Tag: LSM Somasi

  • Dituding Kebiri Hak Warga Jatiwaringin, SEMMI Sebut Pemkab Tangerang Kolonial

    Dituding Kebiri Hak Warga Jatiwaringin, SEMMI Sebut Pemkab Tangerang Kolonial

    TANGERANG, BANPOS – Organisasi Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Cabang Tangerang, melakukan sidak ke TPA Jatiwaringin Mauk, Kabupaten Tangerang, Kamis (13/4) yang ditujukan untuk memonitoring kondisi di sekitar TPA Jatiwaringin. Dalam temuannya, masyarakat sekitar TPA diketahui belum mendapatkan hak-haknya.

    Oleh sebab itu, SEMMI akan malakukan Advokasi terhadap masyarakat terdampak TPA Jatiwaringin. Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 25 yang mengintruksikan tentang kompensasi bagi masyarakat terdampak TPA berupa relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan, pengobatan dan kompensasi lainnya, terlebih disebutkan sudah 30 tahun masyarakat menunggu iktikad baik Pemkab Tangerang sejak dibangunnya TPA Jatiwaringin.

    Ketua SEMMI Tangerang, Yanto mengungkapkan kekecewaan pada Pemkab Tangerang yang dituding melecehkan Konstitusi dengan mengebiri hak-hak yang seharusnya didapatkan masyarakat. Ia mengaku malu melihat pejabat yang disebut tega mengebiri hak rakyat.

    “Saya merasa malu melihat pejabat mengebiri hak rakyat. Menelanjangi konstitusi dan bertindak seperti pemerintah kolonial yang selalu ingkar dari janji dan tanggung jawab,” ujarnya.

    Yanto menceritakan keadaan masyarakat terdampak TPA Jatiwaringin dengan kondisi air yang sudah tercemar, kemudian masyarakat mengalami infeksi saluran pernapasan (ISPA), penyakit kulit, dan jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

    “Keadaannya sangat miris, air yang menjadi sumber kehidupan sudah tercemar, karena TPA hanya berjarak 50 meter dari pemukiman warga tanjakan mekar yang menyebabkan berbagai penyakit kulit,” ucapnya.

    Ia menyebut manajemen pengelolaan TPA buruk. Sehingga membuat banyak sampah terbakar yang berakibat pada Penyakit Uper Respiratory Tract Infection atau ISPA.

    “Tak kalah penting, kerusakan jalan sepanjang irigasi TPA Jatiwaringin menjadi langganan kecelakaan lalu lintas. Padahal Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Retribusi Sampah lebih dari Rp4,1 milliar pertahun,” tandasnya.

    Terpisah, Ketua LSM Solidaritas Mahasiswa Demokrasi (SOMASI), Indri Damayanthi, yang juga mendampingi masyarakat lebih dari setengah tahun terakhir untuk mendapatkan haknya itu menyebutkan pihaknya telah melakukan audiensi dengan Pemkab Tangerang. Dalam hal ini DPRD, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Bina Marga, Dinas Perkim, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.

    “Kami telah melakukan segala upaya untuk mendapatkan hak masyarakat, salah satunya audiensi di bulan Novermber 2022, yang menghasilkan beberapa kesepakatan antara masyarakat dan Pemerintah, seperti pemberian air bersih, puskesmas pembantu, perbaikan jalan, bedah rumah layak huni, dan kompensasi uang,” ujarnya.

    Namun, kata dia, hingga saat ini yang baru terealisasi hanya air bersih saja. Walau begitu, ia mengaku pendistribusian air bersih sudah hampir satu bulan belum didistribusikan kembali.

    “Hingga saat ini baru air bersih saja yang dipenuhi, itupun sudah hampir satu bulan tidak didistribusikan lagi. Sungguh miris sekali,” ucapnya.

    Pengamat lingkungan, Ghozi Ahmad Ghozaly, mengatakan bahwa pemerintah seharusnya lebih peduli tentang keadaan masyarakat terdampak. Kemudian mendorong percepatan pembangunan Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL) sesuai Perbup Tangerang Nomor 3 Tahun 2022 yang disebut tak jelas progresnya.

    “Dalam hal ini, sudah sewajibnya Pemerintah kabupaten Tangerang segera mungkin menindaklanjuti atas fenomena yang terjadi serta lebih memperhatikan keadaan masyarakat sekitar TPA, termasuk amanah yang tercantum dalam Perbup Tangerang No 3 tahun 2022 tentang pembangunan proyek Pengolah Sampah Energi Listrik Pada awal tahun 2022 lalu, yang dipercaya kepada BUMD yaitu PT. Mitra Karta Raharja dengan masa kontrak satu tahun,” katanya.

    Namun ia mengaku miris, sebab mega proyek tersebut tidak ada progress yang jelas. Bahkan, saat ini sudah hampir memasuki pertengahan tahun 2023 yang artinya masa kontraknya sudah habis.

    “Mirisnya mega proyek tersebut tidak ada progres yang jelas, padahal sekarang sudah hampir masuk pertengahan 2023, artinya proyek tersebut sudah habis masa kontraknya,” tandasnya. (MUF)