Tag: Kejati Banten

  • Kejati Uji Petik Kasus Dugaan Korupsi Komputer UNBK

    Kejati Uji Petik Kasus Dugaan Korupsi Komputer UNBK

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten melakukan uji petik terhadap sejumlah komputer pada kasus UNBK. Uji petik tersebut dilakukan untuk mencari tahu apakah perangkat keras itu sesuai dengan kontrak atau tidak.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa tim penyidik Kejati Banten tengah melakukan pemeriksaan uji petik oleh ahli terhadap laptop dan server dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan komputer UNBK tahun 2018.

    “Pemeriksaan uji petik dilakukan oleh tim ahli dari Universitas di Jakarta. Uji petik laptop dan server berasal dari 19 SMAN dan SMKN,” ujar Ivan, Kamis (10/3).

    Ivan mengatakan, 19 sekolah tersebut diantaranya SMKN 5 Kabupaten Tangerang, SMAN 4 Pandeglang, SMAN 2 Pandeglang, SMKN 2 Tangerang Selatan, SMAN 4 Kabupaten Tangerang, SMKN 1 Rangkasbitung, SMKN Pertanian Kota Serang.

    “Selanjutnya yaitu SMAN 1 Maja, SMAN 1 Cibadak, SMAN 1 Cileles, SMAN 1 Cipanas, SMAN 2 Leuwidamar, SMAN 1 Curugbitung, SMAN 1 Warung Gunung, SMKN 1 Cikeusal, SMKN 5 Pandeglang, SMKN 7 Kota Serang, SMAN 1 Pabuaran, SMKN 6 Kota Serang,” katanya.

    Menurut Ivan, masing-masing dari 19 sekolah itu datang ke Kejati Banten, dengan membawa alat bukti tersebut sebanyak empat unit laptop dan dua komputer yang digunakan untuk menjadi server.

    “Adapun tujuan dilakukan pemeriksaan uji petik untuk mengetahui spesifikasi laptop dan server apakah telah sesuai dengan spesifikasi, sebagaimana yang tercantum dalam kontrak,” tuturnya.

    Dengan demikian, Kejati Banten nantinya akan menemukan fakta hukum tentang dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengadaan komputer UNBK pada Dindikbud Provinsi Banten yang bersumber dana APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2018 itu.

    Ivan mengaku, hingga berita ini ditulis, pihaknya masih melakukan uji petik terhadap komputer dan laptop itu. Mengingat, jumlah komputer dan laptop yang diperiksa mencapai sebanyak 114 unit.

    “Belum, saat ini masih berlangsung pemeriksaannya. Karena kan ada 19 sekolah, masing-masing membawa empat laptop dan dua server. Jadi total unit 114 yang diperiksa,” tandasnya.

    (DZH/PBN)

  • Konsolidasi, Kajati Baru Sambangi WH-Andika

    Konsolidasi, Kajati Baru Sambangi WH-Andika

    SERANG, BANPOS – Kepala Kejaksaan Tinggi Banten yang baru, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mendatangi Pendopo Gubernur KP3B Curug, Kota Serang, Senin (7/3). Kunjungan tersebut dilakukan dalam rangka melakukan konsolidasi, melakukan optimalisasi serta kolaborasi guna menciptakan pembangunan di wilayah Banten.

    “Ke depan optimalisasi dan kolaborasi itu harus semakin baik antara Kajati dengan Pemprov Banten dalam menciptakan pembangunan kepada masyarakat yang lebih baik,” kata Leonardo dihadapan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy.

    Sementara itu , Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy mengatakan, pertemuanya dengan Kejati dalam rangka silaturahmi dan peningkatan sinergitas dalam penegakkan serta pendampingan hukum dalam berbagai proses pembangunan yang sedang dilakukan oleh Pemerintah.

    “Banyak hal yang tadi kita diskusikan tadi selain memang untuk silaturahmi, ada juga pembicaraan terkait penguatan kerjasama Pemprov dengan Kejaksaan,” kata Andika

    Selain Andika, turut hadir pula dalam silaturahmi tersebut, Wakil Kajati Banten Marang bersama jajaran, serta beberapa pejabat eselon II di lingkungan Pemprov Banten.

    Andika melanjutkan, Pemprov bersama Kejati Banten sudah mempunyai cita-cita sama dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera dengan berbagai pembangunan yang tengah dilakukan oleh Pemerintah.

    Untuk itu, pada kesempatan tadi, Kajati memberikan pesan agar bagaimana seluruh proses dan langkah yang dilakukan pemprov, harus bermanfaat untuk mensejahterakan masyarakat Banten.

    “Dan saya bersama Pak Gubernur sejak awal sudah berkomitmen untuk terus meningkatkan pencegahan terhadap potensi terjadinya korupsi, sehingga segala pembangunan yang dilakukan bisa secara maksimal dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujarnya.

    Komitmen upaya pencegahan di Provinsi Banten sendiri dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data hasil perkembangan upaya pencegahan yang dilakukan, pada tahun 2018 sudah mencapai 69,00 persen, 2019 mencapai 82,00 persen, 2020 mencapai 91,76 persen dan pada tahun 2021 mencapai 93,25 persen.

    Capaian peningkatan itu merupakan sebuah kemajuan atas kerja bersama, sehingga saat ini Provinsi Banten menempati posisi yang cukup bagus dalam hal pencegahan korupsi.

    Diketahui, Leonard Eben Ezer Simanjuntak resmi dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Rabu (2/3/2022). Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung tersebut resmi dilantik sebagai orang nomor satu di Kejati Banten oleh Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin.

    (RUS/AZM)

  • Resmi, Leonard Eben Eber Simanjuntak Jadi Kejati Banten

    Resmi, Leonard Eben Eber Simanjuntak Jadi Kejati Banten

    JAKARTA, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten resmi memiliki Kepala Kejati yang baru yakni Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menggantikan Reda Manthovani yang saat ini menjabat sebagai Ke[ala Kejati DKI Jakarta.

    Resminya pergantian Kepala Kejati Banten itu setelah Jaksa Agung, Burhanuddin, melantik Reda menjadi Kepala Kejati DKI Jakarta dan Leonard menjadi Kepala Kejati Banten, bersama dengan dua Kepala Kejati lainnya di Aula Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Rabu (2/3).

    Dalam sambutannya, Burhanuddin mengatakan bahwa pelantikan di lingkungan Kejaksaan, semata-mata merupakan kegiatan rutin dalam rangka menjaga keberlangsungan serta eksistensi organisasi.

    Pelantikan itu juga dapat dimaknai sebagai sebuah momen untuk mengingat, menyadari dan mengukuhkan tanggung jawab besar para pejabat di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia, untuk meningkatkan kinerja demi terwujudnya pelayanan hukum prima masyarakat.

    “Wujudkan proses penegakan hukum yang berkeadilan, profesional dan bermartabat yang didasarkan pada hati nurani dan integritas luhur sebagai landasannya, sehingga dapat memberikan keadilan subtantif yang dirasakan oleh masyarakat. Jaga integritas, jauhi segala penyimpangan dan perbuatan tercela dalam pelaksanaan tugas,” ujarnya.

    Selain itu, ia mengatakan bahwa setiap mutasi promosi pejabat di lingkungan Kejaksaan, telah melalui evaluasi yang menyeluruh sebagai pertimbangan yang objektif. Dengan demikian, setiap personel yang ditugaskan pada suatu jabatan tertentu dapat dipertanggungjawabkan baik dari sis, kapabilitas dan kualitas, sesuai dengan kebutuhan organisasi.

    “Sehingga kinerja menjadi optimal dan terselenggara penegakan hukum yang berkeadilan, berkepastian dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara,” tuturnya.

    Burhanudin pun juga menuturkan bahwa dengan adanya Undang-undang (UU) Kejaksaan yang baru, saat ini pihaknya sedang berkonsentrasi menyusun aturan-aturan pelaksanaannya.

    “Saya meminta saudara dapat berperan aktif memberikan masukan dan perbaikan sehingga aturan-aturan yang disusun menjadi dari berbagai perspektif,” katanya.

    Ia berharap para pejabat yang baru dilantik mampu menjalankan tugas sebaik mungkin, sehingga dapat menghadirkan Kejaksaan sebagai lembaga yang dipercaya serta mampu memberikan pelayanan prima bagi masyarakat, bangsa dan negara.

    “Saya ingatkan sumpah serta janji jabatan yang Anda lakukan tadi, harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Saya yakin dan percaya bahwa saudara mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang akan diemban dengan sebaik-baiknya,” ucapnya.

    Ia pun menyampaikan kepada para pejabat lama atas nama korps dan pribadi, rasa terima kasih atas pengabdian dan kerja ikhlas yang telah dilakukan. “Serta menyampaikan salam dan apresiasi kepada para istri yang telah mendukung dan mendampingi saudara dalam melaksanakan tugas,” tandasnya.

    (DZH)

  • Kajati Banten Reda Mathovani Dipromosikan Jadi Kajati DKI Jakarta

    Kajati Banten Reda Mathovani Dipromosikan Jadi Kajati DKI Jakarta

    SERANG, BANPOS – Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Reda Mathovani akan segera menempati tugas baru dan jabatan setrategis sebagai Kajati DKI Jakarta.

    Reda yang juga mantan Kejari Cilegon ini merupakan mutasi promosi dan naik satu kelas dari Kejati type B ke type A.

    Sedangkan penggantinya adalah mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjutak.

    Kepindahan Reda baru menjabat sekira tujuh bulan di Banten ini dasarkan Surat Kepala Kejaksaan Agung RI, nomor 54 tahun 2022 yang ditanda- tangani Kajagung Burhanudin.

    Mutasi dan promosi Reda yang merupakan Jaksa Madya Utama ini dilakukan bersama dengan 66 jaksa lainnya.

    Reda yang dihubungi BANPOS, Sabtu (19/2) malam membenarkan kabar dirinya akan menempati posisi baru sebagai Kajati DKI Jakarta.

    “Iya benar kabar itu bahwa saya akan menempati Kajati DKI Jakarta. Ini surat mutasinya sudah sy terima,” ujar Reda, kemarin.

    Kepindahan Reda dan diangkat sebagai Kajati DKI Jakarta, diketahui BANPOS sudah sejak satu bulan yang lalu. Reda mengikuti assesmen kenaikan pangkat pada periode akhir Januari lalu.

    Reda yang juga mantan Kepala Biro Perencanaan Kejagung ini sangat familiar dikalangan media di Banten.

    “Terimakasih kepada rekan-rekan media yang selama ini sudah membantu pemberitaan seputar tugas Kajati dan tugas jaksa di bidang penegakan dan penyuluhan hukum di Banten,” ucap jaksa yang hobi menulis buku ini.

    Sejumlah gebrakan Reda selama tujuh bulan di Banten diantaranya mendorong percepatan kasus korupsi dana hibah dan korupsi masker.

    Kemudian korupsi projek SPK bodong, penyelidikan mafia tanah di Pantai Utara Kabupaten Tangerang, membongkar dugaan modus korupsi di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.

    Terakhir, melakukan penyelidikan dugaan penyelewengan anggaran Biaya Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur. (BAR)

  • Mangkir Terus, Kejati Tangkap Satu Tersangka Dugaan Korupsi BJB Syariah di Hotel Santika

    Mangkir Terus, Kejati Tangkap Satu Tersangka Dugaan Korupsi BJB Syariah di Hotel Santika

    SERANG, BANPOS – Satu tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pengadaan kapal melalui kredit BJB Syariah, HH, ditangkap paksa oleh Kejati Banten.

    Penangkapan paksa dilakukan lantaran HH yang merupakan Direktur PT HS yang menerima kredit sebesar Rp11 miliar, terus menerus mangkir saat dipanggil oleh Kejati Banten.

    Berdasarkan keterangan Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, HH berhasil ditangkap saat berada di Hotel Santika, Jakarta Timur.

    “Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Banten telah melakukan penangkapan terhadap Tersangka HH selaku Direktur PT. HS penerima Kredit Rp11 miliar dari BJB Syariah Tahun 2016,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Jumat (18/2).

    Menurut Ivan, HH ditangkap lantaran berkali-kali mengabaikan panggilan pemeriksaan oleh Kejati Banten, alias mangkir.

    “Alasan penangkapan tersangka HH di karenakan tersangka HH telah dipanggil beberapa kali secara patut, namun selalu tidak mengahadiri panggilan tanpa keterangan,” terangnya.

    Saat ini, HH telah dibawa ke Rutan Kelas II Serang untuk dilakukan penahan selama 20 hari ke depan.

    Sebelumnya, Kejati Banten menetapkan empat orang direktur sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi pemberian kredit pengadaan kapal.

    Tiga diantaranya merupakan direktur pada BJB Syariah pusat, pada tahun 2016. Sementara satunya merupakan direktur perusahaan swasta.

    Diantara empat orang yang ditetapkan tersangka tersebut, baru tiga saja yang ditahan oleh Kejati Banten. Ketiganya merupakan mantan Direktur Pembiayaan BJB Syariah pusat TS, mantan Direktur Operasional BJB Syariah pusat HA dan mantan Plt. Direktur Utama BJB Syariah pusat YG.

    Sementara HH tidak ditahan pada waktu yang sama dengan TS, HA dan YG, lantaran mangkir pada saat pemanggilan. (DZH)

  • Ada Dugaan Saksi Tipikor Pura-pura Covid, Kajati Banten Beri Peringatan Keras

    Ada Dugaan Saksi Tipikor Pura-pura Covid, Kajati Banten Beri Peringatan Keras

    SERANG, BANPOS – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten memberikan peringatan keras kepada para saksi tindak pidana korupsi (Tipikor), yang tengah dimintai keterangan oleh para penyidik Kejati Banten.

    Peringatan tersebut agar para saksi kooperatif apabila dilakukan pemanggilan oleh penyidik, untuk dimintai keterangan.

    Menurut Kepala Kejati Banten, Reda Manthovani, menduga terdapat sejumlah saksi yang sengaja menjadikan pandemi Covid-19, sebagai alasan untuk ‘mangkir’ dari panggilan.

    “Para Saksi diduga memanfaatkan pandemi Covid-19 dengan memanipulasi surat keterangan medis, bahwa para saksi yang dimaksud sedang isolasi mandiri karena terpapar virus Covid-19,” ujar Reda, Jumat (18/2).

    Reda pun mengimbau kepada para saksi, agar kooperatif dan hadir jika dibutuhkan keterangannya oleh Penyidik. Reda menegaskan, para saksi jangan sampai mempersulit jalannya penyidikan kasus yang tengah ditangani.

    “Jangan menghindari panggilan penyidik dengan membuat surat keterangan positif covid-19 palsu. Penggunaaan surat keterangan medis palsu itu akan mempersulit para saksi dan dapat dipastikan akan menghambat proses penegakan hukum,” tegasnya.

    Pihaknya pun akan melakukan cross check kepada para pihak yang mengeluarkan surat keterangan medis, untuk membuktikan kebenaran dari informasi yang disampaikan para saksi tersebut.

    “Apabila surat keterangan medis itu terbukti dimanipulasi, maka Kejaksaan Tinggi Banten tidak segan untuk mengambil tindakan tegas dengan menjerat para pelaku yang dianggap menghalang- halangi penegakan hukum sesuai aturan hukum yang ada,” tandasnya. (DZH)

  • Baru Bebas, Tiga Eks Direktur BJB Syariah Ditahan Lagi

    Baru Bebas, Tiga Eks Direktur BJB Syariah Ditahan Lagi

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan empat orang direktur sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi pemberian kredit pengadaan kapal. Tiga diantaranya tersebut merupakan direktur pada BJB Syariah pusat, pada tahun 2016. Sementara satunya merupakan direktur perusahaan swasta.

    Diantara empat orang yang ditetapkan tersangka tersebut, baru tiga saja yang ditahan oleh Kejati Banten. Ketiganya merupakan mantan Direktur Pembiayaan BJB Syariah pusat TS, mantan Direktur Operasional BJB Syariah pusat HA dan mantan Plt. Direktur Utama BJB Syariah pusat YG.

    Sementara Direktur PT. HS selaku perusahaan penerima kredit, HH, tidak hadir dalam pemanggilan. HH mangkir dari panggilan tanpa adanya keterangan. Kendati demikian, ia tetap ditetapkan sebagai tersangka.

    Selain itu, diketahui bahwa YG merupakan ‘alumni’ kasus tindak pidana korupsi, yang terjadi pada tahun yang sama pada peristiwa hukum yang tengah digarap Kejati Banten saat ini.

    Pada direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, YG alias Yocie Gusman, diputus bersalah pada kasus kredit fiktif yang diberikan kepada PT. Hastuka Sarana Karya periode 2014 hingga 2016, pada saat menjabat sebagai Plt. Direktur Utama BJB Syariah pusat. Yocie pun divonis pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta pada tahun 2019 silam.

    Berdasarkan pantauan, ketiga mantan direktur BJB Syariah tersebut digelandang oleh tim Kejati Banten ke mobil tahanan pada pukul 19.08 WIB. Ketiganya mengenakan rompi merah bertuliskan tahanan Kejati Banten.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, TS, HA dan YG serta satu saksi yang tidak hadir yakni HH, telah diduga keras berdasarkan bukti yang cukup, telah melakukan dugaan tindak pidana korupsi karena telah menyetujui pemberian kredit pembiayaan pembelian kapal yang tidak sesuai prosedur.

    “Maka pada hari ini sekira pukul 16.00 WIB, terhadap TS, HA, YG dan HH ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Banten,” ujarnya, Kamis (17/2).

    Ivan mengatakan bahwa pada 27 Juni 2016, para tersangka yakni TS, HA, dan YG yang juga merupakan Komite Pembiayaan pada BJB Syariah Pusat, telah menyetujui pengajuan pembiayaan PT. HS untuk pembelian Kapal sebesar Rp11 miliar, dengan menerbitkan Surat Persetujuan Komite Pembiayaan.

    “Berdasarkan hasil penyidikan bahwa persetujuan pembiayaan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang ada, sehingga atas kredit yang dikucurkan BJB Syariah tersebut macet dan jaminan kapal pun tidak diketahui keberadaannya,” tuturnya.

    Sehingga, Ivan menuturkan perbuatan dari para tersangka tersebut telah mengakibatkan kerugian negara Rp11 miliar. Namun untuk pastinya, saat ini tengah dilakukan perhitungan kerugian negara oleh akuntan publik.

    Menurut Ivan, para tersangka telah disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP.

    “Sehingga pada hari ini Kamis tanggal 17 Februari 2022, terhadap para tersangka dilakukan penahanan di Rutan Kelas II Pandeglang selama 20 hari, terhitung sejak hari ini tanggal 17 Februari 2022 sampai dengan tanggal 8 Maret 2022,” ucapnya.

    Adapun alasan penahanan tersebut yakni dikhawatirkan para tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.

    “Sedangkan alasan objektif berdasarkan pasal 21 ayat 4 huruf a KUHAP yaitu tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 tahun lebih,” tandasnya.

    (DZH/PBN)

  • Kejati Banten Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Komputer UNBK

    Kejati Banten Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Komputer UNBK

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menahan satu orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pada pengadaan komputer UNBK tahun anggaran 2018, AP. Tersangka ditahan usai menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.00 WIB di Kejati Banten.

    Berdasarkan pantauan, AP digelandang ke mobil tahanan Pidana Khusus Kejati Banten, menggunakan rompi merah, sekitar pukul 17.48 WIB. Terlihat lesu, AP enggan memberikan komentar apa-apa saat diminta keterangan oleh awak media.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap AP, maka pihaknya merasa cukup untuk menetapkan AP sebagai tersangka dugaan korupsi pada pengadaan komputer UNBK tahun 2018.

    “AP telah diduga keras berdasarkan bukti yang cukup telah melakukan dugaan tindak pidana korupsi karena tidak melaksanakan tugas dan kewajiban selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),” ujarnya saat konferensi pers, Rabu (16/2).

    Ia menuturkan bahwa AP disangka telah melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Sehingga pada hari ini Kamis tanggal 3 Februari 2022, terhadap tersangka AP dilakukan penahanan di Rutan Kelas II Pandeglang selama 20 hari terhitung sejak hari ini tanggal 16 Februari 2022 s/d tanggal 07 Maret 2022,” jelasnya.

    Ivan menjelaskan, alasan penahanan AP yakni dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.

    “Alasan obyektif berdasarkan pasal 21 ayat 4 huruf a KUHAP yaitu tindak pidana (yang dilakukan AP) diancam dengan pidana penjara 5 tahun lebih,” tandasnya. (DZH)

  • Laporan Dugaan Penyimpangan Anggaran BPO, Andika: Pemprov Terbuka Bantu Kejati

    SERANG, BANPOS – Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, membantah Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) yang melaporkan dugaan penyimpangan anggaran belanja penunjang operasional (BPO) Gubernur dan Wakil Gubernur Banten ke Kejaksaan tinggi (Kejati) Banten. Bahkan dia menyatakan selama ini Pemprov Banten selalu mendukung terhadap apa yang dibutuhkan Kejati Banten.

    Saat diwawancara sejumlah awak medeia di Kawasan Pusat Pemerintahan provinsi Banten, Andika mengklaim pelaksanaan pencairan anggaran BPO sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dia mengklaim bahwa Pemprov Banten dalam menjalankan kebijakan anggaran, sangat berhati-hati. Sehingga, dirinya memastikan bahwa aturan terkait dengan pencairan BPO telah dipenuhi oleh Pemprov Banten.

    “Pelaksanaan kebijakan terkait dengan penyerapan BPO ini sudah dilakukan sesuai dengan aturan. Karena kami juga sangat berhati-hati dalam melaksanaan kebijakan anggaran negara,” ujarnya saat diwawancara awak media di KP3B, Selasa (15/2).

    Kendati merasa yakin, Andika mengaku tidak tahu aturan apa saja yang menjadi acuan dalam pencairan BPO tersebut. Sebab, yang mengetahui ialah Badan Pengelola keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) selaku OPD yang mengatur keuangan daerah.

    “Untuk teknisnya, silahkan ditanyakan kepada BPKAD ya. Biar nanti aturannya, Permennya, Ppnya jelas yah. Kalau kami, memberikan tanggapan apapun yang kami lakukan, dalam pelaksanaan programnya, apalagi kebijakan anggaran, kami laksanakan sangat hati-hati,” ucapnya.

    Sementara terkait dengan tudingan bahwa pencairan BPO telah menyimpang dari aturan administrasi yang ada, Andika menuturkan bahwa seharusnya dilaporkan kepada Inspektorat terlebih dahulu. Jika memang ada penyimpangan, maka dapat ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

    “Kalau dalam konteks administrasi, kan kita ada kalau tidak salah itu, UU 30 tahun 2014. Masyarakat kan berhak melaporkan apabila ada kejadian instansi atau daerah. Dalam kejadian ini kan ada Inspektorat. Nah apabila ada penyimpangan, bisa ditindaklanjuti oleh APH,” terangnya.

    Ditanya apakah dirinya siap untuk diperiksa oleh Kejati Banten terkait dengan dugaan penyimpangan pada pencairan BPO, Andika tidak tegas menjawabnya. Ia hanya menyatakan bahwa selama ini, Pemprov Banten telah terbuka dalam membantu Kejati Banten.

    “Kan selama ini kami sudah memberikan informasi, koordinasi apa yang dibutuhkan oleh pak Kajati. Kami terbuka, tidak ada yang ditutup-tutupi. Kan selama ini juga kami memberikan informasi, supporting,” tandasnya.

    Sebelumnya diberitakan, pencairan BPO Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2017-2021, dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Kejati Banten. Hal itu menyusul adanya dugaan penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan bahwa biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur telah diatur dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2000. Dalam aturan itu, biaya penunjang operasional merupakan biaya yang dipisahkan dari honorarium ataupun penghasilan tambahan.

    “Biaya penunjang operasional tidak dapat digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan, sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui SPJ yang sesuai peruntukannya,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Senin (14/2).

    Sementara itu, dalam dugaan penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi yang dimaksud oleh pihaknya, lantaran dalam penggunaannya selama kurang lebih 5 tahun periode Wahidin Halim (WH) – Andika, diduga tidak dipertanggungjawabkan melalui SPJ.

    “Sehingga berpotensi digunakan untuk memperkaya diri atau orang lain, sehingga diduga melawan hukum dan diduga merugikan keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Ayat 1,” ucapnya.

    Menurutnya, patut diduga biaya penunjang operasional tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan dianggap sebagai honor (take home pay), dan tidak dipertanggungjawabkan dengan SPJ yang sah dan lengkap.(DZH/ENK)

  • Kejati akan Telaah Dugaan Penyimpangan Anggaran Belanja Operasional WH-AA

    Kejati akan Telaah Dugaan Penyimpangan Anggaran Belanja Operasional WH-AA

    SERANG, BANPOS – Pencairan biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2017-2021, dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Kejati Banten. Hal itu menyusul adanya dugaan penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan bahwa biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur telah diatur dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2000. Dalam aturan itu, biaya penunjang operasional merupakan biaya yang dipisahkan dari honorarium ataupun penghasilan tambahan.

    “Biaya penunjang operasional tidak dapat digolongkan sebagai honorarium atau tambahan penghasilan, sehingga penggunaannya harus dipertanggungjawabkan melalui SPJ yang sesuai peruntukannya,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Senin (14/2).

    Sementara itu, dalam dugaan penyimpangan yang mengarah pada tindak pidana korupsi yang dimaksud oleh pihaknya, lantaran dalam penggunaannya selama kurang lebih 5 tahun periode Wahidin Halim (WH) – Andika, diduga tidak dipertanggungjawabkan melalui SPJ.

    “Sehingga berpotensi digunakan untuk memperkaya diri atau orang lain, sehingga diduga melawan hukum dan diduga merugikan keuangan negara sebagaimana diatur Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Ayat 1,” ucapnya.

    Menurutnya, patut diduga biaya penunjang operasional tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan dianggap sebagai honor (take home pay), dan tidak dipertanggungjawabkan dengan SPJ yang sah dan lengkap.

    “Sehingga dikategorikan sebagai dugaan Tindak Pidana Korupsi dengan kerugian negara sebesar kurang lebih Rp40 miliar atau dapat lebih kurang atau lebih besar dari jumlah tersebut sepanjang terdapat SPJ yang kredibel,” katanya.

    Dalam pelaporan ini, pihaknya menduga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan bendahara pencairan biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, telah melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya.

    “Jika pencairan tahun 2017 diduga tidak ada LPJ kredibel, maka semestinya PPK dan Bendahara tidak melakukan pencairan dana penunjang operasional tahun 2017 sampai 2021,” terangnya.

    Boyamin menduga, pencairan anggaran biaya penunjang operasional yang bernilai Rp57 miliar itu telah melanggar sejumlah ketentuan. Diantaranya yakni UU Nomor 30 Tahun 2014, UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 15 Tahun 2004, Permendagri Nomor 13 tahun 2006 dan Nomor 109 Tahun 2000.

    Kendati demikian, Boyamin mengaku bahwa pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan menyerahkan sepenuhnya laporan dugaan tindak pidana korupsi tersebut kepada Kejati Banten.

    “MAKI tetap menjunjung Asas Praduga Tidak Bersalah, laporan aduan ini hanyalah sebagai bahan proses lebih lanjut oleh Kejati Banten, untuk menentukan ada tidaknya dugaan penyimpangan dalam perkara tersebut di atas,” ucapnya.

    Kasi Penkum Pada Kejati Banten, Ivan H. Siahaan, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari MAKI, terkait dengan dugaan penyimpangan pada pencairan biaya penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.

    “Laporan MAKI baru masuk hari ini (kemarin), melalui sarana online dan pengaduan online di Kejaksaan Tinggi Banten,” ujarnya ditemui di Kejati Banten.

    Menurutnya, Kejati Banten akan menindaklanjuti laporan tersebut, dengan melakukan penelaahan atas laporan yang dilayangkan oleh MAKI.

    “Tindak lanjutnya yang pasti nanti akan ada disposisi dari pimpinan, akan ke mana disposisi tersebut, nanti akan dilakukan penelaahan. Jadi untuk membuktikan kebenaran laporan, dilakukan penelaahan dulu,” tandasnya.

    (DZH/PBN)