SERANG, BANPOS – Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) selaku pengelola bendungan Sindangheula disebut mencari pembenaran. Hal ini dikarenakan penolakannya terkait pandangan bahwa bendungan Sindangheula merupakan penyebab banjir bandang di Kota Serang pada 1 Maret lalu.
Bahkan dinyatakan oleh balai di bawah naungan Kementerian PUPR itu, banjir Kota Serang bisa lebih parah jika tanpa bendungan tersebut.
Demikian disampaikan Kepala BBWSC3, I Ketut Jayada, usai mengunjungi Pemkot Serang untuk melakukan koordinasi pasca bencana banjir di Kota Serang. Dalam rapat koordinasi tersebut, sejumlah hal diajukan oleh Pemkot Serang untuk dapat dilakukan oleh BBWSC3, terkait dengan sungai Cibanten.
Ketut mengatakan, saat ini publik seolah-olah menuduh bahwa bendungan Sindangheula merupakan penyebab dari banjir bandang di Kota Serang kemarin. Padahal menurutnya, keberadaan bendungan Sindangheula dibangun untuk mereduksi banjir di daerah yang dilalui sungai Cibanten, salah satunya Kota Serang.
“Karena ini terminologinya dibikin penyebab banjir itu bendungan Sindangheula. Padahal justru bendungan Sindangheula itu membantu mengurangi dampak banjir,” ujarnya di Puspemkot Serang, Selasa (22/3).
Diketahui, sejumlah pihak seperti Relawan Banten hingga Walikota Serang, menyebutkan bahwa penyebab banjir bandang di Kota Serang selain curah hujan, salah satunya adalah bendungan Sindangheula yang dituding pengelolaannya kurang baik.
Ketut mengatakan, yang namanya bendungan tentu salah satunya memiliki fungsi untuk mereduksi banjir dan mengurangi dampak dari banjir. Namun memang, setiap bendungan memiliki kemampuan untuk menampung air yang berbeda-beda.
“Kemampuan mereduksi banjir ini setiap bendungan berbeda-beda. Ada yang besar kemampuan tampungannya, ada yang kecil. Nah tergantung dari kapasitas tampung yang memang di anugerah tuhan, cekungan alam itu (sungai), berapa kapasitasnya. Seperti Sindangheula, ini 9 juta (meter kubik),” jelasnya.
Sehingga, ia mengaku heran dengan pihak-pihak yang menyalahkan bendungan Sindangheula atas bencana banjir bandang yang terjadi di Kota Serang kemarin. Ia mengklaim, jika tidak ada bendungan Sindangheula, banjir yang terjadi di Kota Serang kemarin, akan memiliki dampak yang lebih parah.
“Nah terminologinya kenapa penyebabnya bendungan Sindangheula. Padahal dia sudah membantu mengurangi dampak banjir. Artinya kalau tidak ada bendungan Sindangheula, lebih besar lagi. Karena sudah ada 9 juta kubik air sudah ditahan di sana,” ungkapnya.
Di sisi lain, Ketut menuturkan bahwa sejumlah permintaan dari Pemkot Serang dalam penanganan masalah banjir di Kota Serang yakni berkaitan dengan normalisasi sungai Ciujung, saat ini masih dalam tahap pengajuan. Belum pasti apakah pihaknya akan menyetujui keinginan dari Pemkot Serang tersebut.
“Saya belum bisa men declare apakah ini nanti akan menormalisasi, ataukah membuat tanggul, atau merelokasi penduduk, itu berdasarkan hasil studi nanti. Namun setelah saya menerima surat usulan dari pak Walikota ini, kami akan segera melakukan koordinasi ke Jakarta (Kementerian),” ucapnya.
Sementara itu, Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa pihaknya sengaja mengundang BBWSC3 untuk menyalurkan aspirasi kepada Kementerian PUPR melalui BBWSC3, terkait dengan pemulihan pasca-bencana banjir bandang.
Syafrudin mengatakan, sejumlah hal diajukan oleh pihaknya, termasuk bantuan untuk memperbaiki sejumlah infrastruktur yang rusak akibat banjir bandang seperti jalan, jembatan dan rumah warga. Termasuk melakukan normalisasi sungai Cibanten.
“Yang paling signifikan adalah sedimentasi sungai Cibanten yang menjadi tanggung jawab BBWSC3. Jadi saya mohon tidak harus menunggu DED, karena statusnya sudah jelas. Mohon kepada Kepala Balai untuk dapat segera melakukan normalisasi di sungai Cibanten untuk mengantisipasi banjir berikutnya,” katanya.
Menanggapi pernyataan BBWSC3, Relawan Banten, Lulu Jamaludin, mengatakan bahwa pihak BBWSC3 hanya mencari pembenaran saja atas permasalahan yang terjadi. Menurutnya, banjir bandang yang terjadi kemarin pun salah satu penyebabnya ialah kegagalan BBWSC3 dalam memprediksi debit air.
“Saya rasa itu hanya pembenaran saja. Mencari cara bagaimana menyalahkan sungai. Padahal seharusnya pihak pemerintah dan BBWSC3 juga harus bisa memprediksi, bagaimana ketika sungai Cibanten itu meluap, apa langkah-langkah yang akan dilakukan,” ujarnya.
Lulu mengaku, sampai saat ini pihaknya melihat BBWSC3 hanya bisa menyalahkan kondisi sungai yang penuh dengan sampah, dangkal dan bantaran sungainya yang penuh dengan bangunan. Padahal seharusnya, BBWSC3 harus bisa memberikan solusi sekaligus langkah preventif apabila terjadi bencana.
“Harus diingat, sungai Cibanten itu ada sebelum bendungan dibangun. Jadi jangan salahkan sungai Cibantennya. Kita juga kemarin menyoroti langkah dari BBWSC3 yang dalam hal koordinasi masih buruk, sehingga tidak ada langkah pencegahan terjadinya bencana seperti banjir bandang kemarin,” tandasnya.(DZH/PBN)