SERANG, BANPOS – Bojonegara merupakan salah satu kawasan industri yang berada di wilayah Kabupaten Serang, Provinsi banten. Dengan peruntukan tersebut, lambat laun dipastikan akan ada kerusakan lingkungan, terlebih banyaknya galian C.
Demikian disampaikan salah satu akademisi Universitas Banten Jaya (Unbaja), yang juga menyoroti permasalahan lingkungan bahwa yang terjadi saat ini merupakan masalah berkepanjangan. Sehingga daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah melewati batas kemampuannya.
“Semua itu akan berdampak adanya suatu bencana seperti pencemaran dan banjir,” ujarnya kepada wartawan BANPOS, Kamis (9/1).
Menurutnya, beberapa industri yang tidak memenuhi perundang-undangan disebabkan karena masih rendahnya kesadaran lingkungan masyarakat dan pengusaha industri. Disamping itu, kata dia, masih rendahnya koordinasi antar instansi di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
“Sebetulnya itu semua sudah ada peraturan atau perundang-undangan terkait pengelolaan lingkungan, hanya memang sebagian perusahaan ada yang belum melakukan hal tersebut. Pastinya kalau melanggar dan tidak melakukan pengelolaan lingkungan, akan ada sanksi,” ungkap Dekan Fakultas Teknik Unbaja ini.
Sementara itu, Sekretaris jenderal (Sekjend) Kaukus lingkungan hidup Serang Raya, Boni Kaukus menyatakan atas segala tindakan korporasi yang berada di wilayah Bojonegara-Pulo Ampel, telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap ekologi yang ada di Bojonegara-Pulo Ampel. Sehingga menyebabkan terjadinya krisis multidimensi dalam satu wilayah, yaitu Bojonegara-Pulo Ampel.
“Ini sudah masuk ke dalam wilayah sengketa lingkungan dan sengketa ruang,” tegasnya.
Boni menerangkan, berawal masuk dalam sengketa ruang, hal itu jelas bahwa tata ruang Bojonegara-Pulo Ampel yang termasuk wilayah Kabupaten Serang, tidak sesuai dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Serang. Disebut memasuki sengketa lingkungan, menurut dia hal itu dinyatakan jelas dalam KLHS, dalam dokumen lingkungan dan lainnya, tidak pernah ada evaluasi terhadap industri ataupun korporasi terkait dengan dampak lingkungan yang ada di Bojonegara-Pulo Ampel.
“Penutupan jalan raya Bojonegara-Pulo Ampel untuk saat ini adalah atas dasar geramnya masyarakat terhadap Pemkab ataupun korporasi itu sendiri,” ujarnya, mengungkit peristiwa pemblokiran jalan yang dilakukan oleh masyarakat Bojonegara, Selasa (7/1), karena wilayah tempat tinggalnya menjadi langganan banjir, disinyalir akibat aktivitas galian C yang tidak mematuhi perundang-undangan.
Menurutnya, hal itu terjadi karena pemerintah Kabupaten Serang tidak pernah berfikir untuk merancang, bertindak, dan menganalisa audit lingkungan sebagaimana mestinya. Seperti yang tertuang dalam regulasi undang-undang 32 Tahun 2009 dan Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
“Karena itu, jelas bahwa masyarakat Bojonegara Pulo Ampel sudah antipati sebenarnya terhadap pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan,” pungkasnya. (MUF/AZM)