Tag: Kemendikbudristek

  • Bikin Bangga! Pelajar SMAN 1 Ciruas Borong Medali di Ajang Penelitian Nasional

    Bikin Bangga! Pelajar SMAN 1 Ciruas Borong Medali di Ajang Penelitian Nasional

    SERANG, BANPOS – SMAN 1 Ciruas berhasil memborong medali emas dan perunggu dalam ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tingkat Nasional Tahun 2023.

    Ajang tersebut diselenggarkan oleh Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi beberapa waktu lalu di Hotel Menara Peninsula, Jakarta.

    Guru Pembimbing kegiatan, Widayati Norwulan, mengungkapkan bahwa pelajar tersebut di antaranya Lia Febriyanti (17) dan Siti Alwiyah (18) yang meraih medali Emas (Juara 1) Bidang Ilmu Sosial Humaniora Sub-Bidang Seni, Budaya dan Sejarah dengan penelitian bertajuk pengembangan game edukasi sejarah Banten.

    “Keduanya berhasil membuat inovasi kekinian berupa Game edukasi Ethni – City dalam upaya merangkai kebhinekaan dengan pembimbing Nuhiyah,” ungkap Bu Wid, sapaan dari Widayati Norwulan, Jumat (10/11).

    Sedangkan untuk Muhammad Saddam Prayogo (17) dan Rozzul Ababil (17) kata Wid, mereka meraih medali perunggu/Juara 3 bidang Fisika Terapan dan Rekayasa dengan tajuk penelitian pengembangan Ornitopher atau sebuah drone canggih yang dibuat seperti burung.

    “Drone atau pesawat terbang hasil karya pelajar SMAN 1 Ciruas ini terinspirasi dari burung yakni mengenakan sayapnya untuk terbang. Pesawat ini memiliki potensi untuk digunakan dalam berbagai tugas seperti pemantauan dan pengawasan. Kebetulan untuk pembimbing FTR saya sendiri,” ujarnya.

    Untuk diketahui, kedua tim ini menjadi peraih medali dari 4.424 tim penelitian seluruh Indonesia. Kegiatan penelitian berlangsung selama 6 bulan sejak April 2023 hingga September 2023.

    Adapun perhelatan final dilaksanakan pada 6 – 11 November 2023 yang dihadiri oleh 100 Finalis dari 28 Provinsi yang mencakup tiga kategori bidang yaitu Matematika Sains dan Teknologi (MST), Fisika Terapan dan Rekayasa (FTR) dan Ilmu Sosial Humaniora (ISH). (DZH)

  • Kemendikbudristek Dorong Akselerasi Transformasi SPBE

    Kemendikbudristek Dorong Akselerasi Transformasi SPBE

    JAKARTA, BANPOS – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong akselerasi pelaksanaan transformasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam rangka mewujudkan penerapan reformasi birokrasi pemerintah.

    “Saat ini transformasi digital berbasis SPBE menjadi bagian paling penting dalam mewujudkan penerapan reformasi birokrasi pemerintah,” kata Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

    Upaya Kemendikbudristek dalam mendorong akselerasi transformasi SPBE, salah satunya melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi (Rakor) Balai Teknologi Informasi, Komunikasi (TIK) Pendidikan yang dihadiri oleh Kepala Balai TIK Pendidikan dari 22 provinsi di Indonesia.

    Kegiatan yang memiliki tema Bersama Menguatkan Ekosistem Digital Pendidikan ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan.

    Suharti menuturkan melalui rakor tersebut diharapkan terjadi kerja sama antara Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Balai Layanan Platform Teknologi (BLPT), dan Balai Teknologi Informasi, Komunikasi (TIK) Pendidikan dalam menciptakan ekosistem digital yang kuat untuk pendidikan.

    Selain itu, rakor ini juga menjadi ajang untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan upaya dalam memperkuat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di sektor pendidikan.

    Suharti pun memberikan apresiasi atas peran yang telah dilakukan Pusdatin dalam pengelolaan capaian evaluasi SPBE hingga mendapatkan predikat sangat baik dengan indeks 3,86.

    “Itu menunjukkan Kemendikbudristek berkomitmen untuk menghadirkan layanan yang berkualitas, efisien, efektif dan akuntabel bagi masyarakat dan bagian dari reformasi birokrasi,” ujar Suharti.

    Kepala Pusdatin Hasan Chabibie menjelaskan dalam mendukung arah kebijakan dan strategi nasional SPBE berperan sebagai pondasi yang kuat dalam konsep Government as a Platform (GaaP).

    Konsep ini mengacu pada ekosistem digital yang memberi kesempatan kepada pemerintah untuk memberikan layanan publik yang berkualitas sembari menciptakan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, netral, profesional, dan berdasarkan hukum.

    Hasan memastikan komitmen layanan akan terus dikembangkan Pusdatin dalam mendorong penguatan ekosistem digital pendidikan termasuk melalui penciptaan inovasi teknologi pembelajaran berkolaborasi dengan BLPT dan Balai TIKP Provinsi se-Indonesia. (ANT/AZM)

  • Permendikbudristek PPKSP Hadirkan Rasa Aman dari Kekerasan

    Permendikbudristek PPKSP Hadirkan Rasa Aman dari Kekerasan

    JAKARTA, BANPOS – “Saya sebagai orang tua kini tak ragu lagi menyampaikan ke anak saya. Nak, kamu pergi ke sekolah, belajarlah yang senang, bangun pertemanan yang sehat, dan kalau ada apa-apa bisa cerita ya,” ungkap Hana Ristami, yang kedua putri dan putranya duduk di bangku SD dan SMP.

    Pernyataan Hana yang juga seorang Fasilitator Ibu Penggerak bukan tanpa alasan. Ia adalah bagian dari sedemikian banyak orang tua yang sebelumnya kerap merasa khawatir tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan.

    Kecemasan serupa juga dialami Mona Ratuliu, seorang artis dan ibu dari empat anak, “Saya merasa sangat miris dengan maraknya pemberitaan tentang tindak kekerasan yang justru terjadi di sekolah.”

    Sebuah fakta menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Asesmen Nasional tahun 2022, 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami perundungan dan kekerasan seksual serta 1 dari 4 peserta didik mengalami hukuman fisik.

    Padahal, kita tahu sekolah semestinya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak dalam menuntut ilmu.

    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun bertanggung jawab untuk dapat melindungi anak-anak bangsa dalam memperoleh hak pendidikan yang aman dan nyaman sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.

    Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 yang baru diluncurkan awal Agustus lalu, tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau PPKSP diatur secara menyeluruh sehingga memberikan kejelasan apa saja yang termasuk dalam tindakan kekerasan.

    Hadirnya Permendikbudristek PPKSP sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran yang dirasakan para orang tua mengenai maraknya kekerasan di lingkungan pendidikan.

    Dalam implementasi PPKSP, sekolah dan Pemerintah Daerah diamanatkan untuk membuat Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan Satuan Tugas yang bertanggungjawab memastikan adanya tindakan pencegahan dan penanganan yang mumpuni dilakukan di sekolah maupun daerah masing-masing.

    Dengan adanya tindak PPKSP yang jelas, diharapkan bisa menjawab kekhawatiran masyarakat tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan.

    “Saya berharap Permendikbudristek ini bisa membawa perubahan besar terhadap keamanan di satuan pendidikan sehingga orang tua bisa tenang melepaskan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan demi masa depan yang lebih baik,” timpal Mona Ratuliu.

    Kendati baru diluncurkan bulan lalu, sejatinya Permendikbudristek PPKSP telah melewati proses yang sangat panjang. Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbudristek melibatkan hingga 5 kementerian dan 3 lembaga untuk meluncurkan sebuah regulasi yang menyeluruh demi melindungi seluruh warga satuan pendidikan dari kekerasan.

    Dibandingkan regulasi sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, Permendikbudristek PPKSP ini memperkuat aturan mengenai adanya berbagai bentuk dan jenis kekerasan.

    Perluasan perlindungan tidak hanya pada peserta didik tetapi juga pada pendidik dan tenaga kependidikan, serta adanya mekanisme yang jelas untuk sekolah dan pemerintah daerah, sehingga masyarakat bisa ikut mengawal pelaksanaan PPKSP tersebut.

    Permendikbudristek ini telah mampu membangkitkan kesadaran bagi siapapun untuk gerak bersama menghapus kekerasan di satuan pendidikan. Bahwasanya, tidak boleh ada lagi kekerasan dalam bentuk apapun apalagi sampai menjadi ancaman bagi warga satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran.

    “Yang perlu kita pahami bersama adalah bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, kebinekaan, aman, nyaman, dan menyenangkan agar terwujud cita-cita Merdeka Belajar,” kata Betty Nuraini, seorang guru yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi).

    Senada, harapan yang sama juga terlontar dari pengakuan Agen Perubahan Roots Anti Perundungan dari SMP Negeri 1 Jayapura Cheril Hutajulu. Sebagai siswa yang notabene masih usia anak, perlu mendapatkan perlindungan atas haknya sebagai diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

    “Karena kami sebagai siswa yang masih anak-anak perlu dilindungi haknya. Kami berharap dengan adanya peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah ini semua anak bisa belajar dengan aman dan nyaman,” ungkap Cheril.

    Zaki Tasnim, Pelajar SMA Negeri 1 Cianjur yang didapuk sebagai Agen Perubahan Roots Anti Perundungan menggantungkan harapan yang tinggi terhadap implementasi kebijakan Permendikbudristek PPKSP. Sehingga demikian, seluruh warga satuan pendidikan akan merasa aman dari tindakan kekerasan.

    “Agar siswa dapat belajar dengan aman, nyaman, dan menyenangkan. Mari bersama hentikan kekerasan sekarang juga!” pungkas Zaki.(*)

  • Pramuka Garuda Diusulkan Masuk Kuliah Jalur Prestasi

    Pramuka Garuda Diusulkan Masuk Kuliah Jalur Prestasi

    LEBAK, BANPOS – Kwartir Cabang (Kwarcab) Kabupaten Lebak mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), agar Pramuka Garuda asal Lebak bisa masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi.

    Diketahui, usulan tersebut merupakan apresiasi untuk Pramuka yang aktif dan berprestasi, dalam
    kegiatan Pramuka di Kabupaten Lebak.

    Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Wakil Bupati Lebak, Ade Sumardi, dalam sambutannya di acara
    penganugerahan penghargaan kepada pramuka tingkat Kwarcab Kabupaten Lebak di Pendopo Bupati
    Lebak, Sabtu (19/8) malam.

    Hari ini saya menyampaikan kepada kalian semua bahwa Pramuka Garuda diusulkan diterima di
    perguruan tinggi melalui jalur prestasi ke Kemendikbud. Itu semua merupakan reward bagi kalian yang
    aktif dan berprestasi di kegiatan Pramuka, ujar Ade dalam sambutannya.

    Ade memaparkan, medali bukan hanya simbolis pengalungan semata, tetapi ada proses dan
    pengimplementasian dalam kehidupan sehari-hari mengenai nilai Dasa Darma dan nilai Kepramukaan.
    Ia berharap, Pramuka Garuda mengamalkan Dwi Darma berbakti kepada orangtua dan pantang
    menyerah, untuk menghadapi tantangan zaman yang selalu berubah setiap saat. Wakil Bupati Lebak
    juga mendoakan agar kelak Pramuka Garuda menjadi pemimpin-pemimpin negeri yang hebat.

    "Penghargaan itu bukan hanya sebuah kalungan medali penghargaan, itu adalah hasil implementasikan
    ke dalam kehidupan sehari-hari. Jadi kalian tadi sudah disematkan pengalungan penghargaan, dan saya
    selaku ketua cabang mengucapkan selamat kepada kalian semua dan itu prestasi kalian yang sangat luar
    biasa, tandasnya. (MYU/DZH)

  • DPR RI Minta Mendikbud Perbaiki PPDB zonasi, Hapuskan Sekolah Favorit

    JAKARTA, BANPOS – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) meminta Kemendikbudristek memperbaiki pengawasan pelaksanaan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sehingga mewujudkan prinsip keadilan.

    “Kekacauan yang terjadi di lapangan saat ini menggambarkan lemahnya pengawasan,” kata Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PAN Zainuddin dalam keterangan di Jakarta, Minggu (30/7).

    Menurut dia, sistem zonasi pada PPDB sebenarnya sudah relatif bagus namun yang masih harus diperbaiki adalah pengawasan pelaksanaan di lapangan karena adanya pelanggaran menggambarkan kelemahan pengawasan.

    Selain itu, sosialisasi secara masif dan baik harus dilakukan agar pemahaman masyarakat terkait seleksi PPDB sistem zonasi bisa diterima dan dijalankan dengan baik sehingga pelanggaran berpotensi berkurang.

    “Kalau merasa kebijakan yang ada itu ada yang insecure maka kewajiban menteri sekarang memperbaiki,” ujarnya.

    Dosen Universitas Negeri Malang (UM) Endang Sri Rejeki mengatakan karut-marut pelaksanaan PPDB 2023 harus segera dicari solusi agar tidak terulang pada masa mendatang.

    Solusi yang dimaksud dia, diantaranya membuat sekolah negeri baru maupun membuat regulasi baru yang tetap berbasis zonasi yakni misalnya tidak seratus persen berdasarkan zonasi dari jumlah pagu.

    “Alternatif lain mendirikan lembaga swasta dengan persyaratan tertentu,” katanya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, sebagai tahap awal, pihaknya akan menginventarisir lebih dahulu setiap problem yang ditemukan pada PPDB tahun 2023.

    “Barulah proses evaluasi dilakukan dengan melibatkan instansi terkait,” terang Hetifah, kemarin.

    Hetifah menuturkan, sejatinya sistem zonasi ataupun jalur prestasi dalam sistem ­PPDB ini bertujuan agar terjadi peme­rataan sekolah di seluruh wilayah. Sehingga tidak muncul lagi sekolah unggulan atau sekolah favorit di tengah-tengah masyarakat.

    Sayangnya, istilah sekolah favorit ini tetap muncul. Ini pula yang membuat sistem PPDB masih diwarnai kecurangan di lingkungan sekolah. “Inilah mengapa evaluasi harus dilakukan sebagai proses pembenahan,” tuturnya.

    Evaluasi ini, lanjutnya, terkait dengan penerapan sistem zonasi maupun sistem prestasi yang menjadi aspek utama dalam sistem PPDB.

    “Intinya penerapan PPDB itu selalu dievaluasi, kami akan segera membicarakan hal itu dengan lembaga terkait di pusat,” jelas politisi Fraksi Golkar ini.

    Dia bilang, problem yang muncul dalam sistem PPDB ini hampir terjadi di semua wilayah, termasuk di daerah pemilihannya, Kalimantan Timur (Kaltim). Problem umum yang muncul dalam PPDB ini seperti adanya manipulasi data untuk meloloskan peserta didik dan lainnya.

    “Inilah yang akan kami sikapi dengan melakukan evaluasi ­untuk penyempurnaan,” terangnya.

    Karena itu, Hetifah mendorong agar ada kebijakan signifikan menghadirkan pemerataan pendidikan di seluruh kawasan. Pemerataan pendidikan ini tidak hanya dari sarana dan prasarana sekolah, tapi juga menyangkut kualitas sumber daya manusia tenaga pendidik.

    “Keterbatasan kapasitas sekolah negeri mengharuskan menyebabkan tidak semua yang mendaftar bisa mendapatkan tempat,” tambah dia.

    Beberapa waktu lalu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa kebijakan sistem zonasi PPDB bukan kebijakannya melainkan kebijakan Mendikbud sebelumnya, yaitu Muhadjir Effendy.

    Nadiem pun mengakui bahwa kebijakan ini tentu membuatnya repot namun ia merasa sistem zonasi PPDB penting sehingga perlu dilanjutkan.

    “Itu zonasi, kebijakan zonasi itu bukan kebijakan saya, kebijakan sebelumnya. Kebijakan Pak Muhadjir. Tetapi kita sebagai satu tim merasa ini adalah suatu kebijakan penting yang pasti akan merepotkan saya,” kata dia.

    Terpisah, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, penerapan sistem zonasi dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya tampung sekolah (supply) dan jumlah siswa di daerah tersebut (demand).

    “Penerapan kebijakan PPDB harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari wilayah-wilayah yang minim ketimpangan supply dan demand – nya. Kemudian seiring dengan perbaikan, ketimpangan di wilayah lain semakin melebarkan pemberlakuan sistem zonasi ini. Dengan begitu, pemerataan sekolah negeri akan berjalan sesuai dengan tujuan tanpa memberi imbas kepada persaingan sekolah swasta,” jelas Peneliti CIPS Natasya Zahra.

    Dia melanjutkan, implementasi secara bertahap ini juga sekaligus untuk tetap menghadirkan unsur kompetisi karena kompetisi dengan tujuan untuk meningkat mutu pendidikan sudah tidak dihindari.

    Kompetisi diperlukan untuk meningkatkan efisiensi biaya, mutu, serta mendorong inovasi sebuah produk atau layanan.

    Kompetisi antar sekolah dalam menyediakan layanan pendidikan sangatlah penting bagi pertumbuhan pendidikan itu sendiri.

    Lalu, untuk memperbaiki kualitas sekolah hingga menjadi setara butuh upaya untuk memetakan sekolah mana yang paling tertinggal dan mengidentifikasi masalah yang ada agar bentuk dukungan yang diberikan tepat sasaran.

    Untuk melakukan ini, Pemerintah Daerah harus terus memperbaharui dan mengintegrasikan data dari Rapor Pendidikan dan basis data lokal yang ada agar dapat gambaran yang paling akurat dan terkini mengenai kondisi sekolah di wilayahnya.

    Dengan ini, penetapan zonasi wilayah akan lebih menyesuaikan dengan daya tampung sekolah (supply) dan jumlah siswa serta kebutuhannya (demand). (PBN/RMID)

  • Kurikulum PAUD Akan Berisi Kesetaraan Gender

    Kurikulum PAUD Akan Berisi Kesetaraan Gender

    JAKARTA, BANPOS – Dalam menjalankan perannya sebagai Ketua ASEAN ke-5, pemerintah Indonesia menggandeng negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk menguatkan komitmen bersama dalam mempercepat transformasi pendidikan anak usia dini (PAUD).

    Langkah tersebut diambil untuk mengatasi ketertinggalan masa belajar dan tumbuh kembang pada anak usia dini yang sempat diperparah oleh situasi pandemi Covid-19.

    Sebagai wujud komitmen memprioritaskan PAUD, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), terus konsisten dalam melakukan modifikasi kurikulum agar lebih responsif terhadap perkembangan zaman, menyusun metode pembelajaran yang lebih bervariasi, serta membuka peluang kolaborasi multisektor yang melibatkan sektor swasta.

    Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PDM) Iwan Syahril, di Jakarta dalam Dialog Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di ASEAN atau forum Southeast Asia Policy Dialogue on Early Childhood Care and Education (SEA PD on ECCE).

    Iwan Syahril mengatakan bahwa sebagai langkah pemulihan pembelajaran pascapandemi, perlu dirancang kurikulum yang memiliki resiliensi dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

    Kurikulum menurutnya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat global, kesetaraan gender, perubahan iklim, pendidikan inklusif, sehingga mendukung ketersediaan layanan PAUD yang tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

    “Saya berharap konferensi hari ini menjadi kesempatan bagi negara-negara ASEAN untuk menyatukan berbagai gagasan dengan saling berbagi praktik baik dalam penyediaan layanan PAUD yang berkualitas. Bersama-sama kita dapat membangun masa depan yang lebih baik, dimulai dari komitmen yang lebih kuat dalam meningkatkan kualitas layanan PAUD,” kata Iwan, di hadapan para menteri pendidikan dari 11 negara kawasan Asia Tenggara, duta besar negara-negara Asia Tenggara untuk Indonesia, serta ratusan delegasi, di Jakarta, Selasa (25/7).

    Iwan mengatakan, konferensi hari ini adalah bagian dari dialog kebijakan di Asia Tenggara yang berkenaan dengan PAUD.

    Turut terlibat dalam konferensi para akademisi yang akan membagikan gagasan strategis terkait peningkatan kualitas PAUD.

    “Besar harapan saya bahwa kita akan terlibat dalam diskusi yang bermanfaat dan bermakna dalam rangka memajukan PAUD di kawasan ASEAN,” imbuhnya.

    Pada tahun 2023, pemerintah Indonesia kembali menjalankan perannya sebagai Ketua ASEAN untuk yang kelima kali. Keketuaan ASEAN oleh Indonesia tahun ini mengusung tema, “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” yang menyimpan makna tentang harapan Indonesia untuk mengangkat relevansi dan peran ASEAN dalam kemajuan regional dan global.

    Dalam keketuaan tahun ini, Indonesia melalui Kemendikbudristek, didukung oleh Sekretariat ASEAN dan The Southeast Asian Ministers of Education Organization Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP) menyambut kedatangan 200 peserta yang terdiri atas menteri pendidikan dari 11 negara kawasan Asia Tenggara, duta besar negara-negara Asia Tenggara untuk Indonesia, serta ratusan delegasi dan pembicara di Hotel St. Regis Jakarta, 25-26 Juli 2023.

    Selain memimpin pertemuan para delegasi negara-negara anggota ASEAN melalui Dialog Kebijakan PAUD di ASEAN (SEA PD on ECCE) ini, Kemendikbudristek juga melanjutkan keberhasilan dalam memimpin Kelompok Kerja Bidang Pendidikan G20.

    Melalui forum-forum internasional, Kemendikbudristek terus memperkenalkan transformasi Merdeka Belajar serta menguatkan gotong royong dan komitmen dalam upaya mempercepat transformasi PAUD dan memulihkan ketertinggalan masa belajar dan tumbuh kembang pascapandemi Covid-19.

    Beberapa hal yang menjadi fokus utama dalam upaya percepatan transformasi PAUD termasuk penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini berkualitas yang inklusif melalui perencanaan, pemantauan dan evaluasi yang tepat.

    Selain itu, proses transisi PAUD ke Sekolah Dasar yang menyenangkan sebagai bagian penting dari program Merdeka Belajar juga menjadi hal vital dalam menentukan kesuksesan transformasi PAUD.

    Fokus utama lainnya yang menjadi perhatian khusus juga memastikan adanya kolaborasi ekosistem PAUD, termasuk sekolah, pemerintah daerah, guru, orang tua dan masyarakat. (PBN/RMID)

  • Carut Marut PPDB Disorot Anggota DPR

    Carut Marut PPDB Disorot Anggota DPR

    JAKARTA, BANPOS – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui sistem zonasi di berbagai daerah carut marut. Berbagai masalah mencuat selama proses PPDB dilakukan. Mendengar kisruh ini, wakil rakyat di Senayan langsung mencolek Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.

    Sejak diterapkan tahun 2017, sistem PPDB ini kerap bermasalah. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mencatat, ada 4 persoalan yang kerap terjadi di lapangan. Pertama, migrasi atau perubahan Kartu Keluarga (KK) calon siswa agar bisa masuk sekolah yang dituju. Kedua, daya tampung sekolah yang tak sebanding dengan jumlah pendaftar.

    Ketiga, ada banyak sekolah yang malah kekurangan siswa. Terakhir, jual beli kursi. Baik melalui pungli maupun titipan dari pejabat atau tokoh di wilayah setempat.

    Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendesak Nadiem untuk memberikan penjelasan terkait domisili dalam sistem zonasi PPDB. Menurutnya, pendiri GoJek itu juga harus mengoordinasikan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja Satgas PPDB.

    Sebab, kata Huda, penipuan PPDB dengan berbagai modus akan terus terulang setiap akan memasuki tahun ajaran baru. Tidak meratanya kualitas layanan pendidikan dan pembatasan kuota peserta didik baru menjadi biang kerok terjadinya modus tersebut.

    “Banyak juga wali murid yang ingin mendapatkan slot untuk dapat belajar di sekolah negeri karena ada pembatasan biaya,” ungkap Huda di Jalarta, kemarin.

    Kondisi tersebut seharusnya menjadi teguran bagi Nadiem untuk mengaktifkan Satgas PPDB di level daerah. Caranya, dengan meminta kepala daerah untuk memimpin langsung Satgas PPDB.

    Menurut Huda, saat Mendikbud dijabat Muhadjir Effendy bersama Kemendagri menginisiasi pembentukan Satgas PPDB. “Harusnya Satgas PPDB inilah yang harus dimintakan secara dini mengantisipasi berbagai modus kecurangan dalam PPDB, karena hampir bisa dipastikan akan selalu terjadi,” ujarnya.

    Huda menilai, sistem zonasi pada dasarnya digunakan sebagai upaya pemerataan kualitas pendidikan bagi peserta didik. Namun, pelaksanaannya harus sesuai dengan kondisi daerah. Ia pun usul ada revisi sistem PPDB ini agar disesuaikan dengan kondisi daerah.

    “Misalnya di Jakarta, tidak mengendap sistem zonasi karena membludaknya pendaftar di sekolah negeri. Akhirnya dikedepankan seleksi dengan menunda pekerjaan. Untuk yang tidak tertampung di sekolah negeri, Pemprov DKI Jakarta menggandeng sekolah swasta untuk menggelar PPDB bersama,” tutur Huda.

    Ketua DPP PSI, Furqan AMC juga meminta sistem zonasi PPDB dievaluasi total karena dianggap rawan pemalsuan dokumen. Carut marutnya sistem zonasi justru mendiskriminasikan calon siswa yang seharusnya dijamin hak pendidikannya oleh konstitusi.

    Furqan menduga, sistem PPDB akan menyulitkan anak-anak desa atau pinggiran kota mengakses sekolah negeri yang lebih bermutu di tengah kota. Selain itu, sistem PPDB ini membuat praktik pemalsuan dokumen, pungli, dan percaloan semakin marak.

    Ia mencontohkan temuan kasus 31 KK palsu calon siswa baru di SMA Negeri 8 Pekanbaru, Riau, beberapa hari lalu. “Itu hanyalah puncak gunung es yang terungkap. Besar dugaannya praktik pemalsuan KK tersebut terjadi jamak di semua kota dan kabupaten di seluruh Indonesia,” tuding Furqan.

    Apa tanggapan Kemendikbudristek? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dikdasmen Iwan Syahril mengatakan, pihaknya telah melibatkan inspektorat di daerah untuk menindak pelanggaran terkait KK.

    Kata dia, dalam menetapkan zonasi, Pemerintah Daerah memperhitungkan sebaran sekolah, sebaran domisili calon peserta didik, dan daya tampung yang tersedia. Iwan mencontohkan penerapan yang baik di Kabupaten Donggala, Pasuruan, Provinsi Riau, hingga Tangerang.

    “Selanjutnya ini ada permasalahan yang terkait jalur afirmasi ini yang sering kita dengar adalah pemalsuan surat keterangan tidak mampu. Misalnya di Bekasi ada orang kaya daftarkan anak dengan jalur afirmasi gitu ya, karena dia mengaku tidak mampu,” ungkap Iwan.

    Ia menyarankan adanya validasi dan verifikasi dokumen yang melibatkan Dinas Sosial. Pihaknya ingin adanya sosialisasi kepada orang tua, panitia PPDB, dan masyarakat atas sanksi hukum yang bisa didapat lantaran pemalsuan.

    Iwan juga menyampaikan permasalahan PPDB di jalur prestasi. Menurutnya, ada peserta didik yang tak lolos padahal sudah mengharumkan nama kotanya. Misalnya Kota Tangerang, ada atlet karate dapat juara dua, tapi tidak lolos jalur prestasi di Banten.

    “Solusi yang bisa kita rekomendasikan adalah Pemda dapat memberikan indikator dan formula jalur prestasi termasuk bukan hanya nilai rapor, termasuk akademik dan non-akademik. Panitia PPDB dapat menggunakan sistem informasi manajemen talenta dari Kemendikbud Ristek,” usulnya. (ENK/RMID)

  • Senayan Colek Menteri Nadiem

    Senayan Colek Menteri Nadiem

    JAKARTA, BANPOS – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui sistem zonasi di berbagai daerah carut marut. Berbagai masalah mencuat selama proses PPDB dilakukan. Mendengar kisruh ini, wakil rakyat di Senayan langsung mencolek Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

    Sejak diterapkan tahun 2017, sistem PPDB ini kerap bermasalah. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mencatat, ada 4 persoalan yang kerap terjadi di lapangan. Pertama, migrasi atau perubahan Kartu Keluarga (KK) calon siswa agar bisa masuk sekolah yang dituju. Kedua, daya tampung sekolah yang tak sebanding dengan jumlah pendaftar.

    Ketiga, ada banyak sekolah yang malah kekurangan siswa. Terakhir, jual beli kursi. Baik melalui pungli maupun titipan dari pejabat atau tokoh di wilayah setempat.

    Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendesak Nadiem untuk memberikan penjelasan terkait domisili dalam sistem zonasi PPDB. Menurutnya, pendiri GoJek itu juga harus mengoordinasikan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja Satgas PPDB.

    Sebab, kata Huda, penipuan PPDB dengan berbagai modus akan terus terulang setiap akan memasuki tahun ajaran baru. Tidak meratanya kualitas layanan pendidikan dan pembatasan kuota peserta didik baru menjadi biang kerok terjadinya modus tersebut.

    “Banyak juga wali murid yang ingin mendapatkan slot untuk dapat belajar di sekolah negeri karena ada pembatasan biaya,” ungkap Huda di Jalarta, kemarin.

    Kondisi tersebut seharusnya menjadi teguran bagi Nadiem untuk mengaktifkan Satgas PPDB di level daerah. Caranya, dengan meminta kepala daerah untuk memimpin langsung Satgas PPDB.

    Menurut Huda, saat Mendikbud dijabat Muhadjir Effendy bersama Kemendagri menginisiasi pembentukan Satgas PPDB. “Harusnya Satgas PPDB inilah yang harus dimintakan secara dini mengantisipasi berbagai modus kecurangan dalam PPDB, karena hampir bisa dipastikan akan selalu terjadi,” ujarnya.

    Huda menilai, sistem zonasi pada dasarnya digunakan sebagai upaya pemerataan kualitas pendidikan bagi peserta didik. Namun, pelaksanaannya harus sesuai dengan kondisi daerah. Ia pun usul ada revisi sistem PPDB ini agar disesuaikan dengan kondisi daerah.

    “Misalnya di Jakarta, tidak mengendap sistem zonasi karena membludaknya pendaftar di sekolah negeri. Akhirnya dikedepankan seleksi dengan menunda pekerjaan. Untuk yang tidak tertampung di sekolah negeri, Pemprov DKI Jakarta mengandeng sekolah swasta untuk menggelar PPDB bersama,” tutur Huda.

    Ketua DPP PSI, Furqan AMC juga meminta sistem zonasi PPDB dievaluasi total karena dianggap rawan pemalsuan dokumen. Carut marutnya sistem zonasi justru mendiskriminasikan calon siswa yang seharusnya dijamin hak pendidikannya oleh konstitusi.

    Furqan menduga, sistem PPDB akan menyulitkan anak-anak desa atau pinggiran kota mengakses sekolah negeri yang lebih bermutu di tengah kota. Selain itu, sistem PPDB ini membuat praktik pemalsuan dokumen, pungli, dan percaloan semakin marak.

    Ia mencontohkan temuan kasus 31 KK palsu calon siswa baru di SMA Negeri 8 Pekanbaru, Riau, beberapa hari lalu. “Itu hanyalah puncak gunung es yang terungkap. Besar dugaannya praktik pemalsuan KK tersebut terjadi jamak di semua kota dan kabupaten di seluruh Indonesia,” tuding Furqan.

    Apa tanggapan Kemendikbudristek? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dikdasmen Iwan Syahril mengatakan, pihaknya telah melibatkan inspektorat di daerah untuk menindak pelanggaran terkait KK. Kata dia, dalam

    menetapkan zonasi, Pemerintah Daerah memperhitungkan sebaran sekolah, sebaran domisili calon peserta didik, dan daya tampung yang tersedia. Iwan mencontohkan penerapan yang baik di Kabupaten Donggala, Pasuruan, Provinsi Riau, hingga Tangerang.

    “Selanjutnya ini ada permasalahan yang terkait jalur afirmasi ini yang sering kita dengar adalah pemalsuan surat keterangan tidak mampu. Misalnya di Bekasi ada orang kaya daftarkan anak dengan jalur afirmasi gitu ya, karena dia mengaku tidak mampu,” ungkap Iwan.

    Ia menyarankan adanya validasi dan verifikasi dokumen yang melibatkan Dinas Sosial. Pihaknya ingin adanya sosialisasi kepada orang tua, panitia PPDB, dan masyarakat atas sanksi hukum yang bisa didapat lantaran pemalsuan.

    Iwan juga menyampaikan permasalahan PPDB di jalur prestasi. Menurutnya, ada peserta didik yang tak lolos padahal sudah mengharumkan nama kotanya. Misalnya Kota Tangerang, ada atlet karate dapat juara dua, tapi tidak lolos jalur prestasi di Banten.

    “Solusi yang bisa kita rekomendasikan adalah Pemda dapat memberikan indikator dan formula jalur prestasi termasuk bukan hanya nilai rapor, termasuk akademik dan non-akademik. Panitia PPDB dapat menggunakan sistem informasi manajemen talenta dari Kemendikbud Ristek,” usulnya.

    Di dunia maya, berbagai keluhan disampaikan warganet terkait carut marut sistem PPDB. “Gue nggak ngerti kenapa sampai ada sistem zonasi buat sekolah? Sama ratakan dulu seluruh sekolah, pendidik, baru dah bisa pakai sistem zonasi. Sekolah di kampung sama di kota ya jelas beda. Mau mencerdaskan saja harus dibatasi. Aneh,” sesal @itdatsht.

    “Ruwet. Yang rumahnya pada jauh ke sekolah negeri akhirnya pada milih swasta,” aku @withfadhilan. “Emang tujuannya zonasi kan buat ‘bagi kue’ ke swasta,” sahut @metalomania. “Dihapuskan saja sistem zonasi ini. Lebih baik kembali ke sistem lama, pakai NEM (Nilai Ebtanas Murni),” usul @MohaAbant. “Bukan Indonesia kalo gak ada kata curang dan melakukan segala cara sekalipun gak benar…,” ledek @dududsyalala. (RMID)

  • Kemendikbudristek Rekomendasikan Solusi PPDB Zonasi

    Kemendikbudristek Rekomendasikan Solusi PPDB Zonasi

    JAKARTA, BANPOS – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan beberapa rekomendasi dan solusi untuk mengatasi beragam masalah dalam pelaksanaan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi.

    Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril menyatakan rekomendasi dan solusi ini sudah diterapkan oleh beberapa daerah dan berhasil untuk mengatasi permasalahan yang ada.

    “Kita melihat pada beberapa praktik baik yang sudah dilakukan berbagai daerah lainnya. Ini ada beberapa rekomendasi solusi yang bisa kita lakukan,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu.

    Beberapa temuan dalam pelaksanaan seleksi PPDB jalur zonasi tahun ajaran 2023/2024 di antaranya adalah pemalsuan Kartu Keluarga (KK), 155 nama siswa hilang, satu nama siswa digunakan berkali-kali, hingga adanya intervensi pejabat DPRD.

    Guna mengatasi masalah itu pemerintah daerah (pemda) dapat berkoordinasi dengan Dinas Dukcapil dan Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah untuk menganalisis calon peserta didik baru yang akan lulus baik dari sisi domisili dan ketersediaan daya tampung serta verifikasi dan validasi keabsahan KK.

    “Pemda juga bisa melibatkan Inspektorat Daerah untuk menindak pelanggaran terkait KK,” ujar Iwan.

    Selain itu, pemda dapat membuat komitmen dengan pimpinan musyawarah daerah, kepala sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta tokoh masyarakat agar pelaksanaan PPDB dapat dilakukan tanpa tekanan dan bebas dari KKN maupun pungli melalui penandatanganan pakta integritas bersama.

    Iwan melanjutkan, dalam menetapkan zonasi pun pemda harus memperhitungkan sebaran sekolah, sebaran domisili calon peserta didik termasuk mengenai daya tampung yang tersedia.

    Pemda juga bisa memberikan bantuan seperti pembiayaan masuk sekolah swasta kepada peserta didik dari keluarga ekonomi tidak mampu sehingga mereka tetap memiliki kesempatan bersekolah.

    Iwan menuturkan beragam rekomendasi tersebut sudah dilakukan oleh berbagai pemda seperti Kabupaten Donggala yakni sekolah melakukan sinkronisasi data siswa sekolah asal dari Dapodik dengan data dari Dinas Dukcapil.

    Kabupaten Pasuruan juga menetapkan zonasi yang dibuat secara detail untuk memastikan seluruh wilayah masuk dalam penerapan zonasi serta Provinsi Riau dan Kota Bogor yang membangun unit sekolah baru (USB) untuk menambah data tampung sekolah. (ENK/ANT)

  • Refleksi Jelang Empat Tahun Merdeka Belajar

    Refleksi Jelang Empat Tahun Merdeka Belajar

    JAKARTA, BANPOS – Masih terekam saat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim menyampaikan pidato pada Hari Guru 25 November 2019. Pidoato ini menjadi cikal bakal publisitas kebijakan Merdeka Belajar pertama kali, setelah beberapa hari sebelumnya di-upload di situs web resmi Kemendikbud pada 22 November 2019 dan naskah pidato tersebut viral di media sosial.

    Beberapa poin bisa kita garisbawahi dari naskah pidato tersebut, bahwa proses belajar memerlukan perubahan yang selama ini sangat membelenggu, terutama karena baik guru maupun murid selalu dituntut untuk mengejar nilai yang hanya berpusat pada kemampuan kognitif. Sering kali guru hanya disibukkan dengan beban administrasi yang kian menumpuk sehingga menurunkan perhatiannya terhadap kebutuhan para peserta didik yang esensial, hingga lupa akan tujuan pembelajaran dan pendidikan yang sebenarnya. Pada akhirnya guru menjadi minim kreativitas, minim inovasi, dan hanya sekadar menggugurkan tugas kepengajarannya.

    Hal ini diperkuat dengan pendapat Azyumardi Azra (2003:180) bahwa proses pendidikan di sekolah dewasa ini sangat membelenggu peserta didik, dan bahkan juga para guru. Hal ini bukan hanya karena formalisme sekolah–tetapi juga dalam kegiatan belajar mengajar (KBM)–yang cenderung sangat ketat, juga karena beban kurikulum yang sangat berat (overloaded). Akibatnya, hampir tidak tersisa lagi ruang bagi para peserta didik untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas kognisi, afeksi, dan psikomotoriknya.

    Dengan keadaan yang seperti ini, perkembangan yang sejatinya dicapai oleh peserta didik jauh panggang dari api. Kompetensi yang seharusnya dimiliki mereka sebagai bekal dalam menghadapi masa depan tidak dimiliki. Lihatnya zaman semakin berkembang, revolusi industri terus berganti, tapi para penerus masa depan kita masih tertatih-tatih dalam menghadapinya. Jangankan untuk menjadi inovator, menjadi imitator pun belum mampu. Mereka hanya sibuk menjadi konsumtor. Belum lagi, dekadensi moral yang semakin merajalela di kalangan pelajar, kekerasan, narkoba, pergaulan bebas seolah menjadi berita sehari-hari.

    Hal ini tentu menjadi bahan evaluasi pada sistem pembalajaran kita di sekolah, lebih jauh lagi tentang sistem pendidikan yang dirasa belum bisa menjawab semua problematika ini. Meskipun semua ini tentu saja bukan hanya menjadi tanggung jawab pembelajaran di sekolah, tetapi juga di rumah dan di lingkungan. Namun, pada dasarnya sekolah seharusnya menjadi tempat belajar yang kondusif dalam membentuk para peserta didik.

    Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam proses belajar. Guru dan peserta didik harus dimerdekakan dari keterbelengguan yang selama ini membatasi mereka. Belajar yang selama ini selalu berpusat pada guru, diarahkan untuk berpusat pada murid. Jadikan murid sebagai partner dalam berdiskusi di dalam kelas, hargai pendapat mereka, dorong ide-ide mereka, bangunlah suasana belajar yang menyenangkan dan membahagiakan. Ubah belajar yang membosankan, ajak mereka berjalan ke luar ruang kelas, mengamati alam, mengamati dunia yang sebenarnya. Proyeksikan ide-ide mereka menjadi suatu gerakan yang membangun kepercayaan diri mereka.

    Hingga saat ini, sudah ada 24 episode kebijakan Merdeka Belajar yang dikeluarkan. Episode 1 terkait 4 pokok kebijakan Merdeka Belajar yang salah satunya cukup fundamental yaitu tahun 2020, USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian untuk menilai kompetensi siswa dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis dan/atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya). Dengan arahan kebijakan ini, guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil belajar siswa. Tahun 2020, UN dilaksanakan untuk terakhir kalinya. Tahun 2021, UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari literasi, numerasi, dan survei karakter. Yang terakhir kebijakan jilid 24 terkait transisi PAUD ke SD yang menyenangkan.

    Penerapan kebijakan Merdeka Belajar, khususnya di sekolah, yang terangkum dalam bentuk Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) belajar merupakan sebagian solusi masalah pendidikan yang sedang dihadapi. Penerapannya bukan tanpa hambatan, para ahli berpendapat, beberapa rintangan dalam implementasi kurikulum ini. Pertama, kurangnya pengalaman guru dalam penerapan merdeka belajar yang disebabkan pengalaman guru di bangku kuliah dan kebiasaan mengajar satu arah yang sudah terlama lama diterapkan. Kedua, keterbatasan rujukan dan referensi karena minimnya literatur yang membahas merdeka belajar dan penerapannya. Ketiga, ketidakmerataan akses yang di beberapa wilayah. Keempat, kurangnya kompetensi atau skill yang dimiliki guru dalam melakukan pembelajaran yang kreatif dan inovatif, terutama dalam penggunaan media digital.

    Namun, hal ini tidak lantas membuat Kemendikbudristek menyerah. Justru, beberapa kebijakan selanjutnya menjadi solusi dari masalah tersebut. Terkait kurangnya pengalaman guru dan minimnya literasi serta keterbatasan akses, Kemendikbudristek menggagas kebijakan program organisasi guru penggerak, sekolah penggerak dan platform Merdeka Mengajar yang di dalamnya terdapat berbagai pelatihan untuk guru yang dapat dilakukan secara mandiri di mana pun dan kapan pun.

    Dalam platform Merdeka Mengajar, guru kini sudah bisa menerapkan berbagai metode pembelajaran. Platform ini bertujuan untuk mempermudah guru dalam mencari dan mendapatkan informasi tentang pembelajaran. Mendapat referensi dari berbagai perangkat ajar yang dibutuhkan. Proses pembelajaran yang disusun di platform memberikan inovasi dalam mengajar. Guru sudah praktis mendapat RPP, materi, modul, video pembelajaran, hingga asesmen bahkan analisis diagnostik dari asesmen yang sudah dilakukan. Selain itu, guru juga dapat mengambil inspirasi dari guru-guru lain di seluruh Indonesia dengan mengaplikasiannya di sekolah tempat mengajar.

    Dalam platform Merdeka Mengajar, terdapat fitur pelatihan mandiri. Dengan pelatihan-pelatihan mandiri ini, guru dapat memperoleh pengetahuan baru, wawasan yang luas mengenai pembelajaran yang mutakhir saat ini, sehingga dapat mempertajam skill dalam mengajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pelatihan-pelatihan ini bisa dengan mudah diikuti oleh guru di mana pun dan kapan pun.

    Selain itu, guru yang merdeka adalah guru yang bisa berkolaborasi dan berbagi. Pada platform Merdeka Mengajar, guru bisa menampilkan video-video motivasi ataupun produk-produk hasil dari project base learning di sekolahnya sehingga menjadi inspirasi bagi-bagi guru lain, dan dapat diakses oleh semua guru di Indonesia.

    Platform Merdeka Mengajar menawarkan lima item yang terbagi ke dalam kategori seperti pengembangan para pendidik dan kegiatan pembelajaran. Produk-produk pengembangan guru antara lain: (1) Video Inspiratif, yang menjadi sumber peningkatan kompetensi pendidik, berisi video-video motivasi pilihan yang dibuat oleh Kemendikbud dan para ahli. (2) Guru dapat melakukan pelatihan secara individu kapanpun dan dimanapun dengan Pelatihan Mandiri, yang mencakup berbagai materi pelatihan singkat. (3) Proof of My Work, yang digunakan untuk mendeskripsikan kinerja, kompetensi, dan prestasi selama melaksanakan profesi keguruan dan profesi utama, merupakan tempat dokumentasi karya.

    Selain itu, MMP berfungsi sebagai tempat bagi kolega untuk memberikan komentar dan berbagi strategi sukses. Produk untuk kegiatan belajar mengajar antara lain: a. Penilaian Siswa, yaitu membantu guru dalam melakukan analisis diagnostik literasi dan numerasi dengan segera sehingga mereka dapat menerapkan pembelajaran yang relevan dengan tahap perkembangan dan akademik anak-anak. b. Kit Pengajaran, yang mencakup berbagai alat bantu mengajar untuk meningkatkan tugas belajar dan mengajar, seperti buku teks, alat peraga, modul pengajaran, dan alat bantu proyek (Sumandya, 2022).

    Prabowo et al., (2021) menyatakan, pengetahuan teknologi, khususnya penggunaan PMM, dan pembuatan media pembelajaran yang dijadikan konten dari PMM merupakan hal yang perlu dilakukan agar guru memiliki keterampilan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain, PMM dapat menjadi teman bagi guru dalam mengembangkan diri untuk menginspirasi dan mengajar lebih baik. Oleh karena itu, penggunaan MMP diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang lebih inovatif dan menarik (Ngadiluwih, 2022).

    Selain itu, implementasi kurikulum ini mendukung tunjangan profesi guru dan jaminan jam mengajar. Platform Mengajar Merdeka juga membantu pelaksanaan Kurikulum Mandiri dengan memberikan dukungan jaminan dan tunjangan jam profesi guru. Guru dapat mendapatkan inspirasi, referensi, literasi, dan pemahaman dalam upaya mengimplementasikan Kurikulum Mandiri dengan bantuan Platform Merdeka Mengajar. Para guru dapat mengandalkan Platform Merdeka Mengajar sebagai motor penggerak dalam pengembangan siswa-siswi Pancasila. Platform Pengajaran Merdeka melayani tiga tujuan: meningkatkan efektivitas pengajaran kurikulum Merdeka, memperluas pengetahuan seseorang tentang ide-ide baru, dan menciptakan karya atau produk.

    Namun, isu kesejahteraan guru masih menjadi PR bagi pemerintah. Sampai saat ini, masih banyak guru-guru yang mendapatkan honor jauh dari UMR, masih banyak guru-guru honorer yang belum diangkat menjadi PNS maupun P3K, dan masih banyak juga guru-guru P3K yang belum mendapat penempatan.

    Nurlaeli: Wakil Kepala SMK Islam Insan Mulia Tangerang, Guru Pendidikan Agama Islam SD Muhammadiyah Bojong Nangka Tangerang.(RMID)