Tag: mahkamah konstitusi

  • Ejek Gerakan #KawalPutusanMK, Ketua DPRD Lebak ‘Dirujak’ Netizen

    Ejek Gerakan #KawalPutusanMK, Ketua DPRD Lebak ‘Dirujak’ Netizen

    LEBAK, BANPOS – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak M Agil Zulfikar menjadi bulan-bulanan netizen setelah memposting sebuah gambar berlogo Garuda Pancasila dengan latar biru yang disertai tulisan “INDONESIA BAIK-BAIK SAJA”.

    Dalam unggahan tersebut, tercantum deskripsi singkat (caption) yang bertulis “Teu bisa Yura, mun teu gaduh partai koalisi di pilkada ulah jual-jual isu demokrasi rusak #indonesiabaik-baiksaja” yang berarti “Tidak bisa Yura, Kalau tidak punya partai koalisi di Pilkada jangan jual-jual isu demokrasi rusak”.

    Postingan tersebut menarik perhatian netizen dan membuat netizen geram. Terpantau, lebih dari 600 komentar berada dalam postingan itu.

    “Dengan segala hormat pak dewan, ini bukan soal jual isu tapi ini kepentingan demokrasi kedepannya, kalo kemarin dengan putusan MK 90 terkait batas usia capres DPR tidak mengambil sikap dan kita dipaksa untuk menaatinya lantas kenapa putusan MK 60 ini DPR malah ingin mengabaikannya, bukankah putusan MK 60 ini baik untuk demokrasi kedepannya, sehingga masyarakat disuguhkan dengan pilihan yang variatif untuk memilih kepala daerah kedepannya, dan bukankah putusan MK 60 ini juga baik untuk partai politik juga Pak dewan, mungkin nanti bisa saja ketika pemilu yang akan datang partai bapak tidak memiliki kursi di DPRD dan bapak ingin maju jadi bupati bisa saja dengan putusan MK 60 ini. Jadi menurut saya tidak sesempit itu mengartikannya Pak dewan, salam hormat,” tulis pemilik akun @veldenvan dipostingan tersebut.

    Bahkan, tak sedikit mereka yang mengaku prihatin dan kecewa terhadap Ketua DPRD dan Ketua Tim Pemenang Pilkada Banten di Kabupaten Lebak tersebut.

    “Miris sekelas Ketua DPRD ini, kacau,” tulis @agussyrfdn.

    Bahkan, Agil ditantang untuk diskusi terbuka terkait dengan gerakan tersebut.

    “Kocak lo sebagai ketua DPRD Lebak, ayo diskusi diruang publik! saya siap fasilitasi semuanya,” tulis @raukhil.aziz.

    Dan masih banyak lagi komentar yang memenuhi postingan tersebut dengan kritikan.

    Pasca ramainya postingan tersebut oleh ‘rujakan’ netizen, terpantau deskripsi dalam postingan tersebut telah dihapus.

    BANPOS mencoba menghubungi Agil untuk mendapatkan konfirmasi atas hal tersebut, namun hingga berita ini ditulis, Agil tidak memberikan respon apapun. (MYU)

  • Dasco Bantah Batalnya Revisi UU Pilkada Karena Demo, Bukan Juga Karena Jokowi

    Dasco Bantah Batalnya Revisi UU Pilkada Karena Demo, Bukan Juga Karena Jokowi

    JAKARTA, BANPOS – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, membantah bahwa batalnya pembahasan Revisi Undang-undang (UU) Pilkada lantaran adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat.

    Dasco juga membantah bahwa pembatalan revisi UU Pilkada pun karena dirinya melakukan konsultasi dengan Joko Widodo, sebagaimana isu yang beredar di masyarakat.

    “Kalau tadi anda monitor bahwa tidak jadi dilaksanakan atau batal dilaksanakan (Paripurna) itu jam 10 pagi, itu belum ada massa karena masih pagi,” ujarnya, Kamis (22/8).

    Menurutnya, pembatalan paripurna revisi UU Pilkada, lantaran sudah tidak ada lagi kesempatan bagi DPR RI, untuk melakukan revisi sebelum dilaksanakannya pendaftaran pilkada.

    “Tapi karena kita mengikuti aturan dan tata cara persidangan di DPR, Karena sudah ditunda selama 30 menit itu belum terpenuhi, maka tidak dapat dilaksanakan,” jelasnya.

    Ia menerangkan, rapat paripurna di DPR kecuali yang sudah diagendakan jauh hari sebelumnya, dilaksanakan setiap hari Selasa dan Kamis. Paripurna juga menurutnya, harus mengikuti tahapan-tahapan dari pimpinan Badan Musyawarah.

    “Rapat paripurna terdekat kalaupun mau dilaksanakan, itu pada 27 Agustus yang kita sama-sama tahu sudah masuk tahap pendaftaran, sehingga kami merasa itu tidak perlu dilaksanakan karena masa pendaftaran sudah berlaku,” katanya.

    Ia juga membantah bahwa pembatalan revisi UU Pilkada, lantaran adanya pertemuan dan arahan dari Joko Widodo.

    “Silakan tanya ke wartawan yang ada di istana, apakah saya ada di sana,” tandasnya. (DZH)

  • Partai Demokrat Ancam Pidanakan KPU Kota Serang, Buntut Hilangnya 20 C Hasil

    Partai Demokrat Ancam Pidanakan KPU Kota Serang, Buntut Hilangnya 20 C Hasil

    SERANG, BANPOS – Parta Demokrat mengancam akan melaporkan KPU Kota Serang kepada aparat penegak hukum (APH) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait hilangnya 20 formulir C Hasil. Mereka menilai hilangnya dokumen tersebut merupakan pelanggaran pidana yang harus dipertanggung jawabkan.

    “Pasti kami akan lakukan langkah hukum, baik DKPP maupun pidana karena ini menghilangkan dokumen negara,” kata Kepala Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) DPP Partai Demokrat, Mehbob di kantor KPU Kota Serang pada Kamis (4/7/2024).

    Bukan tanpa alasan mengapa partai Demokrat berani melaporkan kasus tersebut. Mehbob menegaskan, partainya memiliki praduga bahwa hilangnya 20 formulir C Hasil itu dihilangkan secara sengaja oleh oknum penyelenggara Pemilu.

    Pasalnya pada saat sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), KPU Kota Serang mampu menunjukkan bukti C Hasil di hadapan Mahkamah Konstitusi. Namun setelah itu dokumen tersebut tidak diketahui keberadaannya.

    Hilangnya dokumen itu lantas menimbulkan sebuah pertanyaan bagi partai Demokrat, sehingga mereka mendesak agar KPU dapat bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

    “Kalau kami mempunyai praduga itu dihilangkan karena mereka sudah mau foto dibawa ke MK, kenapa tidak balik lagi ke kotak asalnya? Mampir kemana itu yang 20 lagi?,” ujarnya.

    Kemudian dia menambahkan, dugaan itu semakin mengarah kuat karena di lapangan, mereka mendapati 20 formulir C Hasil yang hilang itu menjurus pada partai tertentu.

    “Kenapa yang hilang 20 C Hasil itu hanya suaranya PDIP, bukan suara partai-partai lain. Kalau suara-suara partai lain ikut hilang mungkin pranduganya masih agak benar. Kalau ini praduga kami sudah sangat menjurus, ini pasti penghilangan fakta,” terangnya.

    Hilangnya dokumen itu pun juga membuat proses penyandingan suara berjalan alot dan penuh drama. Sebab, pihak Demokrat menolak untuk membuka kotak suara dan dilakukan penghitungan suara ulang.

    Karena, menurut Mehbob, apabila hal itu dilakukanmaka itu sama artinya pihak penyelenggara Pemilu telah melanggar amar putusan MK yang memerintahkan untuk dilaksanakannya penyandingan suara.

    “Kalau sekarang Bawaslu kota Serang menyarankan untuk buka kotak suara, itu jelas bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.

    “Karena Keputusan Mahkamah Konstitusi itu penyandingan, dan keputusan Mahkamah Konstitusi adalah final and bending tidak ada yang bisa menafsirkan berbeda,” imbuhnya.

    Mehbob meyakini apabila dokumen tersebut dapat ditemukan, maka hasilnya nanti akan berpihak pada partainya dan caleg yang diusung di Pileg tahun ini.

    “Karena ini sekarang sudah dihitung dari 74 itu kurang lebih 50 sudah terkoreksi suara PDIP sangat signifikan, karena kami yakin apabila itu disandingkan yang berhak duduk di DPR RI Dapil 2 Banten ada ibu Nuraini dari Partai Demokrat,” tandasnya. 

    Sementara itu menanggapi terkait hilangnya 20 formulir C Hasil, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan pada KPU Kota Serang, Patrudin, menduga dokumen tersebut hilang karena tercecer atau terselip dengan dokumen lainnya.

    Karena sebelumnya, KPU Kota Serang sempat menunjukkan dokumen tersebut pada saat pembuktian dalam sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi. Namun, setelah itu dokumen-dokumen itu tidak diketahui keberadaannya.

    “Kami sih mensinyalir itu karena kemarin waktu pas pembuktian ke Mahkamah Konstitusi, kami meyakini bahwa itu tercecer di beberapa dokumen C Hasil lain,” katanya saat ditemui di kantor KPU Kota Serang pada Kamis (4/7).

    Lantaran hingga tanggal 4 Juli dokumen tersebut tidak diketahui keberadaannya, maka KPU Kota Serang memberikan saran perbaikan kepada saksi dari masing-masing partai untuk dilakukan penghitungan suara ulang. Namun sayangnya, lagi-lagi, tawaran tersebut ditolak oleh kubu Demokrat.

    Penolakan itu dilakukan lantaran kubu Demokrat menafsirkan amar putusan MK harus dilakukan penyandingan suara, bukan dengan cara penghitungan suara ulang ataupun lainnya.

    “Mereka tetap berpegangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan KPU Kota Serang untuk melakukan penyandingan. Jadi bukan menghitung surat suara,” jelasnya.

    Karena itulah kemudian diskusi di antara ketiganya berjalan cukup alot. Padahal, menurut keterangan Patrudin dalam amar putusan tersebut, MK tidak menyebutkan secara spesifik mengenai kondisi formulir  C Hasil yang akan digunakan untuk penyandingan suara.

    “Ya sebetulnya di Mahkamah Konstitusi juga tidak menyebutkan C Hasil plano hardcopy atau PDF,” jelasnya.

    Setelah dilakukan diskusi cukup lama terkait solusi atas persoalan tersebut pada akhirnya kedua belah menemukan sebuah kesepakatan terkait proses penyandingan suara, namun dengan sejumlah catatan.

    Salah satu yang disepakati adalah dilakukannya penghitungan suara ulang yang kemudian disandingkan dengan dokumen C Hasil dalam bentuk PDF. “Terakhir tadi KPU memutuskan akan melakukan penghitungan surat suara di dalam kotak, kemudian baru disandingkan C Hasilnya,” kata Ketua Bawaslu Kota Serang, Agus Aan.

    Disinggung mengenai penyebab hilangnya 20 formulir C Hasil, Agus Aan mengaku, pihaknya belum mengetahuinya. Sebab, pihaknya belum menerima keterangan kronologis dari pihak KPU mengenai hal itu.

    “Sejauh ini kita belum mendapat rincian karena kita juga meminta ke KPU memaparkan kronologis, tapi sejauh ini belum menyampaikan kronologis itu. Mungkin karena butuh waktu,” tandasnya. (TQS)

  • Hari Ini 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Mau Kepung MK, Lebak Nyumbang Hampir 100 Massa

    Hari Ini 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Mau Kepung MK, Lebak Nyumbang Hampir 100 Massa

    LEBAK, BANPOS – Menyusul beredarnya kabar para pendukung Prabowo-Gibran yang akan melakukan aksi bela Prabowo-Gibran di Mahkamah Konstitusi (MK), para Simpatisan asal Kabupaten Lebak akan ikut dalam aksi tersebut.

    Diperkirakan sebanyak 100.000 pendukung dan pemilih Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, akan menggelar aksi damai di depan Gedung MK, Jakarta, Jumat (19/4).

    Aksi damai tersebut dilakukan untuk mengkawal putusan MK atas sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan Capres-Cawapres 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Capres-Cawapres 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

    Berdasarkan Informasi yang dihimpun BANPOS, ratusan simpatisan asal Lebak tersebut akan berangkat pada esok hari. Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran Kabupaten Lebak, Bangbang, saat dihubungi BANPOS, Kamis (18/4).

    “Kalau instruksi dari partai nggak ada, walaupun ada yang berangkat mungkin itu simpatisan atau pendukung kang,” kata Bangbang.

    Ia yang juga Ketua DPC Gerindra Lebak tersebut mengatakan pihaknya belum mendapatkan informasi dari para relawan akan keberangkatan tersebut. Namun, terdapat beberapa simpatisan yang mengabarinya langsung.

    “Sementara DPC (Gerindra) Lebak belum menerima laporan dari relawan atau simpatisan yang mau brangkat besok. Kalo beberapa orang yang mengatas namakan simpatisan ada yang sudah konfirmasi ke kami,” jelasnya.

    Ia menerangkan, terkait beberapa orang tersebut masihlah berada di bawah 100 orang. Ia berharap, MK dapat memberikan keputusan yang terbaik atas persidangan yang tengah terjadi.

    “Masih di bawah 100 orang, Kalo dari kami selaku kader Gerindra tentunya kami mengharapkan MK dapat memutuskan yang terbaik buat bangsa dan negara. Yang mendukung dan memilih  02 sekitar 58 persen menginginkan Prabowo-Gibran dilantik menjadi persiden dan wakil persiden,” tandasnya.

    Komandan Relawan Prabowo-Gibran, Haris Rusly Moti, menegaskan aksi damai 100.000 pendukung dan pemilih Prabowo-Gibran tersebut akan digelar pada Jumat, 19 April 2024.

    Haris menerangkan, aksi damai tersebut juga sebagai respons atas berbagai tuduhan, penghinaan, dan pelecehan kepada pemilih Prabowo-Gibran. Sebab, seakan-akan 96,2 juta orang melaksanakan hak pilihnya untuk memilih Prabowo-Gibran karena disuap dengan bantuan sosial.

    Menurut Haris, selama ini, pihaknya didesak para pendukung dan pemilih Prabowo-Gibran yang merasa dilecehkan untuk merespons berbagai tuduhan tersebut dengan aksi massa.

    Namun, pihaknya senantiasa mendinginkan suasana dan mengimbau agar seluruh pendukung dan pemilih Prabowo-Gibran untuk taat pada proses hukum dan konstitusi yang sedang berlangsung, tanpa tekanan gerakan massa.

    Dia menegaskan, jumlah suara 96,2 juta yang diraih Prabowo-Gibran dicapai dengan cara-cara demokratis. Karena itu, pihaknya menolak tuduhan dan pelecehan dan hinaan bahwa kemenangan Prabowo-Gibran karena intervensi bantuan sosial.

    “Kami juga mengajak seluruh pendukung dan pemilih Prabowo-Gibran untuk mengajukan amicus curiae atau friends of court secara masal ke Mahkamah Konstitusi. Saat ini ada sekitar 10.000 pendukung dan pemilih Prabowo-Gibran yang akan mengajukan amicus curiae,” imbuh dia.

    Haris lalu mengajak para pendukung dan pemilih Prabowo-Gibran untuk menggelar aksi secara tertib dan tetap saling koordinasi untuk mencegah masuknya penyusup. 

    “Kami mengimbau pendukung dan pemilih pasangan Prabowo-Gibran agar dalam melaksanakan aksi massa menyampaikan aspirasi dapat dijalankan dengan tertib dan damai, serta mewaspadai adanya penyusupan yang bertujuan membenturkan secara horizontal,” pungkas Haris. (MYU/ENK/RMID)

  • Soal Usia Capres-Cawapres, Ini Kata Denny JA

    Soal Usia Capres-Cawapres, Ini Kata Denny JA

    JAKARTA, BANPOS – Pembahasan terkait usia Capres-Cawapres di bawah 40 tahun tengah menjadi topik hangat menjelang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) uji materi terkait batas usia Capres-Cawapres Senin, 16 Oktober 2023.

    “Hari-hari ini kita menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi. Apakah lembaga ini akan menggugurkan undang-undang yang mensyaratkan usia minimal 40 tahun untuk Capres ataupun Cawapres di Indonesia,” kata pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, dalam video yang diunggah di akun media sosial resminya, DennyJA_World, Jumat (13/10)

    Menurut Denny, ada empat alasan tak ada salahnya jika Capres-Cawapres usianya di bawah 40 tahun. Pertama, perbandingan dengan negara-negara demokrasi lain. Dia mencontohkan di Amerika Serikat, syarat menjadi Capres-Cawapres hanya 35 tahun.

    “Padahal kita tahu Amerika Serikat ini negara super power. Yang menjadi presiden di negara ini sekaligus juga menjadi pemimpin informal sebagian dari dunia. Di sana, 35 tahun menjadi Capres atau Cawapres tak ada masalah,” ujarnya.

    Kedua, di negara-negara demokrasi lain yang terpilihnya pemimpin muda usia sudah terjadi. Di Prancis, Emmanuel Macron pada 2017 terpilih menjadi presiden ketika usianya 39 tahun. Lalu, di Selandia Baru, Jacinda Ardern terpilih sebagai perdana menteri di usia 37 tahun.

    “Sudah ada contohnya, di dunia-modern sekalipun mereka menjadi pemimpin nasional di bawah 40 tahun,” sambungnya

    Ketiga, alasan demografi di Indonesia. Saat ini, mereka yang usianya di bawah 40 tahun atau generasi milenial, yaitu generasi yang lahir setelah 1982, jumlahnya sudah 47 persen berdasarkan hasil survei LSI Denny JA Agustus 2023.

    Sehingga, kata Denny, wajar jika generasi milenial yang usianya di bawah 40 tahun, yang jumlahnya hampir separuh populasi Indonesia, memiliki wakilnya sebagai Capres-Cawapres.

    Keempat, sudah ada tokoh generasi milenial yang potensial menjadi Cawapres walau usianya di bawah 40 tahun. Namanya tak lain dan tak bukan adalah Gibran Rakabuming Raka.

    Gibran lahir pada 1987 dan kini usianya baru 36 tahun. Namun, Gibran sudah menjadi Wali Kota Solo. Dia juga sudah berpengalaman menang di Pilkada Solo pada 2020.

    Berdasarkan survei LSI Denny JA, Agustus 2023, tingkat pengenalan Gibran lebih dari 60 persen. Dari tingkat pengenalan ini, Gibran pun sudah menjadi tokoh nasional dan dikenal lebih dari 50 persen populasi Indonesia.

    Selain itu, pada ujungnya yang akan memilih adalah rakyat. Maka, kata Denny, biarlah rakyat yang nanti menentukan, apakah mereka akan memilih atau tidak memilih pemimpin yang usianya di bawah 40 tahun. “Apa salahnya kita memiliki cawapres yang usianya memang di bawah 40 tahun jika memang MK nanti menggugurkan syarat minimal usia 40 tahun sebagai syarat,” tutup Denny. (RMID)

  • MK Tolak Lima Gugatan UU Cipta Kerja

    MK Tolak Lima Gugatan UU Cipta Kerja

    JAKARTA, BANPOS – Mahkamah Konstitusi menolak lima perkara yang menggugat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

    Kelima perkara yang ditolak tersebut adalah Perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023, 50/PUU- XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, dan 40/PUU-XXI/2023. Keputusan tersebut diputus dalam sidang pengucapan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.

    “Mengadili, menolak permohonan para permohonan untuk seluruhnya” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan tersebut.

    Perkara Nomor 54, 41, 46, dan 50 mengajukan uji formil UU Cipta Kerja, sementara Perkara Nomor 40 mengajukan uji formil dan materi atas UU tersebut. Dalam konklusi-nya, mahkamah menilai permohonan para pemohon kelima perkara itu tidak beralasan menurut hukum.

    “Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Anwar membacakan konklusi.

    Perkara Nomor 54 diajukan oleh 15 pemohon yang terdiri dari berbagai federasi serikat pekerja di Indonesia. Para pemohon memohon mahkamah menyatakan UU 6/2023 tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Mereka pun meminta mahkamah menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berlaku kembali dengan memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

    Kemudian, Perkara Nomor 41 diajukan oleh dua orang dari Konferensi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Pemohon meminta mahkamah menyatakan pembentukan UU 6/2023 tentang Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Pemohon pada perkara tersebut juga meminta seluruh pasal-pasal dari seluruh UU yang diubah dan dihapus oleh UU 6/2023 dinyatakan berlaku kembali.

    Selanjutnya, Perkara Nomor 46 diajukan oleh 14 orang yang terdiri dari kumpulan serikat, yayasan, perkumpulan, dan federasi pekerja. Pemohon meminta pembentukan UU 6/2023 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Berikutnya, Perkara Nomor 50 dimohonkan oleh Partai Buruh yang dipimpin oleh Said Iqbal selaku presiden partai tersebut. Partai Buruh ingin pembentukan UU 6/2023 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD NRI 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Terkait Perkara Nomor 40 yang mengajukan permohonan uji formil dan materi, pemohonnya ialah gabungan federasi, persatuan, dan serikat pekerja yang terdiri dari 121 orang pemohon.

    Dalam petitum formil, pemohon Perkara Nomor 40 meminta pembentukan UU 6/2023 dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Sementara dalam petitum materi-nya, pemohon perkara tersebut meminta sejumlah pasal dalam UU 6/2023 dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Khusus untuk Perkara Nomor 40, mahkamah menyatakan bahwa permohonan formil dan materi tidak dapat digabungkan dalam satu permohonan. Oleh karena pengujian dinyatakan tidak beralasan menurut hukum, maka pemeriksaan pengujian materi akan segera dilanjutkan.

    Dari berbagai pertimbangannya, mahkamah berpendapat pembentukan UU 6/2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945, sehingga UU Cipta Kerja tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Terdapat empat dari sembilan Hakim Konstitusi yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan tersebut.

    “Yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi
    Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo,” tutur Anwar. (ANT/AZM)

  • KPK Tuntut Bacaleg Eks Koruptor Umumkan Status

    KPK Tuntut Bacaleg Eks Koruptor Umumkan Status

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta para calon anggota legislatif (caleg) yang pernah berstatus terpidana korupsi untuk mengumumkan statusnya ke publik.

    Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang aturan narapidana yang maju menjadi caleg.

    “Seorang mantan terpidana sebagaimana dimaksud harus menyatakan dan mengumumkan status hukum dirinya, dengan demikian publik menjadi tahu status caleg,” tegas Firli dalam keterangannya, Kamis (31/8).

    Menurut eks Kapolda Sumatera Selatan ini, pengumuman ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemilih untuk menentukan pilihannya dalam Pemilu.

    Diingatkan Firli, masyarakat harus memahami bahwa pemilu sebagai pesta rakyat, adalah untuk memilih para pemimpin, yang akan mengemban amanah dari rakyat.

    “Melalui amanah jabatannya membawa masyarakat pada gerbang kemakmuran dan kesejahteraan, sehingga yang dibutuhkan adalah calon-calon pemimpin yang jujur dan berintegritas,” tuturnya.

    Firli menjelaskan, dalam UU Pemilu ditentukan bahwa salah satu syarat bakal calon Anggota DPR, DPD dan DPRD Prov/Kab/Kota adalah tidak pernah dipidana, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih.

    Terhadap ketentuan tersebut, lanjut Firli, MK melalui beberapa putusan pengujian UU menyatakan bahwa bagi mantan terpidana, dapat dicalonkan atau mencalonkan dengan beberapa ketentuan.

    Pertama, harus telah selesai menjalani pidana (bebas murni).

    Kedua, membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan pernah dipidana dan telah selesai menjalani pidana dan diserahkan kepada KPU.

    Ketiga, membuat pengumuman di media massa bahwa dirinya pernah dipidana dan telah selesai menjalani pidana.

    Keempat, memenuhi masa jeda 5 tahun terhitung sejak telah selesai menjalani pidana (bebas murni).

    “Di sinilah menjadi penting kemudian bagi masyarakat, tidak hanya bertindak sebagai pemilih saja, namun juga turut mengawasi pelaksanaan pemilu. Termasuk secara cermat memilih para calon bupati, walikota, DPR/DPRD/DPD, bahkan presiden/wakil presiden yang berintegritas,” tandas Purnawirawan Jenderal Polisi bintang tiga ini.(PBN/RMID)

  • KPK Tuntut Bacaleg Eks Koruptor Umumkan Status

    KPK Tuntut Bacaleg Eks Koruptor Umumkan Status

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta para calon anggota legislatif (caleg) yang pernah berstatus terpidana korupsi untuk mengumumkan statusnya ke publik.

    Hal ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang aturan narapidana yang maju menjadi caleg.

    “Seorang mantan terpidana sebagaimana dimaksud harus menyatakan dan mengumumkan status hukum dirinya, dengan demikian publik menjadi tahu status caleg,” tegas Firli dalam keterangannya, Kamis (31/8).

    Menurut eks Kapolda Sumatera Selatan ini, pengumuman ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemilih untuk menentukan pilihannya dalam Pemilu.

    Diingatkan Firli, masyarakat harus memahami bahwa pemilu sebagai pesta rakyat, adalah untuk memilih para pemimpin, yang akan mengemban amanah dari rakyat.

    “Melalui amanah jabatannya membawa masyarakat pada gerbang kemakmuran dan kesejahteraan, sehingga yang dibutuhkan adalah calon-calon pemimpin yang jujur dan berintegritas,” tuturnya.

    Firli menjelaskan, dalam UU Pemilu ditentukan bahwa salah satu syarat bakal calon Anggota DPR, DPD dan DPRD Prov/Kab/Kota adalah tidak pernah dipidana, berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih.

    Terhadap ketentuan tersebut, lanjut Firli, MK melalui beberapa putusan pengujian UU menyatakan bahwa bagi mantan terpidana, dapat dicalonkan atau mencalonkan dengan beberapa ketentuan.

    Pertama, harus telah selesai menjalani pidana (bebas murni).

    Kedua, membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan pernah dipidana dan telah selesai menjalani pidana dan diserahkan kepada KPU.

    Ketiga, membuat pengumuman di media massa bahwa dirinya pernah dipidana dan telah selesai menjalani pidana.

    Keempat, memenuhi masa jeda 5 tahun terhitung sejak telah selesai menjalani pidana (bebas murni).

    “Di sinilah menjadi penting kemudian bagi masyarakat, tidak hanya bertindak sebagai pemilih saja, namun juga turut mengawasi pelaksanaan pemilu. Termasuk secara cermat memilih para calon bupati, walikota, DPR/DPRD/DPD, bahkan presiden/wakil presiden yang berintegritas,” tandas Purnawirawan Jenderal Polisi bintang tiga ini.(PBN/RMID)

  • MK Tolak Gugatan Seorang Warga Banten Soal UU Pers

    MK Tolak Gugatan Seorang Warga Banten Soal UU Pers

    JAKARTA, BANPOS – Gugatan terhadap salah satu frasa pada Pasal 15 ayat (2) huruf (d) Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers, ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, tidak ditemukan inkonstitusionalitas dalam frasa tersebut, sebagaimana yang diajukan oleh pemohon uji materiil.

    Untuk diketahui, gugatan terhadap UU Pers tersebut dilakukan oleh salah satu warga Banten, Moch Ojat Sudrajat, dengan nomor perkara 13/PUU-XXI/2023. Adapun frasa yang dimohon untuk dilakukan uji materiil yakni ‘kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers’ terkait dengan kewenangan Dewan Pers.

    Berdasarkan amar putusan yang BANPOS unduh melalui situs resmi Mahkamah Konstitusi, tertulis beberapa alasan Ojat melakukan gugatan tersebut. Salah satunya yakni tidak dapat dilaporkannya Perusahaan Pers kepada pihak Kepolisian, atas pemberitaan yang telah diterbitkan.

    Padahal menurut Ojat, Perusahaan Pers tersebut diduga telah melakukan pemberitaan hoaks karena menggunakan data palsu. Salah satu yang disebutkan oleh Ojat dalam permohonan uji materiil tersebut yakni Banten Pos, dalam pemberitaan terkait dengan dugaan honorer siluman.

    Baca Juga: HAK KOREKSI: DATA HONORER SILUMAN DI SMAN 2 PANDEGLANG DAN SMKN 2 KOTA SERANG TIDAK VALID

    Namun, dugaan pelanggaran delik pers tersebut tidak dapat dilaporkan kepada pihak Kepolisian, karena pihak Kepolisian menganggap permasalahan karya jurnalistik harus diselesaikan melalui Dewan Pers terlebih dahulu.

    Alasan lainnya, Ojat berpendapat bahwa pers yang dapat diselesaikan permasalahannya melalui Dewan Pers, hanyalah perusahaan pers yang telah terdaftar di Dewan Pers saja. Semenara pers yang tidak terdaftar di Dewan Pers, tidak perlu penyelesaian melalui Dewan Pers.

    Menurut Ojat, hal itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 J ayat (2), sehingga ia menilai norma Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Pers dianggap dapat dinyatakan inkonstitusional.

    Adapun salah satu petitum yang dimohonkan oleh Ojat yakni:

    Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 167 [Sic!], Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887) terhadap Frasa: “kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai semua pemberitaan pers termasuk yang mengandung delik pers dan dilakukan oleh perusahaan pers yang tidak terdata di Dewan Pers

    Atas hal tersebut, menilai atas dalil yang diajukan oleh Ojat, Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa petitum yang diajukan oleh Ojat, justru bertentangan dengan Pasal 28 dan Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945. Sebab, hal itu akan membatasi kebebasan pers hanya kepada perusahaan pers yang terdaftar di Dewan Pers.

    Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi menilai bahwa argumentasi yang disampaikan oleh Ojat keliru, karena memahami norma Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers secara parsial atau tidak utuh. Sebab, persoalan perusahaan pers telah diatur pada Pasal 1 angka 2 UU Pers yang berbunyi:

    Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi

    “Dengan demikian, yang dimaksud dengan perusahaan pers sudah secara jelas diuraikan dalam Ketentuan Umum UU 40/1999. Lebih lanjut, menjadi fungsi Dewan Pers untuk mendata perusahaan pers dimaksud,” ucap Hakim Konstitusi, Manahan MP Sitompul, sebagaimana keterangan tertulis yang terdapat pada situs MKRI.ID.

    Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers tidak terdapat pertentangan UUD 1945. Dengan demikian, MK memutuskan permohonan Ojat tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

    “Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman, dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya saat membacakan amar putusan. (DZH)

  • Hakim MK Minta Diyakinkan, Kenapa Usia Cawapres Boleh Minimal 35 Tahun

    Hakim MK Minta Diyakinkan, Kenapa Usia Cawapres Boleh Minimal 35 Tahun

    JAKARTA, BANPOS – Sidang lanjutan uji materi batas usia Capres dan Cawapres kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin. Dalam sidang itu, hakim MK minta diyakinkan, kenapa usia Capres-Cawapres boleh minimal 35 tahun.

    Sidang uji materi Pasal 169 Huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini digelar di Ruang Utama Gedung MK. Sidang Ketua MK Anwar Usman, dibuka pukul 13.45 WIB. Agendanya, mendengarkan keterangan dari DPR dan Pemerintah.

    Keterangan dari DPR disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman. Politisi Partai Gerindra itu membacakan keterangan melalui online. Sementara, keterangan dari Pemerintah disampaikan Staf Ahli Menteri bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar-Lembaga Kementerian Dalam Negeri Togap Simangunsong.

    Pasal 169 Huruf q UU Pemilu mengatur syarat maju menjadi Capres-Cawapres berusia minimal 40 tahun. Pasal tersebut tengah digugat tiga pihak, antara lain Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Mereka memohon kepada mahkamah agar syarat batas usia Capres-Cawapres diturunkan menjadi minimal 35 tahun.

    Ketua MK Anwar Usman mempersilakan Habiburokhman untuk membacakan keterangan. Habib pada intinya mengisyaratkan sepakat saja jika batas usia minimal Capres-Cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.

    Dia berpendapat, aturan soal batas usia Capres-Cawapres sebenarnya ranah pembuat Undang-Undang atau open legal policy. Namun, Putusan MK terkait usia ini tidak bersifat absolut. Hal tersebut didasarkan pada Putusan MK terkait uji materi yang dimohonkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang meminta umur menjadi calon pimpinan KPK memuat syarat baru yakni pernah menjadi pimpinan KPK. Pada putusan tersebut, MK mengabulkan permohonan Nurul Ghufron.

    Menurut Habib, terdapat pergeseran pendirian MK yang semula open legal policy menjadi masalah konstitusional dan norma. Sehingga, dalam perkara ini, tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada pembentuk UU. Dia pun mengisyaratkan setuju jika MK menurunkan batas usia Cawapres-Cawapres.

    “DPR menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai konstitusionalitas pasal aquo,” ucapnya.

    Ia juga menyinggung data BPS soal bonus demografi yang akan diraih Indonesia. Penduduk usia produktif disebut 2 kali lipat dibanding usia anak dan lanjut usia. Menurut dia, generasi muda dapat berperan serta dan persiapkan diri dalam pembangunan nasional, di antaranya untuk mencalonkan diri menjadi Capres dan Cawapres.

    Habiburokhman lalu menyampaikan beberapa contoh soal usai Capres-Cawapres. Kata dia, 45 negara di dunia memberikan syarat minimal 35 tahun, di antaranya Amerika Serikat, Brasil, Rusia, India, dan Portugal. Sementara, ada 38 negara memberikan syarat usia 40 tahun.

    Togap Simangunsong kurang lebih menyampaikan hal yang sama. Dia menerangkan, aturan syarat batas usia Capres-Cawapres tidak diatur dalam UUD 1945. Pengaturan batas usia dalam aktivitas penyelenggaraan pemerintahan bersifat open legal policy bagi pembentuk Undang-Undang. Namun, menghadapi perkembangan dinamika, batasan usia Capres-Cawapres merupakan suatu yang bersifat adaptif dan fleksibel sesuai kebutuhan ketatanegaraan.

    “Mungkin saja batas usia bagi keikutsertaan warga negara dalam jabatan/aktivitas pemerintahan diubah sewaktu-waktu oleh pembentuk Undang-Undang sesuai kebutuhan perkembangan yang ada. Hal itu sepenuhnya kewenangan pembentuk Undang-Undang yang tidak dilarang,” ujarnya.

    Menanggapi keterangan tersebut, Hakim MK Wahidudin Adams kurang puas. Ia lalu minta DPR dan Pemerintah melengkapi keterangan tersebut dengan memuat fakta apa yang terjadi pada saat pembahasan dan risalah rapat saat membuat UU yang normanya sedang diuji. Misalnya, kenapa batas usia Capres-Cawapres berubah. Pada UU 2003 dan UU 2008, syarat Capres-Cawapres adalah minimal berusia 35 tahun. Kemudian, pada UU 2017 berubah menjadi 40 tahun.

    “Ini terkait fakta yang terjadi pada saat pembahasan tiga Undang-Undang itu, sehingga kita bisa melihat secara komprehensif perkembangan itu,” kata Wahiduddin.

    Hakim MK Saldi Isra memberikan tanggapan cukup panjang. Ia menilai, yang disampaikan DPR dan Pemerintah secara implisit sama saja. Keduanya ingin syarat batas usia minimal Capres-Cawapres diperbaiki dan diubah menjadi 35 tahun.

    “Ini dua-duanya mau. Kalau DPR dan Pemerintah setuju, kenapa tidak diubah saja Undang-Undangnya. Jadi, tidak perlu melempar isu ini ke MK untuk diselesaikan,” kata Saldi.

    Kata Saldi, dari keterangan DPR, secara implisit juga diketahui sudah setuju dan tidak ada perbedaan di fraksi-fraksi. Pemerintah pun setuju. Karena itu, seharusnya, UU ini dibawa saja ke DPR untuk direvisi. “Kan sederhana untuk mengubahnya. Tidak perlu dengan tangan MK,” ucapnya.

    Ia lalu meminta DPR dan Pemerintah menjelaskan terkait yang diperdebatkan. Kenapa batas usia Capres pernah turun menjadi 35 tahun lalu naik lagi menjadi 40 tahun. Hal itu penting untuk mengetahui dasar pengubahan syarat usia capres. Saldi pun meminta penjelasan lebih lanjut kepada DPR dan Pemerintah terkait urgensi mengapa batas minimum jabatan itu harus diubah.

    “Di keterangan, baik Pemerintah dan DPR itu kan ada setting politik yang berbeda, kebutuhan yang berbeda. Tapi, itu sama sekali tidak dieksplisitkan setting politik dan kebutuhan politik apa yang menyebabkan kita harus mengubah batas usia minimum,” ujarnya.

    Dia juga minta diyakinkan, kenapa turunnya ke 35 tahun? Tidak turunkan ke 30 atau 25 tahun sekalian, agar nanti tidak ada lagi yang mengajukan permohonan soal ini.

    Terakhir, ia menyampaikan, saat ini proses Pemilu sudah berlangsung dan pencoblosan semakin dekat. “Apakah ini akan digunakan sekarang atau nanti 2029?” tanyanya.

    Sementara itu, Perludem yang menjadi pihak terkait uji materi ini menyampaikan agar soal syarat usia Capres-Cawapres dibahas di DPR. Kuasa hukum Perludem Fadli Ramadhanil menyampaikan, tidak ada isu konstitusional dalam soal syarat usia ini. Kalau dibandingkan dengan elected official lainnya, syarat usia minimalnya juga berbeda-beda. Legislatif misalnya, syarat usianya 21. Bupati 25, gubernur 30.

    “Menurut saya, ini isu di perubahan undang-undang dalam proses legislasi. Jadi, kalau mau mengubah syarat usia, nanti saja di perubahan UU Pemilu,” kata, Fadli, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

    Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menyebut, peta politik Pilpres 2024 akan berubah jika MK mengabulkan gugatan batas usia Capres-Cawapres menjadi 35 tahun. Kandidat Capres-Cawapres akan berubah. Karena, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka berpotensi menjadi Cawapres apabila MK mengabulkan gugatan itu.

    Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka, edisi Rabu (2/8), dengan judul “Hakim MK Minta Diyakinkan, Kenapa Usia Cawapres Boleh Minimal 35 Tahun”. (RMID)