CILEGON, BANPOS – Kasus korupsi Jalan Lingkar Selatan (JLS) jilid II yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten memasuki babak baru. Dugaan kasus korupsi peningkatan lapis beton JLS yang kini bernama Jalan Aat Rusli Kota Cilegon kini dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon.
Setelah proses penyidikan di Kejati Banten dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat formil dan materil. Kejati kemudian melakukan tahap dua ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon.
Diketahui tiga tersangka yang ditahan dan langsung dijebloskan ke penjara yaitu mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR) Kota Cilegon Nana Suklasana, kemudian dari pihak swasta Tb Dhoni Sudrajat yang merupakan subkontraktor dan Syachrul kontraktor dari PT Respati Jaya Pratama.
Kasi Penyidikan Kejati Banten, Zainal Efendi menyatakan ketiganya ditahan setelah berkas perkara korupsi JLS Cilegon memenuhi syarat formil dan materiil. Kemudian kejati melakukan tahap dua ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon.
“Jadi agenda kita hari ini dari Kejaksaan Tinggi Banten melakukan tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum di mana menurut kami Jaksa Penyidik telah memenuhi syarat formal dan materil yaitu kita sudah melakukan P21 dalam berkas ini,” kata Zainal Efendi kepada awak media saat ditemui di Kantor Kejari Cilegon, Jumat (9/10).
Sebelum ditahan kata dia, ketiga tersangka itu dibawa ke Kejari Cilegon untuk diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Kemudian tim dokter yang memeriksa kesehatan menyatakan sehat secara jasmani. Dengan demikian, Jaksa kemudian menahan ketiganya ke Lapas Cilegon.
“Kemudian dalam kasus (korupsi) Jalan Lingkar Selatan (JLS) Cilegon waktu itu anggaran 2013 yaitu sebesar Rp 14 miliar, waktu itu dikerjakan oleh PT Respati Jaya Pratama. Kemudian dari perhitungan kerugian negara Rp 1,3 miliar,” ujarnya.
Untuk diketahui bahwa kasus korupsi JLS Cilegon berawal dari ambruknya jalan di KM 8 arah Anyer pada 2018 silam. Adanya kejadian itu, Kejati Banten kemudian melakukan penyelidikan pada 2019 dan menemukan potensi korupsi atas kasus itu.
Kemudian Kejati Banten memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembangunan proyek tersebut. Diketahui proyek itu berasal dari APBD tahun 2013 menghabiskan dana hingga Rp.14.800 Miliar. Dari hasil pemeriksaan jaksa menemukan kerugian negara Rp 1,3 miliar dan menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Selain memeriksa para tersangka, Kejati Banten juga turut melibatkan saksi ahli yang menghitung besaran kerugian negara.
“Saksi yang kami mintai keterangan sebanyak 25 orang dan dua orang saksi ahli terdiri dari ahli teknik, dan ahli perincian kerugian negaranya,” jelas Zainal.
Sementara itu, Kajari Cilegon melalui Kasi Intel Kejari Cilegon, Hasan Asy’ari mengatakan pihaknya akan melakukan pengamanan untuk tahap selanjutnya.
“Kalau dari kami tahap II hari ini yang pertama kita akan melakukan pengamanan kemudian untuk tahap selanjutnya, karena memang ini proses penyelidikan dan penyidikannya di kejati kami dari kejari sendiri akan menunjuk jaksa dulu. Kita akan tunjuk jaksa siapa yang akan menangani perkara ini ditahap penuntutannya,” kata Hasan.
Atas kasus tersebut Jaksa menyangkakan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perlu diketahui bahwa kasus korupsi JLS ada dua kasus masing-masing ditangani oleh Kejati Banten dan Kejari Cilegon. Kejati Banten menangani jalan ke arah Anyer sedangkan Kejari Cilegon jalan ke arah PCI Cilegon. Sebelumnya pada 2019 Kejari Cilegon sudah menetapkan dua tersangka kasus JLS Cilegon yang ditangani oleh kejari. Kedua orang tersebut yakni mantan pejabat Bakhrudin merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cilegon yang kini sudah pensiun. Sementara mendiang Suhaemi adalah pihak swasta selaku pelaksana proyek pembangunan JLS sepanjang 2,5 km.(LUK)