Tag: kelakuan pejabat

  • Sambat Kelakuan Pejabat

    Sambat Kelakuan Pejabat

    Karena Vox Populi (bahasa Latin) itu jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti ‘Suara Rakyat’, maka saya akan menuliskan kompilasi keluh kesah dari masyarakat, terkait dengan kelakuan pejabat, siapapun itu ya.

    Kenapa sih pejabat itu sok jual mahal? (Basri, Kota Serang). Memang sih, baik yang ASN, pejabat politis, maupun pejabat di instansi pemerintahan lainnya, kerap mengklaim diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sehingga jika mereka benar-benar menjalankan tugas sebagai seorang abdi, harusnya sih jangan jual mahal, dan mengabdilah sepenuh hati demi kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.

    Pejabat pemerintah itu kan pejabat publik, kenapa kok kelakuannya malah kayak pejabat ‘private’? (Yuu soo, Lebak). Memang ada jarak antara pejabat dengan masyarakat. Bisa dimaklumi sih, karena mereka punya bawahan yang biasa bekerja di lapangan untuk mengurus hal-hal teknis. Kalau sudah menduduki jabatan, biasanya mereka cuma mengurus hal-hal yang sifatnya perencanaan dan strategis saja. Sabar ya.

    Bisakah jadi pemangku jabatan yang amanah lagi adil, juga selaras ucapan dengan tindakannya? Bukan hanya pandai dan lihai bermanis ria dalam masa-masa kampanye (Asrar Loka, Cilegon). Biasanya korban kampanye calon nih. Perlu diketahui, dalam merealisasikan janji-janji politik itu terkadang memang harus menunggu satu periode RPJMD. Bahkan terkadang harus dua periode, makanya petahana pasti mau maju lagi, biar bisa terealisasi beneran.

    Jangan pamer-pamer kekayaan sih, jiwa misqueen saya kan memberontak jadinya! (Arya, Tangerang). Sepakat! Nonton Tuan Krab di kartun Spongebob yang mandi pakai uang saja bikin kesel, eh malah liat video pejabat BUMD ‘makan’ duit gepokan di atas piring. Kenyang kagak, gondok iya.

    Rakyat dilarang main slot, cukup wakil rakyat saja (Harum, Pandeglang). Yang lagi viral itu ya? Ingat, itu adalah oknum, yang ketahuan. Teman-teman pasti sudah baca liputan utama Banten Pos edisi Jumat (21/7) kemarin kan? Liputan utama kita berjudul ‘Kuasa Zeus di Tanah Jawara’ menggambarkan bagaimana kakek Zeus itu bisa membawa hamba-hambanya untuk melakukan ‘kesalahan’ lainnya, seperti pinjam uang di Pinjol, yang akhirnya merugikan diri dan keluarga sendiri. Semoga beliau oknum wakil rakyat itu, tidak terjebak oleh kakek Zeus dan melakukan ‘kesalahan’ lainnya demi Max Win.

    Jangan nunggu viral baru dikerjain (Remi, Kota Serang). Kalau kemarin ada yang bilang-bilang mau people power, sebenarnya memang warganet sih yang konkret gerakannya. Beberapa hal memang baru dikerjakan dengan benar, ketika warganet sudah bersuara. Di Lampung misalnya. Lampung ya, bukan Banten.

    Mengutip pernyataan Kumorotomo (2000) dan Widjaja (2003) dalam jurnal yang ditulis oleh Fabiola Daulima yang berjudul ‘Implementasi Etika Pejabat Publik di Sekretariat Daerah Kota Tomohon’, disebutkan bahwa seorang pejabat publik seharusnya terikat dengan etika administrasi publik. Etika administrasi publik mengatur bagaimana asas etis, pedoman perilaku, kebajikan moral, hingga norma-norma bagi pejabat publik dalam melaksanakan fungsinya dan memegang jabatan.

    Menurut Widjaja (2003), salah satu fungsi dari etika jabatan administrasi publik itu sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku dan tindakan pejabat publik dinilai baik, tidak tercela dan terpuji. Lebih jauh, Saefullah (2012) menyampaikan jika etika pejabat administrasi publik itu ada untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, dan melindungi kepentingan publik dari penyimpangan itu.

    Dalam pembentukan etika, sumber utamanya tentu dari masyarakat. Karena itulah, standar etis atau tidaknya perilaku tersebut, ditentukan oleh masyarakat. Apalagi untuk standar etis yang tidak diatur dalam aturan perundang-undangan. Tafsir kolektif masyarakat akan baik buruknya perilaku, itulah yang harus diperhatikan oleh para pejabat.

    Sambatan dari masyarakat yang di awal tulisan ini sudah disampaikan, tentu harus menjadi pikiran tersendiri bagi para pejabat publik, apakah benar demikian? Memang jika dilihat, sambatan yang ditulis ini terlihat ringan. Tapi, penilaian ringan inilah yang seharusnya dikhawatirkan oleh para pejabat publik. Sebab, pejabat publik harus menjadi teladan bagi publik.

    Coba bayangkan, ketika masyarakat ditangkap karena bermain judi online, tapi ternyata pejabat publiknya justru bermain juga? Atau ketika sambatan tentang ‘viral baru dikerjakan’ yang maknanya ‘pejabat gak mendengar keinginan masyarakat’, dibalik jadi ‘masyarakat gak mendengar keinginan pejabat’ dan akhirnya males bayar pajak. Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita nanti makin jeblok dong! (*)