SERANG, BANPOS – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Serang mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera periksa Erick Thohir dan Luhut Binsar Pandjaitan.
Mahasiswa dalam aksinya menyebut bahwa Menteri BUMN dan Menko Marves diduga terlibat dalam bisnis PCR yang belakangan ini ramai menjadi polemik di tengah situasi pandemi Covid-19.
Ketua LMND Kota Serang, Recky Pamungkas, mengatakan bahwa Erick Thohir dan Luhut Binsar Pandjaitan disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi melalui PT GSI.
“Sejak Majalah Tempo merilis hasil penelusurannya terhadap PT GSI yang memiliki relasi dengan pejabat tinggi negara; Erick Tohir dan Luhut Binsar Panjaitan melalui persekutuan bisnis maupun keluarga,” kata Recky di lampu merah Ciceri, Kamis (25/11).
Recky menuturkan, aksi mendesak KPK terkait bisnis PCR dan menyeret pejabat tinggi negara itu bukan kali pertama dilakukan oleh LMND Kota Serang saja, akan tetapi secara nasional dan di berbagai daerah turut serta melakukan hal yang sama.
“Dilaporkannya kasus ini ke KPK oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) 4 November lalu, LMND secara nasional telah mengintruksikan kepada kolektif LMND di seluruh wilayah dan Kab/kota di Indonesia untuk melakukan aksi bersama mendesak KPK segera memeriksa ET dan LBP,” ucapnya.
Sejak laporan tersebut masuk ke KPK hingga beberapa kali, Recky menuturkan bahwa hingga saat ini KPK belum sama sekali memberikan tanda-tanda akan segera mengusut kasus tersebut.
Recky menjelaskan, PT GSI merupakan perusahaan swata yang dimiliki oleh Yayasan Adero Bangun Energi organisasi nirlaba di bawah PT Adaro Energy milik Garibaldi Thohir, kakak Erick Tohir, serta PT. Toba Sejahtera dan PT. Toba Bumi Energi yang memiliki afiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan.
“PT yang didirikan awal tahun 2020 ini membuat laboratorium umum serta memfasilitasi ‘tes PCR’ untuk mendeteksi seseorang apakah terjangkit Covid-19 atau tidak dengan berbiaya tinggi. Harga ini kerap naik turun dari mulai Rp200 ribu hingga Rp1 juta,” tegas Recky.
Recky mengaku bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan jika perusahaan swasta melakukan aktifitas bisnis. Namun jika itu memiliki relasi dengan negara atau pejabat negara, ini yang menurutnya justru harus ditentang.
“Bahaya kalau perusahaan memiliki relasi dengan negara. Sejak lonjakan Covid-19 makin meninggi kan semua aktifitas kita diperketat. Muncul berbagai kebijakan boleh keluar tapi wajib vaksin lah wajib tes PCR lah, tapi itu dengan berbiaya tinggi, ini namanya negara berbisnis dengan rakyat,” tutur recky.
Ia pun menyesalkan tindakan pejabat tinggi negara yang tidak manusiawi terhadap rakyatnya sendiri ditengah situasi yang sulit seperti sekarang.
“Kami sangat menyesalkan dengan tindakan pejabat tinggi negara yang tidak manusiawi terhadap rakyatnya sendiri, di saat rakyat Indonesia sedang berada di situasi yang sulit seperti sekarang pejabat malah berbisnis dengan rakyatnya,” tandasnya. (DZH)