JAKARTA, BANPOS – Beberapa ketua umum parpol tidak bebas menentukan pilihan. Karena, “kartu truf” mereka dipegang pihak tertentu. Akibatnya, para ketum tersebut tak bebas menentukan pilihannya.
Pernyataan Hasto ini terkait dengan terpilihnya Gibran sebagai cawapres Prabowo.
Pernyataan mengejutkan tersebut disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Hasto mengaku mendengar soal “kartu truf” tersebut dari ketua umum parpol.
“Kartu truf” hanya salah satu dari “peluru” yang ditembakkan PDIP. Banyak peluru lainnya yang sudah ditembakkan yang kian memanaskan suhu politik. Kartu truf adalah kartu yang sangat penting, yang bisa menentukan menang atau kalah.
Seperti satu napas, bakal calon wakil presiden Mahfud MD, juga mengatakan hal senada saat diwawancarai CNN Indonesia yang ditayangkan Selasa (31/10).
Mengembalikan citra hukum di negeri ini, kata Mahfud, cukup sulit. Karena, salah satu syaratnya membutuhkan kepemimpinan yang bersih, tidak kolutif, berani, serta tidak tersandera.
Apakah pernyataan itu menyiratkan adanya pemimpin yang tersandera kasus korupsi? Apakah ada pemimpin yang tidak bebas menentukan pilihan karena ada kepentingan untuk menyelamatkan diri? Apakah “kartu truf” itu ada di semua parpol dan pimpinan parpol?
Setahun lalu, ada istilah menarik yang menduga adanya politisi yang menjadi “pasien rawat jalan lembaga hukum seperti KPK dan Kejaksaan Agung”.
Apakah istilah ini memiliki benang merah dengan pernyataan Hasto dan Mahfud? Jawabannya tentu tidak sederhana. Seperti biasa, ada pro kontra. Ada yang mengatakan iya, ada yang mengatakan tidak. Beberapa petinggi parpol juga sudah membantah pernyataan Hasto.
Bagi rakyat, harapannya sederhana saja: bangsa ini tidak dibangun di atas fondasi yang keropos dan lemah. Tidak dibangun sembari “bermain kartu”. Tidak pula dibangun segelintir elite yang saling kunci serta saling sandera yang dilatari kasus-kasus korupsi.
Kalau ini terjadi, maka bangsa ini akan berjalan di atas haluan kepentingan yang sangat personal. Hitam putihnya bangsa ini hanya ditentukan segelintir orang yang saling menyadera dengan kepentingan pribadi masing-masing. Bukan untuk kepentingan rakyat.
Kita berharap, bangsa ini membangun budaya serta rel peradaban politik yang baik dan luhur. Bukan karena permainan kartu atau kepentingan segelintir elite.
Karena, dengan mata air peradaban politik yang baik, maka kejernihan akan mengalir sampai ke jantung pemerintahan. Akan menyirami sendi-sendi kehidupan rakyat.
Dengan demikian, akan lahir kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Bukan kebijakan dangkal yang mengatasnamakan rakyat, tapi sesungguhnya menopang kepentingan segelintir orang.
Karena itu, penting untuk mengingat kembali: kalau “gajah bertarung melawan gajah, maka pelanduk mati di tengah-tengah”.
Ini perlu dihindari dan dicegah. Jangan sampai terjadi. Akan sangat berbahaya dan mengkhawatirkan. Apalagi “para pelanduk” tak punya kartu truf.
Rakyat hanya punya harapan. Kepada para pemimpin yang memikirkan rakyat, bangsa dan negara. Bukan yang bermain kartu.(RMID).
Berita Ini Telah Tayang di RMID https://rm.id/baca-berita/vox-populi/195179/kartu-truf-para-pelanduk/2.