Tag: Jokowi 3 Periode

  • Prabowo Happy Setiap Habis Ketemu Jokowi

    Prabowo Happy Setiap Habis Ketemu Jokowi

    JAKARTA, BANPOS – Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto menjadi salah satu menteri yang paling sering bertemu Presiden Jokowi. Ketua Umum Gerindra itu pun mukanya selalu happy setiap habis ketemu Jokowi.

    Fakta itu diungkapkan Sekretaris Jenderal Gerindra, Ahmad Muzani ketika ditanya mengenai isi pertemuan Prabowo dan Jokowi di Istana Negara, Senin (10/7).

    Mula-mula, Muzani mengatakan, Prabowo selalu semringah ketika ditanya isi pertemuannya dengan Jokowi. “Setiap kali saya tanya, bicara politik nggak, Pak? Pengen tahu saja lu. Nadanya semringah gitu,” kata Muzani di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

    Muzani kemudian, membocorkan isi pembahasan Prabowo dan Jokowi setiap bertemu. Menurut Muzani, sebagai Menhan, Prabowo tentu melaporkan kinerja kementerian yang dipimpinnya. Namun, dia tak menampik, keduanya juga membicarakan politik lantaran Prabowo merupakan bakal Capres.

    “Pak Prabowo beberapa kali saya tanya, kemudian ya beliau ngomong santai saja, bicara politik, gitu-gitu. Dari nada ngomongnya sih Pak Prabowo semringah,” ungkap Wakil Ketua MPR itu.

    Menurut Muzani, wajar apabila Jokowi rajin memanggil Prabowo. Sebab, Jokowi sangat peduli terhadap keamanan regional, kemampuan, serta kekuatan pertahanan Indonesia.

    Akhir-akhir ini, kata dia, keduanya juga kerap mendiskusikan permasalahan di Papua. “Itulah yang menyebabkan intensitas Pak Prabowo agak sering bertemu dengan Jokowi,” tukas Muzani.

    Hal senada dikatakan Wakil Ketua Umum Gerindra, Habiburokhman. Menurut dia, Prabowo dan Jokowi sangat bestie alias teman dekat.

    Dia meyakini, pertemuan Prabowo dan Jokowi untuk saling mendukung dan update informasi. “Jadi kalau bestie itu ada kejadian-kejadian apa saling update, saling menginformasi, dan saling support. Itu yang kita tangkap dari hubungan baik beliau berdua ini,” ujar Habiburokhman.

    Anggota Komisi III DPR itu menjelaskan, jika sepasang sahabat bertemu, maka mereka biasanya berbicara serius saat makan siang. Soal materi obrolan, dia meyakini bahas kebangsaan.

    “Soal bagaimana bangsa saat ini dan ke depan, baik sebagai Menteri pertahanan atau sebagai sahabat,” tuturnya.
    Lalu apa kata pengamat soal kedekatan Prabowo dengan Jokowi? Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar
    Indonesia, Ujang Komarudin melihat, adanya informasi positif yang dibagikan Jokowi kepada Prabowo. Makanya Prabowo selalu semringah setiap habis bertemu Kepala Negara.

    “Bukan cuma urusan negara karena Prabowo Menteri pertahanan, mungkin juga kabar baik persoalan Pilpres karena Prabowo kan Capres,” tukas Ujang Komarudin kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

    Selain itu, Ujang melihat, Jokowi sedang nyaman dengan Prabowo. Karena itu, tidak heran jika Jokowi sering bertemu Jokowi. (RMID)

  • Wacana Penundaan Pemilu Atau Presiden 3 Periode: Ditutup Mahfud, Eh Dibuka Luhut

    Wacana Penundaan Pemilu Atau Presiden 3 Periode: Ditutup Mahfud, Eh Dibuka Luhut

    JAKARTA, BANPOS – Wacana penundaan Pemilu 2024 atau Presiden 3 periode yang sudah ditutup oleh Menko Polhukam Mahfud MD, kembali dibuka oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut Luhut, wacana itu merupakan aspirasi rakyat.

    Luhut membuka pembicaraan soal penundaan pemilu ini, di podcast Deddy Corbuzier, kemarin. Pensiunan Jenderal TNI ini mesem-mesem, saat Deddy langsung mengorek wacana presiden 3 periode sejak menit pertama. “Sebenarnya memungkinkan tidak?” tanya Deddy.

    Luhut menjawab santai. Menurutnya, mungkin atau tidak mungkin, tergantung MPR. Wacana apapun yang kini berkembang di publik, termasuk penundaan pemilu, itu bagian dari demokrasi.

    “Ada hastag turunkan Jokowi, so what? Ya udah,” ucap Luhut dengan mengangkat bahu dan menggelengkan kepala. “Terus ada yang bilang, sekarang Jokowi perpanjang, ya udah,” lanjutnya.

    Bagi Luhut, pernyataan terakhir Presiden Jokowi sudah jelas. Yakni, taat konstitusi. Bahwa konstitusi saat ini mengatur dua periode, maka Jokowi taat dua periode.

    Tapi, kalau tiba-tiba MPR sepakat mengubah konstitusi, untuk memperpanjang masa jabatan presiden, maka menurutnya, itu juga sah-sah saja. “Ya udah kita tunda dulu (pemilu) deh, satu hari, atau setahun, dua tahun atau tiga tahun, itu sah-sah saja,” terang Luhut, mengumpamakan.

    Kemudian Luhut bicara data. Kata dia, dari big data yang menghimpun percakapan 110 juta masyarakat di sosial media, menunjukkan opini kelompok menengah ke bawah saat ini kepingin tenang. Dia tidak mau lagi fenomena kampret versus cebong terulang. Banyak juga yang tidak setuju, jika Pemilu menghabiskan anggaran ratusan triliun di kondisi sulit saat ini.

    “Nah, itu yang rakyat omong,” ungkapnya. Rakyat yang ngomong ini, sebut Luhut, tidak cuma tersebar di partai pendukung penundaan pemilu, tapi juga partai yang selama ini konsisten menolak penundaan pemilu. Seperti PDIP, Gerindra, Demokrat dan lainnya.

    Jika aspirasi ini terus meluas, dan direspons oleh MPR, maka tidak menutup kemungkinan aturan masa jabatan akan diubah lewat amandemen konstitusi. “Konstitusi yang dibikin itu yang harus ditaati presiden. Konstitusi yang memerintahkan presiden, siapa pun presidennya,” tegas Luhut.

    Bagaimana tanggapan PDIP? Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto tersenyum, mendengar klaim big data Luhut itu. Menurutnya, konstituen PDIP berbeda dengan partai lain. Hingga saat ini, pihaknya tetap konsisten menolak penundaan pemilu.

    “Pemilih PDIP itu berdisiplin pada pimpinan dan membangun kultur partai atas tradisi politik ideologis yang ditanamkan Ibu Ketua Umum dan dibangun kesadarannya melalui kaderisasi Partai. Jadi, yang ditaati anggota PDIP itu arahan Ketua Umum Partai, bukan big data,” kata Hasto, saat dikonfirmasi Rakyat Merdeka tadi malam.

    Lalu bagaimana tanggapan Demokrat? Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat, Andi Arief mengatakan, klaim Luhut bertolak belakang dengan survei internal partainya. Karena mayoritas pemilih Demokrat menghendaki adanya Pemilu di 2024. “Jadi kita mempertanyakan survey versi Pak Luhut,” kata Andi Arief, kemarin.

    Kalaupun benar ada survei berbeda versi Luhut, lanjutnya, bagi Partai Demokrat, keinginan itu tidak boleh diikuti. “Tetapi harus diedukasi dan diingatkan dalam proses sejarah,” terangnya.

    Tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap kinerja Presiden Jokowi saat ini, nilainya, tidak bisa dijadikan patokan untuk memperpanjang masa jabatan. Karena ketika SBY menjabat presiden, tingkat kepuasan masyarakat juga tinggi, mencapai 74 persen di 2013. Tapi, tidak lantas ada keinginan untuk memperpanjang masa jabatan.

    “Apakah saat itu ada keinginan rakyat memperpanjang jabatan SBY? Menurut survey kami, ada. Tapi, tidak kita publikasi dan menjadi kapitalisasi untuk modal SBY mencalonkan 3 periode. Kami cegah, bahkan kami tutup semua diskusi terhadap isu yang mengancam demokrasi, yang ingin memperpanjang jabatan SBY,” imbuhnya.

    Pakar komunikasi politik, Lely Arrianie menilai wacana perpanjangan masa jabatan presiden hanyalah kegenitan politik elit. Tidak punya signifikansi apapun terhadap selesainya masa jabatan Presiden Jokowi di tahun 2024. Apalagi wacana itu hanya digulirkan oleh elit yang bukan bagian dari partai pendukung utama pemerintah.

    Dia mencontohkan, PDIP. Selaku partai pengusung utama pemerintah, PDIP tidak rela masa jabatan presiden Jokowi diperpanjang.

    “Karena PDIP sudah cukup legowo menunggu Pak Jokowi selama 10 tahun. Dan ingin menggilir peran kepemimpinan itu kepada kader PDIP yang lain, khususnya mengembalikannya kepada trah Soekarno,” kata Lely, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

    Sehingga, nilainya, sangat tidak mungkin PDIP selaku pemilik kursi mayoritas di parlemen saat ini mau menginiasi perubahan konstitusi di MPR untuk memperpanjang masa jabatan presiden. “Berpikir politik logis adalah cara untuk menjawab pernyataan Jokowi yang dinilai abu-abu itu,” lanjutnya.

    Peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Siti Zuhro meminta, polemik penundaan pemilu ini disudahi. Karena, selain bikin gaduh, juga bisa menimbulkan resistensi dan ketidakpercayaan publik kepada presiden. “Karena masih mengesankan tak mampu menghentikan statement pembantunya,” kata Siti, dalam obrolan tadi malam.

    Ia menambahkan, presiden sebagai pemegang otoritas tertinggi di bidang eksekutif, harus bisa menjamin pemerintahan berjalan secara efektif. Para pembantunya, harap Wiwiek, sapaan akrabnya, harus menghormati dan menaati pernyataan yang disampaikan presiden.

    (SAR/ENK/RMID)