Tag: Korupsi Pendidikan

  • Pengadaan Komputer UNBK 2018 Mulai Disidik Kejati Banten

    Pengadaan Komputer UNBK 2018 Mulai Disidik Kejati Banten

    SERANG, BANPOS – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mengungkap dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pengadaan komputer Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) pada Dindikbud Provinsi Banten tahun 2018 lalu.

    Asisten Intelejen pada Kejati Banten, Adhyaksa Darma Yuliano, mengatakan bahwa Bidang Pidana Khusus (Pidsus) sejak 13 Januari lalu, telah melakukan penyelidikan atas dugaan tipikor pengadaan komputer UNBK.

    “(Pengadaan komputer) sebanyak 1.800 unit bagi SMAN dan SMKN se-Provinsi Banten, yang bersumber APBD Provinsi Banten Tahun Anggaran 2018 sebesar kurang lebih Rp25 miliar,” ujarnya di Kejati Banten, Selasa (25/1).

    Dalam penyelidikan tersebut, didapati bahwa terdapat dugaan penyimpangan dalam pengadaan komputer UNBK dilakukan oleh PT AXI sebagai rekanan pengadaan. Penyimpangan tersebut yakni ketidaksesuaian spesifikasi barang yang diadakan.

    “Bentuk/modus penyimpangan yang dilakukan yaitu kontraktor/rekanan mengadakan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi, sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak. Dan juga barang yang dikirim jumlahnya tidak lengkap/tidak sesuai sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak,” tuturnya.

    Penyelidik menduga, pengadaan komputer yang dilakukan melalui e-katalog itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp6 miliar.

    “Kegiatan tersebut diduga menimbulkan kerugian negara yang nilai sementara sesuai temuan penyelidik sekitar Rp6 miliar, namun untuk pastinya nanti akan dikordinasikan dengan pihak auditor independen,” katanya.

    Maka dari itu, Kejati Banten pun meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan, menjadi penyidikan.

    “Dengan dugaan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo pasal 18 Undang-Undang R.I. Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang R.I Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tandasnya.

    (DZH)

  • Dibayar Setengah, Kontraktor Pembangunan Gedung SMK Negeri Tak Terima

    Dibayar Setengah, Kontraktor Pembangunan Gedung SMK Negeri Tak Terima

    PERKARA hukum pada dunia pendidikan Banten juga terjadi pada proyek pembangunan sekolah. Tepatnya pada proyek pekerjaan pembangunan sarana dan prasarana (Sarpras) di SMKN 1 Wanasalam dan SMKN 1 Cipanas.

    Kontraktor pada paket pekerjaan tersebut yakni CV. Cahaya Ali Pratama, akan melaporkan Dindikbud Provinsi Banten lantaran tidak membayarkan sisa nilai kontrak proyek pekerjaan tersebut sebesar Rp1,4 miliar. Tidak dibayarkannya sisa nilai kontrak itu karena Dindik beranggapan pekerjaan baru terealisasi 63,4 persen.

    Pihak kontraktor pun tak menerima alasan Dindikbud Provinsi Banten tersebut. Kuasa Hukum CV. Cahaya Ali Pratama, Dedi Eka Putra, menuding pihak Dindikbud Banten mengeluarkan keputusan tersebut sebagai upaya mengada-ngada dan dianggap melanggar perjanjian kontrak pada 12 Juli 2021.

    Untuk diketahui, CV. Cahaya Ali Pratama ditetapkan sebagai pemenang lelang pada 2 Juli 2021, setelah mengikuti tahapan lelang yang dilakukan oleh Dindikbud Banten. CV. Cahaya Ali Pratama pun menerima Surat Penunjukan Penyedia Barang dan Jasa (SPPBJ) melalui Dindikbud pada 8 Juli 2021.

    Dedi pun menceritakan kronologis perkara yang menimpa kliennya tersebut. Menurutnya, setelah proses pengerjaan pada batas waktu, kliennya baru menyelesaikan volume pekerjaan setara 70 persen. Maka dari itu, kontraktor baru menerima 50 persen dari nilai kontrak.

    Untuk memenuhi volume pekerjaan sesuai dengan kontrak, kliennya pun mengajukan addendum dan menyerahkan hasil pekerjaan berdasarkan addendum yakni 150 hari kerja.

    “Klien kami mengaku aneh karena tidak dibayarnya hak kontraktor tersebut. Diduga disebabkan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang tiba-tiba menghadirkan (konsultan individu) dan menyetujui perhitungan sepihak,” ujar Kuasa Hukum Direktur CV Cahaya Ali Pratama, Dedi Eka Putra kepada awak media, Kamis (20/1).

    Dedi menuturkan, persoalan muncul karena Dindikbud menetapkan hasil hitungan volume pekerjaan bukan dengan Konsultan Pengawas yang telah ditetapkan sesuai dengan kontrak pekerjaan, melainkan Konsultan Individu.

    “Hasil hitungan volume pekerjaan 63,4 persen. Padahal menurut Konsultan Pengawas (sesuai Kontrak) perhitungan volume pekerjaan Kontraktor adalah sebesar 91,96 persen,” katanya.

    Dalam hal ini, kontraktor juga ditekan dan dikondisikan untuk menandatangani pemutusan kontrak. Dindikbud Provinsi Banten pun dituding oleh Dedi telah melakukan serangkaian tindakan manipulatif. “Itu dilakukan dalam pembuatan dan penandatanganan surat Show Case Meeting (SCM) 1, 2 dan 3 yang memuat penilaian secara sepihak atas volume pekerjaan,” jelasnya.

    Ia mengaku pihaknya telah berupaya menempuh jalur musyawarah untuk pemintaan pembayaran dengan cara bertemu langsung. Akan tetapi, Dindikbud justru malah menuduh kontraktor menurunkan Bahan Spesifikasi Bangunan. “PPK Dindik tidak juga berkeinginan untuk membayar,” katanya.

    Menurutnya, Dindikbud Banten telah menyalahgunakan wewenang atas hak kontraktor yang menimbulkan kerugian. Padahal, secara faktual telah menyelesaikan pekerjaan di dua SMKN dengan volume pekerjaan 91 persen.

    “Atas dasar (penilaian) konsultan pengawas, layak untuk digunakan. Jika tidak ada itikad baik dari Dindikbud Banten, maka kami akan membawa hal ini ke ranah hukum, karena memang ini tindakan dzolim,” tegasnya.

    Sementara itu, Direktur CV. Cahaya Ali Pratama, M Ismail Syaban, mengaku sangat dirugikan dengan tidak dibayarnya sisa nilai kontrak. Ia pun meminta agar Dindikbud Banten segera membayar hak dirinya yang belum dibayarkan. “Tentu saya sangat dirugikan. Kami ingin sisanya bisa dibayarkan,” katanya.

    Kasi Sarana dan Prasarana pada Dindikbud Provinsi Banten, Asep Mudzakkir, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa belum ada laporan resmi dari kontraktor terkait pelaksanaan kerja, seperti laporan progres akhir. “Apa bukti yang harus kami bayar jadinya?” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa banyak hal yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan juga perencanaan, seperti halnya lantai dan atap. Ia mengaku bahwa terjadi pertemuan di salah satu hotel di Kota Serang bersama dengan Kejaksaan, untuk konsultasi awal apakah bisa dibayarkan sesuai dengan ketentuan.

    “Adapun jika memang mau dibayar, saat ini kami masih menunggu hasil dari BPK. Kami belum bisa menjawab dengan penuh karena masih menunggu hasil dari pemeriksaan,” ungkapnya.

    Sedangkan mengenai pengawas independen yang dibawa oleh Dindikbud Provinsi Banten untuk menilai progres pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor, ia enggan memberikan jawaban. Menurutnya, biarkan pengadilan yang memutuskan apakah pihaknya harus membayar sisa nilai proyek tersebut atau tidak.

    “Karena ini sudah masuk ke substansi disomasi. Biar nanti kita lihat langsung saja, kan ada wasitnya untuk menilai. Biar nanti pengadilan yang memutuskan, apakah kami harus membayar atau tidak,” tandasnya.

    (DZH/ENK)

  • Mengungkap Sunat dan Intimidasi di BOP PAUD Pandeglang

    Mengungkap Sunat dan Intimidasi di BOP PAUD Pandeglang

    SELAIN di lingkungan Pemprov Banten, dugaan penyelewengan pendidikan juga terjadi di lingkungan Pemeritnah Kabupaten Pandeglang. Diduga, Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di wilayah itu, jadi ‘santapan’ oknum.

    Akhir 2021 lalu, Bupati Pandeglang, Irna Narulita membenarkan adanya dugaan pemotongan bantuan untuk PAUD di Kabupaten Pandeglang. Pemkab mendapatkan alokasi anggaran dari APBN untuk BOP 672 PAUD, dimana setiap PAUD mendapatkan bantuan sebesar Rp5 juta.

    Setelah dicairkan, diduga ada oknum yang menjadi dalang penyunatan BOP itu Rp3 juta per lembaga, mengatasnamakan Bupati Pandeglang. Irna pun membenarkan adanya praktik culas tersebut. Informasi itu katanya, didapatkannya dari salah satu anggota DPRD Banten.

    “Iya, jadi ada seorang anggota DPRD Provinsi Banten nanya masalah itu (penyunatan BOP PAUD, red). Katanya atas nama Bupati, setiap oknum gitu tuh, atas nama Bupati,” aku Irna.

    Anggota DPRD Banten yang dimaksud Irna adalah Fitron Nur Ikhsan. Anggota Frkasi Partai Golkar itu juga mengungkapkan kepada media adanya dugaan intimidasi terhadap pengelola PAUD, yang dilakukan oknum ASN berinisial M.

    Kata Fitron, ada dua bentuk intimidasi yang dilakukan oknum ASN di Pandeglang itu, pertama, intimidasi itu dilakukan agar para Kepala PAUD membeli buku yang disediakan oknum, kedua intimidasi didorong untuk menyembunyikan fakta yang dilakukan oknum.

    “Ada dua kali, intimidasi yang dilakukan oknum kepada para Kepala PAUD di Kabupaten Pandeglang,” kata Fitron, Kamis (6/1).

    Akibat intimidasi yang dilakukan oleh oknum ASN tak bertanggung jawab itu, para Kepala PAUD yang tersebar di Kabupaten Pandeglang pada takut, sehingga menuruti apa yang diinginkan oknum tersebut.

    “Ada intimidasi dan pengelola PAUD pada takut, makanya saya imbau ini bukan kebijakan Bupati Pandeglang, jadi jangan takut kepada PAUD untuk mengembalikan bukunya. Jangan membayar, bagi yang belum membayar. Karena ini bukan kebijakan Pemerintah Kabupaten Pandeglang, tapi ini kebijakan oknum yang tak bertanggungjawab mengatasnamakan pemerintah demi kepetingan pribadi,” tambahnya.

    Ia juga mendesak pihak Inspektorat, untuk melanjutkan pemeriksaannya hingga menemukan fakta yang benar, terhadap persoalan tersebut. Sebab dinilainya, itu langkah yang tepat.

    “Menurut saya, yang dilakukan Inspektorat tepat, dan harus terus dilanjutkan. Silahkan usut dan temukan dalang dibalik persoalan ini,” tandasnya.

    Saat ini, dugaan pemotongan itu telah memasuki tahapan Pemeriksaan Khusus (Riksus) yang dilakukan Inspektorat Pemkab Pandeglang. Diduga pemotogan ini melibatkan seorang oknum ASN berinisial M.
    Bahkan, Riksus yang sedang diproses Inspektorat Pandeglang itu, sekarang menjalar kepada para Ketua Pengurus Cabang Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (PC Himpaudi) se-Kabupaten Pandeglang, yang sudah dipecat beberapa waktu lalu oleh PD Himpaudi Pandeglang.

    Inspektur Pembantu (Irban) I Inspektorat Pandeglang, Gunara Daradjat menyatakan, proses Riksus dalam kasus tersebut terus berjalan. Bahkan ungkap dia, saat ini pihaknya sedang memproses (memeriksa) para Koordinator Kecamatan (Korcam) atau para Ketua PC Himpaudi yang sudah pada dipecat.

    “Kami panggil, karena mereka telah dipecat dari jabatannya sebagai Ketua PC Himpaudi. Makanya kami pertegas, mempertanyakan hal itu kenapa terjadi. Kami tanyakan soal salah atau tidaknya. Karena kalau tak ada sebab, tidak mungkin dipecat,” kata Gunara, Minggu (23/1).

    Dalam proses Rikus yang dilaksnakan Inspektorat itu, sudah ada sebanyak 9 orang yang dimintai keterangan. Bahkan, Senin sampai Rabu mendatang bakal ada 7 orang yang bakal diperiksa.
    “Dalam proses Riksus itu, kami sudah panggil 9 orang, dan nanti hari Senin-Rabu-pun kami panggil lagi sekitar 7 orang. Nanti kami kembangkan lagi, dari hasil pekan ini dengan pekan depan (Senin-Rabu),” tambahnya.

    Ditegaskannya lagi, selain para mantan Ketua PC Himpaudi, pihaknya juga bakal memeriksa para pihak lainnya yang terkait dalam persoalan BOP PAUD tersebut.

    “Yang sudah dipanggil pekan ini, para mantan Korcam (Katua PC Himpaudi), kemudian nanti dari Dinas Pendidikan juga bakal kami panggil, penilik dan Himpaudi bakal kami panggil,” ungkapnya.
    Dijabarkannya, Namanya Riksus itu masuk pada pendalaman materi, kemungkinan yang kemarin sudah pernah dihadirkan atau diundang untuk dimintai keterangan, bakal diminta lagi keterangan lebih mendalam, dalam Riksus tersebut.

    “Pengembangan dari apa yang kami dapat informasi maupun data dan fakta dari hasil pemeriksaan klarifikasi sebelumnya. Mungkin nanti bakal semakin berkembang orang-orang yang dipanggilnya, antara yang memang berkaitan dengan hasil pengembangan pada saat klarifikasi maupun para pemberi keterangan diperdalam lagi di Riksus ini,” terangnya.

    Target penyelesaian Riksus yang dilakukan pihak Inspektorat Pandeglang itu, bakal disesuaikan dengan pekembangan. “Target sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan,” tandasnya.

    Dalam menjalani Riksus, Inspektorat kabupaten Pandeglang memang tak selalu berjalan mulus. Bahkan, muncul adanya indikasi terjadinya intimidasi dan pengarahan terhadap pengelola PAUD oleh oknum ASN inisial Mr. M.

    Dengan begitu, Inspektorat Pandeglang memastikan oknum ASN berinisial M yang diduga menjadi dalang dalam kasus tersebut, bakal dipanggil dan diperiksa.

    Inspektur Inspektorat Pandeglang, Ali Fahmi Sumanta mengatakan, pihaknya belum berhenti mendalami kasus tersebut. Hanya saja, saat diminta point apa saya yang bakal didalami, ia masih enggan memaparkannya dan meminta wartawan menunggu hasil Riksus yang dilakukannya.

    “Nanti saja, lihat hasilnya. Kami belum bisa menyampaikan,” ujarnya.

    Sebelum memeriksa Mr. M tandasnya, pihaknya terlebih dahulu akan mendalami pemeriksaan para pihak terkait seperti, pengeloa PAUD hingga jajaran Dindikpora Pandeglang.

    “Mr. M dipanggilnya terakhir. Kan ditingkatkan ke Riksus, ini karena kaitan ke tahapan Mr. M. Perkembangannya, akan kami cari tahu dulu,” ungkapnya, seraya menegaskan, dirinya dan Irban I yang akan langsung memeriksa M.

    Ketua Pengurus Daerah Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (PD Himpaudi) Pandeglang, Ika Dian Supriyatna mengatakan, tidak diharuskan para pengelola PAUD membeli buku-buku yang kurang bermanfaat.

    Bahkan katanya, pengadaan buku kesetiap PAUD dari anggaran BOP dinilai hanya merusak kreativitas anak. “Setiap pembelanjaan itu disesuaikan dengan juknis, pembelian buku harus jika sekolah itu membutuhkan, dan harus sesuai Rencana Kerja Sekolah (RKS) yang dibuat. Namun semua itu harus sesuai kebutuhan, tidak diharuskan pula membeli buku-buku yang kurang begitu manfaat,” kata Ika, Minggu (16/1).

    (NIPAL/MARDIANA/ENK/BNN)

  • Pendidikan Banten di Tengah Pusaran Hukum

    Pendidikan Banten di Tengah Pusaran Hukum

    BESARNYA alokasi anggaran yang diperuntukkan bagi dunia pendidikan, berbanding lurus dengan dugaan penyelewengan di sektor tersebut. Bantuan pendidikan hingga pembangunan infrastruktur pendidikan di berbagai tingkatan dan berbagai level pemerintahan di Provinsi Banten, masih kental dengan aroma korupsi.

    Pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Daerah untuk sekolah swasta pada tahun 2020 bakal dilaporkan oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia ke aparat penegak hukum (APH). Pelaporan tersebut dilakukan lantaran diduga terjadi perbuatan melawan hukum, karena menabrak aturan dalam pencairannya,

    Di sisi lain, dana BOS Daerah dan BOS Nasional untuk sekolah swasta di Provinsi Banten, pun berpotensi diseret ke meja hijau. Sebab, dalam penggunaannya diduga terjadi penyalahgunaan oleh pihak Yayasan, dan diduga tidak mematuhi Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa pada Senin (24/1) hari ini, pihaknya akan secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pada pencairan dana BOS Daerah sekolah-sekolah swasta tahun 2020 ke Polda Banten.

    “Laporan pengaduan ini atas dugaan dana BOS Daerah tahun 2020 untuk sekolah-selolah swasta yang dalam bentuk hibah berupa uang tunai dilakukan tidak sesuai dengan mekanisme hibah sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat 1 Pergub Banten nomor 10 tahun 2019, yang diundangkan dan berlaku tanggan 23 April 2019,” ujarnya kepada BANPOS, Minggu (23/1).

    Dalam ketentuan pasal tersebut, diketahui bahwa pihak-pihak yang mengajukan hibah baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Lain, BUMD/BUMN, Badan, Lembaga dan Organisasi Kemasyarakatan, wajib menyampaikan permohonan hibah secara daring melalui situs Pemerintah Daerah atau e-Hibah.

    “Berdasarkan data berupa daftar nama penerima hibah berupa uang tahun anggaran 2020, didapatkan data nilai yang dihibahkan untuk sekolah-sekolah swasta, khususnya SMK dan SMA, lebih dari Rp65 miliar, dimana porsi untuk SMK swasta lebih besar jika dibandingkan dengan SMA swasta,” tuturnya.

    Karena tidak dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ada, pihaknya pun menduga pencairan BOS Daerah 2020 memenuhi unsur ketentuan pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). “Pencairan dana hibah yang dilakukan permohonannya tanpa melalui e-hibah, kami menduga telah melanggar ketentuan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor,” ungkapnya.

    Untuk diketahui, pasal 2 ayat 1 Undang-undang Tipikor berbunyi ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

    Adapun pasal 3 berbunyi ‘Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta.

    Selain itu, pihaknya juga menduga selama ini Laporan Keuangan sekolah-sekolah swasta yang mayoritas memiliki badan hukum berbentuk yayasan, diduga melanggar ketentuan Pasal 52 Undang-undang nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

    “Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, jelas berbunyi ikhtisar laporan keuangan bagi Yayasan yang memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri dan/atau pihak lain sebesar Rp500 juta atau lebih dalam satu tahun buku, diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia dan diaudit oleh Akuntan Publik,” ujarnya.

    Ia menuturkan bahwa sekolah swasta yang berbadan hukum Yayasan di Provinsi Banten, patut diduga jika anggaran dana BOS Daerah dan BOS Nasional serta Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP), melebihi besaran ketentuan pada Undang-undang tersebut.

    “Jika suatu sekolah swasta menerima dana BOS Daerah sekitar Rp130 juta ditambah dengan BOS Nasional, (berdasarkan perhitungan) maka patut diduga masuk kategori ketentuan pasal 52 Undang-undang Yayasan tersebut. Itu dari perhitungan BOS Nasional dan BOS Daerah saja, di luar SPP dan DSP serta sumbangan pihak III,” terangnya.

    Penggunaan dana BOS Daerah pun diduga tidak sesuai dengan Pergub Banten Nomor 23 tahun 2017. Menurutnya, jika nanti terbukti bahwa terjadi ketidaksesuaian penggunaan dana BOS Daerah oleh pihak sekolah atau Yayasan, maka berpotensi pula melanggar Pasal 70 Undang-undang Yayasan.

    “Sehingga jika ini nanti terbukti (penggunaannya tidak sesuai Pergub 23), maka akan ada potensi melanggar ketentuan pasal 70 Undang-undang Yayasan dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun,” katanya.

    Sebelumnya, Ojat mengatakan bahwa dirinya menemukan beberapa permasalahan lain dalam pengelolaan dana BOS Daerah maupun BOS Nasional. Hal itu setelah dirinya melakukan penelusuran melalui permohonan informasi kepada beberapa sekolah swasta.

    “Saat ini saya sedang bersengketa informasi dengan beberapa SMA swasta besar yang menerima dana hibah yang sangat besar, sekitar Rp500 juta hingga Rp600 juta. Dari enam sekolah, hanya satu sekolah yang menjawab surat permohonan informasi kepada saya,” ucapnya.

    Dari jawaban salah satu Kepala Sekolah tersebut, ternyata diduga terjadi penyalahgunaan anggaran dana BOS Daerah dan BOS Nasional oleh pihak yayasan. Sebab, anggaran BOS tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan operasional sekolah.

    “Kepala Sekolah yang menjawab surat saya, cerita kepada saya sambil menangis. Dia cerita bahwa dana BOS Daerah dan BOS Nasional yang dicairkan kepada sekolah, hanya turun sebesar 40 persen saja. Sedangkan sisanya itu dinikmati oleh pihak yayasan,” jelasnya.

    Dari permasalahan pencairan dana BOS Daerah untuk swasta tahun 2020 dan dugaan penyalahgunaan anggaran BOS baik daerah maupun nasional oleh pihak yayasan, dirinya pun melaporkan sengkarut permasalahan dana BOS tersebut kepada aparat penegak hukum.

    “Ini makanya saya melaporkan itu. Artinya, jika ada penyimpangan penggunaan dana BOS nya, maka ada unsur memperkaya orang lain. Makanya saya minta itu untuk segera diselidiki,” katanya.

    Berdasarkan penelusuran BANPOS, diketahui bahwa pencairan dana BOS Daerah untuk swasta ditandatangani oleh Plt. Kepala Dindikbud Provinsi Banten yang saat itu sedang menjabat, yakni Muhammad Yusuf. Hal itu berdasarkan foto Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang diterima oleh BANPOS.

    Saat ingin dikonfirmasi BANPOS melalui sambungan telepon, Muhammad Yusuf tidak kunjung mengangkat panggilan telepon. Lebih dari tiga kali BANPOS mencoba menghubungi, namun hasilnya tetap nihil.

    Sementara Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Tabrani, saat ingin dikonfirmasi melalui sambungan telepon pun tidak mengangkat. Begitu pula dengan Sekretaris Dindikbud Provinsi Banten, Muhammad Taqwim.

    (DZH/ENK)