Tag: mafia tanah

  • Akhirnya Mafia Tanah Jayasari Terungkap, Ternyata…

    Akhirnya Mafia Tanah Jayasari Terungkap, Ternyata…

    LEBAK, BANPOS – Kasus dugaan mafia tanah di Desa Jayasari Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak yang diduga melibatkan mantan Bupati Lebak, Mulyadi Jayabaya, akhirnya mulai menemui titik terang setelah beberapa tahun laporan atas kasus tersebut dilayangkan.

    Berdasarkan informasi yang Dihimpun BANPOS, terdapat dua terduga pelaku yang telah diamankan oleh pihak Polda Banten. Ternyata, terduga mafia tanah tersebut merupakan perangkat desa dan petani.

    Dalam Surat Perintah Penangkapan Nomor Sp.Kap /161/XII/2023/Ditreskrimum yang ditandatangani oleh Direktur Reses Kriminal Umum Polda Banten, tercantum nama IS dengan pekerjaan Perangkat Desa/Kepala Desa.

    Serta dalam Surat Perintah Penangkapan Nomor Sp.Kap /16w/XII/2023/Ditreskrimum yang ditandatangani oleh Direktur Reses Kriminal Umum Polda Banten, tercantum nama JM dengan pekerjaan sebagai petani.

    Dalam kedua surat diatas disebutkan bahwa, “Karena berdasarkan bukti permulaan yang cukup telah melakukan Tindak Pidana barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga Bersama menggunakan kekerasan terhadap orang/barang dan atau pengrusakan dan atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 dan atau 406 KUHPidana dan atau Pasal 372 KUHPidana.” (MYU/DZH)

  • Mantan Bupati Lebak Diajak Duel Pendemo Jayasari

    Mantan Bupati Lebak Diajak Duel Pendemo Jayasari

    LEBAK, BANPOS – Kasus dugaan penyerobotan tanah warga Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak yang sampai saat ini masih belum rampung, membuat ratusan massa kembali melakukan aksi demonstrasi ke Gedung DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lebak, Senin (2/10) untuk menuntut keadilan atas kasus tersebut.

    Diketahui, pada 16 hingga 17 Agustus lalu, puluhan warga Jayasari bersama aktivis telah melakukan aksi demonstrasi di depan gedung Mabes Polri. Aksi tersebut dilakukan hingga membuat puluhan massa aksi bermalam di depan gerbang mabes menggunakan spanduk sebagai alas. Pada aksi tersebut telah dijanjikan bahwa dalam waktu dekat akan segera muncul penetapan nama tersangka.

    Pada aksi kali ini, ratusan warga Jayasari yang juga diikuti oleh sejumlah ibu-ibu dan anak-anak didampingi oleh puluhan aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Banten Bersatu (MBB).

    Salah satu orator pada aksi tersebut, Romeo mengatakan, dirinya bersama seluruh massa aksi datang tanpa ada bayaran dan perintah dari siapapun. Ia menerangkan, pihaknya telah mendapatkan banyak tekanan, intimidasi bahkan ancaman pembunuhan selama melakukan aksi memperjuangkan hak warga Jayasari mulai dari aksi Jilid I, II dan III hingga datang ke Pemerintah Kabupaten Lebak.

    “Kalau mememang JB berani, ulah make batur. Datang kadie kana aing gelut jeng aing hiji lawan hiji, (jangan pakai orang lain, datang kesini kehadapan saya berantem satu lawan satu),” tegas Romeo dalam orasinya.

    Salah satu warga, Masnah mengatakan, dirinya memiliki luas tanah dengan sertifikat seluas 110.000m². Namun, sertifikatnya dipinjam oleh RT setempat dengan pengakuan untuk difotokopi.

    “Sertifikatnya masih ada di saya, tapi tanah saya sudah jadi tambang pasir,” ujar Masnah.

    Ia menegaskan, dirinya tidak mendapatkan ganti rugi bersama dengan 30 warga lain.
    “Kami ingin perampas ditangkap dan diadili seadil-adilnya,” tandasnya.

    Sementara itu, Aktivis Pemuda Pejuang Keadilan (PPK), Harda Belly yang juga ikut mendampingi sejak awal pergerakan warga Jayasari dilakukan menilai kasus tersebut mandeg dan warga masih belum mendapatkan kabar terkait tindak lanjutnya.

    “Yang pasti kami meminta keadilan atas hukum yang ditegakan dalam kasus mafia tanah ini. Maka dari itu, kami kembali melakukan aksi,” kata Harda kepada BANPOS, Senin (2/10).

    Ia menerangkan, terdapat beberapa tuntutan yang dibawa warga Jayasari diantaranya, menuntut agar Praktek Penguasa yang sewenang-wenang di Kabupaten Lebak bisa dihentikan, menegakan hukum dengan adil dan mengusut tuntas permasalahan Mafia Tanah.

    “Kami meminta agar para mafia tanah yang merampas tanah warga Jayasari dan tanah negara bisa segera dijebloskan ke penjara,” tegasnya.

    Harda menjelaskan, kehadiran warga Jasayari ke Depan Gedung Kantor Bupati Lebak Dan DPRD Lebak sudah sangat tepat untuk memohon agar para pejabat di Kabupaten Lebak terketuk hati untuk menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.

    “Bupati dan wakil rakyat di pilih oleh rakyat dan digaji oleh rakyat tentu haruslah berpihak kepada rakyat,” jelasnya.

    Ia memaparkan, warga Jayasari hanya meminta hak mereka untuk diberikan pergantian tanah yang diduga dirampas oleh mafia tanah, harusnya bupati maupun wakil rakyat bisa menjadi penengah menyelesaikan masalah ini dan memanggil kedua belah pihak untuk duduk bersama dan di dengarkan siapa yang benar dan siapa yang salah.

    “Bupati maupun DPRD harus ingat bahwa tahun 2024 mereka akan meminta suara masyarakat tapi harusnya mereka juga mau mendengarkan jeritan masyarakat,” paparnya.

    Lanjut Harda, aksi damai yang dilakukan oleh warga Jayasari merupakan perjuangan untuk mencari keadilan, jangan sampai para pejabat Lebak tutup telinga.

    “Ingat, negara kita sudah 78 tahun merdeka jangan biarkan kembali ada penjajahan di tanah Lebak, mereka ingin hidup tenang dan senang, mereka ingin melanjutkan hidup dan menyekolahkan anak mereka agar kedepan bisa menjadi kebanggaan keluarga. Tapi jika sawah dan tanah mereka dirampas dan tidak diganti, bagaimana mereka bisa mewujudkan cita-cita mereka untuk memiliki anak dan cucu yang pintar dan dapat sekolah tinggi,” katanya.

    Harda berharap, kasus tersebut cepat diselesaikan oleh Aparat Kepolisian dengan menetapkan semua yang terlibat dan tanah yang dirampas diganti dan dikembalikan ke pemiliknya.

    “Segera tangkap semua mafia tanah di Lebak dan kembalikan tanah yang sudah dirampas ke warga,” tandasnya.

    Sejumlah warga Jayasari mengaku mendapatkan tindakan intimidasi dari berbagai pihak, seperti yang diungkapkan oleh salah satu warga Jayasari, Sanajaya saat diwawancarai wartawan.

    Ia mengaku mendapatkan banyak tekanan dari berbagai pihak setelah melakukan aksi ke Mabes Polri.

    “Sejak aksi jilid I di Jakarta, kami dihubungi banyak pihak yang mengatakan mau diganti rugi dengan sebanyak apa hingga ancaman kekerasan. Namun, kami menolak dan mengatakan biar Mabes Polri yang menyelesaikan,” jelasnya.

    Di tempat yang sama, Koordinator aksi, Rizwan mengatakan, kedatangan masyarakat Jayasari untuk mempertanyakan keberpihakan Pemkab Lebak dalam menanggapi permasalahan tambang ilegal yang ada di lokasi tersebut.

    Ia menjelaskan, 40 hektare lahan diserobot paksa untuk dijadikan tambang pasir yang mana didalamnya terdapat 29 kuburan.

    “Kami menuntut kepada pihak Pemkab Lebak untuk menutup tambang ilegal tersebut. Kami sulit sekali mendapatkan keadilan yang padahal sudah melakukan pelaporan sejak empat tahun lalu mulai ke Polsek, Polres, Polda hingga Mabes Polri agar hak masyarakat dapat dikembalikan,” tandasnya.(MYU/DZH)

  • Dugaan Penyerobotan Lahan oleh JB Akan Diadukan ke TNI

    Dugaan Penyerobotan Lahan oleh JB Akan Diadukan ke TNI

    LEBAK, BANPOS – Gugatan terkait dugaan perampasan tanah garapan masyarakat di Lebak oleh mantan Bupati Lebak masih belum berakhir, ribuan elemen masyarakat dan aktivis akan kembali melakukan aksi unjuk rasa Jilid II ke Jakarta pada hari Jumat besok.

    Informasi yang didapat BANPOS, rencana ribuan warga itu tergabung dalam Masyarakat Banten Bersatu (MBB) yang didalamnya ada 50 organisasi massa dan mahasiswa. Mereka akan kembali berkumpul di depan Gedung Menkopolhukam, Mabes Polri, Gedung KPK dan akan melakukan Audiensi dengan Panglima TNI.

    Dalam rilisnya, tokoh MBB dari Fraksi Rakyat Lebak, Rizwan Comrade yang sekaligus salah satu koordinator aksi menyebut, bahwa aksi kali ini akan lebih besar dari aksi sebelumnya,

    “Aksi ini bertujuan untuk melawan praktik-praktik Mafia Tanah yang sangat merajalela di Kabupaten Lebak, datanya kita ada. Pokoknya nanti akan turun 50 organisasi massa dan juga dari mahasiswa di Lebak. Mabes TNI sudah siap nerima kita. Untuk Korlapnya nanti saya, bang Hakiki Hakim, Juliana dan perwakilan yang lainnya. Serta dari aktivis hukum di Serang,” ujarnya kepada BANPOS, Rabu (30/8).

    Menurut Rizwan, aksi ini dipicu oleh serangkaian dugaan kasus penyerobotan tanah rakyat di desa Jayasari Kecamatan Cimarga, yang merupakan tanah hak milik, dan juga ratusan hektare tanah negara garapan masyarakat di desa Cilograng Kecamatan Cilograng.

    “Pemicu aksi ini adalah terkait perampasan tanah hak milik di Cimarga. Selain itu tanah hak garapan masyarakat di Cilograng yang diduga telah dirampas oleh mantan penguasa Lebak seluas 67,2 Hektar yang diplotkan untuk keluarganya. Ini sebenarnya yang sempat mencuat beberapa bulan ini,” ungkap Rizwan.

    Tak hanya itu saja, Rizwan juga menyampaikan informasi dari Kuasa Hukum warga Desa Jayasari Rudi dari Chakrabhinus, yang menerangkan perkembangan pelaporan sudah pada tahap dimulainya penyidikan di kepolisian.

    “Kuasa hukum sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Banten. Artinya, kemungkinan dalam waktu dekat akan segera ada penetapan tersangka. Di sini Saya akan menyerukan aksi kembali, mengetuk pintu hati dan mengabarkan kepada para petinggi negara bahwa mafia tanah telah merampas hak-hak masyarakat dan keadilan warga Lebak,” ungkapnya.

    Di akhir rilis, Rizwan Comrade yang juga aktivis Kumala ini mengajak semua aktivis yang bergerak pada sosial kontrol di Lebak untuk turun bersama melawan dugaan segala ketidakadilan terhadap masyarakat.

    “Kita harus berdiri bersama melawan ketidakadilan ini, agar tanah warga Jayasari dan juga yang ada di desa Cilograng bisa kembali kepada pemegang hak, dan menjadi sumber kehidupan berkelanjutan bagi warga penggarap,” papar Rizwan.

    Ketika dihubungi via telepon untuk meminta klarifikasi, Mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya belum mengangkat telpon, dan ketika berita ini ditulis pun pesan elektronik yang dikirim BANPOS belum dijawab. (WDO/PBN)

  • Rawan Mafia, Tak Punya Buku Induk Tanah

    Rawan Mafia, Tak Punya Buku Induk Tanah

    SALAH satu pencegahan terjadinya praktik mafia tanah salah satunya adalah memastikan administrasi pertanahan lengkap. Termasuk oleh pihak kelurahan yang seharusnya memiliki buku induk tanah, yang berisikan peta kepemilikan tanah, termasuk risalahan perpindahan kepemilikan atas tanah di wilayahnya.

    Meski termasuk sebagai arsip yang penting, sejumlah kelurahan di Kecamatan Kasemen justru tidak memiliki buku induk tanah di wilayahnya. Salah satu kelurahannya yakni Kelurahan Terumbu. Diketahui, kelurahan tersebut tidak memiliki buku induk tanah sejak berganti status dari desa menjadi kelurahan.

    Lurah Terumbu, Mujino, saat dikonfirmasi BANPOS membenarkan hal tersebut. Menurutnya, hal itu lantaran lurah-lurah sebelumnya, tidak memberikan arsip buku induk tanah, kepada lurah setelahnya. Hal itu pada akhirnya membuat pihak kelurahan kehilangan atas riwayat pertanahan di sana.

    “Selama saya di sini memang saya belum pernah melihat. Memang saat pergantian pejabat lurah itu tidak ada menyerahkan buku catatan dari pejabat yang lalu kepada yang baru, termasuk saya,” ujarnya saat diwawancara di ruang kerjanya.

    Menurut dia, untuk saat ini, pelayanan pertanahan di Kelurahan Terumbu mengandalkan catatan-catatan yang sudah ada dari surat-surat terdahulu seperti AJB maupun SHM. Namun tetap, pihaknya terkendala dengan penelusuran riwayat pertanahan di sana.

    “Jadi untuk saat ini, selain dengan catatan yang sudah ada juga dari pegawai-pegawai yang sudah lama di kelurahan ini, yang bisa menjelaskan riwayat tanah, bagaimana blok-blok di sana. Jadi sebenarnya kendalanya cukup banyak, apalagi masyarakat masih kurang tertib terkait dengan administrasi pertanahan. Misalkan ketika menjual, hanya memindahtangankan sertifikat, tidak membuat AJB,” ungkapnya.

    Berdasarkan informasi yang diterima BANPOS, mantan Sekretaris Desa Terumbu, Ahmad Yani, justru memiliki data lengkap terkait dengan pertanahan di wilayah tersebut. Bahkan terkadang, pihak BPN kerap menghubunginya untuk memastikan lokasi tanah di Kelurahan Terumbu.

    Ahmad Yani saat diwawancara BANPOS, membenarkan bahwa dirinya masih memiliki arsip administrasi pertanahan, yang ada di Kelurahan Terumbu. Menurutnya, arsip tersebut merupakan milik pribadi, selama dirinya menjabat sebagai Sekretaris Desa.

    Ia pun sempat menunjukkan kepada BANPOS, peta tanah dan buku induk buatannya sendiri. Peta tanah tersebut dibuat dengan cara menggabungkan sejumlah kertas, dan dibuat dengan gambar tangan. Selain administrasi itu, ia juga mengetahui pemilik dan penguasaan terhadap blok-blok yang ada di sana.

    “Jadi ini sebenarnya salinan, buatan saya sendiri. Saya juga hapal untuk lokasi-lokasinya dimana saja. Kalau dokumen yang asli sebenarnya ada di Kantor Kelurahan,” ujar Ahmad Yani kepada BANPOS.

    Ahmad Yani saat menunjukkan kepada BANPOS, peta tanah dan buku induk buatannya sendiri. (Muflikhah/Banten Pos)

    Namun saat diberitahu bahwa kelurahan tidak memiliki dokumen tersebut, menurutnya kemungkinan besar dokumen itu dibawa pergi oleh lurah-lurah sebelumnya. Pasalnya, dia mengaku telah memberikan seluruh dokumen tersebut setelah selesai menjabat sebagai Sekretaris Desa.

    “Mungkin dibawa pergi sama lurah sebelumnya. Karena sudah saya berikan. Kalau yang ini hanya salinan, arsip pribadi saja sebenarnya,” ungkap dia.

    Meski arsip pribadi, Ahmad Yani mengaku siap memberikannya kepada pihak Kelurahan Terumbu, asalkan untuk penggandaannya dilakukan sendiri oleh pihak kelurahan. “Silakan kalau pihak kelurahan butuh, tapi modal dong,” ucapnya.

    Menurut dia, beberapa kali pihak BPN dan pihak-pihak lainnya, mendatangi dirinya untuk menanyakan terkait dengan peta pertanahan di Kelurahan Terumbu. Bahkan, dirinya juga sempat mendamaikan permasalahan pertanahan yang terjadi di sana.

    “Alhamdulillah dengan adanya arsip ini, saya sering didatangi banyak pihak, termasuk BPN. Saya sendiri bisa menjelaskan setiap blok yang ada di Kelurahan Terumbu itu milik siapa, pernah juga menyelesaikan sengketa tanah karena tahu riwayat pertanahan di sini,” tandasnya. (DZH)

  • Administrasi Pertanahan Mudah Diakali?

    Administrasi Pertanahan Mudah Diakali?

    SEJUMLAH upaya dilakukan oleh pemerintah guna menangani permasalahan mafia tanah. Salah satunya yakni dengan menggencarkan gerakan pemasangan patok tanda batas (Gemapatas), agar tidak diserobot oleh pihak-pihak lainnya. Selain itu, Kementerian ATR/BPN, khususnya Kanwil BPN Provinsi Banten, juga memiliki sejumlah program guna memberantas mafia tanah.

    Sekretaris Direktur LKBH DPN Permahi, Rizki Aulia Rohman, mengatakan bahwa salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan mafia tanah, adalah dengan perbaikan pengadministrasian tanah. Pasalnya, sejumlah kasus penyerobotan tanah oleh oknum-oknum terjadi lantaran mudahnya mengakali administrasi pertanahan.

    “Misalkan pemalsuan-pemalsuan dokumen pertanahan, selama ada niat buruk atau mens rea dari pihak yang memiliki kewenangan, bisa terbit itu Akta Jual Beli (AJB) palsu, atau dokumen administrasi pertanahan lainnya,” ujar Rizki.

    Selain itu, proses pembuatan administrasi pertanahan, khususnya di tingkat kecamatan, juga masih terdapat banyak permasalahan. Praktiknya, pihak kecamatan selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) terkadang tidak meninjau langsung lokasi tanah, yang akan diperjualbelikan.

    “Sehingga batas-batas yang ada, akhirnya bisa terserobot secara dokumen. Hal ini sudah kerap terjadi, makanya ada dokumen ganda dan lain sebagainya. Seharusnya ada pengecekan lokasi, lalu melengkapi syarat-syarat administrasi,” terang Rizki.

    Kasus tersebut pernah terjadi di Kelurahan Bendung, Kecamatan Kasemen. Pada saat itu, para mafia tanah yang terdiri dari perangkat kelurahan hingga ke pihak Kantor Pertanahan, dengan mudahnya membuat AJB palsu seluas 11 hektare, di atas tanah-tanah milik warga.

    “Maka dari itu, untuk menyelesaikan sengkarut masalah tanah ini, harus dilakukan sampai ke akar-akarnya. Bagaimana sistem pengadministrasian tanah hingga komitmen pejabat terkait, agar tidak terjadi celah penyelewengan,” katanya.

    Sementara itu, Jafung Pertanahan Bidang 2 pada Kanwil BPN Banten, Aris Setiantoro, mengatakan bahwa pihaknya telah banyak melakukan upaya, guna memberantas mafia tanah. Salah satunya yakni melakukan edukasi kepada masyarakat, terkait dengan pertanahan.

    “Edukasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak tertipu terhadap suatu transaksi. BPN atau setiap Kantor Pertanahan membuat ruang konsultasi, setiap Kantor Pertanahan membuka ruang pengaduan termasuk ruang konsultasi hukum,” ujarnya.

    Ruang konsultasi hukum itu menurut Aris, membuka kesempatan bagi masyarakat untuk memahami apa saja yang harus disiapkan sebelum masyarakat mau melakukan transaksi, apa yang harus masyarakat pahami, apa yang harus masyarakat lakukan, serta mengedukasi ketika masyarakat sudah punya sertifikat.

    “Sertifikat tanah itu adalah barang berharga, sehingga kami juga mengedukasi bagaimana cara masyarakat menyimpan. Selain itu, di setiap Kantor Pertanahan juga ada namanya ruang pengaduan, kemudian program konsultasi yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Untuk konsultasi yang dilakukan secara tidak langsung bisa melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, contohnya ada program Sultan di Kantah Tangsel,” ungkapnya.

    Aris menerangkan, secara kelembagaan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas mafia tanah. Bahkan, upaya tersebut juga dilakukan bersamaan dengan para Aparat Penegak Hukum (APH). Pihaknya pun terus melakukan sosialisasi, baik itu sosialisasi pencegahan tindak pidana pertanahan yang berimplikasi luas, maupun tindak pidana yang ringan.

    “Bentuk sosialisasinya kita mengundang audiens Camat, kemudian pihak stakeholder kelurahan maupun pegawai BPN hingga masyarakat secara umum. Kemudian, kami menghadirkan pembicara dari BPN selaku ahli selanjutnya dari Kepolisian, Kejaksaan maupun dari Ombudsman,” tuturnya.

    Pihak BPN pun secara aktif bersama dengan APH, membantu melakukan penyidikan dengan memberikan dokumen-dokumen atau apapun yang dibutuhkan oleh APH, guna memperlancar penyidikan permasalahan mafia tanah.

    “Jadi memang secara kelembagaan kita secara terus-menerus melakukan aksi, termasuk mempromosikan, mensosialisasikan melalui banner-banner yang ada di Kantor Pertanahan. Di setiap ruang pelayanan kita menempel pamflet anti-mafia tanah, artinya ini untuk mengingatkan kembali kepada setiap masyarakat agar waspada,” ucapnya.

    Terkait dengan sejumlah kasus yang terjadi di Kecamatan Kasemen maupun di Desa Jayasari, khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dokumen pertanahan, Aris menuturkan bahwa pihaknya telah secara tegas mengingatkan kepada para camat selaku PPATS, agar tidak bermain-main dalam pembuatan dokumen pertanahan. Bahkan saat pengangkatan, mereka juga dilakukan peningkatan kualitas, agar tidak terjadi penyelewengan.

    “Peningkatan kualitas itu syarat wajib yang harus diikuti, agar para calon PPATS ini memperoleh pemahaman pengetahuan, berkaitan dengan tugas-tugas pokok, bagaimana cara membuat akta, tanggung jawab dia selaku pembuat akta. Lalu secara administrasinya seperti apa, kewajibannya juga apa,” katanya.

    Hal yang sama juga dilakukan terhadap PPAT. Untuk mencegah terjadinya penyelewengan kewenangan oleh para PPAT maupun PPATS, pihak BPN telah membentuk Majelis Pembinaan dan Pengawas Daerah hingga Wilayah (MPPD dan MPPW) untuk para PPAT.

    “Tujuannya untuk menampung, membina, termasuk apabila ada pengaduan misalnya PPAT tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, itu nanti bisa diusulkan mulai dari teguran hingga pemberhentian secara tidak hormat. Jadi ada jenjangnya,” tuturnya.

    Sementara itu, Kepala Sub Bagian Umum dan Humas pada Kanwil BPN Banten, Mutmainah, mengatakan bahwa terkait dengan adanya dugaan pemalsuan dalam pembuatan dokumen pertanahan, seperti pemalsuan tanda tangan hingga pemalsuan lainnya, hal itu sudah masuk ke ranah hukum.

    “Kalau yang terindikasi adanya fraud seperti pemalsuan surat, temuan pemalsuan tanda tangan, itu sudah ranahnya APH, dan BPS sifatnya membantu proses penyidikan itu. Apa yang dibutuhkan oleh penyidik tentunya BPN akan kooperatif,” ujarnya.

    Untuk mencegah masyarakat menjadi korban mafia tanah, Mutmainah menuturkan bahwa masyarakat harus benar-benar menjaga sertifikat tanah miliknya, jangan melakukan penggadaian sertifikat di bawah meja, dan pastikan tanah mereka dimanfaatkan.

    “Yang paling penting jaga tanahnya, manfaatkan tanahnya. Jadi jangan sampai idle. Tanahnya itu hanya disertifikatkan saja tapi tidak dikelola, tidak dikuasai oleh pemilik, harus betul-betul dijaga. Pastikan penguasaan fisik dilakukan,” ucapnya.

    Terakhir, ia menuturkan bahwa pihak BPN tengah melakukan alih media. Alih media dilakukan agar tidak ada lagi pemalsuan sertifikat secara fisik, yang kerap dilakukan oleh para mafia tanah.

    “Dengan kita mengelektronikan data, itu mencegah pemalsuan-pemalsuan sertifikat. Proses awal ini masih tanah-tanah instansi pemerintah, selanjutnya ada alih media untuk sertifikat-sertifikat masyarakat. Alih media itu pelayan elektronik termasuk sertifikat elektronik,” terangnya. (MUF/DZH)

  • Korupsi Tanah dan Mafia Sertifikat

    Korupsi Tanah dan Mafia Sertifikat

    Persoalan tanah sampai saat ini masih menjadi hal yang tak kunjung selesai. Tangan-tangan dari para ‘mafia’ yang diduga melakukan korupsi tanah, tak henti-hentinya mencoba merebut tanah dari masyarakat, dengan berbagai cara. Berbagai upaya dari pemerintah seakan-akan tak berguna, lantaran celah terbesar bagi para mafia tanah untuk beraksi, justru dari sistem administrasi pertanahan itu sendiri.

    SUASANA rumah TJ sepi saat BANPOS mendatanginya. Rumah tingkat dua itu berada di pinggir Jalan Sawahluhur, Kelurahan Kilasah, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Beberapa kali BANPOS mencoba memanggil TJ maupun orang yang berada di dalam rumah tersebut, namun tidak ada yang merespon. Meski demikian, sayup-sayup terdengar suara aktivitas mencuci dari dalam rumah tersebut. Sekitar dua jam pada hari-hari yang berbeda BANPOS menunggu, namun tidak membuahkan hasil.

    Menurut keterangan warga sekitar, memang TJ jarang terlihat keluar rumah. Pria yang merupakan mantan Kepala Desa serta mantan Anggota DPRD Kota Serang ini, disebut-sebut sebagai biang kerok atas permasalahan pertanahan di Kelurahan Kilasah. Pasalnya, TJ mengambil alih 25 persen tanah yang berada di Kelurahan Kilasah.

    “Informasi ini kami dapatkan saat kami tengah membantu klien kami yang saat ini tengah mengalami penyerobotan lahan. Warga dan pihak kelurahan menyampaikan bahwa TJ ini memang menguasai secara ilegal, 25 persen luas tanah di Kilasah,” ujar Sekretaris Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) DPN Permahi, Rizki Aulia Rohman.

    Menurut Rizki, TJ mulai menguasai 25 persen tanah di Kelurahan Kilasah, pada saat TJ masih menjabat sebagai Kepala Desa kisaran tahun 2000-an. TJ pada saat itu, memanfaatkan program pemerintah yakni Program Nasional Agraria (Prona), untuk mematok-matok tanah dan menerbitkan sertifikat secara asal, tanah milik warga. Setelah itu, sertifikat tersebut dikuasai oleh TJ seorang.

    “Memang pada saat itu, pemerintah sedang gembar-gembor melakukan sertifikasi terhadap tanah. Dengan dalih mengejar target, TJ ini akhirnya asal melakukan pendataan tanah. Lalu sebanyak 25 persen tanah di Kilasah dikuasai oleh dia administrasinya,” ungkapnya.

    Tanah-tanah yang sertifikatnya dikuasai oleh TJ tersebut, kata Rizki, banyak yang digadaikan hingga dijual oleh TJ. Hal itu bahkan menimbulkan konflik antara pemilik tanah, dengan mereka yang memegang sertifikat tanah hasil gadaian atau penjualan tersebut.

    Rizki mengatakan, dugaan mafia tanah yang bercokol di Kecamatan Kasemen, sangat kuat terasa. Saat ini, LKBH DPN Permahi bahkan tengah mengadvokasi sejumlah masyarakat di Kecamatan Kasemen, yang menjadi korban praktik mafia tanah.

    Sekretaris Direktur LKBH DPN Permahi, Rizki Aulia Rohman.

    Salah satu perkara yang tengah ditanganinya yakni penyerobotan lahan yang terjadi di Kelurahan Sawahluhur. Perkara tersebut menurutnya salah satu bentuk dugaan mafia tanah, dengan memanfaatkan celah pada sistem pertanahan.

    Pasalnya, tanah milik kliennya yakni AS, yang merupakan warisan dari ibunya yakni TK, tiba-tiba berganti status kepemilikan menjadi atas nama CD. Padahal, pihaknya tidak pernah merasa menjual tanah tersebut, apalagi dokumen girik miliknya masih dipegang. Usut punya usut, pergantian kepemilikan tanah itu terjadi sejak tahun 1997, dengan terbitnya Akta Jual Beli (AJB), yang terjadi antara JNR dengan MYD.

    “Anehnya, tanah tersebut bisa diperjualbelikan tanpa adanya dokumen kepemilikan dari pihak penjual. Dalam AJB yang kami telah pegang pun, tidak ada dasar atas kepemilikan tanah. Harusnya kan misalkan berdasarkan AJB, girik atau dokumen kepemilikan lainnya seperti bukti waris, ini tidak ada,” terangnya.

    Setelah secara diduga ilegal berpindah kepemilikan, tanah milik kliennya pun menurut Rizki, kembali berpindah kepemilikan kepada CD. Dalam AJB yang tertera, CD tertulis sebagai warga Kecamatan Kasemen. Namun saat ditelusuri pada alamat yang tertera, CD tidak ada di sana. Bahkan Rizki mengaku, dirinya mendapatkan surat resmi dari RT/RW setempat yang menyatakan bahwa tidak pernah ada warga yang bernama CD, di lingkungan tersebut.

    “Setelah kami telusuri lagi datanya, ternyata CD ini merupakan warga Medan. Dia menggunakan domisili di Kasemen cuma biar lebih mudah dalam transaksinya,” ungkap Rizki.

    Menurut dia, saat ini perkara tersebut masih dalam proses penyelesaian. Yang lucu menurunya, ada salah satu oknum pejabat kewilayahan di Kecamatan Kasemen, yang merayu untuk mendamaikan permasalahan tersebut, dan siap membayar tanah seluas 4.485 m2 dengan harga Rp100 ribu per meter persegi. “Ya kami menolak, pasarannya aja di atas Rp500 ribu,” katanya tertawa.

    Terpisah, berdasarkan informasi yang diterima BANPOS dari masyarakat sekitar, terdapat pula permasalahan tanah yang melibatkan dugaan pemalsuan dokumen pertanahan. Kasus tersebut juga melibatkan mantan Kepala Desa lainnya berinisial MS.

    Kasus yang melibatkan MS dan terjadi pada tahun 2020 ini berkaitan dengan penerbitan akta hibah bodong. Penerbitan akta hibah bodong itu terjadi antara MS dan LM. Keduanya masih terikat persaudaraan. Disebutkan, MS telah membuat sekitar 10 Sertifikat Hak Milik (SHM) milik LM, dihibahkan kepada dirinya dan orang lain dengan akta bodong tersebut.

    Modus yang dilakukan oleh MS yakni mengetik sendiri akta hibah mengatasnamakan LM dan suaminya selaku pihak yang turut menghibahkan, dan memalsukan tanda tangan dari pihak-pihak terkait. Setelah keluar akta hibah yang disebut bodong itu, beberapa diantaranya diregister ke Kantor Pertanahan, dan beberapa lainnya digadai serta dijual.

    Salah satu staf Kelurahan Kilasah yang bertugas mengurusi pertanahan, Syamsudin, membenarkan bahwa terdapat sejumlah permasalahan terkait dengan pertanahan di Kelurahan Kilasah. Bahkan, permasalahan tersebut bisa dikatakan cukup pelik, hingga membuat bingung masyarakat hingga ke pihak-pihak lainnya seperti Perbankan.

    Bagaimana tidak, Syamsudin menuturkan bahwa 25 persen dari tanah yang ada di Kelurahan Kilasah, ‘bergentayangan’. Pernyataan tersebut membenarkan informasi dari yang disampaikan oleh Rizki, terkait penguasaan tanah oleh mantan Kepala Desa, TJ.

    Menurut Syamsudin, 25 persen tanah yang disebutnya bergentayangan itu, terjadi akibat kegiatan Prona pada tahun 2000 lalu. Pada saat itu, berbagai tanah milik masyarakat maupun tanah bengkok, disertifikatkan secara asal. Selanjutnya, tanah yang telah terbit sertifikatnya itu, fisik sertifikatnya tidak pernah sampai kepada yang berhak.

    “Memang permasalahannya cukup banyak. Kami pernah bahkan mendapatkan persoalan sertifikat tanah yang dimiliki oleh orang Tangerang. Dalam sertifikat yang dipegang itu, tertulis tanahnya seluas 10 ribu meter persegi. Tapi setelah dicek fisik, ternyata hanya ada seribu meter persegi saja. Mungkin ditambah nol-nya di sertifikat,” ungkapnya.

    Permasalahan seperti itu kata Syamsudin, sudah kerap dia hadapi. Beberapa waktu yang lalu, terdapat pihak dari Perbankan, datang ke Kantor Kelurahan. Kedatangan mereka untuk melakukan eksekusi sita terhadap bidang tanah, atas pinjaman yang diambil menggunakan SHM milik warga Kilasah.

    “Saya yang mengurus pada saat itu. Ketika tahu bahwa ini sertifikat tanah yang ternyata masuk ke dalam 25 persen itu, saya sampaikan kepada pihak Bank yang mau mengeksekusi. Namun ketika tetap ingin mengeksekusi, saya sampaikan ‘pak punten, kalau nanti Senin datang lagi, bapak bawa alat pertahanan diri saja saya titip. Karena ini orang (pemilik asli tanah) jawara’. Ternyata benar, ketika mau eksekusi, pemilik tanahnya sudah mengasah golok,” cerita dia.

    Menurutnya, pemilik tanah saat didatangi oleh pihak bank, sudah menjelaskan bahwa sejak tahun 2000, mereka sama sekali tidak memegang sertifikat tanah tersebut. Alasannya, sertifikat tanah yang merupakan hasil Prona, belum juga jadi. Persoalan itu pun telah Syamsudin sampaikan kepada pihak bank.

    “Jadi sertifikat tanahnya itu katanya belum jadi saja sejak tahun 2000. Tapi tiba-tiba rumahnya mau dieksekusi. Dulu mah kan KTP belum elektronik. KTP milik bapak misalkan, ditempel foto saya. Bisa kita gadaikan akhirnya. Data kami, ada tiga sertifikat yang digadaikan ke bank, dan itu tiga bersaudara,” terang dia.

    Ia mengatakan, saat ini pun tengah mengurusi permasalahan serupa, yang melibatkan warga Menes, Pandeglang. Ia mengatakan, belum lama ini, ada warga Menes yang datang ke kantor Kelurahan Kilasah, dan mengaku memiliki tanah di Kilasah. Klaimnya karena warga Menes tersebut, memegang sertifikat tanah. Namun Syamsudin tahu jika tanah itu pun masuk ke dalam daftar tanah 25 persen itu.

    “Mereka datang dua mobil. Akhirnya saya tanya, ini sertifikat tanah warga Kilasah, bisa bapak pegang dalam rangka apa? Apakah jual beli, apa gadai, atau pinjam? Atau jangan-jangan ini bapak gelapkan? Karena ini bisa dilaporkan, ini hak orang lain. Terlebih tanah ini sebenarnya sudah diwakafkan oleh pemilik tanah yang asli. Luasnya 5 ribu meter persegi,” katanya.

    Syamsudin menduga, hampir seluruh sertifikat tanah yang masuk ke dalam 25 persen tersebut, sudah dijual maupun digadaikan. Pasalnya, sertifikat-sertifikat tersebut sudah bertebaran di mana-mana, dan kerap datang ke kantor Kelurahan Kilasah dengan cara yang menurutnya tidak tepat.

    “Jadi banyak memang yang lagi sengketa. Kami itu kalau ada orang yang datang ke sini membawa sertifikat, kami sampaikan ‘awas pak kalau yang sebenarnya punya (sertifikat) tahu, nanti bapak dituduh penggelapan, bisa dilaporkan. Kecuali bapak punya dokumen yang jelas terkait dengan kepemilikan itu’. Jadi kami sekaligus mencari tahu keberadaan sertifikat tanah itu,” ucapnya.

    Selain dugaan penggelapan sertifikat tanah oleh TJ, Syamsudin pun membenarkan terkait dengan pembuatan sejumlah akta hibah diduga palsu, yang dilakukan oleh MS. Menurutnya, salah satu akta hibah itu diterbitkan pada bidang tanah yang ada di Kelurahan Kilasah seluas 7.487 meter persegi.

    Syamsudin mengatakan, persoalan itu terjadi memang karena adanya ketidakakuran antar keluarga. Ditambah, MS merupakan mantan Kepala Desa, sehingga memahami terkait dengan administrasi pertanahan.

    “Yang tua (MS) memang mantan lurah. Dia bisa otak-atik, dibuat lah hibah, hibah, hibah. Mereka tidak akur, malah sempat marah-marah kepada saya karena saya pernah memproses salah satu penjualan tanahnya. Kenapa saya proses, karena ketika dicek di BPN pun tanahnya terdaftar atas nama MS, terlepas bagaimana itu bisa teregister,” jelasnya.

    Bukan hanya terjadi di Kota Serang saja persoalan dugaan mafia tanah, hal itu juga terjadi di Kabupaten Lebak. Bahkan, masyarakat yang merasa menjadi korban praktik mafia tanah itu, sampai melakukan aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri, guna meminta kejelasan atas permasalahan yang sebelumnya telah dilaporkan itu.

    Adalah warga Desa Jayasari Kecamatan Cimarga, yang diduga menjadi korban mafia tanah. Dipimpin oleh Harda Belly, puluhan masyarakat desa tersebut mendatangi Mabes Polri, bahkan sampai menginap di sana. Perjuangan mereka pun membuahkan hasil.

    Aktivis Pemuda Pejuang Keadilan (PPK), Harda Belly, saat dikonfirmasi BANPOS mengatakan bahwa kasus mafia tanah yang ada di Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak telah naik ke tahapan penyidikan.

    Bahkan, lanjutnya, pada saat aksi yang dilakukan oleh puluhan masyarakat di depan Mabes Polri beberapa waktu silam, pihak Bareskrim Polri menyatakan akan segera menetapkan tersangka pada kasus tersebut.

    “Iya kami semua percaya dengan petugas Kepolisian di bawah kepemimpinan Kapolri pak Listyo Sigit Prabowo, yang akan memberantas segala bentuk mafia tanah,” kata Harda kepada BANPOS, Kamis (24/8).

    Ia menjelaskan, selain penyerobotan rumah masyarakat, permasalahan tersebut juga berdampak pada lingkungan seperti lahan milik warga setempat.

    Harda menegaskan, terdapat banyak pihak yang ikut andil dalam penyerobotan lahan tersebut. Menurut informasi yang ia dapatkan, pasca aksi demonstrasi beberapa hari lalu, terdapat sebagian warga yang menerima kembali sertifikat tanahnya.

    “Tentunya ini menjadi tanda tanya besar. Ya, saya sekali lagi yakin, tidak ada yang kebal hukum, kami (PPK) akan terus mengawal kasus ini,” tegasnya.

    Berdasarkan informasi yang didapat BANPOS, modus operandi yang dilakukan oleh mafia tanah di Desa Jayasari, tak berbeda dengan yang dilakukan di Kecamatan Kasemen, yakni menguasai secara ilegal sertifikat tanah milik masyarakat. Sertifikat itulah yang akhirnya diperdagangkan hingga menimbulkan peristiwa penyerobotan tanah milik warga.

    Aksi yang dilangsungkan oleh puluhan warga Desa Jayasari di depan Mabes Polri, sempat ‘dilawan’ oleh aksi yang dilakukan oleh warga Desa Jayasari lainnya. Namun, aksi tersebut justru menyoroti terkait dengan dukungan terhadap investasi yang dilakukan oleh eks Bupati Lebak, Mulyadi Jayabaya, di sana. Aksi tandingan itu tidak membicarakan terkait dengan dugaan penyerobotan lahan.

    “Alhamdulillah, sejak adanya galian pasir milik Pak JB (Mulyadi Jayabaya) di sini, jalan menuju Jayasari dari Rangkasbitung, yang dulunya sulit dilalui kendaraan kini sudah dibeton. Begitu juga warga yang belum teraliri listrik kini diberi listrik gratis,” ungkap Masri, warga Kampung Sari Mulya, Desa Jayasari, dalam aksi itu, dilansir dari RM.ID.

    Di tempat yang sama, Arwan dari Forum Solidaritas Jayasari mengatakan, kelompok masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi Jakarta menuntut berbagai hal. Karena minimnya informasi yang diterima warga, sehingga banyak warga yang terprovokasi dan tidak tahu masalah ikut berdemonstrasi.

    “Warga salah menerima informasi tanpa melakukan tabayyun, sehingga sulit dipertanggungjawabkan sebagai sebuah fakta. Akibat dari dentuman informasi tersebut, membuat masyarakat Jayasari telah dipolarisasi,” ucapnya.

    Menurut Arwan, warga Jayasari yang tanahnya terkena pembebasan lahan galian pasir, baik yang sudah memiliki sertifikat maupun tanah Garapan, telah mendapatkan keadilan dalam bentuk pembayaran yang tuntas. Forum Solidaritas Jayasari pun merasa perlu melakukan menyampaikan hal ini tidak lagi terjadi kesalahpahaman.

    “Kami berhimpun dalam bentuk klarifikasi atas tuduhan yang didengungkan, karena sesungguhnya kami hanya butuh ketenangan,” tandasnya.

    Harda Belly mengaku enggan merespon pemberitaan tersebut. Namun yang pasti, dirinya bersama warga yang menggelar unjuk rasa di depan Mabes Polri, mengaku puas dengan jawaban dari pihak Kepolisian. (MYU/MUF/DZH)

  • Masyarakat Jayasari-Lebak Gerudug Mabes Polri, Adukan Permasalahan Mafia Tanah

    Masyarakat Jayasari-Lebak Gerudug Mabes Polri, Adukan Permasalahan Mafia Tanah

    JAKARTA, BANPOS – Ratusan masyarakat Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak menggelar aksi demonstrasi di Mabes Polri.

    Diketahui, aksi yang dilakukan sejak Rabu (16/8) siang tersebut menuntut Presiden, Menkopolhukam hingga Kapolri untuk mengusut tuntas permasalahan Mafia Tanah yang ada di Jayasari, Lebak.

    “Kita datang tanpa bayaran, ini suara rakyat. Di momentum kemerdekaan ini kita sampaikan bahwa masyarakat Lebak belum merdeka,” kata Koordinator Aksi, Harda Belly, dalam orasinya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS, puluhan ibu-ibu membawa anaknya saat menggelar aksi, dengan menggelar spanduk sebagai alasnya di depan Mabes Polri.

    Hingga berita ini ditulis, diketahui massa aksi akan bermalam di lokasi aksi hingga tuntutan mereka dapat diterima oleh Kapolri. (MYU/DZH)

  • Tahun Ini, Sertifikat Tanah Elektronik Akan Diberlakukan

    Tahun Ini, Sertifikat Tanah Elektronik Akan Diberlakukan

    CILEGON, BANPOS – Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional (ATR/PBN) Republik Indonesia (RI) menyatakan akhir tahun ini akan mulai memberlakukan pembuatan sertifikat manual ke sertifikat elektronik.

    Demikian diungkapkan langsung Menteri ATR/Kepala BPN RI, Hadi Tjahjanto, saat menghadiri kegiatan pengarahan dan pembinaan kepada seluruh PPAT se-Provinsi Banten di salah satu Hotel di Kota Cilegon, Jumat (28/7/2023).

    Dikatakan Menteri Hadi, terkait sertifikat elektronik itu pihaknya saat ini sudah mulai melaksanakan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

    “Iya sertifikat elektronik saat ini sudah dilaksanakan, khususnya milik BUMN ya berikutnya saya sudah minta bahwa sertifikat elektronik dapat dilaksanakan pada masyarakat itu sebelum akhir 2023 ini harus sudah berjalan,” kata Menteri Hadi kepada awak media.

    Menteri Hadi menyampaikan, program sertifikat elektronik tersebut merupakan tindak lanjut dari program PTSL yang memiliki tujuan yang sama untuk mempermudah masyarakat dalam membuat dokumen tanah.

    “Hanya satu lembar yang saat ini mungkin lebih dari 5 lembar atau 6 lembar itu akan mempermudah masyarakat dan tentunya dengan sertifikat ini adalah tindak lanjut dari program PTSL,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Menteri Hadi menyatakan, melalui program sertifikat elektronik tersebut pihaknya dapat mencegah adanya mafia tanah di Indonesia.

    “Apabila wilayah itu menjadi wilayah kota lengkap, maka mudah kita untuk melakukan program digitalisasi ini. Oleh sebab itu kita terus mengejar menjadi Kota lengkap atau Kabupaten lengkap sehingga sistem digitalisasi ini bisa berjalan dengan baik, maka mafia tanah tidak akan ada yang bisa bermain lagi,” tandasnya. (LUK)

  • Kapolri Didukung Sikat Mafia Tanah di Lebak

    Kapolri Didukung Sikat Mafia Tanah di Lebak

    LEBAK, BANPOS – Program Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo, dalam menuntaskan permasalahan mafia tanah di Indonesia mendapatkan dukungan dari aktivis Lebak. Apalagi jika Kapolri dapat berfokus juga pada persoalan mafia tanah yang ada di Lebak.

    Hal itu disampaikan oleh Perkumpulan Pemuda Pejuang Keadilan (PPK), Harda Belly. Ia mengaku bahwa pihaknya sangat mengapresiasi, atas ketegasan Kapolri tersebut. Menurutnya, dengan program Presisi maka mafia tanah yang selama ini sudah merugikan masyarakat akan dituntaskan.

    “Kami percaya dengan Pak Sigit, ketegasannya untuk memberantas mafia tanah harus didukung,” kata Harda dalam keterangannya, Minggu (9/7).

    Harda berharap, peristiwa perampasan tanah masyarakat yang terjadi di Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak yang diduga dilakukan oleh eks Bupati Jayabaya, mendapat atensi dari aparat Kepolisian untuk diusut dan dituntaskan.

    “Dengan perintah yang disampaikan Kapolri itu maka aparat kepolisian harus segera turun ke Desa Jayasari. Di sana ada tanah warga diduga dirampas oleh mantan Bupati Lebak yaitu Jayabaya. Hak warga harus dikembalikan karena mereka tidak tahu lagi kemana harus melapor kecuali kepada aparat penegak hukum,” tuturnya.

    Ia mengatakan, warga yang merasa telah dirampas tanahnya, melalui kuasa hukum sudah melaporkan kejadian itu ke pihak Kepolisian.

    “Sekarang tinggal menunggu tindak lanjut dari penanganan oleh Polisi, karena warga sudah melapor ke Polres, Polda bahkan ke Mabes Polri,” jelasnya.

    Terakhir, Harda memastikan akan mengawal permasalahan ini sampai tuntas. Terlebih salah satu warga yang menjadi korban merupakan keluarganya.

    “Kami akan bantu masyarakat untuk lawan siapapun itu. Selama mafia tanah yang telah merampas hak warga Desa Jayasari belum memberikan hak warga, maka peristiwa ini harus terus disuarakan hingga Kapolri bisa mendengar langsung dan menindak tegas,” tandasnya.

    Bahkan ia mengaku akan mengajak seluruh teman-teman OKP di pusat untuk ikut mengawal perjuangan masyarakat Desa Jayasari Kecamatan Cimarga Lebak untuk sama-sama berjuang untuk menuntut keadilan. (MYU/DZH)

  • Advokasi Kepada Warga, Aktivis Minta Pemerintah Selesaikan Dugaan Mafia Tanah

    Advokasi Kepada Warga, Aktivis Minta Pemerintah Selesaikan Dugaan Mafia Tanah

    LEBAK, BANPOS – Aktivis Perkumpulan Pemuda Pejuang Keadilan, Harda Belly, melakukan aksi advokasi kepada warga Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak yang tanahnya diduga dirampas oleh eks Bupati Jayabaya.

    Menurut Harda, penyerobotan lahan warga merupakan tindakan penjajahan yang harus mendapat atensi dari pemerintah dan aparat penegak hukum.

    “Saya dari Pemuda Pejuang Keadilan hanya ingin menyampaikan keluhan masyarakat Jayasari yang tanahnya di rampas oleh mantan bupati Lebak, Jayabaya,” kata Harda dalam keterangannya kepada BANPOS, Rabu (28/6).

    Harda meminta Presiden Joko Widodo, Menkopol Hukam Mahfud MD dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan atensi dan menuntaskan kasus dugaan adanya mafia tanah yang ada di kabupaten Lebak.

    “Kasian masyarakat, mereka berjuang untuk merebut kembali hak mereka yang dirampas. Karena itu Pak Jokowi, Pak Mahfud dan Pak Sigit harus hadir untuk membela dan memberikan solusi kepada mereka yang merasa dijajah di negerinya sendiri,” ujarnya.

    Harda menjelaskan, berdasarkan hasil advokasi serta membuka ruang diakusi dengan masyarakat sekitar, masyarakat sudah melaporkan kasus ini kepada aparat kepolisian Polda Banten dan Mabes Polri, namun tidak ada tindak lanjut yang jelas.

    “Buktikan kalau keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia itu ada. Perjuangan masyarakat Jayasari akan sia-sia kalau tidak ada perhatian dari aparat penegak hukum,” tegas Harda.

    “Mereka sudah melaporkan kajadian Polda bahkan ke Mabes Polri tapi mereka seperti tidak dihiraukan, bahkan orang yang di laporkan seperti kebal hukum,” lanjutnya.

    Harda berharap hak tanah masyarakat dikembalikan dan diganti rugi atas pengerusakan yang terjadi selama ini.

    “Semoga konflik agraria ini bisa segera selesai dan mafia tanah segera di bumi hanguskan di Lebak, kami menagih janji pemerintah yang akan menuntaskan masalah konflik agraria dan tidak memberikan ruang kepada mafia tanah,” terangnya.

    “Yang jelas tuntutan masyarakat hanya ingin hak tanah mereka dikembalikan dan harus ganti rugi atas pengrusakan yang terjadi, serta tegakkan hukum seadil- adiknya jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” tandasnya. (MYU)