Tag: Islam

  • R-20, NU DAN WAJAH ISLAM RAHMAH MEMIMPIN DUNIA

    R-20, NU DAN WAJAH ISLAM RAHMAH MEMIMPIN DUNIA

    Oleh : Ahmad nuri 

    Menjelang satu abad perjalanan khidmatnya pada pada bumi dan langit, pada pencipta dan yang diciptaka-Nya, pada khalik dan mahlukNya, pada Ketuhanan dan kemanusiaan pada agama, bangsa dan negara serta dunia, Nahldatul Ulama membuat jalan khidmat baru dalam membangun peradaban dunia yang lebih “kece” dengan menyelenggarakan Religion 20 (R-20) yang berlangsung di Bali, 2-3 November 2022 ini. Bersama dengan Moslem World League (MWL).

    Keberadaan R-20, Sebuah quantum indah dari kepimpinan KH.Yahya C. Staquf sebagai Ketua Umum PBNU yang akrab di sapa Gus Yahya dalam membawa NU, Islam Rahmah dan Wasatiyah sebagai kekuatan gerakan global dengan ajaran-ajaran korelatifnya bagi perkembangan perdamaian dunia.

    Gerakan R-20 prodak genuince hasil ijtihadi Gus Yahya yang selama ini sudah sering mempromosikan nilai nilai Islam rahmah dan kemanusiaan. Gerakan ini juga sebuah upaya melanjutkan, merawat dimensi progesivitas baik gerakan maupun pemikiran dari Khadratus Syeh KH. Hasyim Asyari dan KH.Abdurahman Wahid dalam relevansi dengan kontek kekinian.

    R-20 juga bisa menjadi gerakan alternatif Islam dalam pergulatan global yang selama ini berada di titik lemah dan tertinggal diantara agama-agama lain di dunia, terutama agama yang di anut oleh umat manusia di barat.

    Islam sebagai agama terus dipandang sebelah mata oleh dunia karena tidak mampu menghasilkan kemasalahat dunia dari perubahan sangat cepat seperti perubahan tekhnologi.

    Ketertinggalan ini sering di persepsikan oleh sebagian warga dunia bahwa Islam adalah agama statis, agama yang tidak mengajarkan nilai-nilai kemajuan bagi pergulatan peradaban terlebih saat ini Islam dalam gerakan politik global sering diseret pada ranah redikalisme dengan ritualisasinya kekerasan. Padahal Islam menyediaan dimensi progresivitasnya tanpa melakukan kekerasan yang mendestruksi ajaran Rahmahnya.

    Kehadiran R-20 diorientasikan untuk meluruskan tuduhan tentang Islam sebagai agama yang tidak mampu memberikan konstrubusi nyata bagi kemajuan peradaban manusia, malah justru Islam dipandang sebagai agama yang dapat merusak tatanan dunia dengan spirit “jihad” yang dimaknai distorsif oleh kelompok umat Islam dengan jalan kekerasan dan terorisme pada agama-agama lain.

    Beberapa tuduhan terhadap Islam terkadang berbanding lurus dengan realitas yang terjadi dilapangan bahwa ada golongan memiliki gerakan dan pemikiranya seperti dituduhkan dunia atau agama-agama lain pada Islam padahal tidak semua umat Islam seperti yang dituduhkan, maka menjadi penting R-20 sebagai gerakan awal memenangkan Islam rahmah dalam pergulatan global.

    Gerakan R-20 diharapkan dapat membuat desain baru untuk membendung kemungkinan-kemungkinan ada desain global sebagaimana banyak analisa bahwa gerakan global untuk melumpuhkan Islam yang dipandang berpotensi menjadi musuh baru bagi ideologi kapitalisme setelah komunisme runtuh. Kalau ini benar analisanya justru menegaskan ada sebagian negara didunia tidak mau kehilangan hagemoninya terhadap perkembangan negara-negara didunia ternasuk negara-negara dengan umat Islam terbanyak.

    Disini letak pentingnya sebuah gerakan R-20 yang menyulut dimensi kemerdekaan hakiki bagi semua umat manusia warga bangsa beragama, bahwa perang dan hegemoni atas bangsa lain yang mengeliminasi kemanusiaan harus segera di tinggalkan di muka bumi ini. Kekuatan perang dan hegemonik tidak lagi menjadi prestise bagi negara memerangi negara, agama merasa superior terhadap agama, manusia melemahkan harkat manusia lainnya. Inilah semangat R-20 dengan semangat kemerdekaan hakiki dan egalitarian berdiri sana tinggi duduk sama rendah dalam kerangka global.

    Pada hakekatanya R-20 menawarkan pendekatan religuitas untuk memecahkan persoalan-persoalan global terutama menyangkut relasi-relasi manusia sebagai umat beragama maupun sebagai warga bangsa di tiap negara yang selama ini diselesaikan melalu pendekatan ekonomi dan politik sementara agama dengan nila ya yang menyiapkan fasilitas untuk menjadi instrumen problem solving bagi problem itu semua.

    Pendekatan agama yang mengusung perdamaian, keadilan, kesetaraan dan saling kemuliaan sebagaimana ajaran Islam Rahmah itu dimiliki oleh semua agama tinggal ditemukan konvergensi (titik temu) yang saling simbiotik dan mengilhami sehingga problem global bisa di selasaikan secara lebih bijak dan humanis dengan terus menghindari diskonvergen berujung konflik bahkan perang.

    Kerja R-20 sangatlah berat disamping memenangkan dialektika Islam Rahmah dan Islam Radikal dengan pendekatan terorisme dalam skala global dilanjutkan dengan meredam hasrat akan sifat kolonialisme negara kuat paska perang dunia kedua dengan ada perubahan pola kolonial menjadi konflik baru yang tadinya melakukan ekspansi fisik dan wilayah berubah menjadi konflik ideologis.

    Maka menjadi wajib meluruskan kembali persepsi publik global yang megeneralisir secara serampangan bahwa Islam adalah gerakan ideologis radikalis bahkan teroris. Disini R-20 menemukan elan vital dalam mereduksi pemahaman publik global terhadap Islam.

    Mengurangi dominasi negara atas negara dalam sistem global perlu terus dilakukan oleh R-20 dimana sampai saat ini terjadi krisis sejarah diminati didunia yang menurut mansour Fakih (2002) Merupakan krisis sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia yang lain.

    Fakih memunculkan ada tiga golongan dalam proses melakukan perlawanan dominasi itu tapi penulis hanya akan mengutip golongan ketiga yang seirama dengan visi gerakan R-20 yaitu kekuatan baru yang melakukan perlawanan dengan membuktikan bahwa Islam adalah agama yang memberikan Rahmat bagi sekalian alam, Mengkorelasikan nilai demokrasi dengan Islam, menciptakan toleransi, penegakan dan memperjuangkan HAM serta keadilan global melalui langkah-langkah dialektis dan diplomatis Tanpa melakukan tindakan kekerasan. kelompok yang menjaga kebangsaan bagian dari keimanan.

    Gerakan yang ketiga ini satu denyut dengan gerakan R-20 dan khitah NU yang telah mampu merubah Persepsi dunia global tentang Islam statis dan penuh dengan kekerasan, NU dan Islam Rahmah sebagai rujukan utama.

    R-20 terus mengalami perubahan setelah islam perubahan dan membuktikan bahwa Ajaran dan gerakannya terus mengalami transformasi ke arah kemajuan. Islam telah memunculkan respon positif dari dunia pada ajaran dan semangat serta gerakannya, bahwa banyak pemikiran pemikiran Islam mengikuti perkembangan global dengan tetap menjaga ajaran Islam dengan tradisi yang kuat.

    Ada Gelora progresivitas Islam Rahma sebagai kekuatan R-20 dapat memimpin peradaban dunia dengan semangat perjuangan menegakkan Islam sebagai kekuatan peradaban kemanusiaan di dunia akan terbukti seketika solidaritas antar kekuatan Islam Rahmah dalam negara didunia menyamakan visi perjuangan menegakkan Islam yang mampu membawa peradaban kemanusian dan keadilan bagi umat manusia secara menyeluruh.

    Akhirnya Gerakan R-20 ini akan menemukan kemenangan ketika keyakinan subsider golongan Islam tidak menghancurkan solidaritas organik komunitas Islam secara menyeluruh. dan dengan keyakinan, kesadaran kolektif umat Islam yang beragam akan membawa Islam memimpin dunia dengan ajarannya yang rahmatan lil alamin. (*)

  • MUI: Ormas Islam Wajib Melek Media

    MUI: Ormas Islam Wajib Melek Media

    Para narasumber, panitia serta peserta Literasi Media Bagi Ormas Islam foto bersama usai acara.

    SERPONG, BANPOS – Literasi media menurut al Quran sedikitnya ada 6 ayat yaitu, Al Imran/3 ayat 44, surat Al Hujurat/49 ayat 6 serta surat Al-Isra/17 ayat 36 serta surat Al Maidah/5 ayat 41 serta surat al Ahzab/33 ayat 70 dan surat Qaf/50 ayat 18.

    Demikian salah satu pembahasan dalam seminar tentang “Literasi Media Bagi Ormas Islam” yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tangsel, Kamis (14/11) di salah satu resto bilangan Serpong. Ormas Islam wajib melek media agar tidak terkecoh dengan berita hoaks.

    Kepala Kemenag Kota Tangsel Abdul Rojak mengapresiasi dan memberikan penghargaan kepada MUI yang menyelenggarakan melalui Komisi Informatika dan Komunikasi dalam upaya menyikapi media sosial dan dampaknya begitu masif, di tengah masyarakat. Ektremis yang muncul dipermukaan salah satu faktornya munculnya media sosial.

    “Termasuk perang fatwa. Oleh karena itu, pentingnya bagaimana bersikap dan menyikapi semua informasi yang ada di media sosial bagaimana ormas Islam. Termasuk politik jangan sampai menjadi biang kerok dengan berbagai dalih agama. Ini tentang bagaimana harus bersikap,” katanya, didampingi Moderator Taufiq Setyaudin.

    Ketua MUI Tangsel Saidih menyampaikan berkaitan dengan mass media, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an kalau datang orang fasik membawa berita harus tabayun terlebih dulu. Jangan ditelan mentah-mentah. Berita yang tidak diketahui sumbernya mengakibatkan keresahan.

    “Bahasa keadaan lebih faseh dengan ucapan. Kadang ucapan dengan kenyataan berlainan,” ujarnya saat membuka seminar.

    Dosen Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto menyampaikan materi tentang “Literasi Media: Perspektif Komunikasi Politik” yang mana dirinya telah berkecimpung selama 19 tahun tentang komunikasi politik. Dengan mempelajari komunikasi politik, dapat membaca realitas sosial lebih ajeg.

    “Era di mana kita ada di online. Era ini lahir sejak 1980, yang disebut sebagai era keberlimpahan komunikasi. Perbedaan antara media mainstream (koran, radio televisi) dengan media sosial (facebook, IG dan lain-lain). Media sosial sifatnya bisa meproduksi dan konsumsi informasi. Misalnya membuat status dan mendistribusikan melalui media sosial. Berbeda dengan media mainstream dalam menyebarluaskan informasi harus melalui redaktur atau produser,” jelasnya.

    Media itu sebagai alat. Banyak efek negatif tapi kalau tidak dimasuki tidak bisa menebar hal positif. Hal yang perlu dicermati sebagai salah satu jangkar penting yaitu kalangan akademisi dan ulama. Keduanya memiliki otoritas dalam menyampaikan kebenaran pada khalayak ramai dan orang akan mengikutinya.

    Masyarakat juga diharapkan memiliki prinsip untuk menghindari, pertama distorsi informasi sehingga tidak ajeg, kedua dramatisasi fakta palsu, ketiga menganggu privacy, keempat pembunuhan karakter, kelima eksploitasi seks, meracuni pikiran anak-anak, dan penyalahgunaan kekuasaan.

    “Hoaks biasanya susunan 5W 1H tidak baku. Ini bukan soal kecerdasan tapi soal sikap. Jika infomasi itu jelas-jelas salah lalu kita sebarkan maka kita menyebar kebatilan. Maka sangat dibutuhkan tentang literasi literasi media meliputi pengetahuan, skill dan sikap,”tambah ia.

    Hoaks paling sering diterima sosial politik 91, persen, kedua SARA 88 persen, dan kesehatan 41 persen. Dampak radikalisme karena riset terakhir 60 persen lebih, orang belajar agama di internet. Bukan lagi kepada ulama. Mereka lebih suka pada belajar artifisial yang hanya permukaan bukan mendalam. “Maka orientasi beralih dari ulama kepada internet,” tambah ia .

    Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany menyampaikan dampak dari media sosial, berlangsungnya Pilpres beberapa bulan lalu membuat bangsa terpecah. Sadar atau tidak sadar media sosial sangat berpengaruh.

    Menurutnya, framing dalam otak setiap orang berbeda-beda. “Alhamdulillah sekarang sudah mulai reda. Bahwa kita hidup dengan masa dan zamannya masing-masing terpenting bagaimana kita bersikap dan berhati-hati menggunakan jempol masing-masing,” tambah Airin

    Uten Sutendy sebagai praktisi mengangkat tema “Agenda Literasi Islam”. Ia menjelaskan dengan berbagai problema tantangan, maka ke depan harus ada langkah-langkah strategis sebagai berikut pertama, menguatkan mindset, paradigma, bahwa literasi adalah alat perjuangan untuk membenahi kehidupan dakwah.

    Kedua, merumuskan “the new value of Islam” dalam menghadapi era milenial saat ini. Bahwa tugas umat berdakwah bukan hanya untuk komunitas muslim saja, terapi juga untuk umat manusia lain Rahmatan Lil Al-Amin, karenanya perlu ada konfromi nilai dalam membuat strategi perjuangan. Misalnya, yang perlu dikedepankan adalah value, content bukan lagi semata identitas.

    Ketiga meningkatkan kemampuan life skill di bidang literasi (creative writing, public speaking, film, dan seni budaya). Keempat, meningkatkan kemampuan dan visi entrepreneur dengan mengembangkan manajemen bisnis di bidang literasi hingga bisa bersaing dan piawai dalam mensiasati perkembangan era masa kini.

    Kelima, memaksimalkan kemampuan literasi dengan memanfaatkan ketersediaan jaringan media cyber sebgai alat perjuangan. Maka para aktivis Ormas Islam wajib menjadi pasukan cyber, cyber army (pasukan cyber) di bidang literasi.

    Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Hasanudin Ibnu Hibban menjelaskan kemudahan akses informasi membawa dampak kehidupan manusia. Termasuk pada Ormas Islam kemudian muncullah berbagai sikap manusia dengan apatis, akibat tergiring opini tertentu.

    “Sehingga resah dengan pemberitaan yang belum jelas kebenarannya. Atau sikap kritis analitis dalam menanggapi berbagai pemberitaan di media,” ujarnya. (BNN/PBN)