Tag: Megathrust

  • Pemda Minta Warga Banten Siap Hadapi Megathrust Dan Letusan GAK

    Pemda Minta Warga Banten Siap Hadapi Megathrust Dan Letusan GAK

    SERANG, BANPOS – Semua pihak diminta untuk menyiapkan diri dan selalu siap siaga jika terjadi bencana aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda dan keberadaan zona megathrust Selatan Jawa di sebelah Selatan Provinsi Banten.

    Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dalam siaran persnya, Senin (14/2) mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan sebagai bentuk mitigasi terhadap bencana gempa dan tsunami, termasuk pengecekan dan pembangunan infrastruktur pengungsian.

    “Perlu adanya pemahaman bersama tentang persoalan ini. Gempa bisa terjadi kapan saja dan memiliki potensi tsunami,” ungkap Gubernur WH dalam Rapat Koordinasi Forkopimda terkait Penanganan Bencana di Provinsi Banten secara virtual.

    “Di Provinsi Banten dari Kabupaten Lebak hingga Serang. Di Kota Cilegon kini sudah banyak berdiri industri petrokimia yang semakin meningkatkan risiko,” tambahnya.

    Dikatakan, kewaspadaan dan sosialisasi bersama perlu ditingkatkan sebagai bentuk mitigasi bencana. Bagaimana kebijakan Provinsi, Kabupaten dan Kota terhadap penerapan aturan konstruksi tahan gempa, sistem peringatan dini, serta respon sejak dini terhadap kemungkinan yang terjadi.

    “Masyarakat juga perlu mendapatkan peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan. Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kota Serang harus sungguh-sungguh memperhatikan masyarakat atas hal ini,” kata WH.

    Ditambahkan, pembangunan infrastruktur pengungsian perlu dipercepat seperti pembangunan shelter, jalur evakuasi, rambu-rambu, serta gudang logistik. Pemprov Banten siap kembali membangun infrastruktur pengungsian dengan dukungan penyediaan lahan dari Kabupaten/Kota.

    “Pemprov Banten menyiapkan bantuan sosial, penyiapan dana, pembangunan rumah tahan gempa, hingga menyiapkan regulasi,” ungkapnya.

    Gempa dan longsor sering terjadi, kalau diikuti tsunami tingkat bahayanya lebih besar. Ini bukan ancaman tapi mitigasi terhadap potensi bencana,” pungkas WH.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengapresiasi atas kewaspadaan yang sudah terbangun dan diikuti langkah-langkah di Provinsi Banten. “Hanya saja ancamannya meningkat sehingga perlu ditingkatkan langkah-langkahnya,” ungkapnya.

    Diperlukan koordinasi untuk kolaborasi aksi nyata di lapangan, mencegah kerugian sosial ekonomi dan jiwa apabila terjadi gempa bumi dan tsunami. Menguatkan kapasitas dan kapabilitas Pemerintah Daerah, pihak terkait, dan masyarakat untuk kesiapan mencegah kerugian.

    “Upaya persiapan untuk mencegah risiko,” katanya.

    Menurutnya, ada 12 langkah untuk penguatan mitigasi gempa bumi dan tsunami di Provinsi Banten. Yakni, identifikasi potensi bahaya, identifikasi jumlah penduduk, identifikasi sumber daya, menyiapkan rencana dan sarana evakuasi, pelaksanaan aturan bangunan tahan gempa, sosialisasi/edukasi, gerakan tes siaga bencana, latihan evakuasi diri, jaringan komunikasi, pusat kendali (command centre), rencana operasi darurat, serta tata ruang wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami.

    “Secara umum kewaspadaan Pemprov Banten dan Kabupaten/Kota sudah lebih siap dibanding wilayah lain. Pertemuan hari ini agar ditindaklanjuti dengan langkah konkrit, memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) bersama, pengecekan shelter, jalur, dan rambu pengungsian,” jelas Dwikorita.

    Dalam rapat virtual yang dipandu oleh Plt Sekda Banten Banten Muhtarom itu diikuti Bupati Pandeglang Irna Narulita, Walikota Cilegon Helldy Agustian, Forkopimda Provinsi Banten, perwakilan Kabupaten Serang, Kota Serang, Kepala OPD Provinsi Banten, serta Kepala BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota serta para pejabat lainnya baik vertikal maupun pemerintah daerah.

    Terpisah, Walikota Cilegon Helldy Agustian mengungkapkan hal mengerikan jika terjadi bencana alam berupa tsunami atau gempa Megathrust di Kota Cilegon.

    Ia mengatakan, berbeda dengan daerah lain, Kota Cilegon yang memiliki luas 17,5 kilometer didominasi industri yakni sekitar 60 persen. Hal ini membuat Kota Cilegon terbilang punya dampak berbahaya jika terjadi bencana alam. “Ini kan lari kemana juga bakal kena, artinya kita mau bilang Cilegon ini berbeda dengan daerah lain, 30 persen industri kimia ada di pinggir pantai, artinya ini berbahaya,” tuturnya.

    “Idealnya dari titik bencana ke lokasi berapa menit? 40 menit masih keburu, kalau diilustrasikan tsunami itu datang 80 menit, tapi kalau datangnya tsunami 30 menit ngga ke kejar, itu prediksi terburuk,” sambungnya.

    Oleh karena itu, pihaknya akan kembali melakukan koordinasi dengan pihak industri. Pasalnya, apabila terdapat tsunami setinggi 8 meter atau gempa dengan kekuatan 8,7 magnitude apakah akan berdampak pada konstruksi bangunan industri di Kota Cilegon. “Apakah ini akan berdampak pada industri? konstruksi bangunan industrinya seperti apa? ini yang harus kita tanyakan juga,” ujarnya.

    Politisi Partai Beringin Karya (Berkarya) ini menyampaikan, bahwa sebelum menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mendapatkan informasi melalui BMKG bahwa Cilegon memiliki potensi tsunami setinggi 8,7 meter. Saat itu juga, Pemkot Cilegon bersama instansi terkait termasuk para industri langsung melakukan apel siaga bencana dan menggelar tsunami drill. “Hari ini gubernur mengumpulkan kami, agar kami bisa melihat perkembangan secara langsung, BMKG telah membuat satu buku yang notabene sudah dilaporkan ke presiden, laporan mitigasi bahaya terburuk,” ungkapnya.

    Sementara, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, setelah pihaknya melakukan koordinasi dengan BMKG, bahwa penting diadakannya Rakor sebagai antisipasi ancaman bencana alam yang terjadi. Karena ancaman tersebut sifatnya kongkuren bukan hanya daerah namun berkaitan dengan Provinsi dan pemerintah pusat.

    “Ada dua ancaman yang kemungkinan terjadi baik erupsi GAK maupun Megathrust Selat Sunda, apapun itu bentuknya bencana perlu kita antisipasi dengan melakukan mitigasi bencana,” kata Irna saat Rakor yang dilaksanakan secara virtual diruang pintar Gedung Setda.

    Menurutnya, hampir sekitar 60 persen masyarakat Pandeglang belum memiliki rumah tahan gempa, tentunya yang sudah terbangun tidak dapat rubah. Untuk itu, yang belum terbangun harus menggunakan metode rumah tahan gempa.

    “Rumah di sempadan pantai terus kami edukasi, ada 6 Kecamatan pesisir yang kami cemaskan yaitu Labuan, Carita, Panimbang, Cigeulis, Cimanggu dan Sumur, ini perlu kami petakan lebih jauh terkait ancaman yang dapat terjadi,” ujarnya.

    Irna juga menyampaikan, sejauh ini mitigasi bencana terus dilakukan secara pentahelix atau multipihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat dan media bersatu padu berkoordinasi.

    “Dari 6 kecamatan pesisir Sumur yang harus menjadi perhatian khusus karena dengan dengan patahan. Disana ada kurang lebih 25 jiwa penduduknya, 11.125 tinggal di pesisir pantai tersebar di 7 Desa,” terangnya.

    “Saya tidak mau masyarakat kami menjadi korban, untuk itu kami terus melakukan mitigasi hingga pemasangan tanda jalur evakuasi yang kini mulai pada hilang dan membangun kembali sarana komunikasi penyebarluasan informasi,” sambungnya.

    Belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, agar logistik bisa segera didistribusikan saat terjadi bencana, tahun ini akan dibangun 8 lumbung sosial yang dibangun di beberapa titik atas kolaborasi Pemda dan Kementerian Sosial.

    “Disana tersedia logistik, sanitasi, genset dan lainnya, karena pelajaran kemarin butuh waktu lama tiba di lokasi bencana untuk mendistribusikan logistik,” ungkapnya.

    (DHE/RUS/PBN)

  • Hadapi Ancaman Megathrust, Pemda Diminta Buat Peta Potensi Rawan Bencana

    Hadapi Ancaman Megathrust, Pemda Diminta Buat Peta Potensi Rawan Bencana

    PANDEGLANG, BANPOS- Menghadapi ancaman megathrust 8,7 magnitudo, Badan Meteorologi klimatologi dan Geofisika (BMKG) mensosialisasikan Kepada Bupati beserta Unsur Forkopimda, stakeholder terkait dan para camat Se-Kabupaten Pandeglang tentang informasi ancaman megathrust 8,7 skala Richter di Selat Sunda.

    Deputi Bidang Geofisika BMKG, Suko Prayitno Adi mengatakan, gempa dengan magnitude 6,6 yang terjadi di Banten Selatan pada hari Jum’at (14/1) lalu dapat menjadi pembelajaran untuk kesiapan mitigasi bencana.

    “Kejadian ini menjadi pembelajaran untuk saling sharing knowledge atau berbagi pengetahuan dan kesiapan kita untuk mitigasi, sehingga dapat memberikan solusi terbaik,” kata Suko Prayitno Adi saat sosialisasi di Pendopo, Rabu (25/1).

    Ia juga menyampaikan, bahwa dalam kondisi saat ini, pihaknya mengingatkan untuk di setiap kecamatan agar disediakan peta potensi rawan bencana guna mengetahui daerah mana saja yang kiranya berpotensi adanya bencana alam tsunami.

    “Saya minta tolong kepada Muspika agar berperan aktif untuk membuat peta-peta tersebut dan jangan ragu bapak dan ibu untuk berkomunikasi kepada tim kami, sekecil apapun informasi sampaikan saja. Selain itu, kami dari BMKG menyediakan aplikasi mobile berbasis Android dan iOS tentang Informasi cuaca maupun informasi potensi bencana bagi masyarakat,” ujarnya.

    Menurutnya, hal yang perlu untuk diingat bahwa potensi bencana memang ada. Akan tetapi dengan bekal pelatihan yang diberikan tidak perlu khawatir dalam menghadapinya.

    “Kita tidak perlu khawatir, dengan adanya bekal pelatihan yang kita miliki. Sehingga kita sudah siap untuk menghadapi apabila bencana terjadi, sehingga bisa meminimalisir adanya korban,” ungkapnya.

    Sementara itu, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, untuk mengantisipasi adanya potensi gempa bumi dan tsunami, pihaknya sering membuat latihan evakuasi setiap minggunya yakni pada hari Senin. Sehingga apabila kejadian tersebut benar terjadi bisa meminimaliisir adanya korban jiwa.

    “Kegiatan ini tidak lain dan bukan untuk melatih agar warga tidak panik dan paham harus berbuat apa jika terjadi bencana gempa ataupun tsunami. Wilayah yang terdampak gempa bumi cukup banyak yakni wilayah Kecamatan Sumur itu tidak ada Shelter Tsunami, Kedepan alangkah baiknya untuk bisa merencanakan anggaran pembangunan shelter diwilayah tersebut,” ungkapnya.

    (DHE)

  • Sepuluh Lumbung Sosial Bakal Dibangun Di Zona Merah Rawan Bencana

    Sepuluh Lumbung Sosial Bakal Dibangun Di Zona Merah Rawan Bencana

    PANDEGLANG, BNAPOS – Beberapa titik zona merah (rawan bencana) di Kabupaten Pandeglang, bakal dibuatkan lumbung sosial penanganan bencana.

    Demikian disampaikan Bupati Pandeglang, Irna Narulita, menindaklanjuti rencana Menteri Sosial (Mensos) RI, Tri Rismaharini, yang memerintahkan harus ada lumbung sosial penanganan bencana. Kemudian, Dinas Sosial (Dinsos) Pandeglang langsung mengajukannya.

    Semula ungkap Irna, lumbung sosial itu dari Pemerintah Pusat hanya diberikan lima lumbung saja, dan dari Pemkab Pandeglang dua lumbung. Namun karena dibantu didorong oleh Komisi VIII DPR RI, jadi nanti bakal dapat 10 lumbung.

    “Langsung kami susul pengajuannya, untuk lumbung sosial itu. Awalnya dikasih lima lumbung, namun karena dibantu oleh Komisi VIII DPR RI, jadi dapat 10 lumbung. Nanti dari kami dua lumbung,” kata Irna, Minggu (23/1).

    Sepuluh lumbung sosial penanganan bencana itu, bukan hanya dibuat di wilayah Sumur saja, tetapi bakal dibuat di wilayah-wilayah yang rawan bencana baik tsunami, gempa, banjir maupun longsor.

    “Untuk di Kecamatan Sumur, wajib tiga lumbung. Nanti di Kecamatan Patia juga, dibuatkan karena rawan banjir. Kecamatan lainnya yakni, di Cikuesik dan Cigeulis. Ini dibuat secara bertahap, kemungkinan nanti di Kecamatan lainnya yang rawan bencana,” tambahnya.

    Menurutnya, lumbung sosial itu salah satu cara dari pemerintah, untuk semakin mendekatkan kebutuhan-kebutuhan dasar atau logistik untuk masyarakat, yang tinggal di wilayah berpotensi bencana.

    “Jangan sampai, kebutuhan dasarnya terhenti gara-gara terhalang akses infrastruktur. Maka dengan program lumbung sosial ini, akan semakin masyarakat didorong untuk siap menghadapi bencana, tanpa kesulitan untuk menyediakan kebutuhan dasarnya seperti makanan, minuman dan sebagainya,” tandasnya.

    Kepala Dinsos Pandeglang, Nuriah menambahkan, perlengkapan untuk lumbung sosial penanganan bencana dari Pemerintah Pusat, sudah ada satu di Dinsos Pandeglang. Sisanya kata dia, bakal dikirim secara bertahap.

    “Fasilitas lumbung itu, ada peralatan masak, sanitasi air, bantuan makanan, tenda keluarga, tendan induk. Jadi nanti, semua itu ada di lumbung. Kemarin (Jumat,red) baru satu, karena semuanya disediakan secara bertahap,” ujar Nuriah.

    Ditambahkannya, pihaknya sedang mempersiapkan anggaran dan mencari lahan, untuk mewujudkan lumbung sosial penanganan bencana tersebut.

    “Kami sedang menghitung kebutuhan untuk mendirikan bangunannya, dan mencari lahannya. InsyaAllah, ini dapat diselesaikan secara cepat,” tandasnya.

    (NIPAL/MARDIANA/BNN)

  • Potensi Megathrust di Banten Selatan Perlu Dimitigasi

    Potensi Megathrust di Banten Selatan Perlu Dimitigasi

    PANDEGLANG, BANPOS – Mengenai terjadinya megathrust berupa gempa berkekuatan 8,7 magnitudo yang bisa memicu tsunami di Selat Sunda, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong edukasi mitigasi bencana untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.

    Koordinator Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Klas I Tangerang, Urip Setiyono mengatakan, untuk memberikan edukasi mitigasi bencana bukan hanya tugas Pemda saja, akan tetapi tugas semua pihak.

    “Sebetulnya bukan hanya Pemda, tapi harus semua pihak. Mitigasi bencana itulah yang begitu penting diketahui dan dipahami oleh masyarakat, Pemda yang menyiapkan infrastrukturnya,” kata Urip Setiyono di Pandeglang, Selasa (18/1).

    Dalam hal tersebut, Pemda perlu menyiapkan rambu-rambu zona evakuasi bagi warga. Rambu-rambu tersebut harus disosialisasikan agar warga paham peta evakuasi kemana harus menyelamatkan diri saat bencana terjadi.

    “Tadi di forum rapat saya sampaikan, titik-titik kumpul evakuasi harus diverifikasi yang betul-betul aman. Jangan sampai warga lari ke situ ternyata tidak aman, itu yang harus disiapkan Pemda,” terangnya.

    Menurutnya, Pemda perlu melakukan simulasi dengan warga, bagaimana mitigasi bencana ini dilakukan. Warga harus paham betul kemana mereka menyelamatkan diri, bahkan durasi simulasi tersebut juga harus dihitung demi menghindari jatuhnya korban jiwa lebih besar.

    “Karena waktu terjadinya potensi tsunami setelah gempa itu sangat pendek, maka memang harus disimulasikan. Latihan seolah-olah ada gempa, lalu dites dan dihitung berapa menit waktu tercepat menuju titik evakuasinya. Kan ada orang tua juga, supaya kita tahu kapasitas warga disitu bagaimana,” terangnya.

    Selain itu, Pemda perlu memperhatikan kapasitas titik evakuasi yang telah disiapkan, apakah cukup atau tidak untuk menampung warga sekitar. Jika tidak, maka Pemda perlu menyebar titik-titik evakuasi tersebut untuk memudahkan warga.

    Urip menambahkan, pemodelan simulasi ini selanjutnya harus dievaluasi oleh Pemda. BMKG menyarankan simulasi tersebut perlu dilakukan Pemda minimal setahun sekali agar warga tidak bingung ke mana mereka harus melarikan diri ketika gempa dan tsunami menerjang wilayah tersebut.

    “Minimal setahun sekali, latihan buat warga. Buat dievaluasi, kalau ternyata warga kebanyakan lari kesitu, kan numpuk. Maka perlu tempat evakuasi yang lain yang deket-deket situ, itu yang harus dicarikan segera,” ujarnya.

    Urip menjelaskan, untuk mengetahui ciri-ciri yang menandai gempa berkekuatan 8,7 magnitudo di Selat Sunda, yang bisa memicu tsunami setinggi 19 hingga 21 meter tersebut, ada beberapa tanda yang harus diketahui.

    “Ciri gempa yang berpotensi tsunami itu kita merasakan pusing, tidak bisa berdiri, sempoyongan dan mual. Nah itu adalah ciri-ciri yang bisa kita rasakan apabila terjadi gempa yang umumnya berpotensi tsunami,” jelasnya.

    Selain pertanda alamiah tersebut, ciri lainnya yaitu jaringan listrik dan saluran telekomunikasi akan mati seketika usai gempa ini terjadi. Urip pun menyarankan warga segera menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman jika guncangan berkekuatan besar dirasakan.

    “Karena kalau sudah guncangan gempa 8,7 pasti listrik mati, saluran telekomunikasi juga mati. Dengan merasakan seperti itu, setelah reda gempanya tidak mikir-mikir lagi, langsung evakuasi mandiri tanpa lagi lihat HP nyari-nyari peringatan dini, tidak perlu. Langsung saja lari menuju tempat evakuasi,” ujarnya.

    Urip menyatakan, BMKG memang masih belum mampu memprediksi secara presisi kapan gempa itu terjadi. Tapi berdasarkan hitungan permodelan para ahli pada tim pusat gempa nasional di Bandung, gempa ini bisa memicu tsunami setinggi 19-21 meter yang dampaknya terasa hingga ke daerah Lampung.

    Alasannya, karena lempengan Selat Sunda sudah lama tidak terjadi gempa besar. Kondisi itu, berbeda dengan lempengan di zona lain seperti di Pangandaran, Jawa Barat dan Bengkulu yang sudah terjadi gempa besar.

    “Kita tidak bisa memprediksi megathrust kapan terjadinya, karena ciri-ciri gempa sama saja seperti gempa pada umumnya. Tapi memang potensinya ada karena yang di zona ini titik kekosongan gempa, istilahnya tempat sunyi gempa. Ini makanya kenapa para ahli menentukan asumsi itu (Potensi megathrust 8,7 yang memicu tsunami),” katanya.

    “Jadi jangan dicampuradukan antara prediksi dan potensi, potensi itu ada peluangnya. Tapi tepat terjadinya kapan itu kita tidak tahu, tapi memang tempatnya itu kurang lebih ada disitu (Selat Sunda),” ungkapnya.(dhe/pbn)

  • Gempa Sumur Bukan Ancaman Sesungguhnya, Megathrust Terus Mengintai

    Gempa Sumur Bukan Ancaman Sesungguhnya, Megathrust Terus Mengintai

    JAKARTA, BANPOS – Pasca gempa Banten dengan kekuatan 6,6 magnitudo, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kasih warning serius. Kata lembaga pemantau gempa ini, ada ancaman gempa besar di Selat Sunda. Kekuatannya sekitar 8,7 magnitudo. Semoga tak sampai kejadian ya. Amin.

    Soal ancaman gempa besar itu diungkap Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, kemarin. Dia mewanti-wanti masyarakat Banten dan sekitarnya, agar lebih waspada. Karena diprediksi, ada potensi gempa besar dari patahan megathrust di Selat Sunda.

    “Gempa Ujung Kulon kemarin sebenarnya bukan ancaman sesungguhnya, karena segmen megathrust Selat Sunda mampu memicu gempa dengan magnitudo tertarget mencapai 8,7. Dan ini dapat terjadi sewaktu-waktu,” ujar Daryono.

    Diakuinya, sampai saat ini belum ada rumus atau teknologi yang mampu memprediksi dengan tepat kapan gempa itu terjadi. Sehingga, masyarakat harus bersiap dengan berbagai dampak yang akan terjadi. Mengingat, patahan megathrust melintang di selatan Pulau Jawa, termasuk dari pantai barat Sumatera sampai ke Nusa Tenggara Timur.

    Bukan maksud menakut-nakuti, atau bikin masyarakat panik. Namun, ancaman ini harus benar-benar diantisipasi. Pasalnya, sudah lama di Selat Sunda.

    “Inilah ancaman yang sesungguhnya. Kapan saja dapat terjadi. Karena Selat Sunda ini merupakan salah satu zona seismic gap di Indonesia yang selama ratusan tahun belum terjadi gempa besar,” ujarnya.

    Menurut dia, Selat Sunda berada di antara dua lokasi gempa besar yang merusak dan memicu tsunami. Yakni, gempa Pangandaran magnitudo 7,7 pada 2006 dan gempa Bengkulu magnitudo 8,5 pada 2007.

    Untuk diketahui, Selat Sunda memang sering menjadi lokasi gempa dan tsunami. Tsunami Selat Sunda akibat gempa terjadi pada tahun 1722, 1852, dan 1958. Tsunami terjadi pada tahun 416, 1883, 1928, dan 2018 berkaitan dengan erupsi Gunung Krakatau. Sedangkan tsunami pada 1851, 1883, dan 1889 dipicu aktivitas longsoran.

    “Gempa kuat dan tsunami adalah proses alam yang tidak dapat dihentikan. Bahkan memprediksi kapan terjadinya pun juga belum bisa. Namun, dalam ketidakpastian kapan terjadinya itu, kita masih dapat menyiapkan upaya mitigasi konkret,” pesannya.

    Adapun mitigasi konkretnya seperti membangun bangunan tahan gempa, memodelkan bahaya gempa dan tsunami, kemudian menjadikan model ini sebagai acuan mitigasi, seperti perencanaan wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami.

    Mitigasi yang diperlukan dan penting berupa penyiapan jalur evakuasi, memasang rambu evakuasi, membangun tempat evakuasi, berlatih evakuasi/drill secara berkala, termasuk edukasi evakuasi mandiri. Di samping itu, BMKG juga akan terus meningkatkan performa peringatan dini tsunami lebih cepat dan akurat.

    Kata Daryono, gempa 6,6 magnitudo di Banten kemarin, merupakan gempa di area megathrust. Namun, termasuk gempa dangkal akibat patahan batuan Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Selat Sunda-Banten.

    Itu adalah gempa interslab earthquake. Ciri-cirinya mampu meradiasikan guncangan (ground motion) yang lebih besar dan lebih kuat dari gempa sekelasnya dari sumber lain. “Sehingga wajar jika gempa ini memiliki spektrum guncangan yang sangat luas, dirasakan hingga Sumatera Selatan hingga Jawa Barat,” katanya.

    Meski hanya 6,6 magnitudo, sejumlah wilayah di Tangerang, Jakarta, Bogor, dan Bekasi merasakannya. Padahal, berdasarkan informasi dari BMKG, gempa tersebut terjadi pada kedalaman 10 kilometer di laut.

    Peringatan soal ancaman gempa besar juga pernah disampaikan Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas pada pertengahan tahun lalu. Menurut dia, gempa besar di Selatan Jawa yang diprediksi sampai 8,7 magnitudo itu akan menyebabkan terjadinya tsunami dengan ketinggian 20 meter.

    Berdasarkan hasil simulasi model, run up tsunami dapat mencapai sebagian besar Pluit, Ancol, Gunung Sahari, Kota Tua, dan Gajah Mada. Istana Negara juga bakal kena.

    Disinggung kapan gempa dan tsunami itu terjadi, Heri menjelaskan, hingga kini belum ada ilmuwan yang bisa memprediksi kapan datangnya gempa.

    Hal itu karena itu tsunami akibat gempa megathrust tidak bisa diprediksi kapan waktunya.

    Namun, karena gempa bumi sifatnya berulang, sehingga gempa yang telah terjadi akan terjadi lagi di masa kini dan yang akan datang. Secara bahasa keilmuannya disebut earthquake cycle.

    “Bisa besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan, bisa kapan saja,” ujar Heri.

    Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily bereaksi terkait pesan BMKG soal megathrust Selat Sunda. Ia meminta, para pemda serius menanggapi peringatan dari BMKG melalui latihan simulasi bencana. Dengan begitu, masyarakat benar-benar siap jika gempa itu benar-benar terjadi.

    Tak kalah pentingnya, pemerintah juga harus memastikan ketersediaan tempat evakuasi hingga jalur evakuasi. “Termasuk jenis bencana apa yang akan terjadi di era tersebut. Misalkan daerah Selat Sunda, maka harus selalu dilakukan intensif kesiapsiagaan kita menghadapi tsunami, ketersediaan tempat evakuasi, shelter, titik evakuasi diarahkan,” kata Ace.

    Politisi Golkar ini menegaskan, peringatan BMKG patut diwaspadai. Penting saat ini untuk mengedukasi masyarakat dalam menghadapi bencana. Begitu juga peralatan BMKG, khususnya pendeteksi gempa, bisa menjangkau ke seluruh masyarakat agar siap siaga menghadapi gempa maupun tsunami.(MEN/ENK/RMID)