Tag: Kecamatan Walantaka

  • KKM Uniba se-Kecamatan Walantaka Gelar Penyuluhan Hukum Soal KDRT 

    KKM Uniba se-Kecamatan Walantaka Gelar Penyuluhan Hukum Soal KDRT 

    SERANG, BANPOS – Sebanyak empat kelompok Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) Universitas Bina Bangsa (Uniba) se-Kecamatan Walantaka menggelar kegiatan seminar penyuluhan hukum yang dilaksanakan di Aula Kecamatan Walantaka, Rabu (9/8). Kegiatan penyuluhan hukum ini berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan dampak psikologis bagi korban.
     
    Koordinator DPL Kecamatan, Wahyu Wiguna, mengungkapkan bahwa kegiatan ini sengaja dilaksanakan dengan tema KDRT atas usulan dari masyarakat. Ia berharap, dengan dilaksanakannya penyuluhan ini, masyarakat semakin paham tentang KDRT.
     
    “Dengan adanya seminar ini, diharapkan masyarakat semakin paham tentang ap aitu KDRT, apa yang akan terjadi ketika melakukan KDRT, undang-undangnya jelas. Kemudian hukumnya juga jelas dan diusahakan jangan sampai terjadi,” ungkapnya. 
     
    Ia menyampaikan, kegiatan ini menghadirkan narasumber yang ahli dalam bidang hukum dan psikolog. Hal ini ditujukan untuk mempertegas tentang undang-undang KDRT dan sejauh mana hukuman terhadap pelaku-pelaku yang melakukan KDRT. 
     
    “Kemudian dilanjutkan dengan psikolog (mengedukasi) apabila terjadi KDRT maka apa yang harus dilakukan, diberikan contoh seperti tetangga harus peduli, masyarakat harus peduli dan jangan sampai dibiarkan adanya menimbulkan korban dari hal-hal yang tidak diinginkan,” tandasnya.

    Koordinator Pelaksana kegiatan, Anis Fachruri, mengatakan bahwa kegiatan seminar ini merupakan gabungan dari empat kelompok KKM yang berada di Kecamatan Walantaka dengan mengundang perwakilan kelurahan antara lain Kelurahan Tegalsari, Pengampelan, Pabuaran dan Lebakwangi. 
     
    “Dari kegiatan ini, para mahasiswa berharap agar masyarakat bisa bersama-sama mencegah dan dapat mengimplementasikan ‘stop kasus KDRT’,” ucapnya.
     
    Sekretaris Kecamatan Walantaka, Mahfud, mengaku pihaknya menyambut baik adanya seminar penyuluhan hukum yang dilatarbelakangi maraknya kasus kekerasan dalam pemberitaan. Ia juga mengapresiasi para mahasiswa yang sudah berinisiatif membantu mengedukasi warga terkait dengan KDRT. 
     
    “Terkait seminar tentang KDRT ini, Kecamatan Walantaka menyambut baik dengan adanya acara mahasiswa seperti ini. Inginnya dari 14 kelurahan se-Kecamatan Walantaka ini diundang, ternyata hanya kelurahan yang ditempati oleh mahasiswa yang sedang KKM saja, dari RT, kader, dan harapannya tentunya sangat positif, membantu supaya masyarakat teredukasi,” katanya.
     
    Dalam penyampaiannya, Lawyer, Legal Spesialis pada Law Office Lembaga Bantuan Hukum Tajusa Azhari, Rendi, mengakui bahwa masyarakat sangat antusias menyambut materi yang disampaikan. Diakui olehnya, masyarakat banyak mengerti dan sadar terkait adanya pelanggaran-pelanggaran serta sanksi yang luar biasa atas perilaku berkaitan dengan KDRT. 
     
    “Harapan kami, masyarakat lebih sadar dan lebih mengerti dan menghindari perilaku KDRT. Salah satunya bisa dihindari dengan didasarkan oleh agama dan kepercayaan agar tetap harmonis dalam menjalankan rumah tangga, sehingga dapat menghindari perselisihan yang mengakibatkan KDRT,” terangnya.
     
    Hal yang sama diakui oleh Agung Prabowo Wisnubroto, Psikolog yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut. Ia mengatakan, respon masyarakat cukup bagus, karena mereka memiliki keingintahuan untuk terlibat dalam mencegah KDRT, paling tidak masyarakat itu bisa melakukan upaya secara mandiri untuk merespon tingginya angka kekerasan dan tingginya konflik dalam rumah tangga.
     
    “Tentu akan lebih bagus apabila ada tindak lanjut dari kegiatan kali ini, misal semua elemen bisa merespon agar (Walantaka) bebas KDRT, bisa bebas kekerasa terhadap anak. Sehingga seluruh komponen itu bisa terlibat dan tentu semoga yang hadir ini bisa juga menjadi salah satu agen perubahan dari desa lainnya,” tuturnya.
     
    Dari kegiatan tersebut, Agung mengharapkan adanya satu layanan khusus yang disediakan baik oleh desa maupun kecamatan untuk merespon situasi atau saat terjadinya kasus dalam rumah tangga seperti kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap Perempuan. 
     
    “Lebih jauhn lagi harapannya adalah terciptanya kampung yang lebih ramah untuk semuanya, ramah untuk perempuan dan untuk anak,” tandasnya. (CR-01/ENK)

  • Pedagang Sembako Di Walantaka Dibobol Maling, Puluhan Juta Raib

    Pedagang Sembako Di Walantaka Dibobol Maling, Puluhan Juta Raib

    SERANG, BANPOS – Sejumlah warga di Kampung Cimareng, Kelurahan Lebakwangi, Kecamatan Walantaka kehilangan puluhan juta uang tunai diduga dicuri oleh seorang anak berinisial R (14).

    Salah satu korban, Patmawati (33) warga RT 01 RW 05, mengaku kehilangan uang tunai secara terus menerus. Hal itupun membuat ia dan suami sering cek-cok, karena total uang Rp60 juta raib dalam kurun waktu kurang lebih sebulan.

    Atas kejadian tersebut, ia pun melapor ke Polsek Walantaka pada Sabtu, 2 April 2023 dengan Nomor: LP/B/3IV/2023/SPKT/POLSEK WALANTAKA/POLRES SERANG KOTA/POLDA BANTEN. Meski sudah mengantongi terduga pelaku, namun hingga saat ini pihak kepolisian masih belum melakukan tindaklanjut dari pelaporan tersebut.

    Pasalnya, R yang sudah mengakui perbuatannya, saat ini menghilang tanpa jejak. Walaupun sebelumnya di hari pelaporan, R dibawa ke Polsek Walantaka disertai dengan barang bukti.

    Berdasarkan informasi, diduga ada campur tangan aparatur pemerintah kelurahan Nyapah, Armala atau Mala, yang mengaku ingin membantu menyelesaikan kasus tersebut. Sebab, Mala menyampaikan akan menyelesaikan kasus hingga pelaku dihukum, namun ia seolah ingin melindungi pelaku yang kini tidak ada di kediamannya.

    “Setiap hari uang simpanan di rumah hilang terus menerus, bahkan yang terakhir sehari tigakali hilang uang sampai Rp6 juta,” ungkap Patmawati, yang sehari-harinya berjualan di toko sembako.

    Menurutnya, jarak antara rumah dan toko hanya 10 meter. Namun, ia tidak menduga bahwa pelaku melancarkan aksi ketika dirinya sedang tidak ada di rumah dengan cara memanjat atap atau genting rumah.

    Awalnya ia mengaku heran, ketika genting rumah yang seringkali rusak meski sudah diperbaiki. Suatu saat, ia menyadari bahwa ada jejak telapak tangan dan telapak kaki di sekitar dinding pada area genting yang rusak.

    “Kami sudah emosi, karena mau belanja uangnya enggak ada. Padahal uang itu kita taruh terpisah di beberapa dompet, dan semuanya selalu berkurang,” ucapnya.

    Awalnya, ia mengaku tidak mencurigai keberadaan anak kelas 6 SD tersebut, mengingat R sehari-harinya selalu mengikuti kegiatan Patmawati. Namun, seorang tetangga mengingatkan dirinya bahwa anak tersebut seringkali mencuri dan meminta dirinya untuk berhati-hati.

    “Saya enggak curiga sama sekali, namanya anak kecil. Dia juga selalu ngikutin kegiatan saya, tapi memang ada yang mengingatkan untuk hati-hati, ternyata rumah saya sendiri yang kena (dicuri),” terangnya.

    Patmawati mengatakan dirinya sering bercakap dengan R bahkan memberi uang untuk jajan. Namun, ia kemudian menyadari bahwa keberadaan anak tersebut memantau aktivitasnya dan ketika dia lengah, maka R melangsungkan aksinya mengambil uang yang jumlahnya tidak sedikit.

    “Sering melihat dia (R), bolak-balik ke toko, kadang nanya juga itu di toko ada siapa saja. Saya mulai curiga ketika malam hari tepatnya bedug magrib, dia nongkrong di dekat kuburan disaat anak lain pada pulang,” katanya.

    Ditengah kalutnya hubungan dengan sang suami, ia kemudian diberitahu oleh seorang anak kecil yang juga sering bermain di sekitar rumahnya, bahwa R masuk ke rumahnya melalui genting.

    Patmawati menegaskan kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus yang menimpanya dan sejumlah korban lainnya. Karena ia tidak menginginkan hal itu terulang kembali, terlebih ada jatuh korban senasib dengan dirinya.

    “Sudah dilaporkan, sampai sekarang sedang menunggu proses, pengennya pelaku dikasih efek jera kalau bisa sampai di penjara juga, karena korbannya sudah banyak. Bahkan bapaknya saja sudah menyerah dan menyatakan bahwa anaknya sangat nakal,” tandasnya.

    Saat dikonfirmasi, salah satu aparatur pemerintah Kelurahan Nyapah, Mala, mengakui bahwa dirinya akan menyelesaikan kasus tersebut bersama keluarga. Namun saat ini dirinya masih dalam perjalanan dan akan diselesaikan dengan keluarga.

    “Saya lagi di tol, nanti diselesaikan dengan keluarga cuma saya masih ada giat belum pulang ke rumah. Saya juga sama saja orang media, gini aja, nanti aja saya malam ini mau pulang dan mau ngobrol juga dengan pihak keluarga,” katanya. (MUF)

  • Alun-alun Walantaka Jadi Tempat Pesta Miras

    Alun-alun Walantaka Jadi Tempat Pesta Miras

    SERANG, BANPOS – Alun-alun Kecamatan Walantaka semakin tidak terurus. Masyarakat sekitar dan pengunjung keluhkan fasilitas di alun-alun yang semakin menghawatirkan. Bahkan, diduga kuat Alun-alun yang berada di belakang SMPN 8 Kota Serang ini kerap dijadikan lokasi mabuk-mabukan oleh sekelompok orang.

    Seorang pengunjung Alun-alun Walantaka, Fuji (56), mengatakan keadaan fasilitas di Alun-alun Walantaka yang seperti kamar mandi sudah tidak layak digunakan. “Kamar mandi disini kondisinya sudah tidak layak digunakan, airnya juga tidak ada,” ungkapnya.

    Fuji juga mengatakan, awalnya di Alun-alun ini sudah adanya penerangan di sekitaran lokasi. Ia bercerita jika sebelumnya terdapat lampu penerangannya. Akan tetapi ia menduga ada oknum yang tidak bertanggung jawab yang merusak fasilitas yang ada.

    “Kalau sekarang, kondisinya kalau malam gelap, karena sekarang tidak ada penerangan di sekitar alun-alun. Ditambah lagi karena tidak adanya pengelola yang menjaga, jadi dipakai orang-orang untuk mabuk-mabukan. Jadi, kalau pagi sering ada bekas botol minuman keras,” ungkapnya.

    Semestinya, Alun-alun sebagai lapangan terbuka luas dan rapih, dengan suasana yang bersih serta dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan masyarakat dalam beraktifitas. Akan tetapi hal itu tidak terlihat di Alun-alun Walantaka.

    Berdasarkan pantauan BANPOS di lapangan, kondisi alun-alun di Kecamatan Walantaka semakin mengkhawatirkan. Pasalnya, alun-alun di Walantaka sangat tidak terurus.

    Seorang warga Komplek Taman Pipitan Indah, Joko (56) mengatakan fasilitas di alun-alun kecamatan walantaka ini dipergunakan untuk aktifitas masyarakat baik untuk olahraga dan sebagai tempat bermain anak. Namun sayangnya masih kurang dari segi perawatan.

    “Biasanya disini digunakan untuk olahraga dan tempat bermain anak. Tetapi, fasilitas disini kurang terawat. Paling hanya sekedar dipotongi rumputnya,” Katanya, kemarin.

    “Bahkan fasilitas lainnya juga seperti kamar mandi sampai saat ini belum adanya perbaikan,” tambahnya.

    Pengunjung lainnya Iis Nirmala (58) juga mengatakan, keadaan alun-alun ini tidak terawat, serta kurangnya fasilitas. Ia menambahkan jika keadaan sekarang sangat jauh berbeda dari saat pertama pembangunan.

    “Keadaannya kurang terawat, banyak rumput yang tinggi-tinggi juga. Kalau malam gelap, soalnya tidak adanya penerangan. Ditambah kalau mau ada kegiatan, disini juga belum adanya semacam pendopo untuk berteduh,” ucapnya.

    Masyarakat di sekitar Alun-alun Kecamatan Walantaka berharap, alun-alun ini ditata dan diperbaiki. Masyarakat juga inginkan adanya penjaga yang bertugas untuk menjaga alun-alun di Kecamatan Walantaka tersebut. (MG-02/AZM)

  • Kelurahan Kepuren Gencarkan Pembangunan Infrastruktur

    Kelurahan Kepuren Gencarkan Pembangunan Infrastruktur

    WALANTAKA, BANPOS- Mempersiapkan generasi bangsa harus dimulai sejak dini, mulai dari berbagai tingkatan dari PAUD, SD dan dilanjutkan ke jenjang selanjutnya yang lebih tinggi lagi. Pada masa PAUD inilah anak memasuki generasi emas, yang harus dikembangkan sedemikian rupa minat dan bakatnya.

    Kelurahan Kepuren memiliki 5 PAUD yang hingga kini masih beroperasi dengan lancar. Ditengah masa pandemi Covid-19, tenaga pendidik dituntut untuk dapat memberikan pembelajaran melalui dalam jaringan (daring).

    Perjuangan dalam mendidik tidak dapat dibayar dengan murah, sehingga pihak kelurahan sangat berkeinginan untuk dapat menyejahterakan guru-guru yang sudah berjasa dalam mendidik anak-anak didiknya. Walaupun tidak bisa secara instan, namun hal ini terus diupayakan agar pejuang pendidikan mendapatkan angin segar.

    “Kami berharap, walaupun kita sedang menghadapi pandemi, kita siasati dengan pembelajaran daring. Adapun tatap muka pun harus sesuai dengan anjuran pemerintah,” ungkap Lurah Kepuren, Subhan.

    Ia mengatakan, di usia anak-anak pada tingkat PAUD ini diharapkan dapat mengenal tata cara pembelajaran agar siap menghadapi pendidikan yang lebih tinggi. Diakui olehnya, saat ini di Kelurahan tidak ada anggaran untuk honor tenaga pendidik PAUD.

    “Tetapi, agar lebih semangat, kami akan memperjuangkan untuk mendapatkan perhatian yang lebih bagi pendidik di PAUD,” tuturnya.

    Sejauh ini, ia melihat para tenaga pendidik ini bersemangat dalam menjalankan tugasnya. Meskipun memang belum ada honor dari Kelurahan.

    “Selanjutnya kami berharap dari pemerintah juga bisa memberikan fasilitas yang lebih baik,” terangnya.

    Di sisi lain, Kepuren juga terus menggencarkan pembangunan infrastruktur jalan. Bertepatan pada bulan Ramadhan yang lalu, pihaknya bersama DPUTR telah melakukan pembangunan dan pemeliharaan jalan di lingkungan Kepuren RT 01 dan Simanis RT 22.

    “Sepanjang 400 meter. Alhamdulillah dengan adanya pembangunan tersebut, masyarakat kami merasa bahagia. Karena sarana dan prasarana jalan ini merupakan pokok untuk membantu kegiatan sehari-hari,” jelasnya.

    Aktivitas semakin lancar dan mudah, secara tidak langsung meningkatkan ekonomi masyarakat. Karena mayoritas di lingkungan Kepuren dan penangkang berprofesi sebagai pedagang.

    “Dengan akses yang sudah dibangun ini secara tidak langsung mendukung aktivitas warga,” katanya.

    Dalam waktu dekat, apabila terealisasi, pihaknya akan melakukan pembangunan penerangan jalan umum (PJU) di wilayah yang dianggap membutuhkan penerangan. Walaupun tidak melalui dinas perhubungan, melainkan ada pihak swasta yang bergerak untuk memberikan bantuan pembangunan PJU.

    “Kami sudah sounding kepada pemerintah terkait hal ini, dan pemerintah pun mendukung dengan kegiatan ini, semoga diberi kelancaran,” ujarnya.

    Terlebih, pembangunan PJU ini dilakukan di titik-titik yang dianggap membutuhkan. Diantaranya pemakaman umum, akses poros kelurahan dan lainnya.

    “InsyaAllah kedepan akan dilakukan pembangunan pemagaran lahan pemakaman. Tujuan diantaranya yaitu memperindah dan menjaga aset tanah wakaf,” ucapnya.

    Bersama-sama dengan warga, pihaknya telah melakukan pembangunan infrastruktur jalan, kantor Posyandu, rehab PAUD dan pembangunan jalan paving blok sampai drainase.

    “Kami berharap pembangunan yang belum ada diantaranya fasilitas olahraga, lapangan. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa di Kepuren belum memiliki lapangan khusus, adapun lapangan yang berada di dekat sawah, apabila hujan tidak dapat digunakan,” jelasnya.

    Hal itu tentu untuk memotivasi warga dalam berolahraga. Khususnya bagi para pemuda yang hobi berolahraga, apabila sudah difasilitasi oleh pemerintah, maka tidak akan sungkan untuk memberikan loyalitasnya sebagai warga.

    “Jadi seandainya ada perlombaan futsal dan olahraga lainnya, warga kepuren bisa mengikuti dan berlatih di fasilitas olahraga yang yang kami ajukan,” tandasnya. (MG-02)

  • Jatuh Miskin, Oknum Warga Blokir Jalan dan Minta Negara Ganti Rugi

    Jatuh Miskin, Oknum Warga Blokir Jalan dan Minta Negara Ganti Rugi

    WALANTAKA, BANPOS – Seorang warga di Kampung Cibogo Timur, Kelurahan Nyapah, Kecamatan Walantaka menutup akses jalan di beberapa titik di kampung tersebut. Ia mengklaim bahwa jalan yang sudah 20 tahun lebih digunakan sebagai akses jalan warga setempat, merupakan tanah miliknya.

    “Ini bukan jalan umum, tapi jalan pribadi. Semenjak 94 itu saya bikin pribadi. Surat-suratnya ada saya beli dari 5 orang, Narisa, Sawi, Siti, Manab, Jasudin,” ujar pria yang mengklaim tanah tersebut, Madsari, saat ditemui di kediamannya, Selasa (15/9).

    Madsari mengakui bahwa memang dirinya mempersilahkan tanah miliknya digunakan sebagai jalan warga. Namun saat itu, ia sedang dalam kondisi ekonomi yang berkecukupan. Berbeda dengan sekarang yang sedang jatuh.

    “Karena dulu tahun 1996 saya lagi ada, katakanlah banyak duit banyak mobil, cuma sekarang lagi jatuh tidak ada lagi yang bisa dijual. Satu-satunya ini (jalan yang ditutup),” terangnya

    Karena kondisinya sekarang sedang membutuhkan uang, terpaksa Madsari menutup jalan dengan harapan agar pemerintah dapat membayar uang ganti rugi jika jalan tersebut ingin kembali dibuka.

    “700 meter panjangnya lebarnya 4 meter berarti kan 2.800 meter persegi. Saya tidak muluk-muluk minta ganti rugi, sekadar buat bayar utang dan dagang sekitar mobil 1 unit yang seharga Rp100 juta dan uang tunai Rp200 juta,” ucapnya.

    Bahkan, Madsari menegaskan bahwa jika pemerintah tidak membayar uang ganti rugi, sampai kapanpun dirinya tidak akan memperbolehkan tanah tersebut dijadikan jalan umum. Bahkan apabila dirinya sudah meninggal dunia.

    “Saya tutup sampai seterusnya. Mohon maaf, kalau pun saya gak ada umur, saya pesan amanah kalau tidak diganti rugi jangan dibuka. Seterusnya di tutup, mau ditanemin singkong juga itu hak saya,” tegasnya.

    Sementara itu, Lurah Nyapah, Oewin, mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Madsari selaku warga yang mengklaim jalan tersebut merupakan tanah dirinya. Namun ternyata, belum menemukan titik terang dalam penyelesaiannya.

    “Pihak Madsari dan kuasa hukumnya mengatakan bahwa jika memang Pemkot Serang memiliki bukti bahwa tanah tersebut memang milik pemerintah, mereka akan menerimanya dan membuka akses jalan tersebut,” ujarnya melalui sambungan telepon.

    Padahal menurutnya, tanah yang sudah dibangun jalan oleh pemerintah, secara otomatis akan menjadi kepemilikan pemerintah setempat. Karena dalam pembangunan tersebut, sudah pasti membutuhkan persetujuan dari pemilik.

    “Kalau dari kacamata kelurahan, apabila memang tanah itu sudah dibangun, itu sudah menjadi milik pemerintah. Apalagi itu sudah dilakukan pengerasan tanah sejak 1998 lalu,” tuturnya.

    Selain itu, berdasarkan denah tanah yang dimiliki oleh Kelurahan Nyapah, tanah yang diklaim oleh Madsari merupakan jalan poros desa. Sehingga sudah jelas menurutnya, tanah itu merupakan aset negara.

    “Kebetulan saya kan baru 9 bulan yah menjabat di kelurahan ini. Tapi kalau di denah tanah, itu memang merupakan jalan poros desa. Jadi bukan milik Madsari seperti yang dia klaim,” ucapnya.

    Oewin mengatakan bahwa klaim yang disampaikan oleh Madsari berkaitan dengan tanah tersebut dibuktikan dengan surat pernyataan, dari pihak-pihak yang sebelumnya menjual tanah kepada dirinya.

    “Tapi itu juga surat pernyataannya dibuat tahun 2016. Padahal itu kan sudah digunakan sejak 1998. Pak Madsari itu menarik kronologis sejak dulu lagi. Kalau memang mau membuktikan kepemilikan, harusnya buktinya dengan Akta Jual Beli (AJB),” jelasnya.

    Mengenai ultimatum ganti rugi penggunaan tanah untuk jalan tersebut pun dinilai olehnya mengada-ngada. Sebab menurutnya, tidak jelas ditujukan untuk siapa keinginan ganti rugi tersebut.

    “Saya tanya, mintanya ke siapa gitu. Karena kan ini merupakan akses masyarakat. Dasarnya apa itu dia minta seperti itu. Kalau mau seperti itu, harusnya jelas AJBnya,” tegas Oewin.

    Untuk langkah selanjutnya, Oewin mengaku masih melakukan koordinasi dengan berbagai pihak. Sementara itu, masyarakat diminta untuk bersabar dan menggunakan jalan alternatif yang memang tersedia lingkungan tersebut.

    “Karena memang masih ada jalan lain, yah kami harap bersabar untuk menggunakan jalan alternatif itu. Kami juga masih koordinasi dengan Danramil, Polsek, Kecamatan dan RT serta tokoh masyarakat setempat,” tandasnya. (DZH)