JAKARTA, BANPOS – Hubungan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) terlihat semakin renggang. Bukti barunya, Gus Yahya menohok Imin dengan menyatakan: PKB bukan representasi NU.
Penyataan itu, disampaikan Gus Yahya, di sela forum Asean Intercultural and Interreligius Dialogue Conference (IIDC), di The Ritz-Carlton, Jakarta, kemarin. Saat itu, Gus Yahya ditanya wartawan mengenai kedekatan PKB dengan PBNU sebelumnya. Dengan tegas, Gus Yahya menyatakan, PKB tak merepresentasikan NU. “Nggak ada, nggak ada (PKB representasi NU),” ucapnya.
Bagi Gus Yahya, PKB sama seperti partai-partai lain. Atas dasar itu, PBNU di eranya tidak mengistimewakan PKB. “NU ini, sudah keputusan Muktamar untuk mengambil jarak dari politik praktis. Jadi, semuanya sama saja,” sambungnya.
Dia mengakui, PKB memang lahir dari tokoh-tokoh NU. Namun, posisi PBNU kala itu sekadar sebagai fasilitator. Sebab, ada warga NU yang memiliki aspirasi ingin membuat partai. Artinya, PBNU sudah tidak ikut campur lagi setelah ada partai yang terbentuk. Sebab, PBNU melepaskan diri dari politik praktis. “Sudah habis itu, sudah,” imbuhnya.
Gus Yahya tidak melarang kader NU berpolitik. Dia membebaskan, asal tidak ada klaim ke partai tertentu.
“Sekarang semuanya tergantung pada upaya dari setiap aktor dan partai politik ini untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, termasuk di antaranya warga NU. Siapa yang mendapat kepercayaan, ya silakan,” terang dia.
Kakak kandung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini juga menegaskan, tak boleh ada Capres dan Cawapres yang mengatasnamakan NU. Begitu juga parpol, tidak boleh mengatasnamakan NU. “Apalagi atas nama Islam, pasti tidak ada,” tegas dia.
Mendengar hal ini, PKB berusaha kalem, Ketua DPP PKB Faisol Riza menyatakan, secara faktual, PKB didirikan pengurus NU. Dia berharap, Gus Yahya tidak menghilangkan fakta bahwa NU yang membentuk PKB.
Dengan kondisi ini, kata Faisol, PKB tidak akan melepaskan diri dari NU. Pada peringatan Hari Ulang Tahun (Harlah) ke-25 PKB, di Solo, dua pekan lalu, Imin juga menegaskan PKB adalah partai Nahdliyin yang mewarisi seluruh sejarah dan doktrin NU.
“Berdasarkan surat dibentuknya, itu oleh PBNU. Ya, itu faktanya. Nggak tahu fakta itu penting atau tidak bagi PBNU hari ini,” ucap Ketua Komisi VI DPR ini.
Hubungan PBNU dan PKB sudah retak sejak Muktamar NU Desember 2021. Saat itu, Imin mendukung KH Said Aqil Siradj untuk menjadi Ketua Umum PBNU kembali. Namun, dalam Muktamar, Gus Yahya yang terpilih.
Setelah terpilih, Gus Yahya langsung menyatakan, NU tidak dimiliki satu partai tertentu. Dia pun melarang kader-kader NU untuk bicara copras-capres. Padahal, saat itu, Imin sedang getol-getolnya menggalang dukungan para kiai NU untuk kepentingan nyapres di 2024.
Keretakan semakin terasa saat Imin tak menghadiri pelantikan Pengurus PBNU dan peringatan Harlah NU, di Balikpapan, 31 Januari 2022. Apalagi, setelah itu, Gus Yahya menjewer para pengurus PCNU di Banyuwangi, Sidoarjo, dan Bondowoso, yang ikut dalam deklarasi mendukung Imin sebagai Capres.
Situasi memanas berlanjut lantaran Imin tidak hadir dalam peringatan Satu Abad NU, di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, 7 Februari 2022. Padahal, banyak tokoh nasional lain dan beberapa ketum parpol hadir dalam acara tersebut.
Pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, secara struktur, pernyataan Gus Yahya ini jelas merugikan Imin. Namun, untuk kekuatan di akar rumput, Imin masih bisa berusaha dengan merangkul kiai-kiai di daerah.
“Apakah pernyataan Ketum PBNU itu berdampak pada PKB atau tidak, itu tergantung pada bagaimana hubungan PKB dengan akar rumput NU itu,” ucap Saidiman. (RMID)