Tag: KEK Tanjung Lesung

  • Ramai-ramai Kecam BBWSC3

    Ramai-ramai Kecam BBWSC3

    SERANG, BANPOS – Sikap Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWSC3) yang tidak membuka kepada publik terkait dengan kerusakan pada Bendungan Sindangheula, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Pasalnya, kerusakan pada Bendungan Sindangheula merupakan informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan seharusnya tidak ditutup-tutupi.

    Di sisi lain, BBWSC3 pun akan digeruduk oleh Pergerakan Pemuda Peduli Banten (P3B) pada Senin (14/8) hari ini. Aksi tersebut akan dilakukan lantaran P3B menduga adanya tindak pidana korupsi (Tipikor), dalam pelaksanaan pembangunan Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung.

    Deputi Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Amin Rohani, mengaku kecewa dengan sikap BBWSC3, yang terkesan telah melakukan pembohongan dan terkesan menutup-nutupi informasi perihal kerusakan yang terjadi pada Bendungan Sindangheula.

    Padahal, berdasarkan dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) Bendungan Sindangheula yang telah tersebar luas di internet menyebutkan, memang telah terjadi kerusakan pada bagian katup pemancar air atau hollow jet bendungan tersebut.

    Akibat kerusakan itu berdampak pada terjadinya banjir di Kota Serang dan mengakibatkan kerugian materil yang terbilang cukup besar. Oleh karenanya, Amin Rohani meminta kepada BBWSC3 untuk bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang telah ditimbulkan akibat peristiwa tersebut. Terlebih, BBWSC3 telah mengakui bahwa memang terjadi kerusakan, meskipun sebelumnya mengklaim tidak ada kerusakan.

    “Maka sudah seharusnya BBWSC3 bertanggung jawab atas seluruh kerugian yang ditimbulkan akibat banjir bandang yang terjadi tersebut,” kata Amin Rohani kepada BANPOS pada Minggu (13/8).

    Menurut Amin, informasi mengenai adanya kerusakan pada bagian bendungan Sindangheula bukanlah merupakan informasi yang dikecualikan. Sehingga menurutnya, BBWSC3 tidak pantas untuk menutup-nutupi fakta sebenarnya perihal kondisi bendungan Sindangheula kepada masyarakat.

    “Jika ada informasi yang ditutup-tutupi dan informasi tersebut tidak masuk ke dalam informasi yang dikecualikan, sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang KIP, maka ada konsekuensi hukum bagi badan publik yang tidak memberikan informasi,” tegasnya.

    Kepala Pelaksana BPBD Kota Serang, Diat Hermawan, saat dikonfirmasi BANPOS pun mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui jika terjadi kerusakan pada komponen Bendungan Sindangheula. Bahkan, dirinya baru mengetahui terkait dengan hal tersebut.

    “Ini mah fakta aja ya, saya tidak ada tendensi apa-apa, enggak ada pemberitahuan tentang bendungan seperti apa, kondisi bendungan seperti apa, air bendungan seperti apa. (Sebelum banjir bandang) enggak ada laporan elevasi air berapa,” ujarnya saat diwawancara BANPOS.

    Menurut Diat, dirinya selaku penanggungjawab kebencanaan di Kota Serang, baru mengetahui bahwa air di Bendungan Sindangheula melimpas deras, beberapa jam setelah air banjir bandang mulai tinggi di Kota Serang.

    “Jadi saya tahu justru setelah kejadian bahwa air melimpas melalui spillway pada malam hari. Subuh tahu-tahu banjir saja. Jadi tidak ada yang namanya early warning system, saya sudah berkali-kali meminta supaya ada seperti itu. Bahkan Jakarta saja ada pos pemantaunya di Bogor,” ungkap Diat.

    Diat mengatakan bahwa peristiwa banjir bandang Kota Serang benar-benar tidak terprediksi. Jika memang dalam pemantauannya terdapat sistem yang jelas untuk memberitahukan potensi-potensi bencana, tragedi Maret 2022 seharusnya dapat diminimalisir kerugian serta korbannya.

    “Rumah saya pun kebanjiran itu jam 03.40 subuh, garasi rumah saya kena. Kalau saya sudah tahu, ya malu juga kok rumah Kalaksa BPBD kerendem. Jadi memang itu mendadak dan tidak ada pemberitahuan,” terangnya.

    Salah satu penyintas banjir bandang Kota Serang, Hadiroh, mengaku kecewa dengan BBWSC3. Pasalnya, mereka menutup-nutupi informasi penting terkait dengan kerusakan bendungan, dan membiarkan warga Kota Serang menjadi korban.

    “Kalau mereka mengakui jika terjadi kerusakan, kenapa masih juga mengklaim bahwa mereka tidak salah. Kan harusnya kalau memang rusak, segera perbaiki dong. Terus juga seharusnya kasih tau kepada masyarakat, ada kemungkinan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan gitu. Ini kan enggak, mereka juga enggak mau disalahkan,” ujarnya.

    Mantan aktivis HMI MPO ini pun menegaskan bahwa hujan merupakan rahmat. Pengetahuan dalam pengelolaan hujan pun sudah ada, salah satunya dengan membuat sebuah bendungan. Namun ketika terjadi kesalahan dalam pengelolaannya, seharusnya mereka yang bertugas di sana, jantan untuk mengakui kesalahan.

    “Kalau diminta bersyukur, iya kami pasti bersyukur kalau berfungsi dengan baik. Kalau tidak berfungsi, buat apa ada bendungan,” tegasnya.

    Terpisah, P3B turut menyoroti kinerja dari BBWSC3, khususnya dalam hal pembangunan pengaman pantai KEK Tanjung Lesung dan Pantai Carita-Anyer. P3B menduga, terdapat kongkalingkong dan praktik bancakan dalam pembangunan proyek senilai kurang lebih Rp500 miliar tersebut.

    Koordinator P3B, Arip Wahyudin, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa terdapat dugaan Tipikor dalam sejumlah paket pekerjaan yang dilaksanakan oleh BBWSC3. Di antaranya Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung Paket I sebesar Rp353.579.402.000,00, Pengamanan Pantai KEK Tanjung Lesung paket II sebesar Rp214.689.496.000,00, dan Pengamanan Pantai Anyer-Carita Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang (Pasca Tsunami) sebesar Rp47.144.220.000.

    “Diduga mulai dari usulan, pengkondisian lelang, pembangunan yang asal-asalan dan banyak lagi permasalahan lainnya. Asumsi kami bahwa pekerjaan tiga proyek itu adalah ajang bancakan oknum-oknum di lingkungan Kementerian PUPR (BBWSC3) SNVT Sumber Air Cidanau-Ciujung-Cidurian Provinsi Banten dan para oknum-oknum kontraktor yang memenangkan lelang,” ujarnya.

    Oleh karena itu, pihaknya mendesak kepada pemerintah pusat untuk meninjau ulang kegiatan pembangunan tersebut. Selain itu, pihaknya juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH), untuk mengusut dugaan tipikor pada proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu.

    “Polri, Kejagung, dan KPK harus segera menangkap para oknum-oknum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, serta menguji forensik semua dokumen-dokumen pemenang tender di Kementerian PUPR dari mulai tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 untuk proyek-proyek yang ada di Provinsi Banten, khususnya di Kabupaten Pandeglang,” tandasnya. (MG-01/DZH/ENK)

  • Proyek Rusun KEK di Tanjung Lesung Mangkrak

    Proyek Rusun KEK di Tanjung Lesung Mangkrak

    PANDEGLANG, BANPOS – Proyek pembangunan Rumah Susun (Rusun) Banten West Java TDC di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang, dengan sebesar Rp 16,6 miliar lebih dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2021, hingga saat ini pembangunannya tidak kunjung rampung.

    Data yang berhasil dihimpun dari papan informasi pembangunan, proyek tersebut merupakan program dari pemerintah pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Dorektorat Jenderal Perumahan Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Jawa l, Satuan Kerja Penyedia Perumahan Provinsi Banten.

    Proyek itu dikerjakan oleh pihak kontraktor yakni, PT Pilar Cadas Putra dan manajemen kontruksi PT Cipta Multi Kreasi dengan nomor kontrak HK.02.01/SPK/SATKER.PP-PPKRSN/VII/23/2021. Dengan masa waktu pengerjaan selama 180 hari kalender.

    Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, bahwa proyek tersebut telah dilakukan perpanjangan waktu kontrak, karena masa kontrak awal sudah habis pada ahir tahun 2021 lalu dan saat ini diperpanjang mulai Januari hingga Maret 2022 mendatang.

    Saat ini dilokasi pembangunan juga telah dipampang papan informasi proyek baru dengan nomor kontrak HK.02.01/SPK/SATKER.PP-PPKRSN/VII/23/2021. Dan nomor kontrak (MYC) PR.02.01-Mn/1946 (Multi Yeras Contract) jangka waktu menjadi 292 hari kalender.

    Salah seorang pekerja proyek yang enggan disebutkan namanya mengaku, bahwa proses pembangunan proyek rumah susun itu sudah berjalan sekitar 8 bulan. Namun kata dia, progres pembangunan diperkirakan baru mencapai 50 persen.

    “Pengerjaan bangunan ini sudah berjalan 8 bulanan, tapi progresnya paling baru mencapai 50 persenan,” katanya kepada wartawan, Sabtu (12/2).

    Dijelaskannya, proyek tersebut kontraknya sudah habis pada akhir tahun 2021 lalu. Namun diperpajang lagi hingga Maret 2022.

    “Harusnya mah sudah selesai pada akhir tahun lalu, tapi sampai sekarang memang progresnya baru segitu,” jelasnya.

    Saat ditanya apa yang menjadi alasan kontrak proyek ini diperpanjang. Ia mengaku, tidak tahu persis karena itu urusannya pihak perusahaan. Namun, sedikit ia mengetahui karena faktor cuaca.

    “Kalau soal perpanjangan kontrak itu urusannya pihak perusahaan,” ujarnya.

    Terpisah, salah seorang aktivis Pemuda Pandeglang, Tatang Suharja menilai, proses pengerjaan pembangunan rumah susun tersebut lamban.
    Sehingga sudah berganti tahun dari 2021 ke 2022 ini progres pembangunan masih minim.

    “Kalau dilihat dari pelang proyeknya ini program tahun 2021. Tapi sampai sekarang progres pengerjaan diperkirakan baru 50 persen,” katanya.

    Ia mendesak, pemerintah atau dinas terkait agar meninjau langsung ke lokasi dan melakukan evaluasi terhadap kontraktor pelaksana proyek tersebut. Pihaknya menduga ada kelalaian dari pihak kontraktor dalam melaksanakan proses pembangunan tersebut. Sehingga harus dilakukan evaluasi oleh pihak terkait.

    “Kami minta kontraktor proyek rumah susun ini dievaluasi oleh pihak Kementerian atau pihak terkait lainnya. Karena anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan ini tidak sedikit, sehingga harus ada sikap tegas dari pihak terkait,” ucapnya.

    Hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan yang melaksanakan proyek rumah susun tersebut (PT Pilar Cadas Putra, red) belum bisa dipintai tanggapannya. Karena pada saat tim di temui ke lokasi proyek, hanya ada para pekerja dari proyek rumah susun tersebut.(dhe/pbn)