Tag: kpk

  • Sandang Status Tersangka Korupsi, Firli Tetap Ngantor di KPK

    Sandang Status Tersangka Korupsi, Firli Tetap Ngantor di KPK

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri disebut masih ngantor, meski telah menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi.

    Diketahui, Firli menyandang status tersangka pada perkara pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) serta gratifikasi.

    “Beliau tetap masuk kantor seperti biasa,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat dikonfirmasi, Kamis (23/11).

    Menurut Tanak, secara yuridis, Firli masih menjabat sebagai Ketua KPK.

    “Yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas di kantor KPK,” tandas Tanak.

    Sebelumnya, Firli ditetapkan oleh Polda Metro Jaya sebagai tersangka pada Rabu (22/11) malam, dan diumumkan dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak.

    “Ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB (Firli Bahuri) selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan pada kurun waktu 2020 sampai 2023,” ujarnya.

    Menurut Ade, penetapan tersangka terhadap Firli ini diputuskan usai pihaknya melakukan gelar perkara tadi malam, sekitar pukul 19.00 WIB.

    Dalam penyidikan perkara ini, total sudah 91 orang saksi dan 8 ahli yang diperiksa penyidik. (DZH/RMID)

  • Ketua KPK Firli Bahuri Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi

    Ketua KPK Firli Bahuri Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan dugaan korupsi berupa gratifikasi.

    Firli ditetapkan oleh Polda Metro Jaya sebagai tersangka pada Rabu (22/11) malam, dan diumumkan dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak.

    “Ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB (Firli Bahuri) selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan pada kurun waktu 2020 sampai 2023,” ujarnya.

    Menurut Ade, penetapan tersangka terhadap Firli ini diputuskan usai pihaknya melakukan gelar perkara tadi malam, sekitar pukul 19.00 WIB.

    Dalam penyidikan perkara ini, total sudah 91 orang saksi dan 8 ahli yang diperiksa penyidik.

    Firli sendiri sudah dua kali di Bareskrim Polri pada Selasa (24/10) dan Jumat (20/10).

    Sebelumnya, polisi juga sudah menggeledah kediaman Firli di kawasan Bekasi dan sebuah rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan.

    Selain pemerasan, polisi juga menyangkakan pasal penerimaan gratifikasi dan suap untuk Firli Bahuri.

    “Sebagaimana dimaksud dalam pasal 12e, 12B atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 65 KUHP, yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020-2023,” tandas Ade. (DZH/RMID)

  • Batin Firli Berkecamuk, Merasa Dizalimi Instansi Polri

    Batin Firli Berkecamuk, Merasa Dizalimi Instansi Polri

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, merasa tidak diperlakukan secara adil dalam penanganan perkara dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo alias SYL.

    Hal itu dirasakan purnawirawan jenderal polisi bintang tiga tersebut usai diperiksa penyidik Polda Metro Jaya, di Bareskrim Polri, Kamis (16/11) kemarin. Tepat pada saat dirinya diperiksa oleh polisi, merupakan tahun ke-40 dia mengabdi di Korps Bhayangkara.

    “40 tahun lamanya saya mengabdi di lembaga Polri. Tapi kemarin saya harus bertanya, apa benar saya pernah selama itu mengabdi di sana? Dan mengapa markas besar itu terasa asing bagi saya. Itulah yang bergejolak di batin saya saat 16 November 2023,” ujar Firli dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/11).

    Dalam konferensi pers tersebut, Firli menuturkan bahwa dirinya ingin menyampaikan perasaan atas ketidakadilan yang dia rasakan.

    Firli menyebut, salah satu hal yang membuat dirinya merasa terzalimi adalah mobil pribadi yang ditumpanginya ke Bareskrim saat itu “hilang”. Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu mengklaim, sempat mencari mobil pribadinya itu, tetapi tidak ditemukan.

    “Saya hadir dan menuntaskannya, tetapi saya sungguh dikagetkan mengapa kendaraan pribadi saya, saya tidak tahu keberadaannya. Sehingga seseorang menyampaikan pada saya untuk meminjamkan mobil pribadinya pada saya dan mengantar saya keluar,” tutur Firli.

    Saat memasuki mobil bermerek Hyundai berkelir hitam berpelat B 1917 TJQ itu, Firli pun sempat ngumpet dari kejaran awak media dengan menutupi wajahnya dengan tas.

    “Saya sadar rekan-rekan menunggu. Dengan kesadaran bahwa saya adalah pejabat publik tapi saya juga manusia terkadang saya butuh waktu untuk jeda, terutama di situasi yang saya anggap abnormal yang tidak bisa saya jelaskan saat itu,” ungkap Firli.

    Apalagi, saat itu Firli mengaku tidak tidur menjelang pemeriksaan tersebut. Sebab, dia mengaku ikut memantau operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Puji Triasmoro, dan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bondowoso, Alexander Silaen, pada Rabu (15/11).

    Saat diperiksa, Firli resah, karena beberapa pejabat Kejagung telah menunggu di KPK untuk bertemu. “Saya kembali ke kantor untuk bertemu rekan sejawat itu, sesama aparat penegak hukum,” ungkapnya.

    Dalam kesempatan itu, Firli juga memamerkan kinerjanya. Salah satunya, setiap hari dia ada di kantornya dari mulai Senin hingga Jumat sejak pagi hingga 17.00 WIB.

    “Dan lebih sering sampai malam hari dan tak jarang bernasib seperti rekan-rekan wartawan yang berada di sini hingga subuh, seperti ketika tangkap tangan penjabat Bupati Sorong tanggal 13, 14, 15 November 2023,” ungkap eks Kabaharkam Polri ini.

    Dalam kesempatan ini, Firli juga menampik melakukan pemerasan atau menerima suap dari pihak manapun, termasuk dalam penanganan kasus korupsi di Kementan.

    “Saya menyatakan di setiap kesempatan bahwa saya tidak pernah melakukan pemerasan kepada siapapun dan saya juga tidak pernah terlibat terkait dengan suap menyuap dan siapapun,” tegasnya.

    Firli pun mengatakan proses hukum sudah dia jalani.

    “Saya tidak peduli bahwa saya Purnawirawan Komjen atau saya sebagai pimpinan lembaga KPK. Saya pertaruhkan untuk menjemput keadilan,” ungkap eks Deputi Penindakan KPK era Ketua KPK Agus Rahardjo itu.

    Firli mengaku, saat ini tengah berada di posisi yang sulit. Di satu sisi, dia merupakan ketua di lembaga penegakan korupsi. Namun di sisi lain, dia terseret kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan terhadap SYL.

    “Benar bahwa demikian beratnya posisi saya saat ini dengan melawan serangan balik dari para koruptor, itu dihadapi dengan gagah berani tanpa menyerah dan mengenal lelah untuk membersihkan negeri ini dari praktik korupsi. Dan pastilah akan terjadi perlawanan dari para koruptor,” tandas Firli.

    Dalam jumpa pers kali ini, Firli Bahuri tak memberikan kesempatan kepada awak media untuk bertanya lebih lanjut. Firli beralasan ingin segera memenuhi undangan klarifikasi oleh Dewas KPK.

    “Mohon maaf nanti tidak ada waktu untuk tanya jawab karena mengingat waktu juga untuk menuju dewan pengawas KPK,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, yang mendampingi Firli Bahuri dalam konferensi pers. (DZH/RMID)

  • Rumah Ketua Digeledah, KPK Pasrah

    Rumah Ketua Digeledah, KPK Pasrah

    JAKARTA, BANPOS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati langkah penyidik Polda Metro Jaya yang menggeledah rumah Ketua KPK Firli Bahuri di Villa Galaxy, Jaka Setia, Bekasi Selatan, Jawa Barat, Kamis (26/10).

    “KPK tentunya menghormati kegiatan tersebut sebagai bagian dari rangkaian proses hukum, sepanjang sesuai mekanisme dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (26/10).

    Juru Bicara berlatar belakang jaksa ini menyatakan, KPK mendukung proses hukum yang dilakukan korps baju cokelat.

    Hal itu dibuktikan dengan kehadiran Firli untuk memberikan keterangan, di Bareskrim Polri pada Selasa (24/10).

    “Demikian halnya beberapa insan KPK lainnya yang juga secara kooperatif memenuhi panggilan penyidik untuk dimintai keterangan dan penyidikan tersebut,” tuturnya.

    Selain itu, beberapa waktu lalu KPK telah menyampaikan dokumen-dokumen yang diminta penyidik Polda Metro Jaya. Dokumen apa?

    “Dokumen yang diminta pihak penyidik terkait perkara yang dimaksud, sehingga bukan kami yang bisa menjelaskan soal itu,” jawabnya.

    Jawaban yang sama juga dilontarkan Ali saat ditanya soal rumah di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang turut digeledah penyidik Polda Metro Jaya.

    “Silakan tanyakan kepada pihak Polri,” tandas Ali.

    Sekadar latar, penggeledahan ini terkait dengan kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang telah naik ke tahap penyidikan.

    Proses penyidikan dilakukan seusai pihak kepolisian melakukan gelar perkara 6 Oktober 2023 lalu. Hingga saat ini, puluhan saksi telah diperiksa terkait kasus tersebut.

    Mulai dari ajudan Firli Bahuri, pegawai KPK, pihak Kementerian Pertanian (Kementan), Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, hingga saksi ahli yang juga eks Komisioner KPK, yakni Saut Situmorang dan M Jasin.

    Firli sendiri telah diperiksa penyidik pada Selasa (24/10/2023). Dia diperiksa selama tujuh jam.

    Terpisah, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan telah menerima Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK kepada SYL.

    SPDP itu dikirim penyidik Polda Metro Jaya pada Rabu (11/10).
    “Betul SPDP diterima Kejati DKI Jakarta,” ujar Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta Ade Sofyan kepada wartawan.

    Dalam SPDP, polisi sudah mencantumkan Pasal 12e atau Pasal 12b dan Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi (Tipikor). Namun, belum ada nama tersangkanya.

    “SPDP masih bersifat umum, belum memuat tersangka di dalamnya,” tutur Ade.(PBN/RMID)

  • KPK Gaspol, Polda Ngegas

    KPK Gaspol, Polda Ngegas

    JAKARTA, BANPOS – KPK dan Polda Metro Jaya sama-sama sedang mengusut perkara korupsi di tubuh Kementerian Pertanian (Kementan). Bedanya, KPK sedang gaspol mengusut keterlibatan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan pejabat Kementan lainnya, sedangkan Polda Metro ngegas menyelidiki dugaan pemerasan yang dilakukan onkum KPK ke pejabat Kementan.

    Dalam pengungkapan kasus korupsi di Kementan, KPK disebut oleh Menko Polhukam Mahfud MD, sudah menetapkan Syahrul sebagai tersangka. Namun, sampai Sabtu (7/10), KPK belum mengumumkan satu pun tersangka.

    Teranyar, lembaga antirasuah itu, baru mengeluarkan surat cekal kepada Syahrul dan beberapa anggota keluarganya, serta beberapa pejabat di Kementan. Total, ada sembilan orang yang dicekal.

    Dari informasi yang diterima, sembilan orang yang dicekal itu, tiga di antaranya merupakan keluarga Syahrul, yaitu istri Syahrul, Ayun Sri Harahap, anaknya, Indira Chunda Thita yang juga Anggota DPR, serta cucunya, A Tenri Bilang Radisyah Melati.

    Sementara lima lainnya adalah pejabat Kementan. Mereka adalah Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, dan Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian Zulkifli. Selain itu, Direktur Pupuk dan Pestisida Tommy
    Nugraha, dan Kabiro Umum dan Pengadaan Sukim Supandi.

    Permintaan cekal ini adalah lanjutan dari langkah penyidik yang telah menggeledah rumah dinas dan rumah pribadi Syahrul. Dari penggeledahan itu, penyidik mengamankan uang Rp 30 miliar, 12 pucuk senjata api, catatan keuangan, serta mobil Audi A6.
    Penyidik juga menggeledah rumah Sekjen Kementan Kasdi Subagyono. Kemudian, penggeledahan dilakukan di kantor Kementan, yang menyasar ruang menteri dan sekjen.

    Penyidik juga menggeledah rumah Direktur Alsintan Muhammad Hatta, di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu (1/10/2023). Dari sana, ditemukan uang tunai senilai Rp 400 juta dalam bentuk mata uang rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura.

    Dari pengungkapan kasus ini, muncul dugaan adanya kasus pemerasan yang dilakukan oknum KPK terhadap Syahrul. Kasus yang digarap Polda Metro Jaya ini, telah meningkat dari penyelidikan ke penyidikan.

    Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan, pihaknya telah melakukan gelar perkara terkait kasus dugaan pemerasan ini, Jumat (6/10/2023). Dalam gelar perkara itu, penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup untuk
    menaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan.

    Ade mengatakan, pihaknya telah memeriksa enam orang saksi pada tahap penyelidikan, termasuk Syahrul, serta sopir dan ajudannya. Selanjutnya, kata dia, pihaknya akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk lakukan serangkaian tindakan penyidikan guna mencari dan mengumpulkan bukti.

    Ade menerangkan, selama proses penyelidikan, timnya sudah menemukan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh sejumlah pegawai negeri atau penyelenggara negara di KPK, yang melakukan dugaan pemerasan, atau penerimaan tanpa sah dalam penanganan hukum terkait korupsi di Kementan.

    Pemerasan dan penerimaan tak sah tersebut, kata Ade, dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain. “Atau dalam hal ini, menyalahgunakan kekuasaan yang ada padanya, untuk menerima pembayaran, hadiah, atau janji, dengan cara melawan hukum,” kata Ade, di Polda Metro Jaya, Sabtu (7/10/2023).

    Selanjutnya, kata Ade, tim penyidik akan terus menggali keterangan saksi-saksi dan pengumpulan bukti-bukti agar kasus tersebut dapat berlanjut ke penetapan tersangka.

    “Dengan adanya bukti-bukti untuk membuat terang tindak pidana yang dilakukan, dan untuk menemukan tersangka,” paparnya.

    Ade menjelaskan, kasus ini bermula dari aduan masyarakat ke Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada 12 Agustus 2023. Polisi sengaja merahasiakan pelapor untuk efektivitas penyelidikan.

    Pada 15 Agustus, polisi mengeluarkan surat perintah pengumpulan bahan keterangan sebagai dasar pengumpulan bahan keterangan atas informasi laporan tersebut, yang dilanjutkan mengeluarkan surat perintah penyelidikan pada 21 Agustus untuk menemukan apakah ada peristiwa pidana itu.

    Tiga hari berselang, dilakukan pemeriksaan saksi, termasuk pelapor, ajudan, hingga sopir, serta Syahrul. Terakhir, Syahrul kembali diperiksa untuk yang ketiga kalinya pada Kamis, (5/102023).

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ikut menanggapi kasus dugaan pemerasan yang ditangani Polda Metro Jaya tersebut. Sigit meminta tim dari Mabes Polri turun tangan dalam kasus tersebut. Ia mengatakan, penanganan kasus itu harus cermat dan hati-hati lantaran menyangkut lembaga dan orang yang dikenal publik.

    Jenderal polisi bintang empat ini mempersilakan jika ada lembaga yang ingin mengawasi penanganan kasus itu. Sehingga, prosesnya betul-betul bisa memberikan rasa keadilan.

    “Apakah ini bisa diproses lanjut, apakah sebaliknya, harus dihentikan. Tentunya ini jadi pelapor dan terlapor untuk kemudian kita uji, saya kira Polri transparan dalam hal ini,” kata Sigit, di GOR Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sleman, Sabtu (7/10/2023).

    Presiden Jokowi ikut menanggapi kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada Syahrul. Mantan Wali Kota Solo itu mengaku belum mengetahui permasalahan ini. “Saya ini masih mencari informasi-informasi sebetulnya kasus ini seperti apa, tapi itu memang adalah urusan penegakan hukum,” kata Jokowi di Jakarta, Sabtu (7/10/2023).

    Jokowi menegaskan, kasus ini merupakan kewenangan penegak hukum. Ia tak mau berbicara lebih jauh sebelum mendapat informasi lengkap terkait kasus ini. “Jadi ya saya menunggu informasi yang detail mengenai peristiwa itu,” ujarnya.

    Lalu apa kata pengamat? Pakar Hukum Pidana dari Universitas Negeri Makassar, Prof Heri Tahir mengatakan, dalam kondisi seperti ini proses hukum bisa berjalan beriringan. KPK bisa melanjutkan proses dugaan korupsi di Kementan. Polda Metro Jaya pun sama, mengusut kasus dugaan pemerasan. Sehingga, penegakan hukum bisa berjalan dengan baik dan tidak ada yang terkesan berat sebelah.

    “Harus jalan, boleh beriringan itu. KPK boleh melanjutkan pekerjaannya, begitu juga kepolisian. Selama alat bukti memenuhi, maka bisa saja keduanya dihukum sesuai pelanggaran yang mereka lakukan masing-masing,” kata Heri.

    Soal sikap KPK belum mengumumkan tersangka, Hari menilai bisa saja hal ini berikatan dengan unsur kehati-hatian. Kata dia, kewenangan sepenuhnya ada di KPK. Pihak lain tak berhak mengumumkan status tersangka seseorang.

    Soal dugaan pemerasan, Heri menilai, biarkan penyidik Polda bekerja. “Semua yang bersalah di mata hukum harus dihukum, siapa pun itu. Selama alat bukti cukup dan sah, tidak ada alasan tidak menghukum,” pungkasnya. (AZM/RMID)

  • Tanak Gak Langgar Etik

    Tanak Gak Langgar Etik

    JAKARTA, BANPOS – Sidang Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK)
    menyatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak tidak bersalah dalam
    perkara chat (percakapan) dengan Plh Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM)
    Idris Froyoto Sihite.

    "Menyatakan terperiksa Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
    dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku," kata Ketua Majelis Etik Dewas KPK Harjono saat
    membacakan amar putusan dalam sidang yang digelar di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta,
    Kamis (21/9).

    Dalam amar putusan tersebut, Tanak dinyatakan tidak melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 4
    ayat (1) huruf j dan Pasal 4 ayat (2) huruf a dan b PerDewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang
    Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

    Majelis Etik Dewas KPK yang beranggotakan anggota Dewas Syamsuddin Haris dan Albertina Ho, juga
    kemudian memulihkan nama baik serta hak Tanak seperti sedia kala.

    "Memulihkan hak terperiksa Johanis Tanak dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada
    keadaan semula," tutur Harjono.

    Untuk diketahui, sidang kode etik terhadap Tanak digelar terkait dengan beredar-nya tangkap layar
    percakapan antara dirinya dengan Plh Dirjen Minerba di ESDM Idris Froyoto Sihite.

    Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Selasa (18/4) menyampaikan bahwa Johanis Tanak secara
    langsung sudah mengklarifikasi hal tersebut kepada media, dan mengatakan percakapan tersebut terjadi
    sebelum Tanak menjabat pimpinan KPK.

    "Pembicaraan soal urusan pribadi apa yang bisa dilakukan menjelang masa pensiun. Idris Sihite juga saat
    itu belum berurusan dengan KPK," katanya.

    Lembaga antirasuah itu kemudian mendapatkan informasi bahwa tangkap layar percakapan yang
    beredar sudah direkayasa.

    "Kami saat ini mendapatkan informasi bahwa chat yang beredar tersebut sudah direkayasa tanggal-nya
    oleh pihak yang tak bertanggung jawab sehingga seolah-olah terjadi saat sudah terpilih seleksi pimpinan
    KPK," tandasnya. (DZH/ANT)

  • APK Caleg Ditertibkan

    APK Caleg Ditertibkan

    SERANG, BANPOS – Bawaslu Kota Serang tertibkan 3,545 Alat Peraga Kampanye (APK) partai politik di sejumlah titik yang tersebar di Kota Serang. Penertiban tersebut dilakukan lantaran APK tersebut melanggaran Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan (K3) Kota Serang dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang aturan kampanye.

    Hal tersebut juga dilakukan sebagai tindak lanjut dari pertemuan Bawaslu Kota Serang bersama Walikota Serang yang membahas penertiban APK beberapa waktu lalu.

    Ketua Bawaslu Kota Serang, Agus Aan Hermawan mengatakan, pihaknya telah mencatat dari bulan Agustus sampai dengan September, jumlah Alat Peraga Sosialisasi (APS) yang mirip dengan Alat Peraga Kampanye (APK) yang tersebar di Kota Serang berjumlah 3,545. APK tersebut terpasang bebas dan tidak sesuai dengan aturan.

    “Jadi sebenarnya menurut PKU nomor 15, alat peraga sosialisasi itu hanya bendera dan itu di pasang di tempat-tempat yang diperbolehkan. Misalnya kantor. Tapi kalau di pasang di tempat-tempat yang tidak diperbolehkan, maka itu sudah melanggar peraturan tentang pemilu. Juga peraturan perundang-undangan lainya. Salah satunya Perda K3 yang di miliki oleh pemkot Serang,” katanya, Kamis (21/9).

    Padahal, sebelumnya Bawaslu Kota Serang sudah memberikan imbauan kepada Partai politik maupun para calon peserta Pemilu, untuk terlebih menurunkan dan memasangkan APK sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan. Namun, sejauh ini partai politik masih belum juga menurunkan sendiri APK yang sudah dipasangnya.

    “Jadi memang penindakan kita sudah sesuai mekanisme yang ditempuh. Tapi nanti, kita akan coba berkoordinasi dengan partai politik dalam waktu dekat ini, untuk menyampaikan apa saja yang boleh dan tidak boleh dalam tahapan sebelum masa kampanye,” jelasnya.

    Ia juga menerangkan, bahwa masa kampanye akan segera berlangsung pada tanggal 28 November mendatang. Dan semua partai politik hanya diperbolehkan untuk memasang APS saja, tidak diperbolehkan untuk memasang APK sebelum masa kampanye itu ditetapkan.

    “Ruang ini lah yang kemudian dimaknai oleh sebagian masyarakat, bahwa saat ini sudah masuk dalam kampanye, padahal belum. Nah inilah yang perlu kita sampaikan kepada masyarakat luas maupun ke peserta pemilu,” terangnya.

    Agus menjelaskan, untuk jumlah APK yang diturunkan, pihaknya masih belum bisa memastikan. Namun dari jumlah APK yang sudah diturunkan saat ini, nantinya akan didata ulang, termasuk pemasangan APK di billboard yang berizin.

    “Kemungkinan yang besar-besar itu tidak bisa diturunkan hari ini, artinya kita perlu koordinasi kembali. Apakah ini perusahaan atau perseorangan, berizin atau tidak berizin. Kita juga sudah koordinasi dengan Bapenda Kota Serang,” jelasnya.

    Dirinya menambahkan, jika APK terpasang di papan reklame yang sudah mendapatkan izin dari dinas terkait, kemudian bentuknya bersifat ajakan, maka Bawaslu akan segera bersurat kepada Pemkot Serang dalam hal ini.

    “Karena masa kampanye itu belum diperbolehkan, jadi nanti yang akan meneruskan ke pihak perusahaan, maupun ke peserta Pemilu itu nanti Pemerintah,” ungkap.

    Dirinya berharap, setelah dilakukannya penertiban saat ini, diharapkan pesta demokrasi menjadi ramai, tidak membuat kumuh suasana lingkungan Kota Serang dan tidak mengecualikan aturan.

    “Karena masyarakat itu berharap menyambut pesta demokrasi ini dengan harapan lebih baik, sehingga citra mereka mensosialisasikan ini menggambarkan bagaimana masyarakat nanti menentukan pilihannya,” harapnya.

    Sebelumnya, Walikota Syafrudin mengatakan, pada bulan Juni-Juli Pemkot Serang sudah membuat surat edaran kepada semua partai politik untuk tidak memasang alat peraga kampanye, di Jalan Protokol dan di atas pohon yang di paku.
    “Karena sudah ada Perda K3. Jadi kalau masih ada alat peraga kampanye di protokol silahkan diambil saja, dari mulai sekarang. Sebab Pemkot Serang sudah melarang hal itu dari awal,” katanya.

    Syafrudin mengaku sudah menginstruksikan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Dishub, Satpol PP agar segera menegakkan Perda K3 untuk menertibkan alat peraga kampanye di Kota Serang.

    “Karena waktu pemasangan alat peraga kampanye hanya 75 hari, kemudian secara pemasangannya juga nanti akan diatur oleh Bawaslu. Nah ini jangan sampai ada pelanggaran yang telah disarankan baik oleh KPU maupun bawaslu,” tandasnya.(CR-01/PBN)

  • KPK Sita 3 Mobil Mewah Eks Kepala Bea Cukai Makassar, Dari Hummer Hingga Rodster

    KPK Sita 3 Mobil Mewah Eks Kepala Bea Cukai Makassar, Dari Hummer Hingga Rodster

    RIAU, BANPOS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah mobil mewah milik eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.

    Ketiga mobil mewah itu, disembunyikan tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tersebut, di sebuah ruko, di Batam, Kepulauan Riau.

    “Tim penyidik telah melakukan penyitaan tiga unit kendaraan mewah yang diduga milik tersangka AP, yang diduga sengaja disembunyikan di Ruko Green Land, Kecamatan Batam Centre, Kota Batam, Kepulauan Riau,” ungkap Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Kamis (21/9).

    Ketiga mobil mewah itu adalah Jeep Hummer Type H3 warna silver, Mini Morris warna merah, dan Toyota Rodster warna merah.

    Setelah disita, ketiga mobil itu dititipkan di Rupbasan Klas II Tanjungpinang.

    Sebelumnya, KPK menyebut Andhi menerima gratifikasi berupa fee dari para pengusaha ekspor impor. Dia bertindak sebagai broker.

    Andhi diduga memakai rekening milik orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha.

    Mereka menjadi nominee sehingga pemberian gratifikasi terhadap dirinya tak terdeteksi.

    Komisi antirasuah menduga, dia menyamarkan pembelian aset dengan memakai nama orang lain, termasuk ibu mertuanya.

    Andhi disebut KPK menerima fee hingga Rp 28 miliar selama 10 tahun terakhir. Uang itu kemudian digunakan untuk berbagai keperluannya.

    Di antaranya, untuk membeli berlian, polis asuransi, hingga rumah di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp 20 miliar.

    Atas perbuatannya, Andhi dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Juga, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(RMID)

    Berita Ini Telah Tayang Di RMID https://rm.id/baca-berita/nasional/189376/kpk-sita-3-mobil-mewah-eks-kepala-bea-cukai-makassar-dari-hummer-hingga-rodster

  • Waspada Dinasti Politik

    Waspada Dinasti Politik

    LEBAK, BANPOS – Aktivis Pergerakan Demokrasi, Harda Belly, menyoroti perkembangan kepemimpinan di berbagai daerah yang terlalu banyak diisi oleh orang-orang lama, satu keluarga dan sampai terbentuknya bangunan dinasti politik.

    Menurut Harda, dinasti politik ini sudah biasa. Akan tetapi kesadaran masyarakat akan mufsadatnya
    yang lebih besar dari pada manfaatnya itu, belum terbangun. Mulai dari matinya regenerasi sampai
    peluang besar untuk korupsi.

    “Dinasti Politik hanya berorientasi melanggengkan kekuasaan, bukan untuk menyejahterakan
    masyarakat. Untuk itu, suatu daerah harus terlepas dari dinasti politik yang ada, agar menjadi daerah
    yang maju dan masyarakatnya sejahtera,” ujar Harda dalam keterangannya, Senin (11/9).

    Harda menegaskan, dinasti politik juga merusak regenerasi kepemimpinan yang sehat dan kuat. Untuk
    itu, bangunan dinasti politik yang ada saat ini harus bisa dihilangkan, masyarakat perlu membuka
    kesadaran akan hal itu.

    Lanjutnya, dinasti politik ini yang juga menjadi pemicu terjadinya praktik-praktik tercela dalam suatu
    birokrasi, seperti korupsi yang sangat merugikan daerah dan masyarakat sendiri.

    ”Dinasti politik itu juga sering menjadi pemicu terjadinya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), bahkan bisa menjadi perusak demokrasi. Artinya generasi-generasi penerus yang jauh lebih mempunyai potensi justru tersingkir gara-gara adanya dinasti politik itu,” jelasnya.

    Harda pun mengajak kepada masyarakat di berbagai daerah, agar lebih cermat lagi dalam memilih
    pemimpin dan harus terlepas dari dinasti politik seperti yang saat ini berkembang.

    “Ke depan, menjelang Pemilu 2024, kita semua harus lebih cermat lagi dan berikan kesempatan bagi
    yang berpotensi besar memimpin, punya intergritas, punya kepedulian besar terhadap suatu daerah dan
    itu harus didukung. Kita harus berani menolak Wakil Rakyat, Gubernur, Walikota, Bupati, DPR yang
    berakar dari politik dinasti,” paparnya.

    Harda menerangkan, dinasti politik tidak akan membawa daerah tersebut lebih baik. Ia mengajak
    masyarakat untuk memilih pemimpin yang punya integritas dan konsep yang jelas untuk membangun
    daerahnya ke depan, tanpa harus dari dinasti.

    “Kita mengajak kepada masyarakat untuk memilih pemimpin yang punya integritas dan konsep yang
    jelas untuk membawa daerahnya maju dan sejahtera. Kesadaran seperti ini harus selalu dipupuk, agar
    masyarakat bisa melihat dengan jernih pemimpin-pemimpin masa depan, bukan dikuasi dinasti,” terang
    Harda.

    Masih kata Harda, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut dinasti politik merupakan salah
    satu pemicu terjadinya tindak pidana korupsi, yang mendapat jabatan dari kerabatnya akan melakukan
    kebiasaan yang sama termasuk melakukan korupsi.

    “Dinasti-dinasti politik di beberapa daerah yang kini terjadi mungkin menjadi salah satu pintu masuk
    terjadinya tindak pidana korupsi,” tandasnya. (MYU/DZH)

  • KPK: Petugas Rutan Pelaku Pelecehan Seksual Dipecat

    KPK: Petugas Rutan Pelaku Pelecehan Seksual Dipecat

    JAKARTA, BANPOS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memecat petugas rumah tahanan (rutan) berinisial M yang melakukan pelecehan seksual terhadap istri tahanan.

    “KPK telah menjatuhkan hukuman disiplin berat berupa pemberhentian terhadap saudara M. Pemberhentian per 7 September 2023,” ungkap Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Selasa (12/9).

    KPK menyatakan, M telah melanggar Pasal 3 huruf f PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS berupa perbuatan yang tidak menunjukkan integritas dan keteladanan sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

    M juga telah melanggar Pasal 5 huruf a PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS berupa penyalahgunaan wewenang.

    Ali menyatakan, hal ini merupakan bentuk keseriusan dan komitmen KPK untuk tetap profesional menuntaskan perkara di internal lembaga, sesuai lingkup penegakan disiplin pegawai dan kaidah-kaidah dalam hukumnya.

    “Ketegasan ini juga sebagai upaya untuk menegakan marwah kelembagaan KPK sesuai dengan nilai-nilai atau kode etik yang menjadi pedoman seluruh insan komisi, yaitu Integritas, Sinergi, Keadilan, Profesionalitas, dan Kepemimpinan (IS KPK),” tandas Ali.

    Sebelumnya, pemecatan M dikonfirmasi Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris.

    “Ya benar, yang bersangkutan sudah diberhentikan oleh KPK,” ujar Syamsuddin, Senin (11/9) malam.

    Tindakan pemeriksaan disiplin oleh Inspektorat KPK tersebut menindaklanjuti rekomendasi Dewas KPK yang telah melakukan pemeriksaan kode etik dan pedoman perilaku.

    Dalam dokumen salinan putusan Dewas KPK nomor: 01/DEWAS/ETIK/04/2023 disebut, tindakan asusila yang dilakukan petugas Rutan KPK berinisial M kepada istri tahanan menjurus ke pelecehan seksual.

    Salah satunya, menunjukkan alat vitalnya ketika melakukan video call dengan B.

    Selain itu, M memaksa istri tahanan KPK itu untuk menunjukkan bagian tubuhnya yang vulgar, baik saat menelepon maupun video call.

    M juga beberapa kali mengajak sang istri tahanan untuk menginap di hotel di Jakarta, tanpa didampingi keluarga. Namun, permintaan itu tak dipenuhi, alias ditolak.

    Dewas KPK sebelumnya telah meminta keterangan kepada sejumlah saksi. Di antaranya, B, serta adik iparnya, G.

    M sendiri membenarkan perbuatannya dan tidak membantah kesaksian dari B. (RMID)