Tag: Kesehatan Masyarakat

  • Kemenko PMK Tekankan Pentingnya Edukasi Pola Hidup Sehat

    Kemenko PMK Tekankan Pentingnya Edukasi Pola Hidup Sehat

    JAKARTA, BANPOS – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), menekankan pentingnya penguatan edukasi tentang pola hidup sehat atau perilaku hidup sehat guna mencegah berbagai penyakit.

    Asisten Deputi Peningkatan Pelayanan Kesehatan Kemenko PMK, Nia Reviani, mengajak seluruh elemen untuk memperkuat edukasi berkaitan dengan hal tersebut.

    “Kemenko PMK mengajak seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk memperkuat edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya perilaku hidup sehat,” ujarnya, seperti dikutip dari ANTARA, Minggu (21/5).

    Nia menjelaskan, sinergi lintas sektor baik dalam hal keilmuan, pelayanan, maupun edukasi menjadi bekal utama untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam mencegah penyakit.

    Selanjutnya, edukasi dan sosialisasi diperlukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat dan pentingnya melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

    “Pemeriksaan kesehatan secara berkala sangat penting sebagai bentuk deteksi dini terhadap suatu penyakit,” ungkapnya.

    Nia mengaku, perilaku hidup sehat ini meliputi berbagai faktor seperti rutin melakukan olahraga, mengonsumsi makanan sehat yang kaya akan sayur dan buah, serta menghindari faktor risiko seperti merokok dan obesitas.

    “Pemerintah pada saat ini tengah menggencarkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dalam rangka meningkatkan ketahanan kesehatan masyarakat,” tuturnya.

    Dia mengatakan, hal itu sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dalam rangka mendorong masyarakat untuk mengutamakan paradigma sehat yang promotif dan preventif.

    “Germas merupakan tindakan terencana dan sistematis yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh elemen masyarakat guna meningkatkan kualitas kesehatan, tentunya didasari oleh kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya Germas,” jelasnya.

    Gerakan Masyarakat Hidup Sehat meliputi tujuh langkah, yakni melakukan aktivitas fisik, makan buah dan sayur, tidak merokok, tidak mengonsumsi minuman beralkohol, melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, menjaga kebersihan lingkungan, dan menggunakan jamban.

    “Kemenko PMK juga mendorong kolaborasi dan sinergi seluruh pihak dalam menyukseskan Germas. Kemenko PMK berkomitmen untuk terus meningkatkan ketahanan kesehatan masyarakat,” tandasnya. (MUF/ANT)

  • Ikatan Ahli Kesmas Sebut Tes Massal Sebagai Syarat New Normal

    Ikatan Ahli Kesmas Sebut Tes Massal Sebagai Syarat New Normal

    JAKARTA, BANPOS – Pemerintah sudah menunjukkan tanda-tanda untuk menggerakkan kembali ekonomi dengan merelaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pada awal Juni mendatang.

    Protokol The New Normal pun sudah diterbitkan oleh pemerintah untuk meminimalisasi dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), akibat lumpuhnya ekonomi.

    Terkait hal ini, Pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Dono Widiatmoko mengingatkan, pelonggaran PSBB harus dilakukan secara hati-hati. “Semua kebijakan harus bersumber pada fakta, evidence yang kuat, dan bisa dipertanggung jawabkan,” ujar Dono dilansir dari RMCo.id, Minggu (31/5).

    Berkumpulnya para pekerja dalam satu waktu dan satu tempat, dinilainya sangat memungkinkan terjadinya klaster-klaster baru Covid-19, jika tidak diantisipasi sedini mungkin.

    Serangkaian prosedur untuk menjaga keamanan dan kesehatan pekerja selama masa The New Normal penting dilakukan. Salah satunya, dapat dilakukan dengan mewajibkan prosedur tes massal secara berkala.

    Saat ini, untuk mendeteksi virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19, tes PCR adalah standar utama dalam mengkonfirmasi positif tidaknya seseorang. Tapi, ada kendalanya.

    “Data kasus terkonfirmasi dari PCR tidak cukup, mengingat keterbatasan kemampuan kita melakukan tes tersebut,” jelas Dono.

    Keterbatasan itu antara lain mencakup minimnya jumlah laboratorium dan alat PCR, reagen, serta tenaga terlatih yang mampu melakukan tes secara akurat. Selain itu, tes PCR juga memerlukan biaya yang cukup besar, dan waktu yang relatif lama.

    Untuk itu, metode tes yang lain seperti tes serologi cenderung lebih efisien, lebih mudah digunakan dan harganya relatif tidak mahal. Sehingga, sangat memungkinkan tes massal.

    “Sebagai alternatif, tes serologi bisa dilakukan. Jika dilakukan pada populasi secara random, tes ini bisa melihat sejauh mana infeksi Covid terjadi pada populasi tersebut,” tutur Dosen Senior di University of Derby, Inggris itu.

    Tes serologi digunakan untuk mengecek antibodi pasien yang dilakukan, untuk mencari bukti respon kekebalan tubuh (berupa antibodi IgM dan IgG) terhadap virus SARS-Cov-2.

    “Dengan diketahuinya informasi ini, pemerintah bisa merancang program-program kesehatan masyarakat. Termasuk, pelonggaran PSBB,” imbuh Dono.

    Saat melakukan tes serologi, tingkat spesifik dan sensitivitas produk yang digunakan perlu diperhatikan, agar tingkat akurasi hasil yang diharapkan semakin tinggi.

    Jika pasien mendapatkan hasil uji positif terhadap virus, maka pasien akan dirujuk tes PCR, untuk mendapatkan hasil paling akurat.

    “Tes ini harus dilakukan secara massal, dan berkala atau berulang. Misalnya, pada pekan ini dilakukan survey serologi pada 1.000 orang warga Jakarta secara acak. Maka, pekan depan dapat diulang, dan seterusnya,” ucapnya.

    Tes ini, kata Dono, harus dilakukan untuk pabrik-pabrik dan tambang dengan jumlah pekerja yang mencapai ratusan dan ribuan. “Bisa juga pada komunitas-komunitas tertentu. Seperti tenaga kesehatan, Polri, driver ojol, dan petugas transportasi seperti Transjakarta, MRT, Commuter Line,” beber Dono.

    Hanya saja, untuk menggelar tes ini, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dono menyatakan, pemerintah mesti menanggung biaya tes ini. “Tentu saja, ini harus dibiayai pemerintah. Bukan bersumber dari biaya masing-masing,” tandas Dono. [OKT/RMCO/PBN]