LEBAK, BANPOS – Keputusan penerapan sekolah 5 hari untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) menuai pro dan kontra di masyarakat. Kebijakan itu tertuang dalam SK Kepala Dindik Kabupaten Lebak Nomor: 800/670-Disdik/Kab./VI/2023.
Salah seorang wali siswa di salah satu SD di Lebak, Yanti, mengaku jika dirinya belum paham betul dengan penerapan kebijakan tersebut. Maka dari itu, ia meminta agar kebijakan itu dijelaskan dulu kepada setiap orang tua siswa.
“Kalau sekolah lima hari berarti belajarnya full day dong sampai sore. Makanya nanti saya mau minta ke pihak sekolah, untuk menjelaskan kepada para orang tua, nanti makan siangnya gimana. Apalagi anak saya ada beberapa les di luar, pasti terganggu,” ungkapnya, Senin (7/8).
Wali siswa lainnya, Saepudin, mengatakan bahwa pihak sekolah atau Dinas Pendidikan sebaiknya mempertimbangkan dahulu terkait kesiapan para siswa dan juga fasilitas penunjangnya, dalam penerapan kebijakan itu.
“Jika sekolah akan menerapkan, tentu pertimbangkan dulu sarana prasarana sekolah seperti WC, mushala atau masjid, kantin dan lainnya. Termasuk kultur lokal. Ingat di Lebak ini banyak siswa yang sekolah agama atau Diniyah. Apalagi anak saya sorenya harus belajar Diniyah dan ngaji iqra,” kata Saepudin.
Sementara salah seorang guru di SDIT Mathla’ul Anwar di Malingping, Ratu Fatma Pudiawati, membenarkan bahwa di sekolahnya sudah menerapkan kebijakan lima hari sekolah sejak awal tahun ajaran baru.
“Kalau di SDIT kita sudah sejak tahun ajaran ini diterapkan 5 hari sekolah. Itu sudah dibicarakan dan disepakati dengan semua wali siswa juga. Siswa tidak pulang sore, karena jam 13.30 siswa sudah beres belajar, paling kita para guru sampai jam 15.00. Dan kalau di SDIT, pelajaran agamanya sudah padat termasuk kegiatan ekstra lainnya,” terangnya.
Kepala SDN Negeri Bejod Wanasalam, Hida Nurhidayat, menyebut bahwa penerapan sekolah 5 hari itu hanya menambah jam pelajaran saja. Namun tentu, penerapan itu tergantung kesepakatan para wali siswa.
“Sebenarnya cuma hanya menambah jam pelajaran, untuk tingkat SD jam pelajaran hanya ditambah sesuai pembagian kewajiban pelajaran, dan itupun sesuai jenjang pendidikan. Tentunya untuk kelas 1 dan kelas 6 SD akan berbeda. Dan untuk saat ini masih opsional, ada yang sudah menerapkan dan ada juga yang belum, tergantung musyawarah dengan orang tua siswa. Hanya memang, yang tetap menerapkan 6 hari sekolah harus laporan ke dinas,” ujar Hida.
Terpisah, Sekretaris Dinas (Sekdis) Pendidikan Kabupaten Lebak, Maman Suryaman, kepada BANPOS membenarkan terkait akan ada penerapan 5 hari sekolah untuk SD. Namun, hal itu tentunya masih opsional dan penerapannya tergantung kesepakatan dengan para orang tua siswa.
“Terkait itu memang benar akan diterapkan, di beberapa sekolah SD dan SMP sudah berjalan. Tetapi penerapan itu masih pilihan opsional yang tentunya harus disepakati semua wali siswa. Jadi, jika wali siswa tidak setuju 5 hari, ya tetap sekolah itu normal 6 hari seperti biasa, jadi tidak patokan wajib,” ungkapnya.
Saat ditanya soal waktu belajar dalam penerapan 5 hari itu termasuk kewajiban tugas guru. Maman menjelaskan bahwa untuk siswa hanya ada tambahan waktu pelajaran, sedangkan bagi guru sekolah, tetap wajib memenuhi jam kerja ASN dalam hitungan per Minggu.
“Kalau diukur dengan waktu jam pelajaran mulai jam 8.00 pagi, siswa bisa pulang pada jam 13.00 tidak full day. Sehingga ini tidak mengurangi hak anak dalam pembelajaran di Madrasah Diniyah. Jadi sesuai Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, jika di lihat di pasal 10 dan 11 untuk sekolah 5 hari itu tetap tidak mengurangi beban waktu antara 200 sampai 245 per tahun. Namun untuk gurunya tetap pulang sore, yaitu jam 15.00 sampai 15.30, karena untuk yang ASN disesuaikan dengan beban waktu kerja per minggunya,” terangnya. (WDO/DZH)