau memperhitungkan skema penghapusan honorer dengan penerimaan PPPK.

    “Kekosongan tenaga yang selama ini diisi honorer tanpa penggantian bisa berdampak pada penurunan kualitas layanan publik. Seperti honorer di sekolah negeri, rumah sakit dan puskesmas serta layanan perpajakan daerah,” katanya.

    (RUS/ENK)