Tag: Lingkungan

  • Apdesi Mancak Ungkap Dampak Lingkungan Galian Pasir

    Apdesi Mancak Ungkap Dampak Lingkungan Galian Pasir

    SERANG, BANPOS,- Lingkungan yang sejuk nan asri yang didambakan setiap orang, sejak tiga tahun belakang ini tak lagi bisa dinikmati warga Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Ruas jalan Mancak arah ke Kota Cilegon yang dibangun Pemprov Banten dengan menggunakan uang rakyat setiap harinya berdebu.

    Dampak lingkungan lainnya seperti suara bising mobil truk, polusi udara, keselataman jiwa dan kerusakan lingkungan adalah pemandangan yang kini dirasakan warga.
    Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi) Kecamatan Mancak, Iwan dalam sebuah kesempatan kepada Banten Pos mengatakan bahwa saat ini wilayah Kecamatan Mancak kini mendapatkan julukan kota sejuta debu dan kota sejuta lubang.

    Menurut Iwan atau yang biasa disapa Lurah Kobok mengatakan bahwa kondisi ini akibat eksploitasi besar- besaran galian pasir yang semaki hari semakin tak terkendali. Nyaris operasional galian selama 24 jam non stop. Deru mesin ekscafator dan ratusan truk pengangkut pasir nampak tak memperhatikan dampak yang ditimbulkan dan terkesan abai dengan kepentingan mayoritas warga.

    Wilayah Kecamatan Mancak khususnya di wilayah Desa Batukuda dan Desa Sigedong, kata Kobok kondisi alamnya sudah rusak dan banyak berlubang bekas galian pasir. Pun kondisi ruas jalan Mancak di kedua desa tersebut sudah tidak layak untuk perlintasan. Kondisi jalan selalu berdebu dan sudah membahayakan pengguna jalan.

    “Kami atas nama warga Kecamatan Mancak berharap agar apparat atau dinas yang berwenang segera melihat kondisi di lapangan. Mohon diperhatikan kondisi lingkungan dan kesehatan serta keselamatan warga kami, sebelum menjadi bom waktu keresahan warga,” tandas Kobok.

    Sementara dampak lingkungan lainnya yangt serius saat ini adalah polusi udara berupa debu, juga keselamatan pengguna jalan serta kerusakan badan jalan terus menghantui warga Kota Cilegon, khususnya warga Linkungan Asem, Kelurahan Lebakdenok, Kecamatan Citangkil.

    Peristiwa kecelakaan lalulintas (laklantas) tabrak lari yang terjadi pada Sabtu (5/9) yang dialami pengendara sepeda motor bernama Anita warga Kampung Lebaksalak, Desa Labuan, Kecamatan Mancak adalah salah satu contoh bentuk arogansi sopir truk. Korban dibiarkan begitu saja tanpa ada rasa kemanusiaan.

    Ketua Pemuda Link Asem Ade Kurniadi didampigi pemuda lainnya Jeri mengaku heran dengan sikap para pengusaha tambang dan para pengusaha truk pasir yang masih saja tidak komitemen memikirkan dampak debu pasir dan keselamatan warganya. Tuntutan warga Link Asem yang sempat memblokade dilanjutkan dengan penandatangannan komitmen juga dihiraukan begitu saja.

    “Kita terus melakukan efaluasi atas komitmen para pengusaha tambang. Sudah banyak item kesepakatan yang dilanggar seperti jam operasional dan lainnya. Peristiwa tabrak lari yang terbaru kmarin menjadi catatan kami,” papar Ade.(BAR)

  • Dituding Kebiri Hak Warga Jatiwaringin, SEMMI Sebut Pemkab Tangerang Kolonial

    Dituding Kebiri Hak Warga Jatiwaringin, SEMMI Sebut Pemkab Tangerang Kolonial

    TANGERANG, BANPOS – Organisasi Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Cabang Tangerang, melakukan sidak ke TPA Jatiwaringin Mauk, Kabupaten Tangerang, Kamis (13/4) yang ditujukan untuk memonitoring kondisi di sekitar TPA Jatiwaringin. Dalam temuannya, masyarakat sekitar TPA diketahui belum mendapatkan hak-haknya.

    Oleh sebab itu, SEMMI akan malakukan Advokasi terhadap masyarakat terdampak TPA Jatiwaringin. Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 25 yang mengintruksikan tentang kompensasi bagi masyarakat terdampak TPA berupa relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan, pengobatan dan kompensasi lainnya, terlebih disebutkan sudah 30 tahun masyarakat menunggu iktikad baik Pemkab Tangerang sejak dibangunnya TPA Jatiwaringin.

    Ketua SEMMI Tangerang, Yanto mengungkapkan kekecewaan pada Pemkab Tangerang yang dituding melecehkan Konstitusi dengan mengebiri hak-hak yang seharusnya didapatkan masyarakat. Ia mengaku malu melihat pejabat yang disebut tega mengebiri hak rakyat.

    “Saya merasa malu melihat pejabat mengebiri hak rakyat. Menelanjangi konstitusi dan bertindak seperti pemerintah kolonial yang selalu ingkar dari janji dan tanggung jawab,” ujarnya.

    Yanto menceritakan keadaan masyarakat terdampak TPA Jatiwaringin dengan kondisi air yang sudah tercemar, kemudian masyarakat mengalami infeksi saluran pernapasan (ISPA), penyakit kulit, dan jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

    “Keadaannya sangat miris, air yang menjadi sumber kehidupan sudah tercemar, karena TPA hanya berjarak 50 meter dari pemukiman warga tanjakan mekar yang menyebabkan berbagai penyakit kulit,” ucapnya.

    Ia menyebut manajemen pengelolaan TPA buruk. Sehingga membuat banyak sampah terbakar yang berakibat pada Penyakit Uper Respiratory Tract Infection atau ISPA.

    “Tak kalah penting, kerusakan jalan sepanjang irigasi TPA Jatiwaringin menjadi langganan kecelakaan lalu lintas. Padahal Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Retribusi Sampah lebih dari Rp4,1 milliar pertahun,” tandasnya.

    Terpisah, Ketua LSM Solidaritas Mahasiswa Demokrasi (SOMASI), Indri Damayanthi, yang juga mendampingi masyarakat lebih dari setengah tahun terakhir untuk mendapatkan haknya itu menyebutkan pihaknya telah melakukan audiensi dengan Pemkab Tangerang. Dalam hal ini DPRD, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Bina Marga, Dinas Perkim, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.

    “Kami telah melakukan segala upaya untuk mendapatkan hak masyarakat, salah satunya audiensi di bulan Novermber 2022, yang menghasilkan beberapa kesepakatan antara masyarakat dan Pemerintah, seperti pemberian air bersih, puskesmas pembantu, perbaikan jalan, bedah rumah layak huni, dan kompensasi uang,” ujarnya.

    Namun, kata dia, hingga saat ini yang baru terealisasi hanya air bersih saja. Walau begitu, ia mengaku pendistribusian air bersih sudah hampir satu bulan belum didistribusikan kembali.

    “Hingga saat ini baru air bersih saja yang dipenuhi, itupun sudah hampir satu bulan tidak didistribusikan lagi. Sungguh miris sekali,” ucapnya.

    Pengamat lingkungan, Ghozi Ahmad Ghozaly, mengatakan bahwa pemerintah seharusnya lebih peduli tentang keadaan masyarakat terdampak. Kemudian mendorong percepatan pembangunan Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL) sesuai Perbup Tangerang Nomor 3 Tahun 2022 yang disebut tak jelas progresnya.

    “Dalam hal ini, sudah sewajibnya Pemerintah kabupaten Tangerang segera mungkin menindaklanjuti atas fenomena yang terjadi serta lebih memperhatikan keadaan masyarakat sekitar TPA, termasuk amanah yang tercantum dalam Perbup Tangerang No 3 tahun 2022 tentang pembangunan proyek Pengolah Sampah Energi Listrik Pada awal tahun 2022 lalu, yang dipercaya kepada BUMD yaitu PT. Mitra Karta Raharja dengan masa kontrak satu tahun,” katanya.

    Namun ia mengaku miris, sebab mega proyek tersebut tidak ada progress yang jelas. Bahkan, saat ini sudah hampir memasuki pertengahan tahun 2023 yang artinya masa kontraknya sudah habis.

    “Mirisnya mega proyek tersebut tidak ada progres yang jelas, padahal sekarang sudah hampir masuk pertengahan 2023, artinya proyek tersebut sudah habis masa kontraknya,” tandasnya. (MUF)

  • Polda Diminta Juga Tangkap Pelaku PETI Cibeber

    Polda Diminta Juga Tangkap Pelaku PETI Cibeber

    LEBAK, BANPOS – Satuan Tugas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten menangkap empat tersangka bisnis galian emas ilegal di Rangkasbitung, Lebak. Keempatnya berinisial MT, NT, JL, dan SH.

    Menanggapi hal tersebut, pegiat lingkungan dan politisi di Lebak minta aparat Polda Banten menindak para pelaku praktik diduga Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang ada di kawasan Kecamatan Cibeber, Lebak Selatan (Baksel) yang justru dampaknya merusak lingkungan, menimbulkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3) dari pengolahannya, sehingga beberapa aliran sungai yang ada di kawasan itu tercemar.

    Pasalnya, saat ini Polda Banten dianggap hanya fokus pada satu target pengejaran pelaku PETI yang dari kawasan Lebak Utara yang dituding biang pendampak bencana banjir Lebak awal Januari lalu.
    Dalam komentarnya kepada BANPOS, Pegiat Lingkungan di Baksel, Didin Mujtahidin meminta aparat Direskrimsus Polda Banten untuk mendengar keluhan masih berkeliarannya praktik PETI di Cibeber.

    “Dalam hal ini kami minta aparat penegak hukum obyektif dalam melihat praktek persoalan pelanggaran yang sama. Jangan sampai yang jelas-jelas sudah melanggar masih dibiarkan, padahal aparat pun sudah tau dan mengenal para pelakunya. Itu jelas sama melanggar seperti halnya pelaku PETI yang di Lebak Utara,” ungkap Didin, Rabu (15/4).

    Menurutnya, keberadaan praktik PETI tersebut jelas telah nyata mencemari tiga aliran sungai yang vital bagi lingkungan dan warga pun tidak sedikit yang tergantung pada pemanfaatannya. “Coba aja itu beban emas hasil tambang diolah oleh para pelaku, diolah lalu pembuangannya yang mengandung senyawa kimia B-3 di buang ke sungai, seperti sungai Cibareno, Cimadur dan Cidikit, dan ini sudah lama berlangsung hingga sekarang. Padahal sungai itu banyak warga yang memanfaatkan. Kasihan warga, ini jangan dibiarkan para pelaku harus segera ditindak tegas,” tandasnya.

    Sementara, Sekretaris Komisi IV DPRD Lebak, Musa Weliansyah, meminta Direskrimsus Polda Banten tidak tebang pilih dalam mwbegakan hukum. Ia menegaskan, jangan sampai adanya pelanggaran PETI yang jelas sangat berdampak pada lingkungan, justru aparat abai dan melakukan pembiaran.

    “Aparat Polda harus obyektif melihat persoalan, praktik ilegal sudah jelas marak dan mengganggu lingkungan kenapa dibiarkan terus, jadi jangan menunggu korban lebih banyak baru tanggap. Saya kira direskrimsus Polda Banten sudah tau maraknya PETI di Cibeber itu, tolong itu gak bisa dibiarkan tapi harus dipidanakan,”pinta Musa.

    Soal pertambangan ilegal di Lebak yang berpotensi berdampak pada lingkungan diantaranya ada di beberapa tempat, seperti Kecamatan Cibeber, Cihara, Banjarsari dan Curugbitung.

    “Di Banjarsari dan Cihara marak penambang pasir kuarsa ilegal sekala besar hingga mengunakan alat berat. Di Curugbitung ada penambang cadas bidtonik dan di Kecamatan Cibeber ada penambang emas, ini tolong ditindak agar ada efek jera,” tutur politisi PPP Lebak menambahkan.

    Dalam konferensi persnya, Direktur Kriminal Khusus Polda Banten Kombes Pol Nunung Syaifudin menjelaskan bahwa keempat tersangka beroperasi di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Keempatnya diduga menjadi biang keladi bencana banjir bandang yang menerjang Lebak pada pergantian tahun 2020 lalu.

    Sebelumnya, petugas mengaku kesulitan menangkap tersangka NT lantaran sempat kabur ke Kalimantan Barat. Berkat kegigihan petugas, NT dapat dibekuk 8 April 2020 lalu. Sementara tiga tersangka lain dilaporkan menyerahkan diri kepada polisi 27 Januari 2020.

    “Ini merupakan tunggakan (perkara) kami Desember lalu, alhamdulillah dapat kami selesaikan,” katanya.
    Satu tersangka berinisial MT dihentikan proses penyidikan nya alias SP3 karena pernah disidik oleh Bareskrim Mabes Polri. Selanjutnya pihak Polda Banten menghentikan penyidikan yang bersangkutan untuk menghindari tumpang tindih perkara di dua wilayah hukum.

    “Dasar SP3 karena keterangan saksi ahli, keterangan saksi di TKP dan petikan putusan dari Pengadilan Lebak. Khawatir kami dipersalahkan,” kata Nunung.(WDO/PBN)