Tag: Kejati Banten

  • Bermula Dari Intensitas Liputan Kejati, Forwaka Banten Resmi Terbentuk

    Bermula Dari Intensitas Liputan Kejati, Forwaka Banten Resmi Terbentuk

    SERANG, BANPOS – Pengurus Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka) Banten telah resmi dilantik di Aula Kejati Banten. Pelantikan tersebut disaksikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Reda Manthovani.

    Pelantikan tersebut juga dihadiri oleh Wakil Kepala Kejati Banten Marang, Asisten Intelijen Adhyaksa Darma Yuliano, Asisten Tindak Pidana Khusus Iwan Ginting, Asisten Tindak Pidana Umum Rohayatie dan Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Banten Ivan Siahan.

    Kepala Kejati Banten, Reda Manthovani berpesan, bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi mempunyai peranan yang sangat penting di Indonesia, khususnya di Provinsi Banten.

    Selain itu, pesan menohok juga disampaikan Reda kepada Forwaka Banten. Wartawan diminta tidak sembarangan dalam menyusun produk-produk jurnalistik di era masifnya pelaporan yang diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Untuk itu, Reda mewanti-wanti agar anggota Forwaka Banten berhati-hati dalam mempublikasi produk-produk jurnalistiknya.

    Reda berharap, bergabungnya wartawan di Forwaka Banten dapat membuat produk jurnalistik yang lebih menarik, dan bombastis. Kajian hukumnya lanjut Reda, mesti menjadi dasar penulisan Forwaka Banten.

    “Dengan bergabungnya Forwaka menjadi keluarga besar Adhyaksa. Semoga kebersamaan ini menjadikan kita lebih baik lagi, dalam melakukan kinerja” katanya, Kamis (14/10).

    Ketua Pelaksana Pelantikan Forwaka Banten, Chairul Anwar, dalam laporannya mengatakan bahwa terbentuknya Forwaka Banten berawal dari intensitas para wartawan yang bertugas di lingkungan Kejati Banten.

    “Forwaka Banten terdiri wartawan online, cetak maupun televisi. Ada media nasional dan lokal. Terbentuknya Forwaka seiring intensnya liputan wartawan-wartawan yang ada di lingkungan Kejati Banten,” ujar Anwar.

    Setelah pelantikan ini, Anwar menuturkan bahwa Forwaka Banten akan menggelar kegiatan Capacity Building, sekaligus merancang agenda-agenda Forwaka Banten yang akan di lakukan dalam dua tahun ke depan.

    Ketua Forwaka Banten, Darjat Nuryadin dalam sambutannya memperkenalkan satu-persatu pengurus Forwaka Banten. Setidaknya kata dia, ada 15 pengurus yang hadir dalam kegiatan pelantikan Forwaka Banten. (DZH)

  • Duduki Peringkat Pertama Seleksi Terbuka, Asep Jadi Kajati Jabar

    Duduki Peringkat Pertama Seleksi Terbuka, Asep Jadi Kajati Jabar

    SERANG, BANPOS- Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten Asep Nana Mulyana mendapatkan promosi sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jabar menggantikan Ade Adhyaksa berdasarkan Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung RI Nomor 169 tahun 2021 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dalam Jabatan di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.

    Asep sebelumnya mengikuti seleksi terbuka jabatan calon Kepala Kejaksaan Tinggi berkualifikasi pemantapan yang digelar Kejagung. Dimana Kejati Jabar masuk di dalam kualifikasi pemantapan. Asep menduduki peringkat pertama dari sembilan Jaksa yang lolos administrasi.

    Posisi Asep digantikan oleh Reda Manthovani yang merupakan Kepala Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Bidang Pembinaan pada Kejaksaan Agung di Jakarta. Di wilayah Banten sendiri, Reda juga diketahui pernah menjabat sebagai Kejari Cilegon pada 2012 silam.

    “Betul, beliau mendapat promosi di Jabar. Tentu pergantian jabatan sesuatu yang biasa terjadi dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” kata Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, Ivan Siahaan Hebron lewat pesan singkat, Rabu (14/7/2021).

    Tak hanya di tingkatan jabatan eseleon II, seperti Kepala Kejati, pemindahan pemberhentian dan pengangkatan juga dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI terhadap beberapa pejabat eselon III-nya di Banten berdasarkan SK Jaksa Agung RI Nomor : KEP-IV-482/C/07/2021.

    Di antaranya yakni jabatan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Banten dari Sunarko digantikan oleh Iwan Ginting yang kini menjabat Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum). Selanjutnya Sunarko akan bertugas sebagai Kepala Kejari Kabupaten Bandung, di Bale Endah.

    Selain tingkat Kejati Banten, penyegaran jabatan pada tubuh korps Adhyaksa di Banten juga terjadi di level Kejari. Kepala Kejari Serang Supardi digantikan oleh Freddy D Simandjuntak yang sebelumnya bertugas sebagai Asisten Pengawasan pada Kejati Sumatera Barat di Padang. Supardi selanjutnya akan bertugas sebagai Asisten Pengawasan pada Kejati Sulawesi Selatan di Makasar. (RED)

  • Kejati Yakin Punya Bukti Kuat Praperadilan Tersangka Korupsi Masker Di Banten

    Kejati Yakin Punya Bukti Kuat Praperadilan Tersangka Korupsi Masker Di Banten

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten belum mau menanggapi secara gamblang terkait dengan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus dugaan korupsi masker, LS. Di sisi lain, Kejati Banten menegaskan bahwa penanganan kasus korupsi itu memerlukan kecermatan dan ketelitian, sehingga perkembangan kasus tidak bisa cepat.

    Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memberikan banyak tanggapan mengenai praperadilan tersangka LS.

    “Belum banyak yang bisa ditanggapi, karena berdasarkan jadwal persidangan baru dibuka pada hari Rabu esok,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Senin (5/7).

    Terkait dengan tudingan tidak seriusnya Kejati dalam penanganan kasus dugaan korupsi, lantaran tidak ada perkembangan kasus yang signifikan, dibantah oleh Ivan. Ia menegaskan, dalam penyusunan berkas perkara perlu kecermatan dan ketelitian.

    “Penyidik dalam menyusun berkas perkara harus cermat dan teliti agar tidak terdapat kelemahan dalam penyusunan berkas perkara. Keberhasilan penuntutan dalam proses persidangan harus dipersiapkan dengan baik demi terbuktinya perkara dimaksud,” ucapnya.

    Sedangkan mengenai tidak dibukanya dua alat bukti yang disangkakan kepada LS sehingga diajukannya praperadilan, menurut Ivan penyidik sudah pasti memiliki bukti yang kuat dan cukup dalam menetapkan tersangka.

    “Yang pasti ketika penyidik menetapkan tersangka, penyidik sudah memiliki bukti yang kuat dan cukup. Bukti yang kuat dan cukup tersebut akan diuji dalam proses persidangan. Jika kita berbicara tentang alat bukti rujukannya adalah pasal 184 KUHAP,” tandasnya.

    Sebelumnya diberitakan, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan masker pada Dinkes Provinsi Banten, LS, yang juga merupakan PPK melakukan perlawanan balik terhadap Kejati Banten. Ia mempertanyakan terkait dengan penahanan dirinya, termasuk juga disebutnya pengadaan masker KN-95 itu terindikasi korupsi.

    LS melalui kuasa hukumnya telah mengajukan sidang praperadilan atas penahanan dirinya. Pengajuan tersebut telah dilakukan oleh pihaknya pada Senin (28/6) lalu ke Pengadilan Negeri (PN) Serang dengan nomor register 12/Pid.Pra/2021/PN Srg.

    Berdasarkan informasi yang ada di situs resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Serang, diketahui bahwa LS mengajukan praperadilan mengenai sah atau tidaknya penahanan atas dirinya. Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Banten menjadi pihak termohon.

    Petitum yang diajukan yakni pertama, menyatakan bahwa persangkaan terhadap diri pemohon yakni LS, tidak beralasan hukum. Kedua, menyatakan penahanan terhadap diri pemohon tidak sah dan memerintahkan termohon untuk mengeluarkan diri pemohon dari tahanan.

    Kuasa hukum LS, Basuki, membenarkan bahwa pihaknya telah mengajukan praperadilan atas penahanan kliennya. Pihaknya mendaftarkan praperadilan tersebut pada Senin (28/6) lalu.

    “Kami telah mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka klien kami. Nanti untuk sidangnya itu pada tanggal 7 Juli, hari Rabu. Itu untuk menguji penahanan klien kami apakah sesuai atau tidak,” ujarnya saat dihubungi BANPOS melalui sambungan telepon, Sabtu (3/7).

    Pengajuan praperadilan tersebut dilakukan lantaran tidak adanya kejelasan atas kasus tersebut. Bahkan, pihaknya pun sudah berkali-kali menanyakan terkait dengan dua alat bukti yang menjadi dasar persangkaan terhadap LS, sehingga dilakukan penahanan.

    “Kami selaku kuasa hukum beliau sempat mempertanyakan lebih dari 5 kali, apa sih alasan klien kami sebagai tersangka. Artinya dua alat bukti yang sesuai dengan KUHAP 184. Tapi teman-teman Kejati itu seperti enggan memberitahukan, dengan alasan rahasia negara,” terangnya.(DZH/ENK)

  • Tersangka Korupsi Masker di Dinkes Banten Melawan Balik

    Tersangka Korupsi Masker di Dinkes Banten Melawan Balik

    TERSANGKA kasus dugaan korupsi pengadaan masker pada Dinkes Provinsi Banten, LS, yang juga merupakan PPK melakukan perlawanan balik terhadap Kejati Banten. Ia mempertanyakan terkait dengan penahanan dirinya, termasuk juga disebutnya pengadaan masker KN-95 itu terindikasi korupsi.

    LS melalui kuasa hukumnya telah mengajukan sidang praperadilan atas penahanan dirinya. Pengajuan tersebut telah dilakukan oleh pihaknya pada Senin (28/6) lalu ke Pengadilan Negeri (PN) Serang dengan nomor register 12/Pid.Pra/2021/PN Srg.

    Berdasarkan informasi yang ada di situs resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Serang, diketahui bahwa LS mengajukan praperadilan mengenai sah atau tidaknya penahanan atas dirinya. Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Banten menjadi pihak termohon.

    Petitum yang diajukan yakni pertama, menyatakan bahwa persangkaan terhadap diri pemohon yakni LS, tidak beralasan hukum. Kedua, menyatakan penahanan terhadap diri pemohon tidak sah dan memerintahkan termohon untuk mengeluarkan diri pemohon dari tahanan.

    Sidang pertama atas praperadilan tersebut akan dilakukan pada Rabu (7/7) mendatang pukul 09.00 WIB. Sidang akan dilangsungkan si PN Serang Ruang Sidang Cakra.

    Kuasa hukum LS, Basuki, membenarkan bahwa pihaknya telah mengajukan praperadilan atas penahanan kliennya. Pihaknya mendaftarkan praperadilan tersebut pada Senin (28/6) lalu.

    “Kami telah mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka klien kami. Nanti untuk sidangnya itu pada tanggal 7 Juli, hari Rabu. Itu untuk menguji penahanan klien kami apakah sesuai atau tidak,” ujarnya saat dihubungi BANPOS melalui sambungan telepon, Sabtu (3/7).

    Pengajuan praperadilan tersebut dilakukan lantaran tidak adanya kejelasan atas kasus tersebut. Bahkan, pihaknya pun sudah berkali-kali menanyakan terkait dengan dua alat bukti yang menjadi dasar persangkaan terhadap LS, sehingga dilakukan penahanan.

    “Kami selaku kuasa hukum beliau sempat mempertanyakan lebih dari 5 kali, apa sih alasan klien kami sebagai tersangka. Artinya dua alat bukti yang sesuai dengan KUHAP 184. Tapi teman-teman Kejati itu seperti enggan memberitahukan, dengan alasan rahasia negara,” terangnya.

    Ia pun menjelaskan mengenai kasus yang menjerat kliennya tersebut. Ia mengatakan, pengadaan masker tersebut berbeda dengan pengadaan pada umumnya. Pengadaan itu dilakukan pada saat darurat atau kejadian luar biasa.

    “Ini kan seperti pada situasi peperangan yah. Jadi memang langkah cepat itu harus diambil. Yang menaikkan harga pun bukan klien kami, tapi memang ada pihak lain yang lebih bertanggungjawab,” tuturnya.

    Di sisi lain, ia menuturkan bahwa perubahan harga tersebut tidak sekonyong-konyong dilakukan. Menurutnya, perubahan harga dilakukan lantaran ketersediaan barang yang langka sehingga membuat harga di pasaran pun meroket.

    “Ini tidak sekonyong-konyong dinaikkan harganya. Apalagi ada tujuan-tujuan tertentu. Ini karena barang yang tersedia itu tidak ada, sehingga harga itu menjadi mahal. Kalau tidak diambil, khawatir barang itu nanti tidak ada,” tuturnya.

    Ia mengatakan, hal tersebut merupakan hal yang sangat wajar terjadi. Apalagi dalam ilmu ekonomi pun hal tersebut memang diakui sebagai mekanisme pasar. Apalagi ia mengklaim, saat itu barang di pasaran memang tidak ada, bukan hanya langka.

    “Pada saat itu pun memang masker sangat langka kan. Masker biasa yang normalnya seharga Rp30 ribu satu pak misalkan, dibeli meskipun harganya menjadi Rp300 ribu. Itu karena memang menjadi kebutuhan,” terangnya.

    Selain itu, dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang juga dirubah menjadi UU Nomor 2 tahun 2020, disebutkan bahwa tidak dianggap sebagai kerugian negara untuk segala kebijakan yang berkaitan dengan pengadaan penanganan Covid-19.

    “Dan itu juga ada turunannya lagi, dalam situasi darurat itu tidak perlu ada harga standar. Dan faktanya memang pada saat itu tidak ada harga standar masker yang dipersoalkan itu,” ucapnya.

    Berdasarkan UU nomor 2 tahun 2020 pasal 27, terdapat tiga ayat. Ayat pertama berbunyi ‘Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara’.

    Sedangkan ayat kedua yakni ‘Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’.

    Ayat ketiga berbunyi ‘Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara’.

    Menurut Basuki, dalam pengadaan masker tersebut pun tidak mudah. Beberapa kali Dinkes Provinsi Banten mengganti penyedia masker lantaran ketika sudah sepakat, ternyata barangnya tidak tersedia. Hingga akhirnya, datang lah PT RAM dengan surat penawaran harga sebesar Rp220 ribu.

    “Benar ada penawaran. Tapi bukan kepada ibu LS. Ibu LS ini memang PPK, tapi dalam perkara masker ini ibu LS punya pembantu yang mengurus pengadaan tersebut. Dan beberapa kali mengganti penyedia. Pertama sudah sepakat, namun ternyata barangnya tidak ada. Hingga akhirnya PT ini (RAM) yang barangnya ada,” ucapnya.

    Dari penelusurannya pun, ternyata sebelumnya juga telah ada pengadaan masker yang sama, dengan nominal harga yang sama sebanyak 5.000 buah. Bedanya, pada pengadaan sebelumnya itu tidak termasuk dengan PPN sebesar 10 persen atau hanya Rp200 ribu.

    “Kalau yang sekarang ini include PPN, kalau yang kemarin itu exclude PPN. Jadi kalau yang kemarin itu Rp200 ribu, yang sekarang karena include PPN jadi Rp220 ribu. Tapi itu tidak dipermasalahkan,” terangnya.

    Hal tersebut yang menurutnya sangat aneh. Sebab, dengan harga barang yang sama, namun tidak dipermasalahkan oleh pihak Kejati Banten. Sehingga pertanyaan besar pun mencuat dari pihaknya.

    Dalam BAP AS dan WF pun menurut Basuki, ditegaskan oleh keduanya bahwa mereka sama sekali tidak mengenal LS. Bahkan, AS dan WF mengakui tidak ada aliran dana yang mengalir ke LS. Mengenal LS pun menurutnya, setelah adanya anggapan temuan pada pengadaan masker itu.

    “Itu konsekuensinya sudah dilakukan dengan bukti telah dibayarkannya uang sebesar Rp100 juta dan dua sertifikat hak milik sebagai jaminan senilai Rp2 miliar, dengan batas maksimal pembayarannya itu 2022,” ungkapnya.

    Dengan telah dilaksanakannya konsekuensi tersebut, menurutnya persoalan perdata terkait dengan temuan itu telah selesai. Namun anehnya, Kejati justru malah menahan LS serta AS dan WF.

    “Waktu itu PT RAM telah menyatakan bersedia membayar dan ada surat pernyataan bahwa mereka bertanggungjawab disertai pembayaran Rp100 juta dan dua sertifikat. Sekarang sudah ada di tangan Kejati Banten. Jadi sebenarnya proses keperdataannya itu sudah berjalan,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Penanganan Tiga Kasus Korupsi Lamban, Tidak Serius atau Kekurangan Bukti?

    Penanganan Tiga Kasus Korupsi Lamban, Tidak Serius atau Kekurangan Bukti?

    PERKEMBANGAN tiga kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani oleh Kejati Banten hingga saat ini belum ada progres yang jelas. Belum ada satu pun dari tiga kasus itu yang telah dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili.

    Jika dihitung berdasarkan hari, para tersangka dari tiga kasus dugaan korupsi tersebut telah mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) lebih dari 20 hari. Lebih dari rentang waktu penahanan yang ditetapkan oleh Kejati Banten.

    Paling lama ialah penahanan terhadap ES, tersangka dugaan korupsi dana hibah Pondok Pesantren (Ponpes). Kejati Banten menahan ES pada Kamis 15 April yang lalu. Jika dihitung, ES telah mendekam di tahanan selama 81 hari.

    SMD, tersangka kasus dugaan mark up harga pada pengadaan tanah Samsat Malingping menyusul ditahan oleh Kejati Banten. SMD ditahan oleh Kejati Banten pada Rabu 21 April yang lalu. SMD telah ditahan di Rutan Pandeglang selama 74 hari.

    Selanjutnya yakni Tb. AS dan AG yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Ponpes. Tb. AS dan AG ditahan oleh Kejati Banten pada Kamis 22 April lalu. Jika dihitung, hingga saat ini Tb. AS dan AG telah ditahan selama 73 hari.

    Masih di kasus yang sama, mantan Kepala Biro Kesra, IS dan mantan Plt. Kepala Biro Kesra, TS, juga ikut ditahan oleh Kejati Banten. IS dan TS ditahan oleh Kejati Banten pada 21 Mei kemarin di Rutan Pandeglang. IS dan TS telah ditahan selama 44 hari.

    Yang terbaru yakni kasus dugaan korupsi pengadaan masker pada Dinkes Provinsi Banten. Kasus itu menyeret tiga nama sebagai tersangka yakni LS selaku PPK Dinkes, AS dan WF selaku penyedia. Ketiganya ditahan oleh Kejati Banten pada Kamis 27 Mei. Terhitung ketiganya telah ditahan selama 38 hari.

    Koordinator Umum KMS 30, Fikri Maswandi, mempertanyakan keseriusan Kejati Banten dalam menyelesaikan tiga kasus dugaan korupsi, yang tengah ditangani. Menurutnya, penegakkan hukum yang dilakukan oleh Kejati Banten terkesan landai.

    “Kejati tidak serius dalam menangani tiga kasus korupsi di Provinsi Banten sehingga terlihat landai, bahkan tidak ada perkembangan kasus semenjak ditetapkan tersangka tiga kasus korupsi di Banten,” ujarnya kepada BANPOS, Minggu (4/7).

    Menurutnya, jika memang Kejati Banten telah memiliki data yang kuat dalam tiga perkara tersebut, seharusnya segera dilimpahkan ke pengadilan sehingga dapat dibuktikan mengenai kasus yang diduga merugikan keuangan negara itu.

    “Padahal para tersangka di tiga kasus tersebut sudah melampaui masa penahanan selama 20 hari. Adapun dapat diperpanjang hingga 30 hari seharusnya dapat segera dilimpahkan (untuk) melakukan proses persidangan,” katanya.

    Ia mengatakan, praktik korupsi bukanlah kasus yang bisa dilakukan oleh perseorangan. Sebab, bisa dipastikan kasus korupsi dilakukan secara berjamaah dan terorganisir.

    “Karena kami yakin, kasus kejahatan korupsi bukanlah kasus personal yang hanya dijalankan sendiri. Namun, kejahatan korupsi merupakan kasus yang dilakukan berjamaah, terorganisir, dan masif. Terkhusus untuk kasus dugaan pengadaan masker, tidak mungkin ada suatu perubahan kemudian tidak terkoordinasi atas sampai bawah,” ucapnya.

    Sehingga ia menegaskan bahwa perlu adanya perkembangan seperti penahanan tersangka baru, khususnya pada dugaan korupsi pengadaan masker. “Kami menduga kasus pengadaan masker dibawah kendali tangan-tangan dewa. Karena sejauh ini hadirnya tersangka pada kasus pengadaan masker, tidak menutup kemungkinan tidak melibatkan Kepala Dinas Kesehatan,” tegasnya.

    Senada disampaikan oleh Sekretaris HMI MPO Cabang Serang, Muhammad Izqi Kahfi. Ia pun mempertanyakan keseriusan Kejati Banten dalam penanganan perkara kasus dugaan korupsi, yang saat ini ditangani oleh Korps Adhyaksa tersebut.

    “Sampai saat ini tidak ada perkembangan kasus. Kalau yang kami lihat dari pemberitaan, Kejati selalu menyatakan bahwa ini sedang dalam perkembangan. Tapi kok tidak ada perkembangannya?,” ujar Kahfi.

    Apalagi menurutnya, Kejati Banten sudah membuat masyarakat melek akan kasus korupsi yang terjadi saat ini. Bahkan, kasus dugaan korupsi dana hibah Ponpes sempat memantik kegaduhan akibat simpang siurnya informasi.

    “Kasus hibah Ponpes kan sempat membuat masyarakat gaduh. Membuat guru-guru kita para ulama sampai harus bolak balik ke Kejari, saling lapor melapor. Tuduh sana sini, tapi sampai sekarang titik terangnya belum terlihat,” ucapnya.

    Ia pun mengaku bahwa pihaknya menduga, Kejati Banten tidak memiliki bukti yang kuat untuk membawa perkara itu ke persidangan. “Jangan-jangan memang tidak kuat buktinya. Sehingga dibuat larut seperti ini,” ungkapnya.

    Kahfi meminta kepada Kejati Banten agar profesional dalam menjalankan tugasnya, dan segera menyelesaikan perkara-perkara yang saat ini tengah ditangani. Menurutnya, para tersangka kasus pun berhak mendapatkan kepastian hukum atas penahanan mereka.

    “Ya jangan sampai mereka sudah lama-lama ditahan, tapi ternyata tidak ada bukti yang kuat. Segera tuntaskan agar kepastian hukum benar-benar ada. Mereka kan juga berhak untuk itu. Kalau memang harus dipidana, segera disidangkan. Kalau memang tidak ada bukti yang kuat untuk disidangkan, ya sudah legowo untuk dilepaskan,” tegasnya.

    Di sisi lain, beredar pamflet seruan konsolidasi yang dilakukan oleh Aliansi BEM Serang Raya, terkait dengan kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani oleh Kejati Banten.

    Konsolidasi tersebut dilaksanakan pada Minggu (4/7) pukul 13.00 di STISIP Trimasda. Dalam pamflet itu tertulis dengan warna merah “Kejati Apa Kabar?” dengan latar belakang saat mereka sedang aksi di KP3B mengenai KPK.

    Perwakilan Aliansi BEM Serang Raya, Faiz Naufal, mengatakan bahwa pihaknya sejak awal telah menyatakan akan mengawal perkembangan kasus dugaan korupsi, yang saat ini tengah ditangani oleh Kejati Banten.

    “Memang kami sejak awal sudah bersikap untuk mengawal kasus-kasus korupsi yang ada di Banten yah. Terutama kasus korupsi dana hibah Ponpes,” ujarnya.

    Pihaknya hingga saat ini masih melakukan kajian atas berbagai kasus dugaan korupsi tersebut, khususnya dalam hal perkembangan kasusnya. Kajian tersebut berkaitan dengan aturan penanganan kasus dugaan korupsi.

    “Kami sedang mengkaji UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kalau memang misalkan dalam penanganannya itu Kejati Overtime dalam penindakannya, kami akan angkat melalui narasi-narasi agar terlihat,” ucapnya.

    Namun sayangnya, informasi yang beredar saat ini pun tidak ada yang berkembang secara signifikan. Bahkan untuk pemberitaan saja terhitung sudah waktu yang lama.

    “Memang kalau kita lihat saja dari pemberitaan perkembangan kasus itu, paling terakhir adalah tanggal 16 Juni, itu membahas terkait dengan Kejati masih menunggu perhitungan kerugian negara. Artinya kami tidak mendapatkan informasi itu, akses untuk informasi ke Kejati pun tidak ada,” ucapnya.

    Maka dari itu, dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan audiensi dan klarifikasi kepada Kejati Banten, untuk mempertanyakan mengenai perkembangan tiga kasus dugaan korupsi tersebut.

    “Kami akan melakukan audiensi kepada Kejati Banten untuk melakukan klarifikasi secara langsung. Kalau untuk aksi kembali, kami belum mengarah sampai ke sana. Yang pasti kami akan lakukan audiensi,” terangnya.

    Sementara itu, saat ingin dikonfirmasi, Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, belum bisa memberikan komentar lantaran tengah berada di perjalanan, tepatnya di bandara. Saat ingin dikonfirmasi kembali, ia tidak membalas pesan WhatsApp dari BANPOS.(DZH/ENK)

  • Kuasa Hukum Minta WH Tak Dikaitkan Dengan Kasus Hibah Ponpes

    Kuasa Hukum Minta WH Tak Dikaitkan Dengan Kasus Hibah Ponpes

    LSERANG, BANPOS – Kuasa hukum Pemprov Banten meminta agar kasus hibah Ponpes tidak dikait-kaitkan dengan Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH). Sebab menurut kuasa hukum, WH tidak berkaitan langsung dengan pelaksanaan program tersebut.

    Kuasa hukum Pemprov Banten, Asep Abdullah Busro, mengatakan bahwa pelaksanaan program pemberian dana hibah dan bansos yang dilakukan baik oleh Pemprov Banten secara kelembagaan, maupun WH selaku Gubernur Banten adalah dalam rangka melaksanakan amanat UU berdasarkan aturan yang berlaku.

    “Antara lain yaitu Pergub No.10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Dana Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD Provinsi Banten yang telah mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait yaitu Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos dan PP No.12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” ujarnya dalam rilis, Sabtu (24/4).

    Selanjutnya, ia menuturkan bahwa mekanisme realisasi dana hibah dan bansos didasarkan pada inisiasi pengajuan dari masing-masing pihak pemohon dana hibah dan bansos, yang selanjutnya dilakukan proses verifikasi kelengkapan persyaratannya oleh masing-masing OPD teknis terkait dan dikaji kelayakannya, serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah oleh TAPD.

    “Oleh karenanya apabila terdapat lembaga penerima hibah yang fiktif, maka hal tersebut bukan menjadi tanggung jawab dari Pemprov Banten secara kelembagaan, namun merupakan tanggung jawab dari individu yang mengatasnamakan lembaga penerima hibah tersebut yang harus bertanggung jawab,” ucapnya.

    Pertanggungjawaban yang dimaksud yaitu mengembalikan dana hibah dan bansos yang sudah ditransfer oleh pihak Pemprov Banten, termasuk bertanggung jawab secara hukum pidana atas kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam lingkup Tindak Pidana Korupsi.

    “Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 25, 26 dan Pasal 67 Pergub No.10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos yang bersumber dari APBD Provinsi Banten,” terangnya.

    Ia pun menuturkan bahwa tidak relevan jika kasus itu dikaitkan kepada Gubernur Banten. Sebab pelaksanaan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dilakukan oleh OPD teknis.

    “Gubernur Banten dalam proses pelaksanaan penandatanganan NPHD telah mendelegasikan kewenangannya tersebut kepada Kepala Dinas/OPD Teknis terkait. Sehingga tidak relevan untuk mengkaitkan Gubernur Banten dalam pelaksanaan hibah dan bansos secara teknis,” jelasnya.

    Menurutnya, pelaporan yang dilakukan oleh Gubernur Banten didasarkan pada itikad baik sebagai langkah untuk menyelamatkan uang negara, bentuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi, untuk memastikan dana hibah dan bansos diterima oleh pihak yang berhak.

    “Juga memastikan dana tidak disalahgunakan dan diambil oleh oknum atau pihak yang tidak bertanggung jawab sekaligus bentuk dukungan kepada pihak Kejati Banten dalam menegakan hukum dan mewujudkan zona integritas di wilayah Banten, serta memimpin dan memberikan keteladanan kepada masyarakat Banten dalam upaya pemberantasan korupsi di Banten,” ungkapnya.

    Menurutnya, Pemprov Banten mengapresiasi dan mendukung penuh langkah penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Banten serta mengapresiasi adanya pelaporan yang dilakukan oleh element masyarakat, sebagai bentuk kontribusi positif dalam monitoring pelaksanaan dana hibah dan bansos.

    “Serta sebagai bentuk sinergi kolektif antara masyarakat, Pemprov Banten dan Kejaksaan Tinggi Banten dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi di Banten,” tandasnya. (DZH)

  • Kejati dan PJI Banten Serahkan Material Musala di Malingping

    Kejati dan PJI Banten Serahkan Material Musala di Malingping

    MALIMPING, BANPOS – Kejati Banten dan Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Daerah Banten menyerahkan 300 sak semen dan 50 kilogram paku ke Musala Hidayatullah Mubtadi’en, Rabu (10/2/2021).

    Bantuan itu untuk pembangunan rehab total musala yang berada di Kampung Sukatani, Desa Sumberwaras, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak.

    Rombongan PJI Daerah Banten itu dipimpin Aspidsus Kejati Banten Sunarko. Dia didampingi oleh para koordinator, kasi dan staf Intelejen Kejati Banten.

    “Ini adalah bentuk kepedulian kejati dan PJI Banten terhadap masyarakat,” ungkap Sunarko.

    Sunarko berharap bantuan tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya lingkungan Pondok Pesantren Hidayatullah Mubtadi’en.

    “Kami berharap bantuan kami dapat memberi manfaat bagi santri dan masyarakat sekitar. Sehingga, ibadah menjadi nyaman,” kata Sunarko.

    Penyerahan bantuan itu diterima langsung oleh Pengasuh Ponpes Hidayatullah Mubtadi’en, Kiai Haji Usep Saepudin. “Kami sangat bersyukur dan ucapkan terimakasih atas bantuannya,” ucap Usep.

    Acara itu juga dihadiri oleh Camat Malingping Cece Saputra, Danramil 0313/Malingping Kapten Arm Zaenul Arifin, dan Kades Sumberwaras Usup. (DZH)

  • Dugaan Korupsi Kalender Tatu Dinilai Mandek, Demonstran Cor Kaki di Depan Kejati Banten

    Dugaan Korupsi Kalender Tatu Dinilai Mandek, Demonstran Cor Kaki di Depan Kejati Banten

    SERANG, BANPOS – Empat orang warga Kabupaten Serang yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GRASAK), melakukan aksi pengecoran kaki di depan Kejati Banten. Aksi tersebut sebagai bentuk mandeknya upaya penegakkan hukum atas dugaan korupsi pada pengadaan kalender dan dugaan penyalahgunaan anggaran ambulans desa Pemkab Serang.

    Koordinator aksi GRASAK, Heri, mengatakan bahwa kedatangan pihaknya ke Kejati Banten bertujuan untuk meminta kasus yang sempat ditunda penyelidikannya karena perhelatan Pilkada tersebut, dapat kembali dilanjutkan.

    “Ini murni uang rakyat, yang disalahgunakan oleh Ratu Tatu Chasanah,” tegasnya di depan Kantor Kejati Banten, Rabu (30/12).

    Heri mengungkapkan, aksi teatrikal mengecor kaki ini dilakukan untuk meminta jawaban secara tertulis dari Kejati Banten. Heri menegaskan, pihaknya tidak akan pernah beranjak meninggalkan Kantor Kejati Banten sebelum surat yang diajukan dibalas oleh pihak Kejati secara tertulis.

    “Kami tidak akan pernah beranjak sebelum Kejati Banten membalas surat dari kami. Kami mempertanyakan kapan kasus akan ditindaklanjuti. Kami menunggu ketegasan dari Kajati Banten,” ungkapnya.

    Selain itu, pihaknya menuntut agar jawaban dari Kejati Banten dapat disebarluaskan. Hal ini agar masyarakat di Kabupaten Serang mengetahui tindak-lanjut penanganan perkara dugaan dua kasus korupsi itu.

    “Kami meminta Kajati Banten tegas, dan mempublikasikan serta menyebarluaskan kepada pihak media. Agar publik tahu, bahwa semua perkara ditindaklanjuti. Siapapun yang bersalah harus dihukum,” ucapnya.

    Sementara Kasi Sosial Budaya dan Kemasyarakatan Kejati Banten, Hadi, mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima berkas yang diberikan oleh massa aksi, kemudian akan disampaikan kepada pimpinan.

    Dirinya tidak dapat menyampaikan secara teknis, mengingat dalam hal ini, bukan kewenangannya. Sebab, bagian yang harusnya menangani tengah melakukan cuti kerja.

    “Berkasnya sudah kami diterima, kami akan laporkan kepada pimpinan,” tandasnya. (DZH)

  • Didemo Soal Uang Lobi Untirta, Kejati Banten Tolak Teken Pakta Integritas

    Didemo Soal Uang Lobi Untirta, Kejati Banten Tolak Teken Pakta Integritas

    SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Komisariat Se-Untirta menggeruduk Kejati Banten. Mereka meminta agar Kejati Banten tidak gembos dalam memproses kasus Internet Desa (Interdes) yang menyeret salah satu pejabat Untirta.

    Dalam aksi tersebut, para mahasiswa menyampaikan orasi agar Kejati Banten tidak tergiur dengan dugaan lobi yang dilakukan Untirta, agar pemeriksaan terhadap kasus tersebut berhenti.

    “Kejati jangan gembos. Kami tidak mau proses kasus yang melibatkan Untirta terhenti karena ada upaya lobi yang dilakukan oleh oknum Untirta,” ujar salah satu orator dalam aksinya, Selasa (27/10).

    Selang beberapa lama, perwakilan dari Kejati Banten pun mempersilahkan massa aksi untuk masuk untuk menyampaikan tuntutannya. Terjadi dialog antara mahasiswa dengan perwakilan Kejati Banten.

    Para mahasiswa pun menyodorkan Pakta Integritas agar Kejati Banten benar-benar menjalankan tugasnya secara profesional. Namun, pihak Kejati Banten menolak untuk menandatangani hal tersebut.

    Mereka beralasan bahwa sejak disumpah dalam jabatannya pun, mereka telah menandatangani pakta integritas sehingga tidak perlu lagi menandatangani pakta integritas yang disodorkan oleh mahasiswa.

    Para mahasiswa pun keluar dengan kecewa. Mereka mengatakan bahwa seharusnya Kejati Banten jika benar-benar mau mengusut tuntas kasus itu, tidak perlu takut untuk menandatangani pakta integritas.

    “Jangankan menandatangani, mereka menyentuh pakta integritas kami pun tidak. Kami sangat kecewa. Kami akan bertahan hingga pakta integritas ini ditandatangani,” tegas Ketua Umum HMI MPO Komisariat Untirta Pakupatan, Irkham Maghfuri Jamas.

    Sementara itu, Wakil Kepala Kajati Banten, Ricardo, mengatakan bahwa pihaknya tidak menandatangani pakta integritas dari mahasiswa karena menurutnya, tidak ada kaitannya dengan penegakkan hukum. Ia mengatakan bahwa penandatanganan tersebut hanya normatif saja.

    “Penegakkan hukum ini sudah dijalankan. Dan ini sudah ada upaya paksa. Apa yang harus ditandatangani pakta integritas. Pakta integritas itu kalau belum dijalankan, sedangkan ini sudah berjalan,” ujarnya ditemui di ruang kerjanya.

    Sementara di luar, massa aksi tetap melakukan orasi. Mereka yang kesal dengan enggannya pihak Kejati Banten untuk menandatangani pakta integritas, meluapkannya dengan menggelar salat gaib di depan Kejati Banten.

    “Ini merupakan bentuk kekecewaan kami terhadap Kejati Banten. Kami menganggap bahwa penegakkan hukum sudah mati karena Kejati Banten tidak berani menandatangani pakta integritas, yang isinya menegaskan bahwa haram mereka menerima lobi dari pihak manapun,” kata Irkham.

    Sebelum membubarkan diri, massa aksi pun melemparkan kertas agitasi dan pakta integritas yang mereka siapkan, ke dalam Kejati Banten. Mereka pun mengancam akan kembali datang ke Kejati Banten dengan massa yang lebih banyak. (MG-01)

  • Mantan Dekan FISIP Untirta Diperiksa Kejati

    Mantan Dekan FISIP Untirta Diperiksa Kejati

    SERANG, BANPOS – Mantan Dekan FISIP Untirta, AS, bersama dengan salah satu dosen Untirta diperiksa oleh Kejati Banten. Pemeriksaan tersebut dilakukan berkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi Bimbingan Teknis (Bimtek) Internet Desa, yang menyeret Direktur Laboratorium Administrasi Negara FISIP Untirta, MDH.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, AS datang ke Kejati Banten pada Kamis (22/10) sekitar pukul 09.30 WIB. Ia datang didampingi oleh dua orang rekannya yang tidak diketahui siapa namanya, dan mendampingi sebagai apa.

    Ia berada di ruangan Pidana Khusus untuk dimintai keterangan oleh penyidik. Sekitar pukul 11.47 WIB, AS pun keluar dari ruangan Pidana Khusus untuk beristirahat dan salat dzuhur.

    BANPOS mencoba untuk mewawancara AS pada saat itu. Namun, AS menolak dan mengatakan bahwa dirinya masih ditunggu untuk kembali dimintai keterangan. AS pada saat istirahat didampingi oleh salah satu rekannya.

    Sekitar pukul 13.00 WIB, AS kembali masuk ke ruangan Pidana Khusus. Dalam pemeriksaan usai istirahat tersebut, AS diperiksa selama kurang lebih tiga jam. AS keluar dari ruang Pidana Khusus sekitar pukul 16.07 WIB dan langsung bergegas menuju mobilnya. Ia menolak diwawancara BANPOS.

    “Gak usah, gak usah,” ujarnya seraya menutup pintu dan menaikkan jendela mobil Pajero Sport berwarna hitamnya. Mobil tersebut pun pergi meninggalkan kawasan Kejati Banten.

    Saat dikonfirmasi, Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa pihaknya saat ini telah memanggil dua orang dari pihak Untirta sebagai saksi. Keduanya yakni mantan Dekan FISIP Untirta, AS, dan seorang dosen aktif Untirta.

    “Mereka dipanggil sebagai saksi. Kaitannya dengan kasus internet desa. Mereka sebagai pembicara pada kegiatan tersebut,” tandasnya singkat. (DZH)