Tag: Mabes Polri

  • Korupsi Tanah dan Mafia Sertifikat

    Korupsi Tanah dan Mafia Sertifikat

    Persoalan tanah sampai saat ini masih menjadi hal yang tak kunjung selesai. Tangan-tangan dari para ‘mafia’ yang diduga melakukan korupsi tanah, tak henti-hentinya mencoba merebut tanah dari masyarakat, dengan berbagai cara. Berbagai upaya dari pemerintah seakan-akan tak berguna, lantaran celah terbesar bagi para mafia tanah untuk beraksi, justru dari sistem administrasi pertanahan itu sendiri.

    SUASANA rumah TJ sepi saat BANPOS mendatanginya. Rumah tingkat dua itu berada di pinggir Jalan Sawahluhur, Kelurahan Kilasah, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Beberapa kali BANPOS mencoba memanggil TJ maupun orang yang berada di dalam rumah tersebut, namun tidak ada yang merespon. Meski demikian, sayup-sayup terdengar suara aktivitas mencuci dari dalam rumah tersebut. Sekitar dua jam pada hari-hari yang berbeda BANPOS menunggu, namun tidak membuahkan hasil.

    Menurut keterangan warga sekitar, memang TJ jarang terlihat keluar rumah. Pria yang merupakan mantan Kepala Desa serta mantan Anggota DPRD Kota Serang ini, disebut-sebut sebagai biang kerok atas permasalahan pertanahan di Kelurahan Kilasah. Pasalnya, TJ mengambil alih 25 persen tanah yang berada di Kelurahan Kilasah.

    “Informasi ini kami dapatkan saat kami tengah membantu klien kami yang saat ini tengah mengalami penyerobotan lahan. Warga dan pihak kelurahan menyampaikan bahwa TJ ini memang menguasai secara ilegal, 25 persen luas tanah di Kilasah,” ujar Sekretaris Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) DPN Permahi, Rizki Aulia Rohman.

    Menurut Rizki, TJ mulai menguasai 25 persen tanah di Kelurahan Kilasah, pada saat TJ masih menjabat sebagai Kepala Desa kisaran tahun 2000-an. TJ pada saat itu, memanfaatkan program pemerintah yakni Program Nasional Agraria (Prona), untuk mematok-matok tanah dan menerbitkan sertifikat secara asal, tanah milik warga. Setelah itu, sertifikat tersebut dikuasai oleh TJ seorang.

    “Memang pada saat itu, pemerintah sedang gembar-gembor melakukan sertifikasi terhadap tanah. Dengan dalih mengejar target, TJ ini akhirnya asal melakukan pendataan tanah. Lalu sebanyak 25 persen tanah di Kilasah dikuasai oleh dia administrasinya,” ungkapnya.

    Tanah-tanah yang sertifikatnya dikuasai oleh TJ tersebut, kata Rizki, banyak yang digadaikan hingga dijual oleh TJ. Hal itu bahkan menimbulkan konflik antara pemilik tanah, dengan mereka yang memegang sertifikat tanah hasil gadaian atau penjualan tersebut.

    Rizki mengatakan, dugaan mafia tanah yang bercokol di Kecamatan Kasemen, sangat kuat terasa. Saat ini, LKBH DPN Permahi bahkan tengah mengadvokasi sejumlah masyarakat di Kecamatan Kasemen, yang menjadi korban praktik mafia tanah.

    Sekretaris Direktur LKBH DPN Permahi, Rizki Aulia Rohman.

    Salah satu perkara yang tengah ditanganinya yakni penyerobotan lahan yang terjadi di Kelurahan Sawahluhur. Perkara tersebut menurutnya salah satu bentuk dugaan mafia tanah, dengan memanfaatkan celah pada sistem pertanahan.

    Pasalnya, tanah milik kliennya yakni AS, yang merupakan warisan dari ibunya yakni TK, tiba-tiba berganti status kepemilikan menjadi atas nama CD. Padahal, pihaknya tidak pernah merasa menjual tanah tersebut, apalagi dokumen girik miliknya masih dipegang. Usut punya usut, pergantian kepemilikan tanah itu terjadi sejak tahun 1997, dengan terbitnya Akta Jual Beli (AJB), yang terjadi antara JNR dengan MYD.

    “Anehnya, tanah tersebut bisa diperjualbelikan tanpa adanya dokumen kepemilikan dari pihak penjual. Dalam AJB yang kami telah pegang pun, tidak ada dasar atas kepemilikan tanah. Harusnya kan misalkan berdasarkan AJB, girik atau dokumen kepemilikan lainnya seperti bukti waris, ini tidak ada,” terangnya.

    Setelah secara diduga ilegal berpindah kepemilikan, tanah milik kliennya pun menurut Rizki, kembali berpindah kepemilikan kepada CD. Dalam AJB yang tertera, CD tertulis sebagai warga Kecamatan Kasemen. Namun saat ditelusuri pada alamat yang tertera, CD tidak ada di sana. Bahkan Rizki mengaku, dirinya mendapatkan surat resmi dari RT/RW setempat yang menyatakan bahwa tidak pernah ada warga yang bernama CD, di lingkungan tersebut.

    “Setelah kami telusuri lagi datanya, ternyata CD ini merupakan warga Medan. Dia menggunakan domisili di Kasemen cuma biar lebih mudah dalam transaksinya,” ungkap Rizki.

    Menurut dia, saat ini perkara tersebut masih dalam proses penyelesaian. Yang lucu menurunya, ada salah satu oknum pejabat kewilayahan di Kecamatan Kasemen, yang merayu untuk mendamaikan permasalahan tersebut, dan siap membayar tanah seluas 4.485 m2 dengan harga Rp100 ribu per meter persegi. “Ya kami menolak, pasarannya aja di atas Rp500 ribu,” katanya tertawa.

    Terpisah, berdasarkan informasi yang diterima BANPOS dari masyarakat sekitar, terdapat pula permasalahan tanah yang melibatkan dugaan pemalsuan dokumen pertanahan. Kasus tersebut juga melibatkan mantan Kepala Desa lainnya berinisial MS.

    Kasus yang melibatkan MS dan terjadi pada tahun 2020 ini berkaitan dengan penerbitan akta hibah bodong. Penerbitan akta hibah bodong itu terjadi antara MS dan LM. Keduanya masih terikat persaudaraan. Disebutkan, MS telah membuat sekitar 10 Sertifikat Hak Milik (SHM) milik LM, dihibahkan kepada dirinya dan orang lain dengan akta bodong tersebut.

    Modus yang dilakukan oleh MS yakni mengetik sendiri akta hibah mengatasnamakan LM dan suaminya selaku pihak yang turut menghibahkan, dan memalsukan tanda tangan dari pihak-pihak terkait. Setelah keluar akta hibah yang disebut bodong itu, beberapa diantaranya diregister ke Kantor Pertanahan, dan beberapa lainnya digadai serta dijual.

    Salah satu staf Kelurahan Kilasah yang bertugas mengurusi pertanahan, Syamsudin, membenarkan bahwa terdapat sejumlah permasalahan terkait dengan pertanahan di Kelurahan Kilasah. Bahkan, permasalahan tersebut bisa dikatakan cukup pelik, hingga membuat bingung masyarakat hingga ke pihak-pihak lainnya seperti Perbankan.

    Bagaimana tidak, Syamsudin menuturkan bahwa 25 persen dari tanah yang ada di Kelurahan Kilasah, ‘bergentayangan’. Pernyataan tersebut membenarkan informasi dari yang disampaikan oleh Rizki, terkait penguasaan tanah oleh mantan Kepala Desa, TJ.

    Menurut Syamsudin, 25 persen tanah yang disebutnya bergentayangan itu, terjadi akibat kegiatan Prona pada tahun 2000 lalu. Pada saat itu, berbagai tanah milik masyarakat maupun tanah bengkok, disertifikatkan secara asal. Selanjutnya, tanah yang telah terbit sertifikatnya itu, fisik sertifikatnya tidak pernah sampai kepada yang berhak.

    “Memang permasalahannya cukup banyak. Kami pernah bahkan mendapatkan persoalan sertifikat tanah yang dimiliki oleh orang Tangerang. Dalam sertifikat yang dipegang itu, tertulis tanahnya seluas 10 ribu meter persegi. Tapi setelah dicek fisik, ternyata hanya ada seribu meter persegi saja. Mungkin ditambah nol-nya di sertifikat,” ungkapnya.

    Permasalahan seperti itu kata Syamsudin, sudah kerap dia hadapi. Beberapa waktu yang lalu, terdapat pihak dari Perbankan, datang ke Kantor Kelurahan. Kedatangan mereka untuk melakukan eksekusi sita terhadap bidang tanah, atas pinjaman yang diambil menggunakan SHM milik warga Kilasah.

    “Saya yang mengurus pada saat itu. Ketika tahu bahwa ini sertifikat tanah yang ternyata masuk ke dalam 25 persen itu, saya sampaikan kepada pihak Bank yang mau mengeksekusi. Namun ketika tetap ingin mengeksekusi, saya sampaikan ‘pak punten, kalau nanti Senin datang lagi, bapak bawa alat pertahanan diri saja saya titip. Karena ini orang (pemilik asli tanah) jawara’. Ternyata benar, ketika mau eksekusi, pemilik tanahnya sudah mengasah golok,” cerita dia.

    Menurutnya, pemilik tanah saat didatangi oleh pihak bank, sudah menjelaskan bahwa sejak tahun 2000, mereka sama sekali tidak memegang sertifikat tanah tersebut. Alasannya, sertifikat tanah yang merupakan hasil Prona, belum juga jadi. Persoalan itu pun telah Syamsudin sampaikan kepada pihak bank.

    “Jadi sertifikat tanahnya itu katanya belum jadi saja sejak tahun 2000. Tapi tiba-tiba rumahnya mau dieksekusi. Dulu mah kan KTP belum elektronik. KTP milik bapak misalkan, ditempel foto saya. Bisa kita gadaikan akhirnya. Data kami, ada tiga sertifikat yang digadaikan ke bank, dan itu tiga bersaudara,” terang dia.

    Ia mengatakan, saat ini pun tengah mengurusi permasalahan serupa, yang melibatkan warga Menes, Pandeglang. Ia mengatakan, belum lama ini, ada warga Menes yang datang ke kantor Kelurahan Kilasah, dan mengaku memiliki tanah di Kilasah. Klaimnya karena warga Menes tersebut, memegang sertifikat tanah. Namun Syamsudin tahu jika tanah itu pun masuk ke dalam daftar tanah 25 persen itu.

    “Mereka datang dua mobil. Akhirnya saya tanya, ini sertifikat tanah warga Kilasah, bisa bapak pegang dalam rangka apa? Apakah jual beli, apa gadai, atau pinjam? Atau jangan-jangan ini bapak gelapkan? Karena ini bisa dilaporkan, ini hak orang lain. Terlebih tanah ini sebenarnya sudah diwakafkan oleh pemilik tanah yang asli. Luasnya 5 ribu meter persegi,” katanya.

    Syamsudin menduga, hampir seluruh sertifikat tanah yang masuk ke dalam 25 persen tersebut, sudah dijual maupun digadaikan. Pasalnya, sertifikat-sertifikat tersebut sudah bertebaran di mana-mana, dan kerap datang ke kantor Kelurahan Kilasah dengan cara yang menurutnya tidak tepat.

    “Jadi banyak memang yang lagi sengketa. Kami itu kalau ada orang yang datang ke sini membawa sertifikat, kami sampaikan ‘awas pak kalau yang sebenarnya punya (sertifikat) tahu, nanti bapak dituduh penggelapan, bisa dilaporkan. Kecuali bapak punya dokumen yang jelas terkait dengan kepemilikan itu’. Jadi kami sekaligus mencari tahu keberadaan sertifikat tanah itu,” ucapnya.

    Selain dugaan penggelapan sertifikat tanah oleh TJ, Syamsudin pun membenarkan terkait dengan pembuatan sejumlah akta hibah diduga palsu, yang dilakukan oleh MS. Menurutnya, salah satu akta hibah itu diterbitkan pada bidang tanah yang ada di Kelurahan Kilasah seluas 7.487 meter persegi.

    Syamsudin mengatakan, persoalan itu terjadi memang karena adanya ketidakakuran antar keluarga. Ditambah, MS merupakan mantan Kepala Desa, sehingga memahami terkait dengan administrasi pertanahan.

    “Yang tua (MS) memang mantan lurah. Dia bisa otak-atik, dibuat lah hibah, hibah, hibah. Mereka tidak akur, malah sempat marah-marah kepada saya karena saya pernah memproses salah satu penjualan tanahnya. Kenapa saya proses, karena ketika dicek di BPN pun tanahnya terdaftar atas nama MS, terlepas bagaimana itu bisa teregister,” jelasnya.

    Bukan hanya terjadi di Kota Serang saja persoalan dugaan mafia tanah, hal itu juga terjadi di Kabupaten Lebak. Bahkan, masyarakat yang merasa menjadi korban praktik mafia tanah itu, sampai melakukan aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri, guna meminta kejelasan atas permasalahan yang sebelumnya telah dilaporkan itu.

    Adalah warga Desa Jayasari Kecamatan Cimarga, yang diduga menjadi korban mafia tanah. Dipimpin oleh Harda Belly, puluhan masyarakat desa tersebut mendatangi Mabes Polri, bahkan sampai menginap di sana. Perjuangan mereka pun membuahkan hasil.

    Aktivis Pemuda Pejuang Keadilan (PPK), Harda Belly, saat dikonfirmasi BANPOS mengatakan bahwa kasus mafia tanah yang ada di Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak telah naik ke tahapan penyidikan.

    Bahkan, lanjutnya, pada saat aksi yang dilakukan oleh puluhan masyarakat di depan Mabes Polri beberapa waktu silam, pihak Bareskrim Polri menyatakan akan segera menetapkan tersangka pada kasus tersebut.

    “Iya kami semua percaya dengan petugas Kepolisian di bawah kepemimpinan Kapolri pak Listyo Sigit Prabowo, yang akan memberantas segala bentuk mafia tanah,” kata Harda kepada BANPOS, Kamis (24/8).

    Ia menjelaskan, selain penyerobotan rumah masyarakat, permasalahan tersebut juga berdampak pada lingkungan seperti lahan milik warga setempat.

    Harda menegaskan, terdapat banyak pihak yang ikut andil dalam penyerobotan lahan tersebut. Menurut informasi yang ia dapatkan, pasca aksi demonstrasi beberapa hari lalu, terdapat sebagian warga yang menerima kembali sertifikat tanahnya.

    “Tentunya ini menjadi tanda tanya besar. Ya, saya sekali lagi yakin, tidak ada yang kebal hukum, kami (PPK) akan terus mengawal kasus ini,” tegasnya.

    Berdasarkan informasi yang didapat BANPOS, modus operandi yang dilakukan oleh mafia tanah di Desa Jayasari, tak berbeda dengan yang dilakukan di Kecamatan Kasemen, yakni menguasai secara ilegal sertifikat tanah milik masyarakat. Sertifikat itulah yang akhirnya diperdagangkan hingga menimbulkan peristiwa penyerobotan tanah milik warga.

    Aksi yang dilangsungkan oleh puluhan warga Desa Jayasari di depan Mabes Polri, sempat ‘dilawan’ oleh aksi yang dilakukan oleh warga Desa Jayasari lainnya. Namun, aksi tersebut justru menyoroti terkait dengan dukungan terhadap investasi yang dilakukan oleh eks Bupati Lebak, Mulyadi Jayabaya, di sana. Aksi tandingan itu tidak membicarakan terkait dengan dugaan penyerobotan lahan.

    “Alhamdulillah, sejak adanya galian pasir milik Pak JB (Mulyadi Jayabaya) di sini, jalan menuju Jayasari dari Rangkasbitung, yang dulunya sulit dilalui kendaraan kini sudah dibeton. Begitu juga warga yang belum teraliri listrik kini diberi listrik gratis,” ungkap Masri, warga Kampung Sari Mulya, Desa Jayasari, dalam aksi itu, dilansir dari RM.ID.

    Di tempat yang sama, Arwan dari Forum Solidaritas Jayasari mengatakan, kelompok masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi Jakarta menuntut berbagai hal. Karena minimnya informasi yang diterima warga, sehingga banyak warga yang terprovokasi dan tidak tahu masalah ikut berdemonstrasi.

    “Warga salah menerima informasi tanpa melakukan tabayyun, sehingga sulit dipertanggungjawabkan sebagai sebuah fakta. Akibat dari dentuman informasi tersebut, membuat masyarakat Jayasari telah dipolarisasi,” ucapnya.

    Menurut Arwan, warga Jayasari yang tanahnya terkena pembebasan lahan galian pasir, baik yang sudah memiliki sertifikat maupun tanah Garapan, telah mendapatkan keadilan dalam bentuk pembayaran yang tuntas. Forum Solidaritas Jayasari pun merasa perlu melakukan menyampaikan hal ini tidak lagi terjadi kesalahpahaman.

    “Kami berhimpun dalam bentuk klarifikasi atas tuduhan yang didengungkan, karena sesungguhnya kami hanya butuh ketenangan,” tandasnya.

    Harda Belly mengaku enggan merespon pemberitaan tersebut. Namun yang pasti, dirinya bersama warga yang menggelar unjuk rasa di depan Mabes Polri, mengaku puas dengan jawaban dari pihak Kepolisian. (MYU/MUF/DZH)

  • Masyarakat Jayasari-Lebak Gerudug Mabes Polri, Adukan Permasalahan Mafia Tanah

    Masyarakat Jayasari-Lebak Gerudug Mabes Polri, Adukan Permasalahan Mafia Tanah

    JAKARTA, BANPOS – Ratusan masyarakat Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak menggelar aksi demonstrasi di Mabes Polri.

    Diketahui, aksi yang dilakukan sejak Rabu (16/8) siang tersebut menuntut Presiden, Menkopolhukam hingga Kapolri untuk mengusut tuntas permasalahan Mafia Tanah yang ada di Jayasari, Lebak.

    “Kita datang tanpa bayaran, ini suara rakyat. Di momentum kemerdekaan ini kita sampaikan bahwa masyarakat Lebak belum merdeka,” kata Koordinator Aksi, Harda Belly, dalam orasinya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, puluhan ibu-ibu membawa anaknya saat menggelar aksi, dengan menggelar spanduk sebagai alasnya di depan Mabes Polri.

    Hingga berita ini ditulis, diketahui massa aksi akan bermalam di lokasi aksi hingga tuntutan mereka dapat diterima oleh Kapolri. (MYU/DZH)

  • Menpora: Keberadaan penonton Liga 1, 2 dan 3 tergantung evaluasi

    Menpora: Keberadaan penonton Liga 1, 2 dan 3 tergantung evaluasi

    JAKARTA, BANPOS – Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali mengatakan keberadaan penonton di stadion pada lanjutan Liga 1, 2 dan 3 musim 2022-2023tergantung pada evaluasi yang dilakukan seiring bergulirmya kompetisi-kompetisi tersebut.

    “Tentu dalam perjalanannya akan ada evaluasi yang dilakukan pemerintah dan Polri. Bisa saja ada hal-hal yang perlu diperbaiki,” ujar Zainudin Amali usai bertemu dengan Menkopolhukam Mahfud MD dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Kantor Kemenpolhukam, Jakarta, Senin.

    Menpora melanjutkan, evaluasi nantinya akan melibatkan pemerintah, dalam hal ini beberapa kementerian seperti Kemenpora, KemenPUPR dan Kemenkes, lalu PSSI, operator kompetisi PT Liga Indonesia Baru (LIB) serta Polri.

    Evaluasi kemudian akan menghasilkan rekomendasi yang berujung pada keluarnya izin dari pihak Polri.

    “Izin itu (keberadaan penonton-red) tergantung Polri,” kata Menpora.

    Pemerintah secara resmi mengizinkan berlangsungnya kembali Liga 1, 2 dan 3 musim 2022-2023 dengan syarat tanpa penonton di stadion.

    Liga sempat terhenti karena terjadinya peristiwa berdarah di Stadion Kanjuruhan, Malang, awal Oktober 2022. Tragedi itu menewaskan 135 orang dan melukai ratusan lainnya.

    Pernyataan pemerintah itu disampaikan oleh Menkopolhukam Mahfud MD di Kantor Kemenpolhukam, Jakarta, Senin (5/12), setelah melakukan rapat dengan Menpora Zainudin Amali dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

    Dalam kesempatan itu, Kapolri menegaskan bahwa pihaknya selalu mendukung pelaksanaan kompetisi sepak bola Indonesia demi prestasi yang mengharumkan nama bangsa.

    Namun, pascaperistiwa di Stadion Kanjuruhan, Polri yang juga menjadi bagian dari Gugus Tugas Transformasi Sepak Bola Indonesia merumuskan sebuah regulasi yaitu Peraturan Polri Nomor 10 tahun 2022 tentang Pengamanan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga.

    Regulasi ini ditetapkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada 28 Oktober 2022 lalu diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 4 November 2022.

    “Di dalam aturan itu mengatur juga soal pengamanan sepak bola, evaluasi, perizinan, metode serta rangkaian pengamanan baik sebelum, saat dan setelah pertandingan. Penyesuaian dengan aturan FIFA juga diperjelas termasuk penggunaan gas air mata. Oleh karena itu, sesuai kesepakatan, Polri mendukung untuk menyelesaikan sisa kompetisi yang ada,” kata Kapolri.

    Kembalinya kompetisi sepak bola Indonesia ditandai dengan sepak mula lanjutan Liga 1 Indonesia 2022-2023 pada Senin (5/12).

    Empat pertandingan hari pertama lanjutan Liga 1 itu adalah Bhayangkara FC versus PSS, Madura United versus PSIS, PSM versus Persikabo dan Persita versus Bali United.

    LIB menggulirkan lanjutan Liga 1 Indonesia 2022-2023 dengan format terpusat atau gelembung (bubble), tanpa penonton stadion, di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sampai putaran pertama (hingga pekan ke-17) tuntas.

    Setelah itu, pada putaran kedua, Liga 1 akan kembali dengan format normal kandang-tandang. (ANT)

  • Polri: Helikopter P-1103 Jatuh Karena Cuaca

    Polri: Helikopter P-1103 Jatuh Karena Cuaca

    JAKARTA, BANPOS – Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan mengatakan Helikopter Polairud tipe NBO 105 dengan nomor register P-1103 dinyatakan jatuh di Perairan Belitung Timur karena cuaca.

    “Kami menyimpulkan sementara helikopter jatuh karena cuaca di perairan Manggar Belitung,” kata Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin.

    Kesimpulan ini berdasarkan dari perkembangan pencarian dan temuan-temuan yang berhasil diperoleh Tim SAR dan masyarakat di lapangan.

    Ia menyebutkan, setelah helikopter yang membawa empat kru anggota Polri itu hilang kontak pada Minggu siang (27/11/2022) pukul 13.45 WIB, dari hasil pencarian yang dilakukan ditemukan sejumlah material dari kendaraan besi tersebut.

    Pada pukul 20.30 WIB salah seorang nelayan melaporkan telah ditemukan sandaran kursi penumpang helikopter di Perairan Manggar Belitung dekat pantai.

    “Dengan temuan tersebut fokus pencarian diarahkan di perairan Manggar Belitung,” ujar Ramadhan.

    Kemudian, lanjut dia, pagi tadi pukul 07.58 WIB, tim pencarian melaporkan telah menemukan satu jenazah yang diduga salah satu kru dari helikopter milik Polairud tersebut.

    “Identitas masih akan diperiksa karena sementara masih proses evakuasi,” ujarnya.

    Mantan Kabagpenum Divisi Humas Polri itu mengatakan pencarian masih terus dilakukan oleh Tim SAR dari Ditpolairud dibantu Basarnas, TNI AU, dan Polda Bangka Belitung.

    Pencarian dipantau langsung oleh Kabaharkam, Kepala Korps Polairud, Karo Binmas dan Ditpolairur Polri.

    Diberitakan sebelumnya, pada Minggu (27/11), terdapat dua helikopter Polairud Polri yang melakukan penerbangan dari Palangkaraya menuju Pangkalan Bun, yakni Helikopter nomor register P-1103 dan P-1113.

    Kedua helikopter masing-masing membawa empat kru, yakni kru helikopter P-1103, AKP Arif Rahman, Briptu Lasminto, Aipda Joko M dan Bripda Muhammad Khoirul Anam.

    Sedangkan kru helikopter P-1113 adalah AKP Togu, IPDA Rexy Subroto, Bripka Soleh dan Bripda Erwin.

    Kedua helikopter dalam kondisi layak terbang. Saat melakukan penerbangan melewati cuaca buruk, di mana kapten pilot helikopter P-1113 mengambil keputusan untuk naik ke ketinggian 5.000 kaki. Dan kapten pilot helikopter P-1103 mengambil keputusan untuk turun menuju ketinggian 3.500 kaki.

    Posisi dipukul 14.24 WIB, kapten pilot heli P-1113 berusaha memanggil kru helikopter P-1103 melalui frekuensi radio helikopter namun tidak ada jawaban.

    Kemudian pukul 14.24 WIB, kapten pilot helikopter P-1113 setelah mendarat di Bandara Tanjung Pandang mengecek posisi helikopter P-1103 di menara pemantau, sudah tidak terlihat.

    Berdasarkan data dari Tim SAR gabungan, identitas satu jenazah yang ditemukan pagi tadi, atas nama Bripda Muhammad Khoirul Anam, selaku teknisi pelaksana Ditpoludara. Posisi jenazah ditemukan di Pantai Burung Mandi Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. (ANT)

  • Tim SAR Temukan Satu Korban Helikopter Polri Jatuh di Belitung Timur

    Tim SAR Temukan Satu Korban Helikopter Polri Jatuh di Belitung Timur

    PANGKALPINANG, BANPOS – Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri berhasil menemukan satu personel korban kecelakaan Helikopter tipe NBO-105 milik Polri atas nama Bripda Anam di Pantai Burung Mandi Kabuapten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Senin (28/11) pagi.

    “Betul, satu personel korban kecelakaan helikopter sudah ditemukan dan saat ini sudah dievakuasi dan dibawa ke RSUD Manggar Kabupaten Belitung Timur,” kata Kabid Humas Polda Kepulauan Babel AKBP Maladi melalui pesan singkat diterima Perum LKBN Antara Babel, Senin. (ANT)

  • Helikopter Milik Polri Hilang Kontak di Perairan Belitung Timur

    Helikopter Milik Polri Hilang Kontak di Perairan Belitung Timur

    BELITUNGTIMUR, BANPOS – Helikopter tipe Bell 105 milik Polri dengan nomor registrasi P-1103 dikabarkan hilang kontak di wilayah Perairan Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Minggu (27/11/2022) siang.

    Helikopter tersebut bertolak dari Pangkalan Bun, Provinsi Kalimantan Tengah menuju Bandara Internasional HAS Hanandjoeddin, Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

    Dilaporkan sebanyak empat anggota Polri berada di dalam helikopter tersebut.

    “Sebenarnya domainnya ada di Air Nav, namun sampai saat ini, info yang kami terima dari Air Nav seperti itu (hilang kontak),” kata Executive General Manager (EGM) PT Angkasa Pura II Cabang Bandara Internasional H. AS Hanandjoeddin Belitung, Khaerul Assidiqi di Tanjung Pandan, Minggu.

    Ia mengatakan, saat ini pihak bandara internasional H.AS Hananjoeddin mendapatkan permintaan untuk memperpanjang jam operasional bandara.

    “Kalau dari bandara saat ini lebih kepada ada request operating hour diperpanjang dan sebagainya, sementara begitu saja,” ujarnya.

    Khaerul menambahkan, jam operasional bandara internasional H.AS Hanandjoeddin diperpanjang guna menanti kabar kepastian informasi mengenai helikopter yang dilaporkan hilang kontak tersebut.

    “Sampai saat ini kami masih monitor dan stand by,” katanya.

    Khaerul belum dapat memastikan terkait jadwal penerbangan helikopter tersebut, karena merupakan ranah pihak Air Nav bandara setempat.

    “Kalau schedule lebih ke Air Nav yang mengetahui,” ujarnya.

    Khaerul menegaskan, saat ini pihaknya masih menunggu rilis resmi terkait kabar penerbangan helikopter tersebut.

    “Belum ada rilis resmi, sampai sekarang kami masih stand by, ” katanya. (ANT)

  • Kunjungi Posyan, Tim Wasops Propam Mabes Polri Ingatkan Soal Body Sistem dan Pelayanan Humanis

    Kunjungi Posyan, Tim Wasops Propam Mabes Polri Ingatkan Soal Body Sistem dan Pelayanan Humanis

    MERAK, BANPOS- Tim Pengawas Operasional (Wasops) Propam Mabes Polri Brigjen Pol Iswiyoto Agoeng meninjau kesiapan dan pengamanan arus mudik di posko pelayanan (posyan) Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Kamis (28/4/2022).

    Kapolres Serang AKBP Yudha Satria mengatakan peninjauan oleh Wasops Mabes Polri dilakukan untuk memastikan kesiapan dan pengamanan arus mudik Lebaran Idul Fitri 2022.

    Kesiapan kali ini menjadi penting kata Kapolres, mengingat tahun ini pertama kalinya lagi masyarakat Indonesia diperbolehkan mudik Lebaran setelah 2 tahun sebelumnya dilarang karena pandemi Covid-19.

    “Jadi pengamanan maupun pelayanan untuk musim mudik tahun ini sangat berbeda karena masyarakat 2 tahun tidak berlebaran di kampung halaman. Jadi pengamanan atau pelayanan kepada masyarakat harus berjalan maksimal,” kata Kapolres.

    Selain dituntut memberikan pelayanan yang humanis, para personil yang bertugas juga diingatkan menggunakan body sistem untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan selama menjalankan tugas pengamanan.

    “Sesuai arahan Tim Wasops lakukan body sistem dan saling melindungi dalam menjalankan tugas pelayanan namun tetap humanis dalam melayani masyarakat,” kata Kapolres didampingi Wakapolres Kompol Rahmat Sampurno dan Kaposyan Modern AKP Samsul Fuad.

    Hal lain yang jadi penekanan yaitu memberikan imbauan kepada seluruh masyarakat yang melaksanakan mudik lebaran untuk tetap disiplin Protokol Kesehatan (Prokes) dan melengkapi vaksinasi dosis III atau booster.

    Hal itu, kata Kapolres, lantaran pandemi Covid-19 di Indonesia hingga sampai saat ini belum usai, meskipun telah terkendali.

    “Laksanakan himbauan untuk senantiasa waspada dan tetap menjalankan protokol kesehatan secara disiplin terutama memakai masker dan segera melengkapi vaksinasi dosis III atau booster,” ujar Kapolres.

    Kapolres melanjutkan pemudik dapat memanfaatkan gerai vaksinasi yang tersedia di seluruh Pos Pengamanan, Pos Pelayanan, dan Pos Terpadu Operasi Ketupat 2022. (red)