Tag: Kejari Lebak

  • Jadi Tersangka Pemerasan Tambak Udang, Kades Pagelaran dan ASN Kecamatan Malingping ‘Bercinta’ di Penjara

    Jadi Tersangka Pemerasan Tambak Udang, Kades Pagelaran dan ASN Kecamatan Malingping ‘Bercinta’ di Penjara

    LEBAK, BANPOS – Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, berinisial H, dan suaminya YH, seorang ASN di Kecamatan Malingping, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap pengusaha tambak udang.

    Keduanya resmi dijebloskan ke Lapas Kelas III Rangkasbitung oleh penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak pada Rabu (15/11) malam.

    Pasangan suami istri ini diduga terlibat dalam pemerasan terhadap pengusaha tambak udang dengan nilai mencapai Rp345 juta selama periode 2021-2023. Keputusan penahanan diambil setelah gelar perkara penyidikan.

    Kasi Intelijen Kejari Lebak, Andi M Nur, menyatakan bahwa H selaku Kepala Desa Pagelaran, diduga melakukan pemerasan terhadap perusahaan yang ingin melepas hak tanah untuk pembangunan tambak udang. Dalam penyidikan, sudah ada 40 orang yang diperiksa, dan ditemukan minimal dua alat bukti terkait pemerasan oleh kedua tersangka.

    “Guna kepentingan penuntutan, kedua tersangka ditahan di Lapas Rangkasbitung selama 20 hari ke depan,” ujar Andi dalam konferensi pers di kantor Kejari Lebak.

    Sementara itu, Kasi Pidsus Kejari Lebak, Ahmad Fakhri, memaparkan bahwa kedua tersangka dijerat dengan pasal pemerasan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua tersangka dituduh mengancam untuk tidak menandatangani dokumen perusahaan jika permintaan uang tidak dipenuhi.

    “Uang hasil pemerasan sebesar Rp345 juta dinikmati oleh kedua tersangka melalui transfer dan tunai. Peran suami, YH, turut membantu dalam pemerasan,” tandasnya Fakhri. (MYU/DZH)

  • Kejari Lebak Dituding KKN

    Kejari Lebak Dituding KKN

    LEBAK, BANPOS – Belum genap satu bulan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak kembali didatangi puluhan massa yang melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Kejari Lebak pada Rabu (12/7).

    Puluhan massa yang tergabung dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lebak tersebut melakukan aksi demonstrasi dengan membawa berbagai isu yakni, Dugaan Pungutan Liar (Pungli) oleh Kepala Desa Pagelaran, tingginya kasus kekerasan seksual di Lebak, serta Korupsi dana Beasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Lebak.

    Dalam aksi tersebut, kontak fisik antara pendemo dengan aparat kepolisian pun tak terhindarkan. Berdasarkan pemantauan BANPOS, beberapa kali massa aksi mencoba memaksa masuk dengan mendorong gerbang serta petugas pengamanan dikarenakan tidak mendapatkan respon dari pihak Kejaksaan.

    “Nggak ada yang berani keluar karena sudah jadi KKN, Kejari Korupsi Nepotisme,” ujar salah satu orator.

    Karena kesal tidak menerima respon apapun, massa aksi kemudian membakar ban serta spanduk yang telah disiapkan pendemo untuk meluapkan kekecewaannya. Salah seorang massa sempat hendak mendorong ban tersebut ke gerbang Kejari, namun dihalau oleh petugas kepolisiaan sehingga mengakibatkan perdebatan dan aksi saling dorong kembali yang hampir menimbulkan perkelahian.

    Ketua Umum HMI Cabang Lebak, Ratu Nisya Yulianti, mengatakan bahwa pihaknya melakukan aksi demonstrasi semata-mata karena merasa kecewa lantaran lemahnya penegakan hukum di Lebak khususnya di Kejaksaan Negeri Lebak.

    “Perbuatan melanggar hukum seperti pungli, kekerasan seksual dan korupsi ini telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat,” kata Ratu kepada BANPOS di lokasi aksi tersebut.

    Ratu menjelaskan, pihaknya meminta agar Kejaksaan Lebak dapat serius dalam upaya pemberantasan kasus-kasus tersebut. Ia menerangkan, salah satu yang disayangkan adalah kasus korupsi dana beasiswa yang telah terjadi sejak 2019.

    Lanjutnya, pada 2020 kasus tersebut sudah mencapai tahap pemanggilan saksi. Namun, hingga saat ini kepastian penyelesaian kasus tersebut belum diketahui.

    “Kami minta Kejari dapat mengusut tuntas permasalahan korupsi di Lebak serta memapankan peranannya dalam menegakan hukum,” jelasnya.

    Setelah dua jam lamanya aksi berlangsung, pihak Kejari Lebak kemudian mempersilahkan perwakilan dari Massa aksi untuk masuk kedalam melakukan mediasi.

    Ketua Umum HMI didampingi tiga pengurus lainnya pun menerima undangan tersebut.

    Dalam mediasi sempat terjadi saling adu argumen yang dilayangkan dari kedua belah pihak. Alhasil, Kejaksaan Negeri Lebak menyepakati Pakta Integritas yang diajukan oleh HMI Lebak dalam upaya pemberantasan Korupsi di Lebak.

    “Alhamdulillah ya bu Kajari mau menekan Pakta integritasnya, jika kedepannya ada pelanggaran dalam perjanjian ini, kami akan menindaklanjuti bahkan melakukan aksi dengan jumlah yang lebih besar,” tandas Ratu.

    Sementara itu, Kepala Kejari Lebak, Mayasari, mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada massa aksi yang telah peduli dengan kondisi di Kabupaten Lebak. Ia mengatakan, pihaknya senantiasa memprioritaskan segala kasus tanpa membedakan besar kecil perkaranya.

    “Terima kasih telah mengawal kondisi di Lebak, kedepannya kita bisa sama-sama bersinergi untuk Masyarakat Lebak,” tandasnya. (MYU/DZH)

  • Kinerja Kejari Pandeglang dan Lebak Dikritik, Dinilai Lamban dan Mengintimidasi

    Kinerja Kejari Pandeglang dan Lebak Dikritik, Dinilai Lamban dan Mengintimidasi

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Negeri Pandeglang dan Lebak mendapatkan kritikan keras dikarenakan dinilai memiliki kinerja yang tidak baik. Untuk di Kabupaten Lebak, diketahui sejumlah massa melakukan aksi terkait penilaian lambatnya kasus yang sedang ditangani oleh Kejari Lebak. Sementara Kejari Pandeglang terkena dampak dari viralnya utas di twitter yang mengaku terjadi intimidasi oleh pihak kejaksaan dalam perkara kasus dugaan pemerkosaan dan pemerasan.

    Viralnya kasus dugaan pemerkosaan dan intimidasi ini bahkan hingga membuat pihak Kejaksaan Tinggi Banten harus melakukan konferensi pers melalui aplikasi zoom pada Senin (26/6) pukul 20.00 WIB.

    Diketahui, permasalahan ini dimulai dari utas twitter oleh akun @zanatul_91 yang bernama Iman Zanatul Haeri. Dalam utas tersebut, ia memaparkan kronologi dugaan pemerasan, penyiksaan hingga pemerkosaan yang dilakukan oleh terduga pelaku berinisial A.

    Dalam kronologi tersebut ditulis, adik nya diperkosa dan dipaksa mengikuti keinginan pelaku dengan ancaman kekerasan hingga menyebar video asusila/revenge porn kepada orang-orang terdekat korban. Korban bertahan dengan penuh siksaan selama 3 tahun kebelakang ini.

    Kasus ini sudah dibawa ke pengadilan, namun menurut Iman dalam utasnya tersebut, terlihat ada kejanggalan dalam proses pengadilan dan juga upaya-upaya intimidasi kepada adiknya sebagai korban.

    “Alasan bikin thread begini, karena kita melihat proses sidang yang janggal,” ujar Iman dalam utasnya tersebut.

    Ia juga memaparkan bahwa ada upaya dari oknum jaksa yang terkesan ingin melakukan intimidasi bahkan hingga mengajak korban untuk bertemu dengan orang yang mengaku jaksa tersebut di sebuah kafe tanpa ada pendampingan dari siapa-siapa.

    “Ia beralasan bahwa ini adalah pertemuan personal saja, bahwa sebaiknya berdua saja tanpa didampingi siapapun. Menurut Jaksa D, adik kami hanya akan ngobrol santai seperti teman. Orang yang mengaku Jaksa D tersebut meminta untuk tidak bercerita atas pertemuan ini kepada orang lain. Selain itu ia meminta agar pertemuannya dilaksanakan di cafe yang memiliki fasilitas live music,” jelasnya.

    Namun saat dilakukan konfirmasi kepada Kepala Kejari Pandeglang, disebutkan ia mengaku tidak memerintahkan hal tersebut kepada Jaksa D.
    “Kenapa para Jaksa ini seperti mencoba menarik keluar adik kami dari savehouse? Kenapa harus bertemu tanpa pendampingan di cafe live music?” tanya Iman.

    Ia menyampaikan, pada saat sidang kedua, 6 Juni 2023, Sebelum persidangan, korban dan saksi dipanggil oleh Jaksa penuntut kasus. Saat di kejaksaan, korban dipanggil ke ruangan pribadi Jaksa penuntut kasus tersebut.

    “Ia berkali-kali menggiring opini psikologis korban (adik kami) untuk ‘memaafkan’, “kamu harus bijaksana, “kamu harus mengikhlaskan,” tulisnya mengutip pernyataan jaksa tersebut.

    Karena hal ini, ia akhirnya mengantar korban ke Posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), untuk melaporkan proses persidangan yang dinilainya ganjil. Seperti, alat bukti yang dihadirkan berbeda.

    “Adik saya tahu mana handphone yang (saat itu) dipakai pelaku untuk menyebarkan revenge porn,” terangnya.
    Menurutnya, hal yang paling krusial adalah, alat bukti utama video asusila justru tidak dihadirkan oleh jaksa penuntut. Dengan alasan laptop tidak mendukung untuk memutar video tersebut.

    “Artinya majelis hakim tidak melihat alat bukti utama tersebut. Trus apa yang disidangkan?” ujar Iman.

    Terpisah dalam konferensi pers melalui aplikasi zoom, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang, Helena Octavianne, mengaku bahwa dirinya sempat bertanya kepada korban apakah dia memaafkan pelaku, pada saat pertemuan yang dilakukan antara korban dan keluarga, dengan pihak Kejari Pandeglang di Posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Selain itu, ia juga mengaku sempat bertanya apakah korban masih sayang atau tidak dengan pelaku.

    Hal itu terungkap dalam konferensi pers daring yang dilaksanakan oleh Kejati Banten, pada Senin (26/6) malam. Pihak Kejari Pandeglang mulai dari Kepala Kejari hingga jaksa penanggungjawab turut dihadirkan dalam konferensi pers tersebut.

    Dalam konferensi pers yang dipimpin langsung oleh Kajati Banten, Didik Farkhan Alisyahdi, Helena mengklarifikasi bahwa dirinya tidak memaksakan korban untuk memaafkan pelaku. Karena, pada saat persidangan pun menurutnya, Majelis Hakim bertanya apakah korban memaafkan pelaku.

    “Kok dibilang kami jaksa memaksa untuk supaya korban memaafkan. Padahal di persidangan, hakim dengan majelis dan kebetulan korban tidak masuk ke dalam karena katanya nggak kuat melihat pelaku, jadi hakim menanyakan apakah pihak korban memaafkan pelaku dan kakaknya bilang kami memaafkan,” ujarnya.

    Namun, Helena mengakui jika pada saat pertemuan dengan korban dan keluarganya, ia sempat bertanya apakah korban masih sayang dengan pelaku. Pasalnya, jalinan kasih antara korban dan pelaku sudah berlangsung 4 tahun, meskipun kerap putus dan kembali tersambung.
    “Tapi kami juga waktu yang dengan si korban menanyakan juga, karena dia kan 4 tahun pacaran putus nyambung. Pertanyaan kami adalah kamu sebenarnya masih sayang nggak gitu, ya udah nggak sih (jawab korban). Terus kalau memaafkan iya apa enggak? Memaafkan sih tapi ya lebih baik diproses aja. Itu pak jawaban dari korban. (Pertanyaan) kami waktu di posko,” tuturnya.
    Menurut Helena, pertanyaan terkait dengan maaf memaafkan itu adalah untuk pertimbangan JPU dan hakim, dalam memberikan tuntutan dan menjatuhi hukuman kepada pelaku nantinya.
    “Kalau dibilang memaafkan, memaafkan itu kan sebenarnya hanya kita tuh sesuai dengan hati nurani. Jadi kalau dalam penuntutan kita akan tetap berkoordinasi dengan pimpinan, terutama pa Kajati dan pak Aspidum, kemudian juga berdasarkan tolok ukur,” tuturnya.

    Sementara terkait dengan keinginan pihak korban untuk membawa perkara tersebut ke arah pidana pemerkosaan, Helena menuturkan bahwa pihaknya memiliki prosedur untuk menerima berkas perkara dari pihak Kepolisian, untuk pidana umum.

    “Kalau memang mau melaporkan perkara perkosaannya, saya sudah menyarankan kepada korban dan abangnya silahkan bawa data-data yang ada, lapor ke Polisi. Nanti kami Kejaksaan akan tunggu berkasnya nanti seperti apa, kita akan proses,” ungkapnya.

    Sementara terkait dengan sejumlah tudingan yang disampaikan oleh keluarga korban dalam utas Twitternya, Helena memberikan bantahan. Seperti terkait dengan unggahan foto korban pada Instagram Kejari Pandeglang yang disebut tidak menunjukkan wajah korban. Ia mengatakan, pengunggahan foto itu tidak bermaksud menyebarkan wajah korban, dan sudah dihapus sesuai permintaan keluarga korban.

    Selanjutnya terkait dengan apa yang disebut oleh keluarga korban sebagai oknum Jaksa yang ingin bertemu dengan korban di kafe, menurutnya oknum Jaksa berinisial D itu tidak melakukan hal tersebut karena sedang mengikuti rapat Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) bersama dengannya.

    Lalu terkait dengan dirinya yang disebut memarahi keluarga korban karena menggunakan jasa pengacara, menurutnya pun hal itu salah persepsi. Karena ia hanya bermaksud bertanya sembari menjelaskan bahwa pengacara korban dalam perkara tersebut secara tidak langsung adalah pihak Kejaksaan.

    Puluhan Massa Aksi melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak pada Senin (26/6).
    Diketahui, massa aksi tersebut tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Lebak (Imala) dan Himpunan Ilmu Komunikasi Mathla’ul Anwar (HIMAKOM) Banten.

    Dalam aksi tersebut, Massa menilai Kejari Lebak lamban dalam menangani kasus-kasus yang ada di Lebak. Salah satunya, permasalahan dugaan Pungli yang dilakukan oleh Kepala Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping beberapa waktu lalu.

    “Kejari ini terlalu lamban dalam penentuan terhadap pelanggaran hukum di Kabupaten Lebak,” kata Ketua Umum Imala, Aswari kepada Awak Media.

    Sementara itu, koordinator aksi, Hadi mengatakan, pihaknya mempertanyakan kelanjutan dari kasus dugaan Pungli yang dilakukan oleh Kades Pagelaran.

    “Terhitung sudah lebih dari 15 hari kasus tersebut berada di penyelidikan. Kami ingin tahu sudah sejauh mana, dan segera ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Hadi.

    Ia menjelaskan, Oknum Kepala Desa tersebut telah melakukan penyalahgunaan kewenangan dan jabatan agar dapat melakukan pemerasan terhadap perusahaan yang berada di wilayahnya.

    “Diperparah lagi, ia bekerjasama dengan suami yang merupakan PNS. Berdasarkan hasil investigasi kami, kades ini sudah mendapatkan Rp345 juta hasil pungli,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala Kejari Lebak, Mayasari, mengatakan bahwa saat ini pihaknya terus melakukan penyelidikan dan memanggil lebih dari 21 orang saksi dalam kasus ini.

    “Kita terus dalam penyelidikan di kasus ini, doakan saja, maksimal tiga bulan kalau tidak ada kendala kasus ini bisa diselesaikan,” tandasnya.(MYU/DZH/PBN)

  • Kejari Buka Pelayanan Hukum Gratis di Seba Baduy 2023

    Kejari Buka Pelayanan Hukum Gratis di Seba Baduy 2023

    LEBAK, BANPOS – Seba Baduy yang merupakan tradisi tahunan di Kabupaten Lebak biasanya dilakukan setelah Kawalu atau bulan puasa dalam kalender Adat Baduy.

    Pada Seba Baduy 2023 kali ini digelar pada 27 hingga 30 April di Alun-alun Rangkasbitung.

    Berbagai pihak ikut memeriahkan pagelaran budaya tersebut seperti UMKM, Pegiat seni dan budaya serta berbagai instansi yang ada di Kabupaten Lebak.

    Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak pun ikut andil dalam memeriahkan Tradisi Adat tersebut. Kejari Lebak membuka stand pelayanan hukum gratis bagi masyarakat Kabupaten Lebak.

    “Masyarakat bisa mendatangi langsung stand Pelayanan Hukum dari Kejaksaan Negeri Lebak untuk berkonsultasi permasalahan Hukum secara Gratis,” Kata Kasi Intelijen Kejari Lebak, Andi Muhammad Indra dalam keterangan yang diterima BANPOS, Kamis (27/4).

    Kepala Kejaksaan Negeri Lebak, Mayasari pun mendukung penuh kegiatan Seba Baduy 2023 dikarenakan sejalan dengan Program-program kedepan yang akan dilaksanakan Kejari Lebak untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lebak Khususnya dibidang Pariwisata. (CR-01)

  • Berkas Korupsi BLT Mantan Kades Pasindangan Dilimpahkan ke PN Tipikor

    Berkas Korupsi BLT Mantan Kades Pasindangan Dilimpahkan ke PN Tipikor

    LEBAK, BANPOS – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak telah melimpahkan berkas AU, tersangka perkara korupsi penyaluran bantuan kangsung tunai (BLT) Dana Desa Pasindangan, Kecamatan Cikulur tahun 2021 sebesar Rp92.100.000 ke Pengadilan Negeri Tipikor Serang.

    Menurut Plh Kejaksaan Negeri Lebak Rans Fismy, pelimpahan berkas perkara korupsi mantan Kepala Desa Pasindangan itu seiring dengan rampungnya penyusunan berkas surat dakwaan.

    “Iya, kita telah melimpahkan berkas perkara korupsi BLT Desa Pasindangan dengan terdakwa AU Ke PN Tipikor Serang. Surat dakwaannya sudah rampung, disusun jaksa penuntut umum. Dengan telah dilipahkannya berkas ke PN Tipikor, status AU jadi terdakwa,” kata Plh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lebak Rans Fismy kepada wartawan.

    Dikatakan Rans, AU diduga korupsi bantuan langsung tunai yang bersumber dari dana desa (DD) tahun 2021 sebesar Rp92,100.000.  AU diancam dengan pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi.

    “Pelimpahan tersebut dilakukan dengan menyerahkan dakwaan, berkas perkara dan barang bukti atas terdakwa AU. Tinggal menunggu penetapan majelis hakim dan penetapan jadwal hari persidangan,” ujarnya

    Kasi Pidsus Kejari Lebak Ahmad Fakhri menambahkan, pihaknya menyiapkan lima orang jaksa untuk mengawal jalannya persidangan tersangka korupsi AU di Pengadilan Negeri Tipikor Serang.

    “Kami siapkan lima jaksa untuk sidang nanti. Kita akan melibatkan jaksa di bidang lain yang ada di Kejari Lebak. Kita berharap, terdakwa AU ini bersikap kooperatif nantinya,” kataya.(HER/PBN)