SERANG, BANPOS – Lembaga Bantuan Hukum Pijar Harapan Rakyat (LBH Pijar)
dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Banten, mengecam Polda Banten
atas tindakan penangkapan terhadap tiga orang petani asal Desa Rancapinang,
Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang atas dugaan perburuan hewan
dilindungi di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang.
Tiga orang petani itu di antaranya adalah Jali, Holil, dan Dayat. Ketiganya ditangkap
secara terpisah oleh Polda Banten. Jali ditangkap pada tanggal 25 Juli 2023,
sementara Holil dan Dayat ditangkap sehari setelahnya yakni pada tanggal 26 Juli
2023.
Ketiga petani tersebut ditangkap karena diduga telah melakukan perburuan terhadap
badak yang merupakan hewan paling dilindungi di Taman Nasional Ujung Kulon
(TNUK) Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Di samping karena diduga melakukan perburuan terhadap hewan dilindungi, Jali,
Dayat, dan Holil pun ditangkap karena kedapatan memiliki senjata api tradisional
‘Bedil Locok’. Atas kepemilikan tersebut, ketiganya diancam dijerat dengan Undang-
Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman pidana mati, penjara
seumur hidup dan/atau penjara setinggi-tingginya 20 tahun.
Atas peristiwa tersebut, Direktur LBH Pijar Rizal Hakiki menilai, ada sejumlah
kejanggalan dalam proses penangkapan ketiga warga Cimanggu itu.
Dalam prosesnya, penangkapan terhadap ketiga petani itu tidak sesuai dengan
prosedur yang berlaku sebagaimana mestinya.
Pasalnya menurut Rizal, Polda Banten dalam melakukan penangkapan tanpa
disertai dengan surat perintah penangkapan. Selain itu, penahanan ketiganya pun
juga dirasa janggal.
Ketiga warga tersebut ditahan di Tahanan Polda Banten dengan sebelumnya tanpa
ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu atas sangkaan yang dialamatkan
kepada mereka.
“Setelah dilakukan penangkapan, Holil, Jaji dan Dayat ditahan sejak 26 Juli 2023 di
Tahanan Polda Banten. Penahanan yang dilakukan oleh Polda Banten kepada Holil,
Jaji dan Dayat dilakukan tanpa surat perintah penahanan,”
“Selain itu, penahanan yang dilakukan oleh Polda Banten kepada Holil, Jaji dan
Dayat tanpa terlebih dahulu ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan diberikan
surat perintah dimulainya penyidikan,” menurut keterangan Rizal.
Tidak hanya itu saja, ia juga turut menyayangkan penahanan ketiganya karena
disebabkan oleh kepemilikan senjata api ‘Bedil Locok’. Padahal senjata itu sudah
lama digunakan oleh masyarakat setempat, sebagai senjata berburu babi hutan
yang sudah jelas-jelas merupakan hama perkebunan warga selama ini.
Melihat semua kenyataan tersebut, Rizal menilai bahwa penangkapan yang
dilakukan oleh Polda Banten terhadap ketiga warga Cimanggu dinilai telah
melanggar Hak Asasi Manusia.
“Selain alasan penangkapan yang seperti dipaksakan “Kriminalisasi”, prosedur
penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Polda Banten tidak berdasarkan
ketentuan dalam KUHAP dan melanggar Hak Asasi Manusia,” katanya.
Atas hal itulah kemudian, LBH Pijar dan AGRA Banten menuntut sejumlah tuntutan
terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik
Indonesia, Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) serta Polda Banten salah
satunya adalah penghentian proses hukum dan membebaskan tiga warga
Cimanggu yang dituding berburu hewan dilindungi.
Tuntutan-tuntutan tersebut di antaranya:
1. Hentikan proses hukum dan bebaskan 3 petani dan masyarakat yang ditahan
dengan tuduhan tidak mendasar dan mengada-ngada, bila memang kepemilikan
senjata api "bedil locok" adalah kejahatan maka seluruh masyarakatlah yang
harusnya ditangkap dan ditahan.
2. Polda Banten segera hentikan membuat ketakutan di masyarakat dan hentikan
melakukan razia bedil Locok masyarakat yang digunakan untuk berburu hama. Jika
memang bedil locok diambil. Maka, Polda Banten, Balai Taman Nasional Ujung
Kulon dan juga KLHK harus bertanggung jawab mengurus hama yang mengganggu
tanaman masyarakat dengan menjaga tanaman masyarakat dari serangan hama.
3. Tarik mundur pasukan Polisi di kampung-kampung desa yang hanya membuat
resah dan membuat ketakutan masyarakat. Serta hentikan tindakan upaya
kriminalisasi dan intimidasi kepada petani, pemburu hama.
4. Pecat seluruh pejabat POLDA Banten, Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan
jajarannya yang melakukan operasi penangkapan terhadap masyarakat yang tidak
bersalah.
5. Berikan jaminan dan perlindungan hukum bagi masyarakat di kawasan Taman
Nasional Ujung Kulon
6. Hentikan operasi jahat Taman Nasional Ujung Kulon- TNUK dengan berbagai
cara curangnya untuk mengusir masyarakat dari lahan pertanian dan perkebunan
masyarakat dan hentikan menggunakan aparat negara untuk menakuti-takuti
masyarakat
7. Wujudkan Reforma Agraria sejati dengan mendistribusikan tanah kepada
masyarakat di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon tanpa syarat. (MG-01/AZM)