Tag: Mahkamah Konstitusi (MK)

  • Waspadai Penurunan Political Efficacy

    Waspadai Penurunan Political Efficacy

    JAKARTA, BANPOS – Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina Putut Widjanarko mengatakan perlu diwaspadai terjadinya penurunan political efficacy usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang bagas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

    Penurunan political efficacy artinya penurunan persepsi individu tentang kemampuannya untuk mempengaruhi proses politik dan kebijakan publik.

    “Karena apa pun yang dilakukan, ternyata tidak memberi hasil sesuai yang disepakati bersama, karena ternyata ada orang yang bisa mengubah peraturannya,” kata Putut dalam diskusi yang dipantau di Jakarta, Minggu (29/10).

    Ia menilai penurunan political efficacy terutama terjadi pada kelompok masyarakat kelas menengah yang cenderung memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kondisi di sekitarnya.

    “Kalaupun cuma kelas menengah yang political efficacy-nya menurun, tapi ini bahaya juga. Karena bagaimanapun kelas menengah kan jumlahnya semakin besar,” kata Putut menambahkan.

    Ia menilai terpilihnya Joko Widodo atau Jokowi pada 2014 sebagai Presiden meningkatkan political efficacy masyarakat sipil karena Jokowi yang bukan keturunan presiden atau tokoh militer bisa menjadi presiden.

    “Saat itu kan voluntarisme luar biasa. Orang berduyun-duyun mendukung. Salah satu yang paling dilihat saat itu bahwa kita semua, tetangga kita yang orang biasa, bisa menjadi presiden,” ucap Putut.

    Adapun penurunan political efficacy dapat membuat masyarakat yang selama ini turut dalam berjalannya negara, misalnya dengan membayar pajak, menjadi lebih abai pada kewajibannya.

    Sebelumnya, MK membuat Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah persyaratan capres dan cawapres yang tertuang dalam Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

    Pasal tersebut kini berbunyi capres dan cawapres “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.

    Terkait dengan hal tersebut, Majelis Kehormatan MK telah dibentuk untuk mengusut laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

    Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menyebut sembilan orang hakim konstitusi akan diperiksa secara tertutup perihal pengusutan itu.

    Pada Kamis (26/10), MKMK menggelar rapat perdana secara hybrid itu digelar dengan agenda klarifikasi terhadap pihak pelapor. Mereka dimintai klarifikasi terkait hal pokok yang dilaporkan, termasuk kepada siapa laporan dilayangkan.(PBN/ANT)

  • Bakal Disidang Etik oleh Jimly Cs, Ketua MK Merasa Tidak Bersalah

    Bakal Disidang Etik oleh Jimly Cs, Ketua MK Merasa Tidak Bersalah

    JAKARTA, BANPOS – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman bakal disidang etik oleh mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie atas dugaan konflik kepentingan, saat mengabulkan gugatan batas usia minimum Capres-Cawapres. Menghadapi sidang ini, Anwar tetap santai. Dia merasa tak bersalah atas putusan yang dikeluarkan MK tersebut.

    Juru bicara bidang perkara MK, Enny Nurbaningsih menyampaikan, Jimly terpilih menjadi anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mewakili unsur masyarakat. Nantinya, Jimly bakal menyidangkan dugaan pelanggaran etik bersama dua tokoh lain, yakni Bintan Saragih yang mewakili tokoh akademisi dan Wahiduddin Adams selaku hakim konstitusi aktif.

    Enny menjelaskan, pembentukan MKMK merupakan tindak lanjut dari banyaknya laporan yang masuk ke MK setelah mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2027 tentang Pemilu. Sejauh ini, sudah ada 7 laporan yang masuk ke MK terkait pelanggaran etik dan pedoman hakim.

    “Karena sembilan hakim MK tidak bisa memutus terkait laporan dimaksud, maka kami rapat permusyawaratan hakim untuk membentuk MKMK,” ujar Enny, saat jumpa pers, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

    Untuk proses selanjutnya, MK menyerahkan semuanya kepada MKMK. Enny yakin, Jimly Cs punya kredibilitas untuk menyidangkan masalah ini. “Kami tidak ikut campur mekanisme kerja dari MKMK,” tandasnya.

    Merespons hal ini, Anwar Usman tetap merasa tidak ada yang salah dalam membuat putusan terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Ia pun mempersilakan masyarakat membaca dan mengkaji putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 004/PUU-1/2003. Sebab, di putusan itu tertuang makna konflik kepentingan (conflict of Interest) terkait dengan kewenangan MK.

    Anwan memastikan, seluruh hakim MK telah bekerja berdasarkan hukum acara yang berlaku dalam memutuskan sebuah perkara. “Kami hanya tunduk kepada konstitusi, serta hanya takluk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” klaimnya.

    Adik ipar Presiden Jokowi ini menyadari, setiap putusan MK pasti menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Hal itu tidak bisa dihindari, karena di internal hakim MK juga terjadi perbedaan.

    Kepada para pelapor, Anwar mengucapkan terima kasih. Dia menganggap, laporan itu bukti perhatian terhadap putusan MK. Dia pun menjamin, segala kritik dan saran akan diterima sebagai obat untuk memperbaiki diri. “Terutama untuk perbaikan lembaga yang kita cintai,” pungkasnya.

    MK Kembali Putus Gugatan Usia Capres
    Kemarin, Senin (23/10/2023), MK kembali menggelar sidang pembacaan putusan mengenai gugatan UU Pemilu. Kali ini, mengenai batas usia maksimum Capres-Cawapres.

    Dalam sidang itu, MK menolak perkara nomor 107/PUU-XXI/2023 yang menggugat Pasal 169 Huruf q UU Pemilu, terkait batas usia maksimal seorang Capres-Cawapres 70 tahun. Dalam putusannya, MK menolak gugatan yang diajukan Rudy Hartono dengan pertimbangan gugatan tersebut tidak berbeda dengan objek permohonan dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang telah diputus MK pada Senin (16/10/2023).

    MK juga telah menolak gugatan perkara nomor 102/PUU-XXI/2023, yang diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputra. Mereka mengajukan dua gugatan sekaligus. Pertama, menggugat Pasal 169 huruf d UU Pemilu yang mengatur syarat seorang Capres-Cawapres tidak pernah mengkhianati negara, melakukan korupsi, dan melakukan tindak pidana berat.

    Kedua, menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang meminta MK menetapkan seorang usia minum Capres-Cawapres 40 tahun dan menambah frasa batas usia maksimum 70 tahun. Pemohon menilai, masyarakat berhak mendapatkan seorang pemimpin yang sehat secara jasmani dan rohani.

    Namun, semua gugatannya ditolak. MK berasalan, soal batas usia menjadi Capres-Cawapres telah diputuskan sebelumnya dalam dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Sehingga, MK menilai permohonan pemohon telah kehilangan objek dan menolak permohonannya.

    Artikel ini tayang di Harian Rakyat Merdeka, edisi Selasa (24/10), dengan judul “Bakal Disidang Etik oleh Jimly Cs, Ketua MK Merasa Tidak Bersalah”. (RMID)

    Berita Ini Telah Tayang Di https://rm.id/baca-berita/nasional/193883/bakal-disidang-etik-oleh-jimly-cs-ketua-mk-merasa-tidak-bersalah

  • Putusan MK Hari Ini Soal Batas Usia Capres 70 Tahun Molor 40 Menit Prabowo Aman?

    Putusan MK Hari Ini Soal Batas Usia Capres 70 Tahun Molor 40 Menit Prabowo Aman?

    JAKARTA, BANPOS – Calon presiden (capres) Prabowo Subianto akhirnya bisa melenggang ke KPU, Rabu (25/10) nanti. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menolak gugatan yang meminta usia capres dibatasi maksimal 70 tahun.

    Putusan MK ini dibacakan langsung oleh Ketua MK Anwar Usman. Meskipun bacaan putusan sempat molor hingga 40 menit dari yang dijadwalkan pukul 10.00 WIB.

    “Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman Senin (23/10). “Kehilangan objek,” sambungnya.

    Perlu diketahui, sebelumnya gugatan yang meminta batasan maksimal usia capres 70 tahun itu diajukan oleh tiga orang yakni Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro. Lalu gugatan itu dikuasakan kepada Aliansi 98.

    Gugatan dengan nomor perkara 102/PUU-XXI/2023 ini meminta MK agar membatasi usia capres maksimal 70 tahun. Selain itu, mereka juga meminta agar capres tidak pernah terlibat dalam kasus pelanggaran HAM.

    Pemohon lain, Rudi Hartono juga mengajukan uji Materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Perkara dengan nomor 107/PUU-XXI/2023 juga diputuskan hari ini.

    Dalam gugatannya, Rudy Hartono juga meminta agar usia capres/cawapres dibatasi 70 tahun. Karena menurutnya, usia sangat menentukan kemampuan seseorang dalam memimpin.

    Sementara gugatan pemohon Gulfino Guevarrato meminta MK agar capres yang sudah dua kali maju di Pilpres tidak lagi diperkenankan nyapres. (RMID)

    Berita Ini Telah Tayang Di RMID https://rm.id/baca-berita/pemilu/193813/putusan-mk-hari-ini-soal-batas-usia-capres-70-tahun-molor-40-menit-prabowo-aman

  • Dukungan Gibran Jadi Cawapres Makin Bergelombang

    Dukungan Gibran Jadi Cawapres Makin Bergelombang

    SERANG, BANPOS – Ratusan pemuda yang tergabung dalam Muda Banten Kreatif, mendeklarasikan diri mendukung Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2024 mendatang.

    Dukungan tersebut disampaikan langsung oleh Muda Banten Kreatif yang terdiri dari kelompok pemuda, pelajar, mahasiswa, dan buruh di Cafe Berong, Kelurahan Dalung, Cipocok Jaya, Kota Serang pada Selasa (11/10).

    Dalam acara tersebut, para hadirin nampak kompak mengenakan kaos bergambarkan Gibran. Tidak hanya kaos, nampak pula sejumlah poster bergambarkan sosok Walikota Solo bertebaran di acara itu.

    “Kita mendukung (Gibran) seutuhnya untuk maju dalam pemilihan calon presiden (Capres) atau Calon Wakil Presiden (Cawapres) di tahun 2024 nanti,” kata Ketua Muda Banten Kreatif Hasbi Ashidiqi kepada awak media.

    Hasbi mengungkapkan alasan mengapa sosok putra sulung Presiden Jokowi itu layak untuk didukung, ia menjelaskan Gibran disebut telah berhasil membangun Kota Solo menjadi lebih baik. Selain karena berprestasi dan memiliki rekam jejak yang baik, alasan lain adalah karena Gibran merupakan sosok muda yang menginspirasi.

    “Jadi akhirnya saya mendukung penuh, apalagi mas Gibran masih muda, masih panjang juga perjalanannya,” terangnya.

    Melihat sejumlah capaian keberhasilan yang berhasil diraih, Hasbi merasa optimis Gibran memiliki daya tawar yang tinggi di mata sejumlah calon kandidat di pemilu nanti.

    Paling tidak, dirinya merasa yakin jika Gibran berpeluang untuk maju sebagai Cawapres di Pilpres nanti.

    “Karena melihat umur dari mas Gibran sendiri masih muda, saya lebih optimis mas Gibran menjadi Cawapres,” ujarnya.

    Untuk itu Hasbi menegaskan, bahwa pihaknya akan mendukung sosok Gibran semaksimal mungkin agar bisa maju sebagai calon Cawapres, terlepas itu nanti dirinya akan dipasangkan dengan siapa.

    “Saya akan tetap terus mendukung mas Gibran, baik dalam keadaan menang ataupun kalah, ataupun nanti dipilih atau tidak dipilih,” tegasnya.

    Namun saat disinggung soal kemungkinan Gibran akan dipasangkan dengan siapa, Hasbi mengatakan pihaknya belum bisa menentukan. Pasalnya, masalah tersebut diserahkan kembali kepada Gibran.

    “Untuk itu saya masih belum bisa kasih tahu,” ucapnya.

    Usai dilakukannya deklarasi dukungan terhadap Gibran, Hasbi menjelaskan pihaknya akan memantau keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan ambang batas usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

    Karena saat ini peluang Gibran menjadi Cawapres terbentur oleh adanya aturan ambang batas tersebut.
    “Untuk kedepannya kita akan terus memantau keputusan-keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang di mana mas Gibran masih ditahan untuk tidak dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden,” tuturnya.

    Di sisi lain, Hasbi menjelaskan Muda Banten Kreatif merupakan kumpulan kelompok pemuda yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan juga buruh yang anggotanya mencapai 200 orang yang tersebar di delapan kota/kabupaten di Provinsi Banten.

    “Untuk anggota sendiri bisa sampai 200 orang, tersebar di delapan kabupaten/kota,” tandasnya.(CR-02/PBN)

  • Kampus Diharap Tak Jadi Ajang Politik

    Kampus Diharap Tak Jadi Ajang Politik

    TANGERANG, BANPOS – Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini mengeluarkan putusan yang memperbolehkan kegiatan kampanye di fasilitas pendidikan, baik sekolah maupun kampus sepanjang tidak menggunakan atribut dan mendapat izin dari pengelola. Terkait hal ini, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Banten yang juga Rektor Universitas Raharja Tangerang, Dr PO Abas Sunarya memberikan pandangannya.

    Abas mengaku sebagai sebuah putusan, dirinya menghormati hal itu. Namun demikian, dia berpendapat agar pascaputusan tersebut dibuat aturan secara lebih detail. “Dibuatkan juklak (petunjuk pelaksana) dan juknis (petunjuk teknis)-nya,” katanya saat ditemui wartawan belum lama ini.

    Abas menambahkan, bila kampus dijadikan arena kampanye, maka bisa saja capres, caleg maupun hingga kepala daerah beserta pendukungnya akan hadir berbondong-bondong ke kampus.”Pasti dalam satu kampus yang hadir tidak hanya bakal satu. Padahal kampus adalah lembaga pendidikan yang di dalamnya boleh jadi ketika di masyarakat mereka berasal dari macam-macam partai,” ucapnya. Karena itu, jika hal ini tidak diatur, maka kampus hanya akan menjadi ajang politik semata.

    “Kalau kita terus terang bukan melarang. Tapi kalau seperti yang mengarahkan (mengatur kampanye) adalah KPU dimana kita harus mengenal para kandidat di mana mereka nantinya akan menjadi wakil untuk membawakan suara masyarakat di tingkat pemerintahan itu boleh. Tapi harus soft,” ucapnya. Namun jika kampanye hanya dilakukan oleh salah satu partai, dirinya tegas menolak.

    “Pemahamannya (kampanye) harus oleh KPU-lah. Atau oleh pemerintah sebagai lembaga pembina organisasi politik. Jadi tidak khusus berbicara satu partai saja. Menyosialisasikan bagaimana caranya memandatkan suara kepada parpol atau kandidat yang memenuhi syarat untuk duduk di legislatif maupun eksekutif,” ucapnya.

    Karena itu, Abas mengungkapkan juklak juknis untuk mengatur kampanye di kampus menjadi keharusan. Dia pun memastikan tidak menentang aturan yang telah dikeluarkan oleh MK. “Kalau misalkan kampanye digelar di kampus oleh salah satu parpol atau caleg atau calon kepala daerah, apakah yakni yang datang cuma mahasiswa. Apakah yakin kalau tokohnya yang jadi jurkam nggak bawa pasukan, enggak bawa seragam (atribut). Pasti itu susah dibendung, apalagi dia tokoh,” tandasnya.(PBN)