LEBAK, BANPOS – Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, Rahmat melarang telur tertunas atau lazim disebut Hatching Egg (HE) diperjualbelikan kepada masyarakat. Sebagaimana diketahui, telur HE ini dinyatakan tidak layak konsumsi karena merupakan telur yang berasal dari ternak pedaging, yang sengaja tidak ditetaskan, atau memang tidak menetas.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lebak, Selasa (5/4) kepada wartawan menyikapi beredarnya telur Hatching Egg yang diterima keluarga penerima manfaat (KPM) pada program bantuan pangan sembako (BPS).
Menurut Rahmat, larangan tersebut diatur dalam Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 diatur tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Dalam Bab III pasal 13 disebutkan ungkap Rahmat, pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjual belikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi.
“Telur Hatching Egg ada usia pakai. Telur itu selama 7 hari oke masih bagus, sedangkan setelah lewat 7 hari itu tidak layak konsumsi,” ungkapnya
Dijelaskan Rahmat, pada usia 7 hari juga dihitung sejak telur Hatching Egg (HE) diambil atau dikirim dari peternakan. Oleh karenanya, dalam waktu dekat pihaknya akan turun ke lapangan untuk mengedukasi warga terkait telur HE itu.
Ia mengaku banyak menerima laporan bahwa telur HE tersebut di perjualbelikan diprogram bantuan pangan sembako (BPS) atau sebelumnya bernama bantuan pangan non tunai (BPNT) oleh supplier.
“Kita tidak pernah tahu berapa lama telur HE keluar dari Farm. Kita akan sidak ke lapangan dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai telur HE,” katanya.
“Telur HE adalah telur tetas yang digunakan perusahaan pembibitan (Breeding Farm) untuk menghasilkan Day Old Chick (DOC) alias anak ayam dan bukan untuk konsumsi komersil,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi-PPP DPRD Kabupaten Lebak, Musa Weliansyah, mengatakan pihaknya telah menerima pengaduan dari KPM yang mengungkap soal sembako yang diterumanya itu tidak layak konsumsi,
“Iya betul saya mendapatkan pengaduan dari KPM yang ada di beberapa desa bahwa telur dan sayuran yang mereka terima dari agen yang diantar sore hari banyak yang busuk,” ujar Musa.
Atas dasar informasi itu pihaknya sudah mencoba melakukan pengecekan langsung pada komoditi yang diterima KPM, “Bahkan tadi sore saya bersama salah satu petugas dari Peternakan UPT Wilayah Selatan mendatangi agen untuk memastikan kondisi telurnya dan mengambil sampel telur untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan,” jelasnya.
Menurutnya, secara fisik telor tersebut patut dicurigai Telur Tertunas (HE) dan infertil atau bisa disebut telur HE, artinya telur untuk pembibitan, karena ada salah satu KPM yang mengaku pas mau memasak telur tersebut sudah membentuk anak ayam hidup, jelas telur seperti ini tidak layak dikonsumsi, harusnya dimusnahkan,
“Jika ini benar berasal dari perusahaan pembibitan ayam ras, maka ini tidak bisa diperjualbelikan, tetapi harus dimusnahkan. Jika tebukti telur berasal dari pengusaha pembibitan maka sanksi tegas harus diberikan baik kepada perusahaan pembibitan maupun kepada supplier Agen/e-warong di Kecamatan Cijaku yaitu PT AAM PRIMA ARTA,” kata mantan pegiat sosial di Baksel tersebut.
Ketua Fraksi Partai Golkar, Saleh juga membenarkan ada persoalan komoditi tidak berkualitas tersebut. Menurutnya, TKSK setempat juga sudah pasti tahu itu namun mengapa dibiarkan, bahkan komoditi pun di jual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) pasar.
“Beras yang seharusnya dijual Rp10.000/kg semua E-Warong menjual dengan harga Rp11.500/Kg, Telur 15 butir Rp25.000/Kg dengan kondisi tidak layak konsumsi, Satu ekor ayam hidup dijual diatas Rp35.000, begitu pula tahu dan sayuran, ini jelas sangat merugikan KPM,” tutur Saleh.
Kata dia, harusnya agen/e-Warong berani menolak apabila pengiriman komoditi oleh supplier tidak berkualitas, jangan diterima dan dipaksakan untuk disalurkan karena itu bentuk kecurangan.
“KPM harus bebas memilih komoditi yang baik dan berkualitas sesuai keinginanya yang penting memenuhi karbohidrat, protein nabati, perotein hewani serta vitamin dan mineral ini wajib terpenuhi. Karena komoditi itu dibeli dan tidak gratis,” paparnya.
Salah seorang warga Lebak Euis Mulyati mengaku, terpaksa membuang telur HE yang dibelinya di warung. Kata Euis, saat akan dikonsumsi kondisi telur berwarna putih tersebut tidak menimbulkan bau seperti telur konsumsi biasanya. “Saya beli 1 Kilogram harganya itu Rp18ribu, saya buang semua. Kuningnya juga pecah dan selaputnya nempel ke telur,” ucapnya.
Praktisi peternakan, Iqin Zaeny Mansur mengatakan, telur Hatching Egg atau telur tetas baik yang fertil atau infertil (dibuahi/tidak) seharusnya tidak boleh dijual belikan dipasaran.
Mengingat kata dia, karakter telurnya yang tipis cangkangnya sehingga mudah pecah, bisa jadi terdapat tunas embrio anak ayam di dalamnya yang tentu embrio ini akan mati jika kondisi lingkungan tidak memenuhi syarat. Jika mati akan mudah busuk.
Ia menegaskan, bila ada perusahaan penetasan atau pembibitan (Hatchery) yang menjual telur HE ke pasaran itu, jelas melanggar izin prinsip usahanya.
“Kepada pihak yang berwenang, jika betul terbukti, sebaiknya ditertibkan pengusahanya, bila perlu izinnya dicabut,” tegas Praktisi Peternakan Iqin Zaeny Mansur. (CR-01/WDO/PBN)