Tag: Kota Serang

  • Pemkot Serang Bobol, JPS Butuh 48,6 Miliar

    Pemkot Serang Bobol, JPS Butuh 48,6 Miliar

    SERANG, BANPOS – Pendataan jaring pengaman sosial (JPS) Kota Serang dilaporkan telah usai. Berdasarkan data yang sudah masuk, disebutkan bahwa warga yang terdata ‘jebol’ melebihi kuota yang ada, yakni sebanyak 81 ribu KK.

    Untuk diketahui, Pemkot Serang pada mulanya menganggarkan sebesar Rp15 miliar untuk memberikan bantuan sosial kepada 25 ribu KK terdampak ekonomi Covid-19. Setiap bulannya, penerima bantuan akan mendapatkan sembako senilai Rp200 ribu selama tiga bulan.

    Kekinian, Pemkot Serang menambah kuota penerima bantuan menjadi 35 ribu KK dengan nilai bantuan yang sama selama tiga bulan. Jadi, Kota Serang telah menambah anggaran untuk JPS menjadi Rp21 miliar.

    Dengan lebihnya data penerima JPS dari kuota, maka diketahui bahwa Pemkot Serang kekurangan kuota sebanyak 46 ribu dengan anggaran diperkirakan kurang sebesar Rp27,6 miliar.

    Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin, mengatakan data yang sudah disetorkan kepada Dinsos Kota Serang, terdapat lonjakan KK yang terdata akan mendapatkan bantuan dari Pemkot Serang.

    “Hasil verifikasi dari RT dan RW kemarin, lalu disetorkan kepada kelurahan, kecamatan dan Dinsos, per Jumat kemarin yang sudah terdata itu ada 81 ribu KK yang terdampak ekonomi akibat Covid-19,” ujarnya seusai melalukan penyemprotan di Kecamatan Curug, Sabtu (18/4).

    Menurutnya, jumlah tersebut telah melebihi kuota yang telah dianggarkan oleh Pemkot Serang sebanyak 35 ribu. Ia mengaku, apabila Pemkot Serang masih bisa menangani jumlah itu, maka akan ditangani sendiri oleh Pemkot Serang.

    “Sepanjang memang hasil verifikasinya real, maka kami akan coba untuk pikul. Namun kalau tidak, kita kan punya pemerintah provinsi maupun pusat. Kita akan minta tolong mereka,” terangnya.

    Subadri juga mengatakan bahwa pihaknya tidak akan memangkas besaran bantuan yang akan diberikan, yakni Rp200 ribu per KK, untuk menutupi lebihnya jumlah KK yang terdata JPS.

    “Tidak kami akan belah (menjadi Rp100 ribu per KK. Mungkin akan kami upayakan untuk refocusing ulang supaya anggarannya mencukupi,” tandasnya. (DZH)

  • Jurnalis dan Kelompok Kreatif Lawan Masker Mahal

    Jurnalis dan Kelompok Kreatif Lawan Masker Mahal

    SERANG, BANPOS – Para jurnalis dan komunitas industri kreatif di Banten membagi-bagikan ribuan masker merah-putih secara gratis kepada pengguna jalan di Kota Serang. Hal itu dilakukan dalam rangka melawan harga masker yang terbilang mahal saat pandemi Covid-19 saat ini.

    Sebanuak 3000 masker dibagikan secara cuma-cuma kepada para pedagang, tukang ojek
    pangkalan dan ojek berbasis aplikasi serta sopir angkutan kota (angkot). Tak hanya itu, mereka juga membagikan kepada para pejalan kaki dan pedagang yang tidak memakai masker.

    “Kami teman-teman dari Jurnalis kota Serang dan juga dari Banten kreatif, menggalang dana untuk pembagian masker dan sembako,” ungkap ketua Pokja Wartawan Kota Serang (PWKS), M Tohir, di sela-sela kegiatan bagi-bagi masker di depan Serang Mal (Ramayana), Kamis (16/4).

    Lebih lanjut, Tohir menuturkan bahwa untuk sembako, sudah dibagikan sebelumnya kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Oleh karena itu, hari ini pihaknya fokus membagikan masker berwarna merah-putih.

    “Hari ini kami membagikan masker saja di beberapa titik lokasi, karena untuk sembako sudah dibagikan sebelumnya,” terangnya.

    Pantauan di lokasi, mereka membagikan masker merah-putih di tiga lokasi yaitu di depan Serang Mal (Ramayana) di Jalan Veteran, wilayah Pisang Mas di Jalan Veteran, dan simpang Ciceri (Jalan Sudirman-Ahmad Yani).

    “Dibantu aparat polisi, pengendara yang tidak
    mengenakan masker diminta berhenti untuk diberikan masker merah-putih,” pungkasnya.

    Senada disampaikan oleh perwakilan Banten Kreatif Festival, Koyong. Turut dalam gerakan membagi-bagikan masker, ia mengaku pembagian masker gratis ini diberikan kepada masyarakat
    yang membutuhkan, yang melintas di jalan raya di Kota Serang.

    “Sasaran utama pembagian masker ini adalah mereka yang belum mengenakan masker.

    Diungkapkan oleh Koyong, masker merah-putih adalah simbol bahwa Banten secara khusus dan Indonesia secara umum, saat ini sedang berjuang melawan virus korona. Ia percaya Indonesia akan berhasil melawan virus korona.

    “Selain masker, sebelumnya juga ada pembagian sembako sebanyak 50 paket yang disebar ke daerah Kota Serang dan Kabupaten Serang untuk orang-orang yang terdampak Covid-19,” jelasnya.

    Kemudian, lanjut Koyong, uang yang digunakan dalam aksi ini didapatkan dari donasi masyarakat Banten yang berhasil dikumpulkan selama tiga pekan ke belakang.

    “Kami ingin memberikan pesan bahwa Covid-19 bisa kita hilangkan dengan
    bersama-sama,” tandasnya. (MUF)

  • ‘Santuy’ Kota Serang Belum Tetapkan KLB, Walikota Syafrudin: Baru Satu Meninggal

    ‘Santuy’ Kota Serang Belum Tetapkan KLB, Walikota Syafrudin: Baru Satu Meninggal

    SERANG, BANPOS – Kota Serang hingga saat ini masih belum menetapkan status kejadian luar biasa (KLB), kendati sudah ada tiga kasus terkonfirmasi positif dan satu di antaranya meninggal dunia.

    Padahal, Dinkes Kota Serang mengatakan bahwa berdasarkan kesehatan, dengan adanya satu orang terkonfirmasi positif, maka secara otomatis Kota Serang akan berstatus KLB.

    Sikap santai dari Pemkot Serang pun menjadi ‘teladan’ bagi masyarakat. Terbukti, hingga saat ini masyarakat masih banyak yang mengabaikan protokol kesehatan. Imbauan soal pembatasan sosial terlihat dianggap remeh oleh masyarakat.

    Pasar-pasar terlihat ramai. Kerumunan massa kerap terjadi di perkampungan warga. Bahkan imbauan untuk menggunakan masker setiap keluar rumah pun banyak yang mengabaikan.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa saat ini Kota Serang masih dalam status darurat bencana. Menurutnya, Kota Serang masih belum menetapkan status KLB lantaran saat ini kasus terkonfirmasi Covid-19 baru ada tiga.

    “Kan Kota Serang itu baru satu meninggal. Kemudian yang positif baru tiga. Jadi kategori KLB itukan mungkin lebih dari itu kejadiannya. Harus ada kajian cepat dari Dinkes dan BPBD,” ujar Syafrudin seusai mengikuti rapat Forkopimda Kota Serang, Kamis (16/4).

    Menurutnya, meskipun secara kesehatan Kota Serang sudah layak untuk ditetapkan status KLB, namun menurutnya Pemkot Serang masih harus menunggu hasil kajian dari BPBD Kota Serang.

    “Itu kajiannya dari BPBD belum masuk. Jadi belum bisa kalau hanya dari sisi kesehatan saja. Secepatnya lah insyaAllah (dibuat kajian oleh BPBD),” terangnya.

    Saat ditanya apakah Pemkot Serang akan menunggu penambahan kasus Covid-19 terlebih dahulu baru menetapkan status KLB, Syafrudin enggan menjawab.

    Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kota Serang, Diat Hermawan, mengatakan bahwa penetapan status KLB bukan merupakan ranah pihaknya. Sebab, BPBD hanya mengenal tiga status saja yakni siaga, tanggap dan pemulihan.

    “Jadi kami hanya mengenal tiga status saja. Penetapan KLB itu bukan ada pada kami, karena kan ini bencana non alam. Maka Dinkes yang memiliki tupoksi untuk menetapkan status KLB,” ujarnya.

    Ia mengatakan, pihaknya memang berpartisipasi dalam pembuatan kajian cepat mengenai Covid-19 bersama dengan Dinkes Kota Serang. Namun itu untuk menetapkan status selain KLB.

    “Jadi waktu itu kan kami menetapkan status. Statusnya itu siaga darurat bencana non alam. Itu kami memang terlibat. Namun kalau untuk KLB itu bukan kami,” jelasnya.

    Kepala Dinkes Kota Serang, M. Ikbal, mengatakan bahwa pihaknya memang telah mengajukan status KLB kepada Setda Kota Serang. Hanya saja, berdasarkan keterangan bagian hukum, ternyata status saat ini lebih tinggi dari KLB.

    “Berdasarkan surat dari pemerintah pusat, jadi sebenarnya saat ini status kita lebih daripada KLB. Cuma memang kalau berbicara secara kesehatan, satu orang positif Covid-19 maka secara otomatis akan KLB,” tandasnya.

    Untuk diketahui, untuk kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) di Banten, hingga kemarin tercatat 2.220 warga Banten yang masih diawasi.

    Sementara ODP yang sudah dinyatakan aman jumlahnya mencapai 2.895. Dengan jumlah keseluruhan ODP di Banten adalah 5.115 orang.(DZH/ENK)

  • Kuota JPS Kota Serang Ditambah, Pelajar dan Mahasiswa Perantau Jadi Komponen Penerima

    Kuota JPS Kota Serang Ditambah, Pelajar dan Mahasiswa Perantau Jadi Komponen Penerima

    SERANG, BANPOS – Pemkot Serang menambah kuota penerima program Jaring Pengaman Sosial (JPS) sebanyak 10 ribu kepala keluarga (KK). Sehingga saat ini jumlah yang akan menerima JPS yakni sebanyak 35 ribu KK.

    Selain itu, Pemkot Serang memperpanjang masa pendataan penerima JPS sampai dua minggu kedepan. Hal ini dilakukan agar validitas data penerima JPS dapat benar-benar tepat sasaran.

    Juru bicara (Jubir) Gugus Tugas Penanganan Covid-19, W. Hari Pamungkas, mengatakan bahwa berdasarkan hasil koordinasi penanganan dampak sosial ekonomi, diputuskan kuota penerima JPS akan ditambah menjadi 35 ribu KK.

    “Sebelumnya estimasi 25 ribu warga saja yang akan menerima, namun berdasarkan hasil koordinasi maka kuota penerima JPS akan diperpanjang,” ujarnya kepada awak media, Selasa (14/4).

    Penambahan kuota tersebut dilakukan karena ada masyarakat yang merasa terdampak namun tidak terakomodir dalam program tersebut.

    “Tapi kalau jumlah pastinya berapa itu masih belum fiks. Masih digodok. Tapi yang pasti kami telah menyediakan anggaran untuk kuota sebanyak 35 ribu KK,” jelasnya.

    Selain itu, berdasarkan surat keputusan bersama antara Kemendagri dan Kemetrian Keuangan, pemerintah daerah memberikan batas waktu tambahan untuk mendata jumlah penerima JPS.

    “Kalau dari Dinsos sendiri meminta waktu maksimal dua minggu kedepan. Ini untuk melakukan validasi by name by addres, sehingga tidak ada orang yang mendapatkan bantuan ganda dan beririsan dengan bantuan provinsi dan pusat,” terangnya.

    Bahkan, Hari menuturkan bahwa pelajar dan mahasiswa perantau yang masih bertahan di Kota Serang, juga akan mendapatkan bantuan dari Pemkot Serang.

    “Pelajar dan mahasiswa perantau tadi juga dibahas dalam rapat. Mereka juga akan mendapatkan bantuan dan dimasukkan dalam program JPS tersebut. Datanya sudah ada pada Dinsos,” ucapnya.

    Untuk diketahui, pendataan warga penerima JPS dilakukan oleh RT dan RW setempat. Nantinya, data yang dikumpulkan oleh setiap RT akan diserahkan ke kelurahan. Setelah itu, Dinsos Kota Serang akan melakukan validasi terhadap data yang diserahkan. (DZH)

  • Siapa Saja Sih yang Menerima JPS? Ini Penjelasan Dinsos Kota Serang

    Siapa Saja Sih yang Menerima JPS? Ini Penjelasan Dinsos Kota Serang

    SERANG, BANPOS – Program jaring pengaman sosial (JPS) yang disiapkan oleh Pemkot Serang masih belum tersosialisasi dengan baik. Sebab, banyak masyarakat yang masih belum mengetahui siapa yang berhak mendapatkan JPS dan bentuk serta peruntukkannya.

    Berdasarkan penjelasan dari Dinsos Kota Serang, tidak semua masyarakat Kota Serang berhak mendapatkan JPS ini. Sebab, kuota yang disediakan hanya untuk 25.000 kepala keluarga (KK).

    BANPOS merangkum beberapa pernyataan berkaitan dengan JPS tersebut sebagai penjelasannya.

    Plt. Sekretaris Dinsos Kota Serang, Mamah Rohmah, mengatakan bahwa masyarakat yang didata untuk masuk dalam program JPS merupakan warga pra sejahtera baru yang terdampak Covid-19.

    “Jadi masyarakat yang didata adalah mereka yang karena Covid-19 ini tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Tapi data dari kelurahan, akan kami verifikasi kembali,” ujarnya, Senin (13/4).

    Sementara, Kepala Dinsos Kota Serang, Moch Poppy Nopriadi, menjelaskan bahwa komponen penerima JPS diantaranya yaitu masyarakat yang terkena PHK, lansia, disabilitas dan beberapa komponen lainnya.

    Namun ia menegaskan, program JPS ini tidak diperuntukkan bagi masyarakat yang telah mendapatkan bantuan baik dari pusat maupun provinsi.

    Bantuan yang dimaksud ialah Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu) maupun Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

    “Penanganan ini terpadu juga, orang yang sudah mendapatkan bantuan dari program lain seperti Jamsosratu, PKH dan BPNT tidak mendapatkan bantuan lagi. Artinya data itu mendorong kita agar pemberian bantuan tepat sasaran,” ucapnya.

    Adapun bantuan tersebut berupa paket sembako senilai Rp200 ribu yang akan diberikan setiap bulannya selama tiga bulan. Pemberian bantuan pertama ditargetkan sebelum memasuki bulan Ramadan.

    Terkendala pada pendataan di tingkat bawah

    Untuk pelaksanaan pendataan, Dinsos Kota Serang telah menyerahkan tugas tersebut kepada pihak kecamatan, yang akan diteruskan kepada kelurahan hingga tingkat RT. Hal ini untuk mempermudah proses pendataan.

    “Kami sudah berkoordinasi dengan camat, supaya mereka dapat meneruskan koordinasi hingga ke tingkat RT untuk melakukan pendataan. Sehingga minggu depan data masyarakat miskin yang terdampak Covid-19 ini sudah bisa masuk ke kami,” kata Poppy, Rabu (8/4).

    Namun ternyata, waktu yang telah ditargetkan oleh Dinsos dalam pengumpulan data ternyata meleset karena terkendala di tingkat bawah.

    Plt Sekretaris Dinsos Kota Serang, Mamah Rohmah mengatakan Dinsos telah menargetkan agar pendataan masyarakat penerima JPS ini dapat rampung pada Senin (14/4). Namun ternyata, proses pendataan di tingkat bawah masih belum juga selesai.

    “Pada surat itu harusnya hari ini semua data sudah masuk. Tetapi realisasinya belum masuk semua, masih proses. Ada yang sudah ada tapi belum diinput. Jadi memang proses di bawah yang agak lambat,” ucap, Senin (14/4).

    Bahkan, ia mengaku bahwa pihaknya sampai harus menjemput data tersebut ke setiap kelurahan. Hal ini agar proses pendataan dapat segera selesai dan pembagian bantuan dapat dimulai sebelum memasuki bulan Ramadan.

    “Kami tadi juga jemput bola. Setelah salat Zuhur, masing-masing tim berangkat menuju kelurahan untuk mengambil data tersebut,” jelasnya.

    Untuk data sementara, ia mengatakan bahwa saat ini baru 6.000 masyarakat yang terdaftar untuk menerima JPS. Sedangkan untuk kuota, Dinsos telah menganggarkan sebanyak 25.000 KK yang akan menerima.

    “Dari 67 kelurahan, itu baru beberapa yah yang sudah memberikan data. Sementara saat ini diperkirakan masyarakat yang sudah terdata itu sebanyak 6.000 KK kurang lebihnya,” katanya. (DZH)

  • Terkendala, Baru 6.000 Warga Kota Serang Terdata JPS

    Terkendala, Baru 6.000 Warga Kota Serang Terdata JPS

    SERANG,BANPOS- Dinsos Kota Serang masih melakukan pendataan masyarakat terdampak Covid-19 yang akan menerima jaring pengaman sosial (JPS). Hingga saat ini, data yang baru masuk sekitar 6.000 warga dari beberapa kelurahan. Penyebabnya karena, dari pihak kelurahan masih belum selesai melakukan pendataan.

    Namun ternyata, beberapa masyarakat mengaku tidak tahu mengenai program tersebut. Selain itu diakui bahwa beberapa tempat juga masih belum dilakukan pendataan, untuk calon penerima bantuan.

    Seperti yang disampaikan oleh salah satu warga Komplek Ciceri, Muhammad FJ. Ia mengatakan, dirinya belum mengetahui adanya bantuan JPS di Kota Serang.

    “Kebetulan saya belum tahu soal itu (JPS). Dan setau saya di sini (Komplek Ciceri) belum ada pendataan. Karena kan saya juga selalu di rumah saja, sudah tidak bekerja,” ujarnya, Senin (13/4).

    Menanggapi hal tersebut, Plt. Sekretaris Dinsos Kota Serang, Mamah Rohmah, mengatakan bahwa pihaknya telah melayangkan surat kepada seluruh kecamatan, agar mereka melakukan pendataan masyarakat yang terdampak Covid-19.

    “Pada tanggal 6 April kemarin, kami telah melayangkan surat kepada setiap kecamatan agar segera melakukan pendataan hingga tingkat RT. Jadi masyarakat yang didata adalah mereka yang karena Covid-19 ini tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya,” terangnya.

    Ia mengatakan, Dinsos Kota Serang pada mulanya telah menargetkan agar pendataan masyarakat penerima JPS ini dapat rampung pada Senin (14/4). Namun ternyata, proses pendataan di tingkat bawah masih belum juga selesai.

    “Pada surat itu harusnya hari ini semua data sudah masuk. Tetapi realisasinya belum masuk semua, masih proses. Ada yang sudah ada tapi belum diinput. Jadi memang proses di bawah yang agak lambat,” ucapnya.

    Bahkan, ia mengaku bahwa pihaknya sampai harus menjemput data tersebut ke setiap kelurahan. Hal ini agar proses pendataan dapat segera selesai dan pembagian bantuan dapat dimulai sebelum memasuki bulan Ramadan.

    “Kita tadi juga jemput bola. Setelah salat Zuhur, masing-masing tim berangkat menuju kelurahan untuk mengambil data tersebut,” jelasnya.

    Untuk data sementara, ia mengatakan bahwa saat ini baru 6.000 masyarakat yang terdaftar untuk menerima JPS. Sedangkan untuk kuota, Dinsos telah menganggarkan sebanyak 25.000 KK yang akan menerima.

    “Dari 67 kelurahan, itu baru beberapa yah yang sudah memberikan data. Sementara saat ini diperkirakan masyarakat yang sudah terdata itu sebanyak 6.000 KK kurang lebihnya,” katanya.

    Karena keterlambatan pengumpulan data dari bawah, ia mengaku ada kemungkinan pengumpulan data aka diperpanjang beberapa hari ke depan.

    “Nanti kita lihat yah. Karena kan data ini masih bergerak (penambahan). Sebenarnya saat ini juga masih ada rekan-rekan yang menjemput data dari kelurahan, masih dalam perjalanan ke sini. Secepatnya insyaAllah selesai,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Peternak Menjerit, Jual Ayam Seharga Rp6 Ribu

    Peternak Menjerit, Jual Ayam Seharga Rp6 Ribu

    WALANTAKA,BANPOS – Peternak ayam di Kota Serang mengalami kerugian yang cukup besar. Pasalnya, pangsa pasar penjualan ayam banyak yang tutup dampak Covid-19, sehingga harga ayam menjadi anjlok bahkan hingga mencapai Rp6.000 per kilogram.

    Salah satu peternak ayam, Rudi Chandra, mengatakan bahwa saat ini aktivitas jual beli ayam potong sedang sangat buruk. Hotel, restoran dan catering yang merupakan pasar utama mereka, banyak yang tutup.

    “Saat ini sedang sepi pembeli. Soalnya hotel, restoran dan katering khususnya yang ada di Jakarta itu semua tutup. Tidak ada kegiatan sama sekali,” ujarnya saat ditemui di Walantaka, Senin (13/4).

    Padahal, lanjutnya, para peternak ayam potong memiliki waktu panen ternak yang pasti. Sehingga stok ayam potong menjadi menumpuk, sedangkan permintaan mengalami penurunan.

    “Tidak ada kegiatan, jadi pasar tidak ada sedangkan stok kita menumpuk,” tuturnya.
    Akibatnya, harga daging yang direkomendasikan oleh Pemerintah yaitu Rp18.000 hingga Rp22.000 ini, tidak tercapai. Sebab, para peternak tidak mempunyai pasar untuk menjual ayamnya.

    “Jadi peternak-peternak tidak punya pasar untuk saat ini,” katanya.

    Diketahui, harga per kilogram ayam paling rendah per hari ini Rp10.000/kilogram. Bahkan, kata Rudi, hari-hari sebelumnya harga ayam mencapai Rp6000 per kilogramnya. “Pasar-pasar lokal masih kita kirim, hanya omsetnya turun 50 persen,” ujarnya.

    Mewakili para peternak di Kota Serang, ia meminta kepada pemerintah kota Serang, agar membuat kebijakan untuk penyerapan produksi dari lokal. Menurutnya, para peternak ayam sengaja beternak karena akan bertemu dengan momen munggahan puasa.  “Mudah-mudahan harganya membaik,” harapnya.

    Tak hanya itu, berdasarkan penuturannya, para peternak mengalami kerugian yang tidak sedikit. Per ekor ayam saat ini semakin besar, sedangkan harga pakan semakin baik. Karena bahan baku pakan ayam mayoritas impor, sedangkan harga jual di tingkat peternak turun.

    “Kalau menghitung ruginya banyak, kalau untuk peternak mandiri, modalnya saja kalau satu kilogram ayam hidup, bisa sampai Rp18.000. Sekarang kita menjual Rp10.000, 45 persennya,” pungkasnya.

    Kendati demikian, pihaknya terus melakukan pembibitan. Karena kata dia, roda produksi ayam harus tetap berjalan, meskipun yang sudah siap panen sebelumnya belum habis karena omset pasar menurun.

    “Peternak sekarang dilema, dijual tidak laku. Kalau ditahan, harus nambah pakan. Upaya yang sudah dilakukan, kita biasanya memasarkan sendiri ke masyarakat-masyarakat sekitar,” tandasnya. (MUF/AZM)

  • PDP Ciracas Terkonfirmasi Positif Setelah Meninggal Dunia

    PDP Ciracas Terkonfirmasi Positif Setelah Meninggal Dunia

    SERANG, BANPOS – Pasien Dalam Pengawasan (PDP) asal Ciracas, Y (43), yang meninggal pada Kamis (9/4) lalu terkonfirmasi positif. Hal ini diketahui setelah hasil tes Swab mendiang keluar pada Senin (13/4).

    Kepala Dinkes Kota Serang, M. Ikbal, membenarkan hal tersebut. Menurutnya, Pemkot Serang baru mengetahui hasil tes Swab tersebut sekitar pukul 16.00 WIB. Dari hasil tes tersebut, diketahui bahwa Y terkonfirmasi positif.

    “Tadi saya dapat informasi pukul 16.00 WIB. Jadi itu kasus PDP yang meninggal pada Kamis lalu. Karena kan saat meninggal belum keluar tesnya, sekarang sudah keluar PCRnya dan terkonfirmasi positif,” ujarnya melalui sambungan telepon.

    Ia mengatakan, sebagai tindak lanjut meningkatnya status mendiang, maka Gugus Tugas penanganan Covid-19 Kota Serang akan melakukan penelusuran terkait dengan siapa mendiang berkontak, riwayat berobat dan riwayat perjalanan.

    “Karena memang baru hari ini kami mendapatkan informasi positifnya, maka kami akan menelusuri dari mana saja ia berobat. Apakah di Puskesmas, di rumah sakit mana, berkontak di mana. Ini akan kami cari tahu dan kami akan lakukan tes Swab kepada yang berkontak,” jelasnya.

    Selain itu, ia mengatakan bahwa beberapa petugas medis yang menangani pasien, termasuk pula istrinya, telah mengikuti rapid test. Namun Ikbal mengaku, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi dari hasil rapid test tersebut.

    “Semua sudah dilakukan rapid test, termasuk istrinya. Tapi sampai sekarang kami belum mendapatkan informasi dari hasil tes tersebut. Apakah ada yang reaktif ataupun tidak,” tandasnya.

    Untuk diketahui, saat ini Kota Serang mencatat tiga kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Kasus pertama diketahui pada Rabu (13/4) yang lalu. Selang satu hari kemudian, Kota Serang kembali mendapatkan sekaligus dua kabar yakni kasus kedua positif Covid-19 dan kasus pertama meninggal Covid-19. (DZH)

  • Cerita Mahasiswa Tak Bisa Mudik: Yang Lain Kumpul Dengan Keluarga, Saya di Kos Sendiri

    Cerita Mahasiswa Tak Bisa Mudik: Yang Lain Kumpul Dengan Keluarga, Saya di Kos Sendiri

    PANDEMI Covid-19 yang sedang melanda Indonesia membuat instansi pendidikan mengambil kebijakan untuk menggelar pembelajaran secara daring.

    Termasuk juga salah satu PTN yang ada di Kota Serang, yakni Untirta. Melalui surat edaran Rektor, Untirta secara resmi memperpanjang perkuliahan daring hingga akhir semester.

    Tak ayal, kebijakan tersebut membuat banyak mahasiswa Untirta yang pulang ke kampung halamannya. Sebab, banyak dari mereka yang merasa bahwa kebutuhan hidup di perantauan lebih besar ketimbang di rumah.

    Selain itu, rasa jenuh juga melanda mereka. Sebab, mereka setiap waktu hanya bisa berdiam diri di indekos mereka.

    Namun ternyata tidak semua mahasiswa pulang kampung. Beberapa dari mereka masih bertahan di Kota Serang.

    Alasannya, mereka ingin mengikuti imbauan pemerintah untuk tidak pulang kampung terlebih dahulu. Selain itu, beberapa juga ada yang terpaksa karena kampung halaman mereka menerapkan karantina wilayah.

    Seperti yang dialami oleh Arinta Ronauli Sinaga. Mahasiswi jurusan Pendidikan Matematika Untirta semester dua ini terpaksa tetap bertahan di Kota Serang, lantaran kampung halamannya yakni Kabupaten Fak-Fak, Provinsi Papua Barat, diberlakukan karantina oleh warga masyarakat setempat.

    “Sebenarnya pada waktu kebijakan perkuliahan dari pertama itu masih bisa pulang. Tapi kan dari pihak kampus menyebutkan perkuliahan daring dilakukan hanya dua minggu saja, jadi saya tidak pulang terlebih dahulu,” ujar mahasiswi yang memiliki panggilan Kapas ini, Minggu (12/4).

    Ketika surat edaran terkait perpanjangan masa kuliah daring keluar, ia pun sempat ingin pulang ke kampung halamannya.

    Namun ternyata, masyarakat setempat melakukan karantina dengan inisiatif sendiri. Mereka memblokir bandara, sehingga penerbangan dari luar Papua tidak bisa masuk.

    “Akhirnya sampai sekarang saya masih bertahan di Kota Serang. Saya indekos di sebuah rumah dekat kampus Untirta Pakupatan. Sesekali supaya gak bete, datang ke sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mapalaut. Disana ketemu sama teman-teman organisasi,” terangnya.

    Meskipun ia juga memaklumi apa yang dilakukan oleh masyarakat Papua Barat untuk melakukan karantina wilayah mereka, namun ia tetap mengaku sedih.

    Sebab, disaat kebanyakan orang berkumpul dengan keluarganya pada saat adanya kebijakan pembatasan sosial, ia justru harus sendirian di perantauan.

    “Kalau dibilang sedih sih, pasti sedih. Karena kan saat ini orang-orang semua kumpul dengan keluarga masing-masing. Tapi yah saya sendiri di sini. Meskipun masih ada mahasiswa dan teman saya yang juga tetap bertahan di Kota Serang untuk mengikuti imbauan pemerintah agar tidak mudik,” jelasnya.

    Ia pun sedikit menceritakan kisah salah satu rekannya yang ditolak warga sesampainya di Bandara. Usai ditolak, rekannya melakukan aksi nekat dengan menyebrang hingga ke Sorong menggunakan speed boat menuju Kabupaten Fak-Fak.

    Namun warga tetap menolak kedatangannya dengan alasan isolasi mandiri wilayah tersebut.

    “Sorong itu kan tempat terakhir untuk menuju Kabupaten Fak-Fak. Sampai di sana heboh dan langsung dikarantina. Bener-bener enggak boleh masuk ke Fak-Fak,” ujarnya.

    Meski demikian, ia tetap melakukan kegiatan perkuliahan daring seperti biasa di indekos dirinya. Melakukan kegiatan lainnya seperti mengerjakan tugas dan aktivitas sehari-hari berkontak melalui aplikasi perpesanan dan media sosial.

    “Kalau untuk kebutuhan memang masih dikirim oleh keluarga di Fak-Fak. Tapi yah dengan keadaan seperti ini, rasanya tentu berbeda seperti hari-hari biasa,” ucapnya.

    Kapas pun berharap, pandemi Covid-19 dapat segera usai. Sebab, ia mengaku sudah merasa rindu dengan kampung halamannya. Terlebih saat ini pun dirinya tidak leluasa untuk bepergian.

    “Sedih, yang lain bisa kumpul dengan keluarga, sedangkan saya sendirian di sini. Masak sendiri, apa-apa sendiri. Semoga pandemi ini dapat segera selesai dan kita bisa kembali hidup normal seperti semula. Kangen juga kan kumpul bareng teman-teman kampus,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Soal Kasus Positif Korona Kota Serang, Ini Kata Keluarga dan Tempat Kerja

    Soal Kasus Positif Korona Kota Serang, Ini Kata Keluarga dan Tempat Kerja

    SERANG, BANPOS – Pemilik toko bangunan Harapan Bersama yang disebut merupakan tempat pasien positif Covid-19 bekerja angkat bicara. Yohanes, pemilik toko bangunan tersebut membantah bahwa karyawanannya yang berinisial D terpapar Covid-19 dari toko miliknya.

    Sementara itu, keluarga pasien mengaku kurang mendapatkan informasi yang maksimal dari pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan informasi yang didapat oleh mereka tidak jelas dan tidak cepat.

    “D itu benar karyawan saya. Dia itu terakhir masuk Sabtu 15 Maret 2020 lalu. Tanggal 17 Maret istrinya kirim kabar melalui WhatsApp bahwa nggak masuk karena sakit panas,” ujar Yohanes, Jumat (10/4).

    Yohanes menuturkan bahwa D merupakan sopir yang bertugas mengantar bahan bangunan bersama seorang karyawan lain yang bertindak sebagai kenek.

    “Dia bukan pelayan tapi sopir. Dia jarang masuk dalam toko, paling keneknya kalau ada kiriman apa, keneknya dia ambil surat pengambilan,” katanya.

    Yohanes menerangkan bahwa pihak keluarga pada tanggal 27 Maret mengabarkan kepada dirinya jika mereka membawa D ke RS Budi Asih.

    “Sebelumnya disarankan ke Biomed. Namun karena ada BPJS supaya ada keringanan biaya dibawa ke Budi Asih. Jadi bukan dibawa ke Budi Asih dalam kondisi lemas dan dalam posisi perawatan,” kata dia.

    Setelah tiba di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Budi Asih, pasien pun langsung mendapat penanganan. Namun sayangnya, keluarga pasien tidak mendapat penjelasan memadai mengenai kondisi pasien. Sebab pada saat itu diagnosis yang disampaikan bahwa D mengalami tipus.

    “Tanggal 28 Maret saya memberi sesuatu (bantuan biaya) ke istrinya. Dia datang ke toko saya. Kata istrinya bilang kalau suaminya tipus, itu penjelasan dari pihak rumah sakit,” jelas Yohanes.

    Pada malam harinya, pasien dipindahkan ke kamar perawatan ditemani sang istri. Namun pada tengah malam, pihak rumah sakit meminta pasien dirujuk ke RSU Banten malam itu juga.

    Sang istri diminta menandatangani berkas persetujuan dan diminta segera menyelesaikan biaya pengobatan.

    “Karena istrinya tidak bawa uang akhirnya menelpon sang kakak (R) untuk menyelesaikan biaya pengobatan,” kata Yohanes.

    Yohanes menyatakan sangat keberatan bahwa D terkena virus Covid-19 dari toko bangunan miliknya.

    “Saya pemilik toko keberatan bahwa karyawan saya kena sakit dari toko saya. Dia terinfeksi di luar toko. Karena istri dan anaknya sampai hari ini sehat-sehat saja. Bahkan kenek yang biasa dengan D juga sehat. Karyawan lain sehat juga,” jelasnya.

    Mematuhi saran dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Serang, Yohanes bersama keluarga mengaku telah menjalani pemeriksaan baik rapid test maupun Swab.

    “Rapid test sudah. Swab juga dari Puskesmas datang ke tempat saya,” ucapnya.

    Sementara kakak dari pasien, R, menyatakan keluarganya bingung dengan pola penanganan pihak rumah sakit. Informasi yang menurutnya menjadi hak keluarga pasien, ternyata tidak dipenuhi.

    Sebagai kakak dari pasien, ia mengaku belum mendapatkan kabar bahwa adiknya menjadi PDP Covid-19. Hingga saat pasien dirujuk ke RSUD Banten, pihak keluarga tidak mendapatkan penjelasan memadai mengenai penyakit yang diderita pasien.

    “Saya datang ke rumah sakit, adik saya sudah di dalam ambulans. Saya tidak bisa berbuat banyak selain membantu pemindahan barang-barang yang ada di kamar isolasi Budi Asih. Dokter hanya bilang kalau paru-paru adik saya kotor. Suhu tubuhnya 38 derajat celcius. Adik saya dalam 3 bulan terakhir tidak bepergian ke manapun,” kata R.

    Pada 29 Maret dini hari itu, D resmi menjadi pasien RSUD Banten. Bingung dengan penyakit yang diderita sang adik, R kemudian meminta penjelasan (konsultasi) dengan pihak rumah sakit namun dengan alasan bukan waktu konsultasi ia tidak mendapat jawaban pasti.

    Selang tiga hari, yakni 31 Maret, pasien menjalani rapid test dan hasilnya negatif. Kendati demikian, pihak rumah sakit belum memperbolehkan sang adik untuk pulang.

    “Adik saya dinyatakan negatif (Covid-19). Pihak rumah sakit tidak memberi tahu bahwa ada tes lagi (Swab),” ujarnya.

    Hingga pada Rabu, 8 April yang lalu, pihak Puskesmas melakukan pendataan keluarga pasien dan belakangan ini keluarga diberitahu bahwa sang adik positif Covid-19.

    “Setelah di media tersebar ke mana-mana. Padahal nomor keluarga sudah ada di rumah sakit, ini sudah zaman teknologi yang memudahkan komunikasi, tapi sangat disayangkan pihak rumah sakit tidak memberikan informasi yang dibutuhkan keluarga pasien,” tandasnya kecewa. (DZH)