Tag: Kekerasan Seksual

  • Karyawati Apotek di Lebak Diduga Dilecehkan Atasan

    Karyawati Apotek di Lebak Diduga Dilecehkan Atasan

    LEBAK, BANPOS – Seorang Karyawati salah satu Apotek di Rangkasbitung diduga mengalami tindak pelecehan oleh atasannya yang merupakan pemilik apotek tersebut.

    Diketahui, korban berinisial T (17) ini melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

    “Awalnya mau beli makan, terus diajak bapak (Pelaku) AR katanya naik mobil aja,” kata T kepada awak media, Rabu (31/1).

    Dikarena tidak adanya kecurigaan dari korban, ia kemudian mengikuti perintah dari pelaku yang kemudian kejadian asusila tersebut terjadi di dalam mobil.

    “Tangan saya dipegang ditarik, terus bapak nanya betah enggak kerja di sini. Dia nanya lagi mau enggak jalan sama bapak, tapi bilang ke orangtua jangan jalan, bilang aja lembur,” ujar T menirukan ucapan yang disampaikan AR kepadanya.

    Korban kemudian menolak dan ingin meninggalkan pelaku. Namun, ia dirangkul dan ditarik. Dikarenakan kalah tenaga, pelaku menarik tubuh korban mengarahkan ke bahunya.

    Ia mengaku dicium dan tangannya diarahkan kepada kemaluan pelaku.

    “Kata dia sini dong tangannya, saya jawab enggak ah. Di situ saya udah resah, terus dia nawarin ke saya mau apa, mau motor atau apa nanti dia penuhi asal nurut,” tandas T.

    Sementara itu, AR membantah tuduhan pelecehan seksual terhadap pegawainya itu.
    Kata dia, ia memang memanggil T untuk membicarakan soal data keuangan penjualan obat yang menurutnya ada yang janggal dan tidak benar.

    “Di dalam mobil saya tanya ke dia supaya terbuka, siapa ini pelakunya, coba terbuka. Kalau cium enggak ada itu, saya cuma bujuk dia kayak bapak ke anak, minta dia ngomong masalahnya apa. Saya curiga ini ada yang nunggangi,” kata AR.

    Terpisah, Kanit PPA Polres Lebak, IPDA Sutrisno membenarkan bahwa adanya laporan dari seorang pegawai Apotek di Jalan Bypass Rangkasbitung yang melaporkan bosnya atas dugaan kasus pelecehan seksual.

    “Iya sudah ada laporan masih kita Lidik. Itu antara Karyawan dengan bos nya,” kata Sutrisno.

    Ia menjelaskan, saat ini pihaknya tengah mendalami keterangan lapporan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan AR terebut.

    “Kita baru periksa pelapor saja. Memang laporannya mengenai cabul dan TPKS,” tandasnya. (MYU/DZH)

  • Cegah Terjadinya Kekerasan Seksual, Mahasiswa UIN Banten Edukasi Murid SD

    Cegah Terjadinya Kekerasan Seksual, Mahasiswa UIN Banten Edukasi Murid SD

    SERANG, BANPOS – Mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Islam asal Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten memberikan edukasi terkait kekerasan seksual untuk para murid kelas 4, 5, dan 6 di SD Negeri Sepring, Kecamatan Taktakan, Kota Serang pada Kamis (23/11).

    Dalam agenda tersebut tema yang diusung adalah adalah ‘Aku Mandiri, Aku Mampu Jaga Diri’. Para murid yang hadir nampak begitu antusias mengikuti tiap sesi penyuluhan.

    Nabilah Nurul Fitri, salah seorang mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Islam yang turut terlibat dalam agenda tersebut menjelaskan, alasan digelarnya agenda penyuluhan itu adalah sebagai bentuk upaya pencegahan dari terjadinya tindak pelecehan dan kekerasan seksual sedari dini.

    Sebab menurutnya, selama ini kasus pelecehan dan kekerasan seksual dari tahun ke tahun trendnya selalu mengalami peningkatan.

    Terlebih lagi, kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di ruang lingkup pendidikan masih dianggap tabu dan luput dari perhatian. Oleh sebab itulah, bagi Nabilah penyuluhan seputar pelecehan dan kekerasan seksual perlu untuk disampaikan.

    “Alasan kegiatan ini dilakukan adalah sebagai bentuk langkah pencegahan awal terhadap kekerasan seksual pada murid Sekolah Dasar dengan rentang usia 8-13 tahun,” katanya kepada BANPOS.

    Nabilah menjelaskan, materi yang disampaikan dalam pertemuan tersebut berkaitan dengan pengenalan terhadap anggota tubuh yang dianggap privasi, serta pengenalan konsep ‘konsen’.

    Ia menjelaskan kepada murid-murid tersebut mengenai mana anggota tubuh yang boleh disentuh, dan mana anggota tubuh yang tidak boleh sembarangan orang menyentuh, dan perlu persetujuan terlebih dahulu untuk menyentuhnya.

    “Menyampaikan bahwa harus bisa menjaga diri pribadi, serta tidak mudah percaya kepada orang asing yang baru dikenal. Berani katakan “TIDAK” dan “TOLONG” jika orang asing tersebut mendekat,” jelasnya.

    Di samping itu disampaikan juga materi seputar pendidikan seksual, khususnya berkaitan dengan fase-fase pubertas pada laki-laki dan perempuan. Hal itu dirasa perlu supaya para murid dapat menemu kenali diri dan tubuhnya.

    “Diakhiri dengan mengenalkan ciri-ciri fase perkembangan pubertas pada anak laki-laki dan perempuan,” imbuhnya.

    Nabilah berharap melalui agenda penyuluhan tersebut, para murid dapat menyadari betapa pentingnya menjaga anggota tubuh pribadi serta berani untuk menolak ajakan dari orang asing yang ingin melihat atau menyentuhnya.

    “Kami berharap semoga edukasi yang kami berikan kepada murid di SDN Sepring dapat memberikan pemahaman akan pentingnya menjaga anggota tubuh pribadi dan berani untuk mengatakan “TIDAK” jika ada orang asing yang ingin melihat atau menyentuh,” ucapnya.

    Sementara itu Kepala Sekolah SDN Sepring, Kecamatan Taktakan Ida Farida yang juga turut hadir merespon positif agenda tersebut. Bahkan, ia berharap agenda semacam itu dapat terus berlanjut.

    “Kegiatan ini baik sekali, bimbingan konseling ini untuk penjiwaan karakter siswa dan mengetahui batasan-batasan pergaulan antara murid laki-laki dan perempuan, kalau bisa jangan sekali saja tapi ada kelanjutannya”, tandasnya. (CR-02/AZM)

  • Cegah Kekerasan Seksual pada Anak, Mahasiswa BKI UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten Gelar Penyuluhan Sosial

    Cegah Kekerasan Seksual pada Anak, Mahasiswa BKI UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten Gelar Penyuluhan Sosial

    SERANG, BANPOS – Sejumlah siswa di SDN Banjarsari 1 Kota Serang diberikan sosialisasi edukasi dan pencegahan pentingnya menjaga diri agar terhindar dari pelecehan seksual, Senin (13/11). Kegiatan penyuluhan sosial tersebut dilaksanakan oleh Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam (BKI) UIN Sultan Maulana Hasanudin (SMH) Banten yang dihadiri oleh oleh kepala sekolah dan staf guru.

    Perwakilan mahasiswa BKI UIN SMH Banten, Grasi Cantika, mengungkapkan bahwa pihaknya mendapat sambutan hangat dan apresiasi oleh pihak sekolah, mengingat kegiatan ini merupakan pertamakalinya digelar. Mengambil tema ‘Aku Mandiri Aku Mampu Jaga Diri’, sosialisasi diikuti oleh 45 siswa yang berasal dari kelas 3 dan 4.

    “Kami berkesempatan melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada adik-adik siswa SDN Banjarsari 1 Kota Serang dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan pencegahan kepada siswa terkait pentingnya menjaga diri agar terhindar dari pelecehan seksual terhadap anak,” ujarnya.

    Dalam kesempatan itu, Grasi mebawakan materi dengan penyampaian melalui penayangan video dan mengajak siswa menonton animasi. Untuk menambah pemahaman dan materi lebih diingat oleh siswa, materi juga disampaikan dengan menggunakan metode bernyanyi, kuis, dan jargon.

    “Diharapkan dengan metode ini, materi dapat dengan mudah dipahami oleh anak-anak. Kami juga menjelaskan tentang bagian tubuh mana saja yang tidak boleh disentuh oleh orang lain dan bagaimana cara menjaganya,” jelas Grasi.

    Menurutnya, seks edukasi bukan satu hal yang tabu untuk di ketahui oleh anak-anak. Sebab, anak perlu diberikan pemahaman tentang seks edukasi supaya anak memahami bagian-bagian tubuhnya yang boleh dan yang tidak boleh disentuh oleh orang lain.

    Guru SDN Banjarsari 1 Kota Serang, Euis Hunainah, mengatakan dengan diadakannya kegiatan penyuluhan ini, diharapkan anak-anak mampu untuk menjaga dirinya, apalagi di zaman sekarang. Di mana pergaulan bebas semakin merajalela.

    “Oleh karena itu, pentingnya memberikan seks edukasi kepada anak-anak ini perlu ditingkatkan,” ucapnya.

    Euis juga mengakui, pihaknya merasa kesulitan untuk memberikan seks edukasi kepada anak. Ia merasa khawatir anak-anak akan bersikap kurang baik dan salah paham terkait materi yang disampaikan.

    “Namun dengan adanya penyuluhan ini, diharapakan mampu mengubah kekhawatiran dan kesalahpahaman tersebut, guna menciptakan generasi muda yang unggul dan intelektual,” tandasnya. (MUF)

  • Korban Lapor Ke Polres Lebak, Perdamaian Pemerkosaan Janggal

    Korban Lapor Ke Polres Lebak, Perdamaian Pemerkosaan Janggal

    LEBAK, BANPOS – Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh lima orang pemuda terhadap seorang gadis di bawah umur kembali menjadi sorotan setelah kesepakatan damai antara kedua belah pihak gagal terlaksana.

    Pada Rabu (11/10), korban dan keluarganya beserta pendamping datang ke Polres Lebak untuk membuat laporan terkait kekerasan yang dialami oleh korban, setelah kesepakatan damai sebelumnya batal lantaran keluarga korban merasa tidak ada hak korban yang terpenuhi dalam penyelesaian secara damai tanpa proses hukum.

    Paman korban mengaku bahwa kesepakatan damai dianggap tidak memikirkan kondisi korban dan seolah menyepelekan hak korban.

    “Bukan perdamaian yang ada, malah timbul kejanggalan. Makanya kita ingin mencari keadilan untuk korban,” ucapnya dengan nada tegas.

    Kanit PPA Reskrim Polres Lebak, IPDA Sutrisno, membenarkan kehadiran keluarga korban dan mengatakan bahwa korban beserta kedua orangtuanya tengah dimintai keterangan oleh pihaknya. Setelah mendapatkan keterangan, Unit PPA Polres Lebak akan melakukan pendalaman dan memanggil saksi-saksi terkait untuk dimintai keterangan atas kasus tersebut.

    “Penanganan perkaranya saat ini sudah ditangani oleh Unit PPA satreskrim Polres Lebak. Sekarang Prosesnya masih penyelidikan,” tandasnya.

    Pegiat PATTIRO Banten, Martina Nursaprudianti, menekankan pentingnya penegakan hukum dan keadilan bagi korban kasus kekerasan seksual, terutama dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ia menyayangkan penyelesaian kasus secara damai yang tidak memberikan keadilan bagi korban dan menyepelekan hak korban. Martina juga menekankan perlunya penerapan UU Perlindungan Anak dan KUHP dengan tegas dan adil dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Baginya, keadilan bagi korban harus selalu diprioritaskan untuk memperoleh pembelajaran bagi pelaku dan masyarakat sekitar.

    “Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, menyelesaikan kasus secara damai tanpa adanya pengadilan dapat memberikan dampak yang buruk bagi korban, karena tidak dapat menjamin keadilan dan hanya memperkuat budaya perempuan sebagai objek dan menindas martabat perempuan itu sendiri,” ujarnya.

    Menurutnya, korban harus selalu didampingi dan mendapat hak-haknya sesuai aturan yang berlaku. Peran masyarakat dan lembaga negara harus sama-sama menjaga dan memperjuangkan hak-hak korban kekerasan, dalam kasus ini anak-anak.
    “Harus ada upaya-upaya preventif dan intervensi terintegrasi untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak, khususnya kekerasan seksual yang kerap kali dianggap sebagai masalah pribadi atau keluarga dan tidak diberikan perhatian serius,” jelasnya.

    Ia mengimbau agar masyarakat harus saling peduli dan bertanggung jawab dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual, membantu korban, dan memberdayakan korban menjadi kuat.

    “Semoga kasus ini dapat segera ditangani dengan baik dan memberikan keadilan bagi korban,” tandasnya.

    Sebelumnya, Kabid Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk -KB (DP3AP2KB) Kabupaten Lebak, Lela Nurlela Hasani, menyayangkan penyelesaian secara damai yang dianggap tidak memberikan keadilan bagi korban. Ia mengatakan bahwa keputusan tersebut bukanlah keputusan terbaik bagi anak apalagi sebagai korban. Menurutnya, tindak kekerasan harus selalu dilaporkan dan diproses secara hukum agar tidak ada lagi korban yang tidak mendapatkan keadilan.

    “Harusnya tidak ada kata damai, harus tetap diproses. Kasihan korban masih dibawah umur dan agar pelaku jera dan menjadi pembelajaran buat masyarakat luas,” kata Lela kepada BANPOS.

    Dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, terdapat Pasal-pasal dalam UU Perlindungan Anak yang mungkin bisa dilanggar oleh para pelaku, di antaranya Pasal 80-82 yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual pada anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Dalam KUHP, pelaku juga dapat diancam hukuman penjara selama 12-15 tahun, tergantung dari kondisi korban dan keadaan yang terjadi. Penting untuk diingat bahwa penyelesaian kasus secara damai tanpa proses hukum dapat menimbulkan kejanggalan serta menyepelekan hak korban, maka dari itu, setiap kasus kekerasan harus tetap diproses melalui jalur hukum dengan tepat dan adil, sehingga keadilan bagi korban dapat terpenuhi. (CR-02/PBN)

  • Unilam Bentuk Satgas Kekerasan Seksual

    Unilam Bentuk Satgas Kekerasan Seksual

    LEBAK, BANPOS – Universitas Latansa Mashiro (Unilam) Rangkasbitung berkomitmen untuk mencegah tindakan kekerasan seksual, di lingkungan kampus. Hal itu dilakukan dengan membentuk satuan tugas (satgas) pencegahan penanganan kekerasan seksual (P2KS).

    Wakil Ketua Bidang Akademik dan Kemahasiswaan pada Unilam Rangkasbitung, Mochamad Husen, mengatakan bahwa pembentukan Satgas P2KS itu merupakan upaya, untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual di lingkungan kampus.

    “Kami berharap dengan terbentuknya Satgas P2KS itu dapat mengantisipasi pelecehan seksual di lingkungan kampus,” ujarnya, Rabu (28/9).

    Meski sejauh ini belum ada temuan maupun pelaporan adanya korban pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami mahasiswa, namun ia mengatakan bahwa pembentukan Satgas P2KS tetap perlu untuk dilakukan.

    Menurutnya, Satgas itu nantinya akan memberikan penyuluhan dan edukasi di lingkungan kampus, untuk mencegah dan mengantisipasi pelecehan maupun kekerasan seksual.

    Selain itu juga, ia menuturkan bahwa satgas tersebut akan menangani dan menyelesaikan kasus pelecehan seksual, jika terjadi terhadap para mahasiswa, baik wanita maupun laki-laki.

    Namun, ujar Husen, jika ada kasus kekerasan seksual itu tidak bisa ditangani dan diselesaikan oleh satgas, maka kasus itu akan diproses ke penegak hukum kepolisian setempat.

    “Kami selalu mengingatkan mahasiswa jangan sampai terjadi pelecehan maupun kekerasan seksual,” katanya.

    Ia mengatakan saat ini, regulasi kampus Unilam Rangkasbitung membatasi para mahasiswa yang menyelenggarakan kegiatan akademis dan ekstrakurikuler sampai pukul 21.00 WIB.

    Selain itu juga, mahasiswa dan dosen setiap pekan sekali melakukan doa asmaul husna dan membaca sholawat, guna mengingatkan agar terhindar dari perbuatan yang tercela, termasuk kekerasan seksual.

    “Pihak kampus juga akan bertindak tegas bagi mahasiswa yang terlibat pelecehan dan kekerasan seksual akan dikeluarkan,” ungkapnya.

    Diketahui, Unilam Rangkasbitung memiliki 2.000 orang mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa itu selain berasal dari wilayah Provinsi Banten juga ada dari Lampung dan Aceh.

    “Kami meyakini dengan terbentuknya Satgas P2KS itu diharapkan ke depan tidak ada mahasiswa korban kekerasan seksual,” tandasnya. (DZH/ANT)

  • Permendikbudristek PPKSP Hadirkan Rasa Aman dari Kekerasan

    Permendikbudristek PPKSP Hadirkan Rasa Aman dari Kekerasan

    JAKARTA, BANPOS – “Saya sebagai orang tua kini tak ragu lagi menyampaikan ke anak saya. Nak, kamu pergi ke sekolah, belajarlah yang senang, bangun pertemanan yang sehat, dan kalau ada apa-apa bisa cerita ya,” ungkap Hana Ristami, yang kedua putri dan putranya duduk di bangku SD dan SMP.

    Pernyataan Hana yang juga seorang Fasilitator Ibu Penggerak bukan tanpa alasan. Ia adalah bagian dari sedemikian banyak orang tua yang sebelumnya kerap merasa khawatir tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan.

    Kecemasan serupa juga dialami Mona Ratuliu, seorang artis dan ibu dari empat anak, “Saya merasa sangat miris dengan maraknya pemberitaan tentang tindak kekerasan yang justru terjadi di sekolah.”

    Sebuah fakta menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Asesmen Nasional tahun 2022, 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami perundungan dan kekerasan seksual serta 1 dari 4 peserta didik mengalami hukuman fisik.

    Padahal, kita tahu sekolah semestinya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak dalam menuntut ilmu.

    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun bertanggung jawab untuk dapat melindungi anak-anak bangsa dalam memperoleh hak pendidikan yang aman dan nyaman sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.

    Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 yang baru diluncurkan awal Agustus lalu, tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau PPKSP diatur secara menyeluruh sehingga memberikan kejelasan apa saja yang termasuk dalam tindakan kekerasan.

    Hadirnya Permendikbudristek PPKSP sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran yang dirasakan para orang tua mengenai maraknya kekerasan di lingkungan pendidikan.

    Dalam implementasi PPKSP, sekolah dan Pemerintah Daerah diamanatkan untuk membuat Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan Satuan Tugas yang bertanggungjawab memastikan adanya tindakan pencegahan dan penanganan yang mumpuni dilakukan di sekolah maupun daerah masing-masing.

    Dengan adanya tindak PPKSP yang jelas, diharapkan bisa menjawab kekhawatiran masyarakat tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan.

    “Saya berharap Permendikbudristek ini bisa membawa perubahan besar terhadap keamanan di satuan pendidikan sehingga orang tua bisa tenang melepaskan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan demi masa depan yang lebih baik,” timpal Mona Ratuliu.

    Kendati baru diluncurkan bulan lalu, sejatinya Permendikbudristek PPKSP telah melewati proses yang sangat panjang. Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbudristek melibatkan hingga 5 kementerian dan 3 lembaga untuk meluncurkan sebuah regulasi yang menyeluruh demi melindungi seluruh warga satuan pendidikan dari kekerasan.

    Dibandingkan regulasi sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, Permendikbudristek PPKSP ini memperkuat aturan mengenai adanya berbagai bentuk dan jenis kekerasan.

    Perluasan perlindungan tidak hanya pada peserta didik tetapi juga pada pendidik dan tenaga kependidikan, serta adanya mekanisme yang jelas untuk sekolah dan pemerintah daerah, sehingga masyarakat bisa ikut mengawal pelaksanaan PPKSP tersebut.

    Permendikbudristek ini telah mampu membangkitkan kesadaran bagi siapapun untuk gerak bersama menghapus kekerasan di satuan pendidikan. Bahwasanya, tidak boleh ada lagi kekerasan dalam bentuk apapun apalagi sampai menjadi ancaman bagi warga satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran.

    “Yang perlu kita pahami bersama adalah bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, kebinekaan, aman, nyaman, dan menyenangkan agar terwujud cita-cita Merdeka Belajar,” kata Betty Nuraini, seorang guru yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi).

    Senada, harapan yang sama juga terlontar dari pengakuan Agen Perubahan Roots Anti Perundungan dari SMP Negeri 1 Jayapura Cheril Hutajulu. Sebagai siswa yang notabene masih usia anak, perlu mendapatkan perlindungan atas haknya sebagai diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

    “Karena kami sebagai siswa yang masih anak-anak perlu dilindungi haknya. Kami berharap dengan adanya peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah ini semua anak bisa belajar dengan aman dan nyaman,” ungkap Cheril.

    Zaki Tasnim, Pelajar SMA Negeri 1 Cianjur yang didapuk sebagai Agen Perubahan Roots Anti Perundungan menggantungkan harapan yang tinggi terhadap implementasi kebijakan Permendikbudristek PPKSP. Sehingga demikian, seluruh warga satuan pendidikan akan merasa aman dari tindakan kekerasan.

    “Agar siswa dapat belajar dengan aman, nyaman, dan menyenangkan. Mari bersama hentikan kekerasan sekarang juga!” pungkas Zaki.(*)

  • Kajati Banten Tegaskan Jaksa Kasus Revenge Porn Pandeglang Profesional

    Kajati Banten Tegaskan Jaksa Kasus Revenge Porn Pandeglang Profesional

    SERANG, BANPOS – Kepala Kejati Banten, Didik Farkhan Alisyahdi, menegaskan bahwa Jaksa kasus revenge porn yang dialami oleh mahasiswi Untirta asal Pandeglang bertindak profesional dalam bertugas.

    Hal itu menyusul maraknya pemberitaan hingga viralnya di media sosial, terkait dugaan adanya intimidasi oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang, dalam perkara kasus dugaan pemerkosaan dan pemerasan.

    Kajati Banten mengatakan bahwa hingga saat ini, pihaknya terus berkoordinasi dengan Kejari Pandeglang terkait dengan perkara tersebut.

    Ia mengaku, hingga saat ini berdasarkan pengawasan internal pihaknya, belum ditemukan pelanggaran yang dilakukan seperti dugaan yang beredar di media sosial maupun pemberitaan.

    “Saya sebagai Kajati, bersama Aspidum dan Aswas sudah langsung klarifikasi mulai dari jaksa peneliti hingga jaksa penuntut umum sampai dengan Kajari Pandeglang, belum menemukan adanya ketidakprofesionalan dalam kasus tersebut,” kata Didik dalam keterangan video, Selasa (27/6).

    Menurutnya, seluruh tahapan pada kasus tersebut sudah sesuai dengan hukum acara dan SOP yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku.

    “Saya yakin dan insyaallah semua akan berjalan profesional. Tuntutan sudah dibacakan, nanti akan dibacakan putusannya oleh hakim,” tandasnya. (MYU)

  • Satgas PPKS Untirta Tegaskan Komitmen Kawal Kasus Revenge Porn di Pandeglang

    Satgas PPKS Untirta Tegaskan Komitmen Kawal Kasus Revenge Porn di Pandeglang

    PANDEGLANG, BANPOS – Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Untirta menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen, dalam penyelesaian perkara revenge porn yang dialami salah satu mahasiswi Untirta.

    Pihaknya pun akan mengawal kasus tersebut hingga tuntas, dan telah merekomendasikan sanksi administrasi berat bagi pelaku, kepada pihak Rektorat.

    Ketua Satgas PPKS UNTIRTA, Uut Luthfi, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap korban dugaan kekerasan seksual hingga ke persidangan.

    Ia mengatakan bahwa perkara tersebut memang telah dilaporkan ke Satgas PPKS Untirta. Selain dilaporkan ke Satgas PPKS Untirta, kasus tersebut juga dilaporkan oleh korban dan keluarga ke Polda Banten yang selanjutnya ditangani tim cyber crime.

    “Karena memang yang dilaporkan itu adalah terkait dengan pelanggaran Undang-undang ITE, yang penyebaran video dan foto korban di media sosial. Sehingga ditanganilah oleh tim cyber di Polda Banten,” ujarnya dalam keterangan audio yang diterima BANPOS, Selasa (27/6).

    Lebih lanjut, Uut menuturkan bahwa setelah menerima keterangan dari korban dan keluarga korban secara langsung, pihaknya telah menentukan langkah-langkah advokasi untuk membantu korban.

    Langkah-langkah tersebut diantaranya berkoordinasi dengan Polda Banten dan bertemu dengan tersangka, untuk memastikan bahwa apakah betul yang dilaporkan tersangka itu adalah mahasiswa Untirta.

    “Dan ketika kami bertemu dengan tersangka, tersangka pun mengakui bahwa dia adalah mahasiswa Untirta Fakultas Teknik Untirta, dan mengakui juga bahwa apa yang dilakukan oleh tersangka bahwa dia yang buat dan dia yang menyebarkan hal tersebut,” tuturnya

    Uut juga mengatakan, dalam penanganan kasus, pihaknya telah melakukan peninjauan atas kasus tersebut serta memberikan sebuah layanan untuk korban.

    “Setelah itu, yang dilakukan oleh Satgas, kami juga melakukan bedah kasus ini, untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. Yaitu diantaranya, korban sudah mendapatkan layanan psikologis dari psikolog yang disediakan oleh Satgas PPKS Untirta,” katanya.

    Uut mengatakan, untuk menindaklanjuti hasil daripada bukti-bukti yang didapatkan, mulai dari keterangan psikolog hingga pelapor dan terlapor, pihaknya melaksanakan rapat Satgas PPKS untuk menentukan sanksi kepada pelaku.

    “Kami sepakat bahwa, perkara ini kami merekomendasikan sanksi administrasi dalam kategori berat kepada rektor,” terangnya.

    Sementara sanksi yang akan ditetapkan kepada tersangka saat ini masih dalam proses. Adapun untuk sanksi hukum, ia mengaku bahwa proses tersebut diserahkan kepada pihak yang berwenang.

    “Terkait dengan proses hukum, tentu itu adalah ranahnya daripada penegak hukum. Jadi, kami mempersilakan untuk bagaimana proses hukum itu berproses, tentu dengan prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum dan sebagainya,” katanya

    “Jadi kami tidak ada di ranah itu. Karena ranah kami adalah internal kampus tentang bagaimana korban mendapatkan layanan psikologis, layanan spiritual, termasuk juga pendampingan terkait dengan advokasi hukumnya,” lanjutnya.

    Ia menyampaikan, dirinya mewakili Satgas, mengajak kepada semua pihak, baik sivitas akademika Untirta maupun masyarakat umum, untuk menyikapi kasus ini dengan bijak. Jangan sampai sikap yang disampaikan, justru menimbulkan permasalahan baru.

    “Saya kira itu juga perlu untuk disikapi dengan bijak, terus disikapi dengan bukti-bukti yang kuat. Sehingga komentar-komentar itu harus bisa dipertanggungjawabkan oleh siapapun, dan kita serahkan bagaimana proses hukum ini kepada para penegak hukum,” ujarnya.

    Namun ia juga mengajak kepada masyarakat, untuk mengawal bersama-sama kasus tersebut hingga tuntas. Pihaknya selaku lembaga yang dibentuk untuk mencegah dan menangani tindak kekerasan seksual di Untirta, juga akan memperketat pengawasan agar kasus serupa tidak kembali terulang.

    “Mudah-mudahan ini dapat terminimalisir. Syukur-syukur jangan sampai terjadi lagi kasus-kasus kekerasan seksual di Untirta. Karena dalam amanat Permendikbud 30 tahun 2021 bahwa yang diberikan amanah oleh Permendikbud itu adalah satgas PPKS Untirta, dalam hal melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual,” terangnya

    Uut juga mengimbau kepada semua pihak baik Sivitas Akademika Untirta maupun masyarakat umum, yang mengetahui atau menjadi korbna atas kasus serupa, agar bisa melaporkan hal tersebut kepada pihaknya dan pihak berwenang.

    “Kami tentu mengimbau kepada siapapun itu yang mengetahui atau yang menjadi korban kekerasan seksual, agar segera lapor ke Satgas PPKS Untirta,” tandasnya (CR-01/DZH)

  • Kementerian PPPA Minta Orang Tua Awasi Media Sosial Anak

    Kementerian PPPA Minta Orang Tua Awasi Media Sosial Anak

    JAKARTA, BANPOS – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) meminta para orang tua mengawasi penggunaan media sosial oleh anak untuk mencegah anak berinteraksi dengan orang asing yang dapat membahayakan keselamatannya.

    “Para orang tua harus secara aktif menjalankan peran pengawasan sehingga anak tidak mengakses konten negatif atau berinteraksi dengan orang asing yang dapat membahayakan keselamatan anak,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, Rabu (24/5).

    Hal itu disampaikan Nahar, menanggapi meninggalnya ABK (16), putri Pj Gubernur Papua Pegunungan, yang diduga dilatarbelakangi peristiwa kekerasan seksual.

    Menurutnya, media sosial bisa menjadi sarana positif bagi anak untuk belajar, meningkatkan kreativitas, dan bersosialisasi. Meskipun demikian, media sosial juga memiliki sisi negatif yang harus diwaspadai.

    “Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab kita bersama,” tegasnya.

    Dalam kasus ABK, disebutkan bahwa korban dan pelaku berkenalan melalui media sosial pada 3 Mei 2023. Pada 16 Mei 2023, korban menerima ajakan pelaku untuk bertemu di sebuah kos di Semarang Atas.

    “Di lokasi kejadian, korban meminum anggur yang dibeli oleh pelaku, kemudian korban mengalami kekerasan seksual,” ungkap Nahar.

    Setelah kejadian tersebut, kata Nahar, korban mengeluh pusing dan mengalami kejang.

    Korban pun dinyatakan meninggal dunia di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

    “Korban meninggal akibat mati lemas diduga karena keracunan. Meski begitu, ditemukan luka akibat kekerasan seksual di beberapa bagian. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil pemeriksaan saksi,” tandasnya. (MUF/ANT)

  • Marak Kekerasan Seksual, Edukasi Seks Diharap Jangan Dianggap Tabu Lagi

    Marak Kekerasan Seksual, Edukasi Seks Diharap Jangan Dianggap Tabu Lagi

    SERANG, BANPOS – Pemberian edukasi seks bagi anak-anak diharapkan jangan lagi dianggap tabu oleh masyarakat. Terlebih, saat ini kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak pun kian meningkat di Indonesia.

    Wakil Ketua 1 TP PKK Kota Serang, Ana Mardiana Subadri, mengatakan bahwa saat ini kondisi Indonesia sangat memprihatinkan. Mengingat berbagai kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terus menerus muncul ke permukaan.

    “Memang yah mungkin salah satu faktor penyebabnya adalah penggunaan gadget yang tidak benar. Anak atau masyarakat mungkin menggunakan gadget untuk menonton hal yang tidak baik, sehingga mendorong mereka melakukan tindakan tersebut,” ujarnya di Cipocok Jaya, Kamis (6/1).

    Maka dari itu, dirinya yang mengetuai Pokja 1 TP PKK Kota Serang mengaku akan menggencarkan program sosialisasi pola asuh anak. Sehingga, anak-anak di Kota Serang tidak terjebak dengan pengaruh negatif gawai dan internet.

    “Kebetulan di Pokja saya ada program Pola Asuh Anak dan Remaja (PAR). Memang ini dilakukan agar orang tua dapat mempersiapkan anak-anak kita yang akan menginjak dewasa, yang masih labil dari segi emosional dan tinggi rasa ingin tahu,” terangnya.

    Salah satunya, ia ingin agar edukasi seks untuk anak tidak lagi dianggap tabu untuk dilakukan. Karena dengan edukasi seks yang baik, maka anak-anak menjadi tahu bagaimana untuk menjaga diri dari predator seksual.

    “Sebenarnya guru pertama itu orang tua. Sedini mungkin seharusnya mengajarkan mana bagian tubuh yang tidak boleh disentuh meskipun oleh sesama jenis. Mana yang boleh diperlihatkan, mana yang tidak boleh diperlihatkan. Usia 5 hingga 6 tahun itu sudah harus diajarkan,” katanya.

    Menurutnya, edukasi seks harus benar-benar dilakukan oleh orang tua sedini mungkin. Sebab berkaca dari berbagai kasus yang tengah marak, justru para pelaku mayoritas didominasi oleh orang-orang terdekat. Tidak terkecuali keluarga dan lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren.

    “Memang sekarang ini sangat marak pelaku-pelaku berasal dari lingkaran orang terdekat. Entah keluarga, saudara dan tetangga. Bahkan di beberapa kasus, guru mereka di Ponpes pun melakukan hal itu,” ungkapnya. (DZH)