Tag: Jayasari

  • Akhirnya Mafia Tanah Jayasari Terungkap, Ternyata…

    Akhirnya Mafia Tanah Jayasari Terungkap, Ternyata…

    LEBAK, BANPOS – Kasus dugaan mafia tanah di Desa Jayasari Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak yang diduga melibatkan mantan Bupati Lebak, Mulyadi Jayabaya, akhirnya mulai menemui titik terang setelah beberapa tahun laporan atas kasus tersebut dilayangkan.

    Berdasarkan informasi yang Dihimpun BANPOS, terdapat dua terduga pelaku yang telah diamankan oleh pihak Polda Banten. Ternyata, terduga mafia tanah tersebut merupakan perangkat desa dan petani.

    Dalam Surat Perintah Penangkapan Nomor Sp.Kap /161/XII/2023/Ditreskrimum yang ditandatangani oleh Direktur Reses Kriminal Umum Polda Banten, tercantum nama IS dengan pekerjaan Perangkat Desa/Kepala Desa.

    Serta dalam Surat Perintah Penangkapan Nomor Sp.Kap /16w/XII/2023/Ditreskrimum yang ditandatangani oleh Direktur Reses Kriminal Umum Polda Banten, tercantum nama JM dengan pekerjaan sebagai petani.

    Dalam kedua surat diatas disebutkan bahwa, “Karena berdasarkan bukti permulaan yang cukup telah melakukan Tindak Pidana barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga Bersama menggunakan kekerasan terhadap orang/barang dan atau pengrusakan dan atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan atau 406 KUHPidana dan atau Pasal 372 KUHPidana.” (MYU/DZH)

  • Mantan Bupati Lebak Diajak Duel Pendemo Jayasari

    Mantan Bupati Lebak Diajak Duel Pendemo Jayasari

    LEBAK, BANPOS – Kasus dugaan penyerobotan tanah warga Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak yang sampai saat ini masih belum rampung, membuat ratusan massa kembali melakukan aksi demonstrasi ke Gedung DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lebak, Senin (2/10) untuk menuntut keadilan atas kasus tersebut.

    Diketahui, pada 16 hingga 17 Agustus lalu, puluhan warga Jayasari bersama aktivis telah melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Mabes Polri. Aksi tersebut dilakukan hingga membuat puluhan massa aksi bermalam di depan gerbang mabes menggunakan spanduk sebagai alas. Pada aksi tersebut telah dijanjikan bahwa dalam waktu dekat akan segera muncul penetapan nama tersangka.

    Pada aksi kali ini, ratusan warga Jayasari yang juga diikuti oleh sejumlah ibu-ibu dan anak-anak didampingi oleh puluhan aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Banten Bersatu (MBB).

    Salah satu orator pada aksi tersebut, Romeo mengatakan, dirinya bersama seluruh massa aksi datang tanpa ada bayaran dan perintah dari siapapun. Ia menerangkan, pihaknya telah mendapatkan banyak tekanan, intimidasi bahkan ancaman pembunuhan selama melakukan aksi memperjuangkan hak warga Jayasari mulai dari aksi Jilid I, II dan III hingga datang ke Pemerintah Kabupaten Lebak.

    “Kalau mememang JB berani, ulah make batur. Datang kadie kana aing gelut jeng aing hiji lawan hiji, (jangan pakai orang lain, datang kesini kehadapan saya berantem satu lawan satu),” tegas Romeo dalam orasinya.

    Salah satu warga, Masnah mengatakan, dirinya memiliki luas tanah dengan sertifikat seluas 110.000m². Namun, sertifikatnya dipinjam oleh RT setempat dengan pengakuan untuk difotokopi.

    “Sertifikatnya masih ada di saya, tapi tanah saya sudah jadi tambang pasir,” ujar Masnah.

    Ia menegaskan, dirinya tidak mendapatkan ganti rugi bersama dengan 30 warga lain.
    “Kami ingin perampas ditangkap dan diadili seadil-adilnya,” tandasnya.

    Sementara itu, Aktivis Pemuda Pejuang Keadilan (PPK), Harda Belly yang juga ikut mendampingi sejak awal pergerakan warga Jayasari dilakukan menilai kasus tersebut mandeg dan warga masih belum mendapatkan kabar terkait tindak lanjutnya.

    “Yang pasti kami meminta keadilan atas hukum yang ditegakan dalam kasus mafia tanah ini. Maka dari itu, kami kembali melakukan aksi,” kata Harda kepada BANPOS, Senin (2/10).

    Ia menerangkan, terdapat beberapa tuntutan yang dibawa warga Jayasari diantaranya, menuntut agar Praktek Penguasa yang sewenang-wenang di Kabupaten Lebak bisa dihentikan, menegakan hukum dengan adil dan mengusut tuntas permasalahan Mafia Tanah.

    “Kami meminta agar para mafia tanah yang merampas tanah warga Jayasari dan tanah negara bisa segera dijebloskan ke penjara,” tegasnya.

    Harda menjelaskan, kehadiran warga Jasayari ke Depan Gedung Kantor Bupati Lebak Dan DPRD Lebak sudah sangat tepat untuk memohon agar para pejabat di Kabupaten Lebak terketuk hati untuk menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.

    “Bupati dan wakil rakyat di pilih oleh rakyat dan digaji oleh rakyat tentu haruslah berpihak kepada rakyat,” jelasnya.

    Ia memaparkan, warga Jayasari hanya meminta hak mereka untuk diberikan pergantian tanah yang diduga dirampas oleh mafia tanah, harusnya bupati maupun wakil rakyat bisa menjadi penengah menyelesaikan masalah ini dan memanggil kedua belah pihak untuk duduk bersama dan di dengarkan siapa yang benar dan siapa yang salah.

    “Bupati maupun DPRD harus ingat bahwa tahun 2024 mereka akan meminta suara masyarakat tapi harusnya mereka juga mau mendengarkan jeritan masyarakat,” paparnya.

    Lanjut Harda, aksi damai yang dilakukan oleh warga Jayasari merupakan perjuangan untuk mencari keadilan, jangan sampai para pejabat Lebak tutup telinga.

    “Ingat, negara kita sudah 78 tahun merdeka jangan biarkan kembali ada penjajahan di tanah Lebak, mereka ingin hidup tenang dan senang, mereka ingin melanjutkan hidup dan menyekolahkan anak mereka agar kedepan bisa menjadi kebanggaan keluarga. Tapi jika sawah dan tanah mereka dirampas dan tidak diganti, bagaimana mereka bisa mewujudkan cita-cita mereka untuk memiliki anak dan cucu yang pintar dan dapat sekolah tinggi,” katanya.

    Harda berharap, kasus tersebut cepat diselesaikan oleh Aparat Kepolisian dengan menetapkan semua yang terlibat dan tanah yang dirampas diganti dan dikembalikan ke pemiliknya.

    “Segera tangkap semua mafia tanah di Lebak dan kembalikan tanah yang sudah dirampas ke warga,” tandasnya.

    Sejumlah warga Jayasari mengaku mendapatkan tindakan intimidasi dari berbagai pihak, seperti yang diungkapkan oleh salah satu warga Jayasari, Sanajaya saat diwawancarai wartawan.

    Ia mengaku mendapatkan banyak tekanan dari berbagai pihak setelah melakukan aksi ke Mabes Polri.

    “Sejak aksi jilid I di Jakarta, kami dihubungi banyak pihak yang mengatakan mau diganti rugi dengan sebanyak apa hingga ancaman kekerasan. Namun, kami menolak dan mengatakan biar Mabes Polri yang menyelesaikan,” jelasnya.

    Di tempat yang sama, Koordinator aksi, Rizwan mengatakan, kedatangan masyarakat Jayasari untuk mempertanyakan keberpihakan Pemkab Lebak dalam menanggapi permasalahan tambang ilegal yang ada di lokasi tersebut.

    Ia menjelaskan, 40 hektare lahan diserobot paksa untuk dijadikan tambang pasir yang mana didalamnya terdapat 29 kuburan.

    “Kami menuntut kepada pihak Pemkab Lebak untuk menutup tambang ilegal tersebut. Kami sulit sekali mendapatkan keadilan yang padahal sudah melakukan pelaporan sejak empat tahun lalu mulai ke Polsek, Polres, Polda hingga Mabes Polri agar hak masyarakat dapat dikembalikan,” tandasnya.(MYU/DZH)

  • Kasus Jayasari Uji Profesionalitas Polri

    Kasus Jayasari Uji Profesionalitas Polri

    LEBAK, BANPOS – Kasus dugaan penyerobotan tanah warga Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak yang diduga melibatkan eks Bupati Lebak, Jayabaya, memasuki babak baru.

    Pihak kepolisian beberapa waktu yang lalu telah melakukan gelar perkara terkait laporan kasus tersebut. Namun, berdasarkan informasi belum ada yang ditetapkan tersangka.

    Menanggapi hal tersebut, Aktivis Pejuang Keadilan yang juga mendampingi masyarakat Jayasari sedari awal, Harda Belly, mengatakan bahwa gelar perkara yang dilakukan kepolisian harus objektif dan tidak merugikan warga desa Jayasari yang benar-benar butuh keadilan.

    “Kasus penyerobotan tanah di desa Jayasari ini nyata. Warga yang merasakan, warga desa yang dirugikan. Apalagi hal ini diduga dilakukan oleh mantan Bupati, kepolisian harus bertindak tegas tanpa tebang pilih,” kata Harda kepada BANPOS, Minggu (10/9).

    Harda menjelaskan, kasus penyerobotan tanah di Kabupaten Lebak ini sekaligus menguji profesionalitas Polri.
    “Penyerobotan tanah ini sudah lama menjadi perhatian teman-teman, begitu alot karena mungkin warga desa melawan kekuatan besar, yaitu mantan Bupati. Sekarang tidak boleh dibiarkan, profesionalitas Polri untuk melayani masyarakat sedang diuji, masyarakat menanti ketegasan Polri dalam memberantas mafia tanah,” jelas Harda.

    Ia memaparkan, pihaknya bersama teman-teman aktivis akan terus mengawal kasus penyerobotan tanah ini sampai warga desa mendapatkan keadilan dari perlakuan tidak bertanggung jawab.

    “Kami akan terus kawal kasus penyerobotan tanah ini. Gelar perkara sudah dilakukan kepolisian, tinggal kita menunggu siapa yang akan menjadi tersangka, apakah aktor utamanya atau hanya kroni-kroninya saja. Kita tunggu dan awasi terus,” tandasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Puluhan Warga Jayasari yang menjadi korban dugaan Mafia Tanah di Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak kembali mendatangi Mabes Polri.

    Diketahui, kedatangan warga tersebut menindaklanjuti undangan yang ditujukan dari Polda Banten dengan Nomor : B/3596/IX/Res.1.10./2023/Ditreskrimum dengan perihal : Undangan Gelar Perkara Khusus.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, Sebanyak 30 orang warga datang ke Mabes Polri menggunakan Bus. Pada gelar perkara tersebut dipaparkan tindak lanjut dari persoalan mafia tanah yang ada, bahwa dalam waktu dekat akan ada penetapan tersangka.(MYU/DZH/PBN)

  • Masyarakat Jayasari-Lebak Gerudug Mabes Polri, Adukan Permasalahan Mafia Tanah

    Masyarakat Jayasari-Lebak Gerudug Mabes Polri, Adukan Permasalahan Mafia Tanah

    JAKARTA, BANPOS – Ratusan masyarakat Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak menggelar aksi demonstrasi di Mabes Polri.

    Diketahui, aksi yang dilakukan sejak Rabu (16/8) siang tersebut menuntut Presiden, Menkopolhukam hingga Kapolri untuk mengusut tuntas permasalahan Mafia Tanah yang ada di Jayasari, Lebak.

    “Kita datang tanpa bayaran, ini suara rakyat. Di momentum kemerdekaan ini kita sampaikan bahwa masyarakat Lebak belum merdeka,” kata Koordinator Aksi, Harda Belly, dalam orasinya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, puluhan ibu-ibu membawa anaknya saat menggelar aksi, dengan menggelar spanduk sebagai alasnya di depan Mabes Polri.

    Hingga berita ini ditulis, diketahui massa aksi akan bermalam di lokasi aksi hingga tuntutan mereka dapat diterima oleh Kapolri. (MYU/DZH)