Tag: Kejati Banten

  • Dua Profesor Untirta Diperiksa Kejati

    Dua Profesor Untirta Diperiksa Kejati

    SERANG, BANPOS – Kasus dugaan korupsi Internet Desa (Interdes) yang melibatkan salah seorang pejabat Untirta, DMH terus bergulir.

    Hari ini, dua Profesor Untirta dan satu bendahara fakultas dipanggil untuk memberikan konfirmasi tentang hal ini.

    Diketahui, Kejati Banten memanggil mantan rektor Untirta, Soleh Hidayat, Kartina dan Ema, yang merupakan mantan Rektor Untirta, mantan Wakil Rektor bidang IV dan bendahara Fisip Untirta. Diketahui mereka diperiksa selama lebih dari 5 jam.

    Pantauan BANPOS di lapangan, ketiganya beberapa kali keluar masuk dari kantor Kejati Banten untuk beristirahat dan salat. Namun saat coba dikonfirmasi, mereka enggan memberikan tanggapan.

    Hingga pada akhirnya, sekitar pukul 16.05 WIB, ketiga orang tersebut usai diperiksa oleh Kejati Banten. BANPOS pun mencoba melakukan konfirmasi kepada Soleh Hidayat.

    Ia membenarkan bahwa dirinya diperiksa oleh Kejati Banten terkait dengan kasus korupsi Bintek internet desa yang menjerat salah satu dosen Untirta.

    Ia mengaku bahwa pemanggilannya karena ia merupakan rektor pada saat itu yaitu periode 2015-2019.

    “Iyah (terkait Bimtek internet desa). Yah kan saya sebagai rektor waktu itu dikonfirmasi benar tidak. Kan seperti itu,” ujarnya seusai keluar dari gedung Kejati Banten, Rabu (14/10).

    Saat ditanya perihal aliran dana yang masuk ke rekening Fisip Untirta bukan ke rekening Untirta, Soleh mengatakan bahwa bukan hal tersebut yang dipertanyakan oleh Kejati Banten.

    “Hal lain. Jadi hanya konfirmasi saja, koordinasi apakah ini benar. Jadi yah hanya konfirmasi saja,” tegasnya.

    Sementara itu, Kasi Penkum pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa terdapat tiga orang dari pihak Untirta yang dipanggil oleh Kejati Banten. Mereka dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

    “Yang dipanggil mantan rektor, wakil direktur Fisip dan bendahara Fisip. Untirta semua. Iyah untuk dimintai keterangan,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.

    Ia mengatakan, kemungkinan masih ada potensi penambahan tersangka dalam kasus yang merugikan negara sebesar kurang lebih Rp1 miliar tersebut. Namun saat ini masih pihaknya kaji.

    “Untuk sementara masih dikaji,” tandasnya. (DZH)

  • Pejabat Untirta dan Eks Kadishub Masuk Sel

    Pejabat Untirta dan Eks Kadishub Masuk Sel

    SERANG, BANPOS – Kejati Banten menahan 4 tersangka kasus internet desa. Penahanan tersebut diklaim agar proses pelengkapan berkas perkara dapat semakin mudah dilakukan oleh pihak Kejati Banten.

    Berdasarkan pantauan BANPOS, keempat tersangka yang terdiri dari eks Kadishubkominfo Provinsi Banten, RA, Direktur Laboratorium Administrasi Negara Fisip Untirta DMH, pelaksana kegiatan MK dan seorang PNS berinisial H digelandang menggunakan mobil tahanan Kejati Banten bertuliskan Tipikor.

    Keempatnya pun terlihat menggenakan rompi berwarna merah bertuliskan tahanan Kejaksaan. Selain itu, keempatnya juga terlihat dalam kondisi tangannya diborgol menggunakan borgol besi.

    Kasi Penerangan Hukum (Penkum) pada Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa keempatnya akan ditahan selama 20 hari di Lapas Pandeglang. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses pelengkapan berkas.

    “Terhadap para tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan. Untuk sementara tersangka dititipkan di Lapas Pandeglang. Alasan penahanan agar cepatnya pemrosesan pemberkasan dalam penanganan pidana ini,” ujarnya di Kejati Banten, Selasa (13/10).

    Ia mengatakan, penahanan yang dilakukan oleh pihaknya merupakan penahanan dalam tahap penyidikan. Oleh karena itu, tim penyidik disebutkan telah berkomitmen untuk cepatnya proses pemeriksaan dan cepatnya berkas perkara kasus itu.

    Ivan mengatakan, para tersangka yang digelandang yakni RA selaku eks Kadishubkominfo Provinsi Banten, H selaku PNS, MK selaku direktur perusahaan swasta dan DMH selaku direktur Lab Administrasi Negara Untirta.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh BANPOS, kasus tersebut terjadi dimulai dari adanya program bimbingan teknis (Bimtek) untuk internet desa. Dalam program tersebut, RA selaku kadis pada saat itu menghubungi MK bahwa OPD yang ia pimpin memiliki program dengan angka diatas Rp3 miliar.

    Namun dalam pelaksanaannya, Bimtek tersebut perlu menggandeng perguruan tinggi selaku pelaksananya. Maka dari itu, MK menghubungi DMH untuk menjalin kerjasama antara Lab Administrasi Negara Untirta dengan Dishubkominfo Provinsi Banten dalam Bimtek itu.

    Akan tetapi, Lab Administrasi Negara Untirta itu ternyata hanya berfungsi untuk mencairkan anggaran saja. Sedangkan yang melaksanakan tetap MK, dengan catatan DMH mendapatkan prosentase dari kegiatan itu.

    Selain itu, diketahui juga bahwa target peserta dalan pelaksanaan Bintek tersebut yakni sebanyak 1.000 peserta. Akan tetapi peserta yang benar-benar hadir di bawah 1.000 peserta, sehingga merugikan negara sekitar Rp1 miliar.

    Ivan mengatakan, kepada empat tersangka tersebut disangkakan pasal primer pasal 2 ayat 1, subsidier ayat 3 jo pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Adapun jumlah kerugian negara kurang lebih sebesar Rp1 miliar,” ucapnya.

    Tak sampai pada empat tersangka itu saja, Ivan mengatakan bahwa akan ada tindak lanjut pemeriksaan terhadap para tersangka dan para saksi lainnya. “Masih akan ada pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka dan saksi-saksi lainnya,” tandasnya.

    Sementara itu, Humas Untirta, Veronica Dian, mengatakan bahwa pihaknya belum bisa memberikan tanggapan. Sebab, pihaknya belum berkoordinasi dengan pimpinan Untirta.

    Sementara sebelumnya, Dian mengatakan bahwa Untirta akan melakukan pendampingan hukum terhadap DMH selaku dosen di perguruan tinggi tersebut. “Kami ikuti proses hukum yang ada. Dampingi yang bersangkutan dengan menyiapkan pengacara untuk pendampingan hukumnya,” ujarnya kemarin.(DZH/ENK)

  • Mantan Kadis Cilegon dan Pengusaha Ditahan

    Mantan Kadis Cilegon dan Pengusaha Ditahan

    CILEGON, BANPOS – Kasus korupsi Jalan Lingkar Selatan (JLS) jilid II yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten memasuki babak baru. Dugaan kasus korupsi peningkatan lapis beton JLS yang kini bernama Jalan Aat Rusli Kota Cilegon kini dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon.

    Setelah proses penyidikan di Kejati Banten dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat formil dan materil. Kejati kemudian melakukan tahap dua ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon.

    Diketahui tiga tersangka yang ditahan dan langsung dijebloskan ke penjara yaitu mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR) Kota Cilegon Nana Suklasana, kemudian dari pihak swasta Tb Dhoni Sudrajat yang merupakan subkontraktor dan Syachrul kontraktor dari PT Respati Jaya Pratama.

    Kasi Penyidikan Kejati Banten, Zainal Efendi menyatakan ketiganya ditahan setelah berkas perkara korupsi JLS Cilegon memenuhi syarat formil dan materiil. Kemudian kejati melakukan tahap dua ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon.

    “Jadi agenda kita hari ini dari Kejaksaan Tinggi Banten melakukan tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum di mana menurut kami Jaksa Penyidik telah memenuhi syarat formal dan materil yaitu kita sudah melakukan P21 dalam berkas ini,” kata Zainal Efendi kepada awak media saat ditemui di Kantor Kejari Cilegon, Jumat (9/10).

    Sebelum ditahan kata dia, ketiga tersangka itu dibawa ke Kejari Cilegon untuk diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Kemudian tim dokter yang memeriksa kesehatan menyatakan sehat secara jasmani. Dengan demikian, Jaksa kemudian menahan ketiganya ke Lapas Cilegon.

    “Kemudian dalam kasus (korupsi) Jalan Lingkar Selatan (JLS) Cilegon waktu itu anggaran 2013 yaitu sebesar Rp 14 miliar, waktu itu dikerjakan oleh PT Respati Jaya Pratama. Kemudian dari perhitungan kerugian negara Rp 1,3 miliar,” ujarnya.

    Untuk diketahui bahwa kasus korupsi JLS Cilegon berawal dari ambruknya jalan di KM 8 arah Anyer pada 2018 silam. Adanya kejadian itu, Kejati Banten kemudian melakukan penyelidikan pada 2019 dan menemukan potensi korupsi atas kasus itu.

    Kemudian Kejati Banten memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembangunan proyek tersebut. Diketahui proyek itu berasal dari APBD tahun 2013 menghabiskan dana hingga Rp.14.800 Miliar. Dari hasil pemeriksaan jaksa menemukan kerugian negara Rp 1,3 miliar dan menetapkan ketiganya sebagai tersangka.

    Selain memeriksa para tersangka, Kejati Banten juga turut melibatkan saksi ahli yang menghitung besaran kerugian negara.

    “Saksi yang kami mintai keterangan sebanyak 25 orang dan dua orang saksi ahli terdiri dari ahli teknik, dan ahli perincian kerugian negaranya,” jelas Zainal.

    Sementara itu, Kajari Cilegon melalui Kasi Intel Kejari Cilegon, Hasan Asy’ari mengatakan pihaknya akan melakukan pengamanan untuk tahap selanjutnya.

    “Kalau dari kami tahap II hari ini yang pertama kita akan melakukan pengamanan kemudian untuk tahap selanjutnya, karena memang ini proses penyelidikan dan penyidikannya di kejati kami dari kejari sendiri akan menunjuk jaksa dulu. Kita akan tunjuk jaksa siapa yang akan menangani perkara ini ditahap penuntutannya,” kata Hasan.

    Atas kasus tersebut Jaksa menyangkakan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

    Perlu diketahui bahwa kasus korupsi JLS ada dua kasus masing-masing ditangani oleh Kejati Banten dan Kejari Cilegon. Kejati Banten menangani jalan ke arah Anyer sedangkan Kejari Cilegon jalan ke arah PCI Cilegon. Sebelumnya pada 2019 Kejari Cilegon sudah menetapkan dua tersangka kasus JLS Cilegon yang ditangani oleh kejari. Kedua orang tersebut yakni mantan pejabat Bakhrudin merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cilegon yang kini sudah pensiun. Sementara mendiang Suhaemi adalah pihak swasta selaku pelaksana proyek pembangunan JLS sepanjang 2,5 km.(LUK)

  • Fahmi Hakim Enggan Ditanya Sport Center

    Fahmi Hakim Enggan Ditanya Sport Center

    SERANG, BANPOS – Fahmi Hakim enggan menanggapi dirinya yang saat ini dijadikan saksi oleh Kejati Banten berkaitan dengan kasus korupsi pengadaan lahan Sport Center.

    Hal ini terjadi saat BANPOS mencoba melakukan konfirmasi kepada Ketua DPC Kabupaten Serang tersebut di depan kantor KPU Kabupaten Serang.

    Saat ditanya, ia enggan menjawab pertanyaan dari BANPOS, bahkan sedikit mendorong awak media saat menjelaskan pertanyaan tersebut.

    “Sebentar, sebentar,” ujarnya sembari berlari ke mobil meninggalkan awak media BANPOS, Sabtu (5/9).

    Untuk diketahui, Fahmi Hakim telah dimintai keterangan sebagai saksi oleh Kejati Banten, berkaitan dengan kasus korupsi pengadaan lahan Sport Center.

    Hal itu diungkapkan oleh Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Banten, Ivan H. Siahaan. Menurut Ivan, pihaknya telah memeriksa kurang lebih 10 saksi, termasuk Fahmi Hakim yang juga merupakan Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten.

    “Iyah sudah (diperiksa). Hanya kami tidak bisa memberikan keterangan satu persatu. Karena kan ada juga yang dari lurahnya, ada yang dari dinas terkait. Lalu ada juga dari para pelaku sejarahnya juga,” terangnya.

    Namun, Ivan juga menolak memberitahu sudah berapa kali Fahmi Hakim telah diperiksa sebagai saksi. Akan tetapi, ia menegaskan apabila keterangan dari Fahmi Hakim masih belum cukup, maka akan terus digali informasi oleh pihaknya.

    “Kami tidak bisa jawab sudah berapa kali, yang pasti sepanjang itu masih belum cukup, maka akan kami panggil kembali,” tegasnya. (DZH)

  • Fahmi Hakim Dijerat Sport Centre?

    Fahmi Hakim Dijerat Sport Centre?

    SERANG, BANPOS – Kasus korupsi pengadaan lahan Sport Center menyeret tokoh penting Partai Golkar. Orang tersebut yakni Fahmi Hakim yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten dan juga merupakan Ketua DPC Partai Golkar Kabupaten Serang.

    Namun, Kejati Banten belum melanjutkan beberapa kasus lainnya, dengan alasan sedang pelaksanaan Pilkada. Kasus tersebut seperti dugaan kasus pengadaan kalender dan ambulans yang menyeret politikus Golkar lainnya.
    Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Banten, Ivan Siahaan, mengatakan bahwa perkembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan lahan Sport Center baru sampai pada pemeriksaan sejumlah saksi dan pengumpulan dokumen alat bukti.

    “Kami telah memeriksa saksi-saksi, sudah lebih dari 10 saksi. Lalu kami juga sudah mengumpulkan dokumen, alat bukti. Karena kan alat bukti itu ada kesaksian, lalu surat dokumen,” ujarnya saat ditemui BANPOS di ruang kerjanya, Kamis (3/9).

    Ia pun tidak membantah bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap Fahmi Hakim beberapa waktu yang lalu. Namun Ivan mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menjelaskan secara mendetail terkait pemeriksaan Fahmi Hakim.

    “Iyah sudah (diperiksa). Hanya kami tidak bisa memberikan keterangan satu per satu. Karena kan ada juga yang dari lurahnya, ada yang dari dinas terkait. Lalu ada juga dari para pelaku sejarahnya juga,” terangnya.

    Namun, Ivan juga menolak memberitahu sudah berapa kali Fahmi Hakim telah diperiksa sebagai saksi. Akan tetapi, ia menegaskan apabila keterangan dari Ketua DPC Golkar Kabupaten Serang itu masih belum cukup, maka akan terus digali informasi oleh pihaknya.

    “Kami tidak bisa jawab sudah berapa kali, yang pasti sepanjang itu masih belum cukup, maka akan kami panggil kembali,” tegasnya.

    Selanjutnya, pihaknya akan segera melakukan ekspos perhitungan kerugian yang terjadi pada kasus pengadaan lahan tersebut. Menurutnya, ekspos itu akan dilangsungkan dalam waktu dekat ini. Namun dirinya tidak bisa memastikan kapan akan dilakukan.

    “Kan untuk proses penghitungan kerugian itu harus diekspos dulu. Tapi sampai sekarang kami masih belum dapat datanya apakah kami akan ke BPK atau ke BPKP. Yang pasti sedang dipersiapkan, jadi ada tim khusus untuk pemeriksaan dan pemberkasan untuk menghitung kerugian negara,” jelasnya.

    Di sisi lain, Ivan juga menerangkan bahwa kasus yang dilaporkan oleh organisasi NGO Banten terkait dengan dugaan korupsi pada pengadaan kalender dan ambulans desa Pemkab Serang, ditunda prosesnya dengan alasan Pilkada.

    “Ada surat dari pimpinan Kejaksaan, karena ini masih ada proses Pilkada, maka ditunda. Ditunda, jadi bukan dihentikan. Saat ini kan masih dalam proses pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan (puldata dan pulbaket,” ungkap Ivan.

    Ia menuturkan bahwa proses puldata dan pulbaket akan kembali dilangsungkan apabila perhelatan Pilkada telah selesai dilaksanakan. “Jadi nanti akan kembali dilanjutkan ketika sudah selesai. Baik menang maupun kalah petahana. Karena yang dilaporkan itu saat ini bakal calon petahana,” tandasnya.

    Terpisah, BANPOS tidak berhasil mengkonfirmasi informasi ini kepada Fahmi Hakim. Ketika dihubungi melalui telepon dan aplikasi perpesanan,telepon yang bersangkutan tidak aktif.(DZH/ENK)

  • Jelang Hari Bhakti Adhyaksa, Kejati Banten Tebar Ribuan Sembako

    Jelang Hari Bhakti Adhyaksa, Kejati Banten Tebar Ribuan Sembako

    SERANG, BANPOS – Dalam rangka memperingati Hari Bhakti Adhyaksa, Kejati Banten membagikan 1.100 sembako kepada warga yang kurang mampu. Sembako tersebut berisi beras, minyak goreng, terigu, gula dan lain-lain.

    Kajati Banten, Rudi Prabowo Aji, mengatakan bahwa pemberian paket sembako tersebut dalam rangka memperingati Hari Bhakti Adhyaksa yang akan jatuh pada 22 Juli mendatang.

    “Paket sembako tersebut kita berikan kepada warga yang berhak menerimanya. Paket sembako yang kita bagikan tersebut bantuan dari Kejati Banten dan Kejari se Provinsi Banten. Hari ini serentak pembagiannya (sembako-red) se Indonesia,” kata Rudi didampingi Kasi Penkum Kejati Banten Ivan Siahaan.

    Selain membagikan ribuan paket sembako, Kejati Banten juga membagikan beras 600 kg, minyak goreng 260 liter, terigu 20 kg, gula 50 kg dan beberapa bantuan lainnya kepada panti asuhan serta pondok pesantren.

    “Sebelumnya kamk juga telah mendistribusikan bantuan-bantuan untuk warga yang terkena dampak Covid 19 ini. Sudah beberapa kali (kegiatan pembagian sembako),” ucapnya.

    Rudi menuturkan selain Kejati dan jajaran, Kejaksaan Agung juga membagikan bantuan dua ribu lebih paket sembako bagi warga kurang mampu di wilayah Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang.

    “Hari ini juga Kejagung membagikan bantuan sembako. Di Banten, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang mendapat dua ribuan paket sembako,” kata Rudi. (DZH)

  • LSM BIAK Tanggapi Santai Tuduhan dan Ancaman FPMKS Soal Syafrudin

    LSM BIAK Tanggapi Santai Tuduhan dan Ancaman FPMKS Soal Syafrudin

    SERANG, BANPOS – Ketua LSM BIAK, Abdul Rafid, menanggapi santai aksi yang dilakukan oleh FPMKS. Menurutnya, hal tersebut merupakan hak setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasinya melalui unjuk rasa.

    “Yah kalau teman-teman (FPMKS) menganggap bahwa pak Walikota Serang tidak bersalah dan tidak melakukan korupsi, bagi saya tidak masalah apabila mereka menggelar demo. Karena itu kan memang hak setiap warga negara,” ujarnya saat dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Kamis (9/7).

    Namun ia juga meminta kejelasan, apabila memang Walikota Serang tidak bersalah, mengapa dua orang atas nama Muhammad Faizal Hafiz dan Tb. Syarif Mulya harus ditahan dengan pidana penjualan tanah negara.

    “Memang saya dapat informasi dari Kejati Banten bahwa tanah itu (Batok Bali) sudah dikuasai lagi oleh negara dan dibuatkan sertifikat. Pertanyaannya, siapa yang bertanggungjawab atas dua orang yang sudah dipenjara itu? Kalau memang tidak ada kerugian negara, mereka harus dipulihkan nama baiknya,” jelasnya.

    “Sedangkan di persidangan mereka terbukti bersalah karena menjual tanah negara. Darimana AJB bisa keluar? Tentu atas tanda tangan dari PPATS yang saat itu dipegang Camat, dalam hal ini dijabat oleh pak Syafrudin,” lanjutnya.

    Mengenai tudingan bahwa LSM BIAK tidak memiliki kepentingan atas kasus yang terjadi di Kota Serang, menurutnya hal tersebut tidak benar. Sebab, seluruh kasus korupsi yang ada di Indonesia, menjadi kepentingan masyarakat Indonesia.

    “Simple aja, kita ini kan warga negara Republik Indonesia. Apapun namanya korupsi, kita dapatkan informasi dari masyarakat, dimana pun kita, kita ini warga Indonesia loh. Wajib kita laporkan, tidak boleh kita biarkan. Untuk menyatakan apakah pak Walikota itu terlibat, bukan kita yang menentukan. Itu biarkan persidangan yang membuktikan,” katanya.

    Ia juga membantah bahwa pihaknya ditunggangi oleh kepentingan politik dari lawan Syafrudin. Karena menurutnya, ia tidak tahu menahu terkait kepentingan politik yang ada di Kota Serang.

    “Wallahi, saya tidak pernah ketemu dan tidak pernah kenal dengan yang disebutkan sebagai musuh politik. Ini murni merupakan penegakkan hukum. Masa orang kecil saja yang dihukum. Katanya masyarakat semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum,” ungkapnya.

    Ia juga menanggapi santai ancaman FPMKS yang akan melaporkan LSM BIAK ke Polda Banten apabila tidak meminta maaf kepada Walikota Serang. Menurut Rafid, pihaknya tidak melakukan kesalahan dalam aksi yang dilakukan.

    “Kalau mereka mau melaporkan pun, dalam hal apa? Apa yang kami rugikan? Yah gak ada masalah bagi kami. Karena kami tidak melakukan apa-apa. Kami hanya ingin adanya supremasi hukum. Kalau pun mereka mau melaporkan kami, kami BIAK merugikan apa?,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Kasus Batok Bali Ramai Lagi

    Kasus Batok Bali Ramai Lagi

    SERANG,BANPOS- Ratusan massa yang tergabung dalam Forum Peduli Masyarakat Kota Serang (FPMKS) menggelar aksi unjuk rasa ke Kejati Banten. Aksi tersebut dilakukan untuk membela Walikota Serang, Syafrudin, atas tuduhan keterlibatannya dalam kasus penjualan tanah negara di Batok Bali beberapa tahun yang lalu.

    Selain itu, aksi tersebut merupakan bentuk aksi tandingan atas aksi yang sempat dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) BIAK di Kejati Banten dan Kejagung RI. Dalam aksi yang dilakukan LSM BIAK, kejaksaan dituntut untuk segera melakukan penangkapan Syafrudin karena disebut terlibat dalam kasus penjualan tanah itu.

    Ketua FPMKS, Sabrawijaya, mengatakan bahwa pihaknya tidak terima Walikota Serang dihina oleh orang luar Kota Serang yakni LSM BIAK, dengan disebutkan sebagai salah satu pelaku penjualan tanah negara di Batok Bali, Kota Serang.

    “Kami tidak terima Walikota Serang dihina oleh LSM BIAK yang dari luar Kota Serang itu,” ujar Sabrawijaya saat dikonfirmasi BANPOS, Kamis (9/7).

    Selain itu, ia mengatakan bahwa LSM BIAK dalam aksinya menuntut agar Walikota Serang segera ditangkap dan dipenjarakan. Pihaknya sangat tidak terima dengan kalimat tersebut dan menganggap bahwa LSM BIAK telah melakukan penghinaan terhadap Kota Serang.

    “Apa itu. Penghinaan begitu tuh. Seharusnya mah bukan didemo (LSM BIAK), tapi kita datangi kita semb***h orangnya itu. Tapi kan kita tidak begitu, negara hukum ini kan,” jelasnya.

    Oleh karena itu, Sabrawijaya meminta kepada LSM BIAK agar segera meminta maaf kepada Walikota Serang. Sebab apabila dibiarkan, ia mengkhawatirkan dapat terjadi konflik antar etnis, karena disebutkan bahwa LSM BIAK berasal dari Timur.

    “Kami harapkan, yok kita minta maap datang baik-baik. Toh dia bukan orang Kota Serang, dia orang Timur. Kalau dibiarkan ini bisa menjadi etnis yang berantem. Makanya kami demo ini, semoga dia menyadari. Kalau ada yang nyuruh, yang nyuruh siapa. Biar dia terbuka aja,” jelasnya.

    Apabila tuntutan mereka agar LSM BIAK meminta maaf tidak dipenuhi, ia mengancam akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum dengan melaporkannya kepada Polda Banten.

    “Jika mereka tidak maaf, terpaksa kami akan lapor ke Polda. Kalau ternyata Polda tidak mau menangani, terpaksa kami akan cari, kami potong lehernya satu-satu,” ancamnya.

    Ia pun menduga bahwa gerakan yang dilakukan oleh LSM BIAK itu ditunggangi oleh seseorang dan bernuansa politis. Maka dari itu, ia meminta kepada LSM BIAK untuk membuka kedok dibalik aksi yang mereka lakukan.

    “Ini yang kami cari, mungkin ini ada musuh politik Walikota. Supaya Walikota sibuk dengan persoalan-soalan itu, supaya dia (musuh Walikota) bisa menikmati apa yang Walikota tidak konsen,” jelasnya. Ia juga meyakini bahwa Walikota Serang tidak terlibat dalam kasus yang telah memenjarakan dua terpidana itu.

    Diakhir, ia menerangkan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan Walikota Serang untuk menggelar aksi itu. Menurutnya, Walikota Serang merestui untuk digelarnya aksi dalam rangka membela dirinya dari tuduhan yang dilontarkan oleh LSM BIAK.

    “Yah kami sudah kasih tau, ‘Pak Wali, kami masyarakat forum ini mau mengadakan demo. Kalau pak Wali tidak keberatan, kami ingin melakukan demo’, dan pak Wali menyampaikan itu saja, jangan sampai bertentangan dengan aturan baik aturan pusat maupun Perwal,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan Siahaan, menuturkan bahwa permasalahan yang dimaksud oleh massa aksi yakni penjualan tanah di Batok Bali, sudah diputuskan dan sudah inkrah.

    “Dari proses tersebut masih diproses di Kejari Serang. Sampai saat ini masih belum ada laporan bahwa ada keterlibatan Walikota seperti yang dituduhkan LSM BIAK,” ungkapnya. (DZH/AZM)

  • Kejati dan Kejari Digeruduk Mahasiswa, Tuntut Dugaan Skandal JPS Kota Serang Diusut

    Kejati dan Kejari Digeruduk Mahasiswa, Tuntut Dugaan Skandal JPS Kota Serang Diusut

    SERANG, BANPOS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Kawal Anggaran Corona (Jala Corona) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejati Banten dan Kejari Serang. Mereka menuntut Kejati Banten untuk turun tangan mengusut dugaan skandal pada JPS Kota Serang.

    Berdasarkan pantauan di lapangan, Jala Corona melakukan aksi dengan menyampaikan beberapa orasi, menggelar bancakan di depan Kejati Banten sebagai sindiran dugaan bancakan dan menabur bunga di depan Kejari Serang sebagai simbol matinya penegakkan hukum oleh Kejari Serang.

    Terlihat pula beberapa spanduk bertuliskan ‘Usut tuntas skandal JPS di Kota Serang’ dan ‘Uwis wareg durung lur? 500 juta harga diri Kejari Serang’.

    Humas aksi, Stevanus Andriano Lorenzo, mengatakan bahwa aksi yang dilakukan merupakan bentuk kekecewaan terhadap penegakkan hukum di Kota Serang. Sebab menurutnya, Kejari Serang menutup mata atas adanya dugaan skandal pada JPS Kota Serang.

    “Kami melihat Kejari Serang ini sengaja menutup mata atas adanya dugaan skandal JPS Kota Serang. Padahal sudah jelas Inspektorat menemukan adanya kelebihan bayar sebesar Rp1,9 miliar pada pengadaan itu. Aneh jika Kejari tidak mau turun tangan,” ujarnya di sela aksi, Rabu (3/6).

    Selain itu, ia menduga bahwa kelebihan bayar yang terjadi tidak seperti yang ditemukan oleh Inspektorat yaitu Rp1,9 miliar. Menurutnya, kelebihan bayar yang terjadi mencapai dua kali lipat dari temuan Inspektorat.

    “Kami mengacu ke anggaran beras pada data refocusing anggaran Dinas Pertanian. Disitu anggaran beras untuk satu liternya Rp10.453. Tapi di Inspektorat harga pasarnya Rp12.800. Jadi kalau kami hitung kelebihan bayar untuk beras saja mencapai Rp3,8 miliar. Dua kali lipat temuan Inspektorat yaitu Rp1,9 miliar,” jelasnya.

    Menurutnya, hal itu jelas merupakan permainan yang dilakukan oleh oknum di Pemkot Serang, untuk mendapatkan keuntungan dari anggaran penanganan Covid-19. Ia menegaskan bahwa tindakan itu jelas masuk ke dalam tindak pidama korupsi (Tipikor).

    Pihaknya juga menyoroti terkait dengan adanya pelanggaran aturan dalam pengadaan JPS Kota Serang. Ia mengatakan bahwa Pemkot Serang melakukan pembayaran atas JPS tersebut dengan metode bayar lunas dimuka. Padahal, baik pada SE LKPP, Perka LKPP maupun Perpres nomor 16 tahun 2018 tidak ada metode pembayaran lunas dimuka.

    “Hal ini jelas permainan yang sengaja diatur oleh oknum-oknum yang ada di Pemkot Serang untuk bancakan. Pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor harus ditegakkan atas dugaan skandal JPS ini,” katanya.

    Kendati diklaim telah dikembalikan oleh pihak penyedia kepada kas daerah, Andriano mengatakan bahwa tetap harus ada penegakkan hukum apabila mengacu pada UU Tipikor pasal 4.

    “Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3,” terangnya.

    Bahkan, ia menduga bungkamnya Kejari Serang atas dugaan skandal JPS Kota Serang akibat adanya kucuran dana sebesar Rp500 juta untuk Kejari Serang, yang diberikan oleh Pemkot Serang dalam hal pendampingan.

    “Jangan sampai hanya karena kucuran dana itu, Kejari Serang menutup mata atas dugaan penyelewengan yang terjadi tepat di depan mata mereka sendiri,” ujarnya.

    Ia pun menuntut kepada Kejati Banten untuk dapat turun tangan melakukan pemeriksaan atas adanya dugaan skandal JPS Kota Serang tersebut. Hal ini karena Kejari Serang secara terang-terangan menolak turun tangan melakukan pemeriksaan.

    “Kami juga menuntut agar Kejati Banten segera memeriksa Kejari Serang terkait kucuran dana Rp500 juta yang diduga membuat mereka tutup mata atas permasalahan yang ada,” tegasnya.

    Untuk diketahui, Jala Corona merupakan aliansi yang terdiri dari Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Serang, Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) Cabang Serang, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Serang dan Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Banten. (PBN)