Tag: minyak goreng langka

  • Menjelang Ramadan Disperindagpas Lebak Akan Gelar Operasi Pasar Minyakl Goreng

    Menjelang Ramadan Disperindagpas Lebak Akan Gelar Operasi Pasar Minyakl Goreng

    RANGKASBITUNG, BANPOS – Menjelang bulan Ramadan, Dinas perindustrian perdagangan dan pasar (Disperindagpas) Lebak, akan menggelar Operasi Pasar (OP) dengan harga murah.

    Disebutkan, rencananya OP akan digelar pada 29 Maret 2022 mendatang di sejumlah kecamatan dengan menyediakan lima jenis komoditas kebutuhan pokok.

    Kepala bidang (Kabid) Perdagangan dan Pasar Disperindagpas Lebak, Dedi Setiawan mengatakan, OP murah akan dilaksanakan dalam rangka mengantisipasi lonjakan harga kebutuhan pokok menjelang bulan Ramadan. Terangnya, OP murah akan dilaksanakan 29 Maret 2022 di sejumlah kecamatan.

    “OP pasar murah akan menjual lima jenis komoditas, dengan harga subsidi dari pemerintah,” kata pria yang akrab disapa Ocod tersebut, Selasa 22 Maret nanti” katanya, Kamis (24/03).

    Dijelaskan Ocod, ke lima jenis komoditas itu, diantaranya gula pasir, beras, minyak goreng, terigu dan telur, dan untuk harga jual lima jenis barang sembako tersebut rata-rata sekitar Rp 4 ribu per komoditas. “Tentu harganya murah, rata-rata Rp 4.000 per komoditas,” ujarnya.

    Namun, kata Ocod, untuk komoditas berupa telur, itu hanya untuk di kecamatan Rangkasbitung, alasannya komoditas tersebut rentan pecah.

    “Kalau telur, kami khawatir dalam pengirimannya. Kan telur mudah pecah. Jadi, dari beberapa komoditi yang kami suplai untuk beberapa kecamatan, hanya telur yang kami suplai di satu kecamatan, yaitu Rangkasbitung saja,” paparnya.(WDO/PBN)

  • Harga Migor Naik, Masyarakat: Pemerintah Sengaja Buat Gaduh

    Harga Migor Naik, Masyarakat: Pemerintah Sengaja Buat Gaduh

    SERANG, BANPOS – Kenaikan harga minyak goreng di pasaran menjelang Ramadhan ini menjadi tranding topik di masyarakat, terutama di kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT) dan juga pelaku usaha di bidang pangan. Dampaknya ini tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga dirasakan oleh distributor.

    Harga minyak goreng dengan volume dua liter yang mencapai kisaran angka Rp50 ribu rupiah mendapat banyak keluhan dari masyarakat, termasuk di Kota Serang.

    Salah satu warga Kota Serang, Isnawati, mengaku bahwa dirinya merasa terbebani dengan kenaikan harga minyak goreng.

    “Naiknya enggak tanggung-tanggung, jadi kami sebagai ibu rumah tangga cukup menjerit karena terlalu mahal. Mungkin kalau naiknya tidak sekaligus kami tidak akan mengeluh. Jadi seolah-olah pemerintah ini abai sama kita,” ujarnya kepada awak media, Minggu (20/3).

    Ia mengaku curiga kepada pemerintah akibat situasi ini, kelangkaan minyak goreng saat menggunakan harga subsidi, dan stok minyak goreng yang tiba-tiba melimpah ketika harga naik.

    “Gimana kami tidak curiga, kemarin-kemarin minyak goreng langka sewaktu disubsidi. Sekarang harganya mahal banget, tiba-tiba stoknya banyak,” tuturnya.

    Ia pun menyayangkan pemberitaan yang beredar terkait pemerintah Indonesia yang melakukan ekspor minyak dengan harga murah.

    “Kenapa harus diekspor kalau masyarakat Indonesia sendiri sedang kesusahan. Apalagi kan dua tahun kemarin kami dihantam Covid-19, kenapa sekarang kami dihantam dengan harga kebutuhan pokok yang tidak masuk akal,” ungkapnya.

    Sama halnya dengan warga lain, Sasmita, menganggap bahwa situasi ini tidak berpihak pada masyarakat, justru malah mencekik perekonomian masyatakat.

    “Entah bagaimana pemikiran pemerintah terhadap masyarakatnya, tapi saya yang merasakan seolah-olah pemerintah dengan sengaja membuat gaduh harga minyak goreng ini,” paparnya.

    Ia pun menuturkan bahwa harga kenaikan minyak goreng menjelang Ramadhan ini membuat ibu rumah tangga (IRT) dan pelaku usaha pangan.

    “Jangankan pedagang, ibu rumah tangga saja lebih banyak menggunakan minyak goreng dan gula untuk memasak dan membuat cemilan buka puasa. Kenapa sekarang malah kondisinya dipersulit,” ujar dia.

    Mita menuturkan seharusnya harga minyak goreng dan bahan pokok lainnya dibebaskan dari harga maksimal, agar tidak terjadi situasi semacam ini.

    “Bukan malah harga minyak goreng dibebaskan tanpa adanya harga maksimal. Gula saja kan sekarang ini naik Rp1.000, yang tadinya Rp12.500 per dua kilo, sekarang jadi Rp13.500,” ucapnya.

    Sementara itu pedagang minyak goreng di lingkungan Lopang, Kecamatan Serang, Syaiful, mengatakan bahwa ia juga terkejut dengan kenaikan harga minyak goreng.

    “Tapi dua hari pertama saya agak kesulitan buat dapat stok minyak goreng. Ketika ada barangnya saya juga kaget, ternyata naik hampir Rp4.000 Bingung jualnya,” tandasnya.
    (MG-03)

  • Polisi ‘Berburu’ Migor untuk Antisipasi Kebutuhan Ramadan

    Polisi ‘Berburu’ Migor untuk Antisipasi Kebutuhan Ramadan

    SERANG, BANPOS – Jelang bulan Ramadan, Polres melakukan ‘perburuan’ minyak goreng dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap distributor yang ada di wilayah hukum mereka.

    Diketahui, Polres Serang Kota melakukan sidak yang dilakukan bersama dengan DinkopUKMPerindag Kota Serang itu menyasar dua gudang distributor di Kaligandu, Kota Serang. Sedangkan Polres Cilegon bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cilegon melakukan pengecekan minyak goreng di PT Selago Makmur Plantation yang berlokasi di Jalan Raya Anyer, Kelurahan Gunung Sugih, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon.

    Sementara itu. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, pihaknya akan melakukan pengawalan terhadap distribusi dan ketersediaan minyak goreng di pasaran. Hal ini ditegaskan Kapolri dalam keterangan pers bersama usai mengikuti Rapat Terbatas (Ratas) yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (15/3).

    “Tentunya kami dari kepolisian siap untuk mengawal sehingga jaminan distribusi kemudian ketersediaan di pasar betul-betul riil di lapangan,” ujar Listyo.

    Kapolri menambahkan, pihaknya terjun langsung untuk mengetahui mekanisme pasar terkait dengan perkembangan situasi harga minyak.

    “Tentunya kami akan bekerja sama dengan seluruh stakeholders untuk memastikan bahwa harga minyak curah serta minyak kemasan sesuai dengan dengan harga keekonomian, semuanya ada di pasar,” ujar Listyo.

    Kapolri sebelumnya telah menginstruksikan kepada seluruh Kapolda hingga untuk memastikan dan memperketat pengawasan terhadap ketersediaan minyak goreng di daerah-daerah. Mulai dari produksi hingga distribusi.

    Kapolri menerangkan hal-hal yang perlu diwaspadai jajaran Polri adalah potensi pelanggaran di tengah kesulitan masyarakat mendapatkan komoditas minyak goreng. Adapun potensi pelanggaran yang dimaksud, antara lain upaya oknum menahan distribusi stok minyak goreng ke pasaran.

    Karena itu, Sigit memerintahkan kepada polisi di lapangan agar tidak sekadar memeriksa dokumen saja, melainkan juga memastikan produsen menjalankan kewajibannya mendistribusikan minyak goreng ke pasaran.

    Menindaklanjuti instruksi tersebut, Polres Serang Kota melakukan sidak dan mendapatkan puluhan liter minyak goreng yang masih disimpan di gudang milik PT Tugu Wicaksana, PT Tunas Wangi, PT Rajawali Nusindo dan PT Bukit Inti Makmur. Klaim yang disampaikan oleh para distributor, minyak goreng tersebut akan didistribusikan, bukan ditimbun.

    Kasat Reskrim Polres Serang Kota, AKP David Adhi Kusuma, mengatakan bahwa berdasarkan monitoring yang dilakukan bersama Pemkot Serang, pendistribusian minyak goreng sudah sesuai, sebab dari distributor minyak goreng tidak hanya disalurkan di Kota Serang.

    “Data yang kami terima untuk ketersediaan tiap hari abis, mudah-mudahan sampai Ramadan cukup, karena tiap hari lancar,” katanya, Selasa (15/3).

    Meski begitu, ia juga menyarankan agar minyak goreng yang ada di distributor dapat segera disalurkan. Sehingga masyarakat tidak sulit mendapatkan minyak goreng khususnya yang sesuai dengan HET.

    “Kami menyarankan agar pendistribusian segera disalurkan sesuai masing-masing jumlah wilayah,” ucapnya.

    Sementara itu, Kepala DinkopUKMPerindag Kota Serang, Wasis Dewanto, mengatakan bahwa ketersediaan minyak goreng cukup banyak, bahkan dapat ditemukan di setiap pedagang di lingkungan yang ada di Kota Serang.

    Namun pihaknya juga harus memastikan harganya harus sesuai HET, sebab masih cukup banyak yang harganya diluar HET. “Kalau di bawah (pedagang biasa) banyak (minyak goreng), tapi ini harus kita kontrol agar harga sesuai HET,” katanya.

    Maka dari itu, pihaknya bersama Polres Serang Kota akan terus memastikan minyak goreng yang sesuai HET, dapat terus disalurkan baik ke Kota Serang maupun daerah lainnya.

    Wasis mengatakan, berdasarkan hasil monitoring didapati bahwa terdapat stok sebanyak 4.200 karton. Masing-masing stok itu didapati pada gudang milik PT Tugu Wicaksana sebanyak 1.500 karton, PT Bukit Inti Makmur sebanyak 2.289 karton, dan PT Rajawali Nusindo sebanyak 3.400 karton.

    “Satu dus (karton-red) itu 12 liter isinya, dari PT Tunas Wangi 2.100 masih ada di gudang, dan datang lagi 2.100, jadi 50 ribu liter, cukup untuk masyarakat Kota Serang,” ucapnya.

    Terpisah, dalam sidak Polres Cilegon bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cilegon ditemukan bahwa masih terdapat kekurangan stok untuk Kota Cilegon.

    Kapolres Cilegon AKBP Sigit Haryono mengatakan, pengecekan tersebut dilakukan guna memastikan pasokan minyak goreng untuk masyarakat. Diketahui perusahaan tersebut merupakan produsen minyak goreng

    “Kami memastikan produksi kapasitasnya berapa, kemudian tentunya kami meminta kepada PT Selago untuk selalu komunikasi dengan kami kepolisian dan Disperindag terkait dengan pasokan bahan di pabrik ini harus kita jamin kelancarannya dan keamanannya,” kata Kapolres kepada awak media, Selasa (15/3).

    Dikatakan Kapolres, pengecekan itu juga dilakukan untuk memastikan harga tertinggi minyak goreng di masyarakat. Pasalnya, ada beberapa informasi yang beredar bahwa terdapat pihak yang menaikan harga minyak goreng di luar ketentuan.

    “Tentunya masing-masing minyak harganya berbeda-beda, masing-masing minyak berbeda-beda, tetapi dari Disperindag tentunya mengacu dari Kementerian Perdagangan sudah harga dipatok misalnya Rp 14 ribu, itu yang kita pantau,” tuturnya.

    Diketahui dalam sebulan PT Selago Makmur Plantation mampu memproduksi sebanyak 3.000 ton minyak goreng kemasan. Namun, jumlah tersebut dinilai belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan dari Kota Cilegon maupun Provinsi Banten pada umumnya. “Tetapi yang penting kita pastikan ada dulu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal,” ujarnya.

    Meski demikian, berdasarkan perhitungan dari perusahaan, dikatakan AKBP Sigit dalam waktu 7 sampai 14 hari kedepan stok minyak goreng dipastikan aman.

    “Mampu berapa hari stok ini bertahan yang dibelakang kita ini, dari pabrik menghitung 14 hari stok dipastikan tidak langka. Hitungannya antara 7-14 hari ini tergantung dari pasokan CPO nya karena pabrik ini lokasi jetty nya persis di tepi laut sehingga pasokan CPO tergantung pada naik dan turunnya gelombang air laut, cuaca sehingga dengan waktu 7-14 hari ini dipastikan stok kita aman,” ungkapnya.

    Sigit berharap, dengan dilakukannya sidak atau pengecekan terhadap produsen minyak goreng itu dapat menemukan titik permasalahan mengapa minyak goreng belakangan ini sulit ditemukan.

    Selain memproduksi minyak goreng kemasan PT Selago Makmur Plantation juga memproduksi minyak goreng curah dengan kapasitas 8 hingga 10 ribu ton per bulan.

    “Kami dari kepolisian Polres Cilegon, Polda Banten, Mabes Polri bersama dengan Disperindag Kota Cilegon, provinsi sampai pusat sana setelah melakukan kegiatan bersama-sama ini harapannya akan ketemu simpul-simpulnya sehingga mendekati ramadhan ini masyarakat tidak diresahkan dengan harga dan kelangkaan minyak goreng,” tandasnya.

    (LUK/DZH/PBN)

  • Sudah Dibantah Pengadilan dan Kejaksaan, Tetap Sibuk Jual Barbuk

    Sudah Dibantah Pengadilan dan Kejaksaan, Tetap Sibuk Jual Barbuk

    KLAIM Kepolisian Resort (Polres) Serang Kota maupun Kepolisian Daerah (Polda) Banten yang menyatakan bahwa penjualan barang bukti minyak goreng yang dilakukan oleh Polres Serang Kota maupun Polres Lebak merupakan kesepakatan antara penyidik Kepolisian dengan penuntut dan hakim telah dibantah. Baik oleh pihak Kejaksaan Negeri Serang maupun pihak Pengadilan Negeri Serang.

    Dua lembaga penegak hukum itu menegaskan bahwa langkah penjualan barang bukti minyak goreng oleh Polres Serang Kota merupakan inisiatif dari Kepolisian sendiri. Sedangkan pihak Kejari Serang maupun PN Serang tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Sebab, tahapan perkara itu masih dalam tahapan penyidikan oleh pihak Kepolisian.

    Kejari Serang dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kasi Intel Kejari Serang, Mali Diaan, mengatakan bahwa perkara tersebut belum dilimpahkan kepada Kejari Serang. Sehingga, Kejari Serang belum memiliki kewenangan untuk memberikan arahan kepada penyidik.

    Hal itu juga disampaikan oleh salah satu sumber BANPOS di Kejari Serang. Menurut sumber BANPOS, klaim adanya kesepakatan antara penyidik dan penuntut, dalam hal ini Kejari Serang, untuk melakukan penjualan barang bukti tidaklah benar. Namun diakui, penyidik Polres Serang Kota telah berkonsultasi dengan Kejari Serang untuk menjual barang bukti tersebut.

    “Kalau dari kami mah silahkan saja, asalkan memperhatikan Pasal 45 KUHAP. Kalau nanti ternyata tidak sesuai, mungkin kami tidak akan terima perkaranya. Karena ini belum dilimpahkan, masih penyidikan. Kecuali misalkan ada di tahap P-19, kami bisa berikan arahan dan petunjuk,” tutur sumber BANPOS.

    Sementara PN Serang melalui Humasnya, Uli Purnama, mengatakan bahwa penjualan barang bukti minyak goreng itu sepenuhnya merupakan tanggungjawab dari pihak Polres Serang Kota. Oleh karena itu, seharusnya Polres Serang Kota lah yang memberikan penjelasan secara rinci berkaitan dengan langkah penjualan barang bukti itu.

    “Penjualan barang bukti tersebut menjadi tanggung jawab pihak Polres Serang Kota. Dan tentunya media bisa bertanya kepada pihak Polres Serang Kota, apa alasan melakukan penjualan barang bukti,” katanya.

    Uli yang juga menyampaikan keterangannya dalam rangka klarifikasi pemberitaan BANPOS pada edisi Jumat (11/3) lalu itu, mengatakan bahwa pihak Pengadilan Negeri Serang tidak pernah mengeluarkan izin penjualan barang bukti tersebut.

    “PN Serang sampai dengan berita ini dimuat, tidak pernah memberikan statemen izin penjualan barang bukti tersebut. Sehingga Pengadilan tidak dalam kapasitas kewenangannya mengambil sikap lepas tangan atau tidak, dalam pelaksanaan penjualan tersebut,” terangnya.

    Dalam statemen yang disampaikan oleh praktisi hukum, Ferry Reynaldi, disebutkan bahwa terdapat sejumlah pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Polres Serang Kota maupun Polres Lebak dalam penerapan Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Salah satunya terkait dengan penjualan dengan cara lelang melalui lembaga pelelangan negara seperti KPKNL dan DJKN.

    “Jadi yang harus dilakukan adalah Lelang, bukan bazar seperti itu. Dan dalam pelaksanaannya pun, harus menggandeng lembaga lelang negara seperti KPKNL dan DJKN. Kalau alasannya lama lagi prosesnya, tetap harus dilakukan. Tidak ada diskresi untuk itu,” ucapnya.

    Ia pun mempertanyakan terkait dengan dasar Polres Serang Kota dan Polres Lebak dalam melakukan penjualan barang bukti minyak goreng. Sebab, ada klasifikasi yang jelas dalam Pasal 45 KUHAP terkait dengan barang bukti yang dapat dijual meskipun belum mendapatkan keputusan dari pengadilan.

    “Dalam Pasal 45 secara jelas menyatakan barang mudah rusak atau berbahaya. Maka pertanyaannya, apakah minyak goreng ini masuk kategori barang mudah rusak barang yang berbahaya,” ujarnya.

    Ia menuturkan, jika Kepolisian menganggap bahwa minyak goreng tersebut merupakan barang yang mudah rusak, maka Kepolisian harus bisa membuktikan hal itu. Sebab dalam penjelasan Pasal 45, harus ada lembaga ahli dalam menentukan barang masuk kategori mudah rusak.

    “Apa yang menjadi alasan minyak goreng itu masuk ke dalam kategori mudah rusak? Apakah karena expirednya? Siapa lembaga ahli yang menyatakan mudah rusak sesuai Pasal 45? Kan ada BPOM mungkin,” ungkapnya.

    Ferry juga mempertanyakan selisih penjualan barang bukti yang dijual. Menurutnya, jika tersangka membeli minyak goreng dengan harga grosir, maka seharusnya muncul selisih keuntungan dari penjualan yang dilakukan oleh Kepolisian.

    “Sekarang dijualnya dengan harga eceran tertinggi (HET), katakanlah Rp14 ribu. Tersangka pasti membeli dengan harga grosir yang lebih murah. Pertanyaannya, kemana selisih lebih hasil penjualannya itu?,” ucap Ferry.

    Di sisi lain, Ferry menuturkan jika seharusnya Kepolisian bukan menjual barang bukti tersebut untuk membantu masyarakat di tengah kelangkaan minyak goreng. Namun membongkar jaringan distributor minyak goreng.

    “Tersangka ini kan membeli ya, sudah pasti ada distributornya. Lalu kita juga melihat ada sejumlah elemen masyarakat yang juga menggelar bazar minyak goreng. Artinya ketersediaan minyak goreng itu ada, Kepolisian harus membongkar kenapa bisa langka,” ungkapnya.

    Ia pun mendorong agar Komisi III pada DPR RI untuk dapat turun ke Provinsi Banten, guna melakukan investigasi mengenai permasalahan minyak goreng yang tengah terjadi di Banten.
    Berbagai pertanyaan yang disampaikan oleh Ferry maupun bantahan yang disampaikan oleh Kejari Serang maupun PN Serang pun BANPOS coba klarifikasi kepada Polres Serang Kota. Sekitar pukul 13.00 WIB, BANPOS mendatangi Polres Serang Kota untuk mewawancarai Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, pada Senin (14/3).

    Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari staf Polres Serang Kota yang ditemui BANPOS, Kapolres tengah menghadiri kegiatan di Kota Cilegon. Saat BANPOS mencoba menghubungi melalui sambungan telepon, Kapolres tidak menjawab panggilan tersebut.

    Tidak dapat menemui Kapolres, BANPOS pun mencoba mendatangi Kasatreskrim Polres Serang Kota, AKP David Adi Kusuma. Akan tetapi, David pun tidak ada di ruangannya. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, David mengaku bahwa dirinya tengah melakukan rapat, namun tidak di Polres Serang Kota.

    Sekitar pukul 17.00 WIB, AKP David menghubungi BANPOS melalui pesan WhatsApp. David meminta agar wawancara dilakukan dengan metode berkirim pesan WhatsApp. BANPOS pun bertanya terkait dengan dasar diambilnya kebijakan penjualan barang bukti minyak goreng tersebut.

    “Perkara yang kami tangani sudah berproses dan tinggal melengkapi berkas penyidikan buat tahap 1 ke Kejaksaan, kebijakan pimpinan untuk menjual kembali BB (barang bukti) dikarenakan kelangkaan, dijual berdasarkan harga HET sesuai persetujuan dari TSK (tersangka) dan hasil koordinasi antara penyidik, JPU, dan Pengadilan. Nanti hasil penjualan tersebut tetap disita untuk perkara lanjut,” ujarnya.

    Ditanya terkait dengan ketentuan pasal 45 KUHAP yang mensyaratkan barang bukti yang diamankan baik dengan dijual maupun dimusnahkan harus merupakan kategori barang bukti mudah rusak maupun berbahaya serta adanya bantahan dari pihak Kejari Serang maupun PN Serang, David tidak menjawab dan malah melontarkan pertanyaan kepada awak BANPOS.

    “Di tempat mbak apakah minyak langka? Klo boleh saya tanya,” jawabnya. Ia pun melanjutkan dengan mengatakan bahwa dirinya tengah melakukan konferensi video. “Maaf ya saya sedang vicon (video conference),” lanjutnya.

    Sayangnya, ketika BANPOS mencoba kembali mendalami terkait dengan perkara penjualan minyak goreng tersebut, David tidak kunjung menjawab. Bahkan, ketika BANPOS kembali mencoba menanyakan mengenai ketentuan lelang yang harus dilakukan dalam penjualan barang bukti, serta harga pokok pembelian minyak goreng tersangka, pesan yang dikirimkan hanya ceklis satu atau tidak terkirim.

    Namun kontak David dilihat menggunakan gawai awak BANPOS lainnya, WhatsApp David tengah berstatus online. Diduga awak BANPOS yang melakukan konfirmasi tersebut, diblokir nomor WhatsApp-nya oleh David.

    (DZH/ENK)

  • Merasa Dirugikan Pemberitaan, PN Serang Klarifikasi: Penjualan Barbuk Migor Tanggung Jawab Polisi

    Merasa Dirugikan Pemberitaan, PN Serang Klarifikasi: Penjualan Barbuk Migor Tanggung Jawab Polisi

    SERANG, BANPOS – Pengadilan Negeri (PN) Serang menyampaikan klarifikasi atas pemberitaan BANPOS pada edisi Jumat (11/3) lalu. PN Serang dalam klarifikasinya menegaskan bahwa pihaknya bukan lepas tangan atas penjualan barang bukti minyak goreng yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, melainkan memang pihaknya tidak tahu menahu terkait dengan hal tersebut.

    Humas PN Serang, Uli Purnama, mengatakan bahwa judul headline BANPOS edisi 11 Maret yang memuat kalimat ‘Pengadilan Lepas Tangan’ telah merugikan PN Serang secara kelembagaan. Menurutnya, PN Serang dalam perkara penimbunan minyak goreng tersebut hanya mengeluarkan persetujuan terhadap penyitaan saja.

    “Sebagimana telah disampaikan sesuai data yang ada di pengadilan, ternyata barang bukti minyak goreng tersebut telah ada persetujuan penyitaan dari PN Serang , akan tetapi sampai dengan berita itu diturunkan pada jumat tgl 11 Maret 2022, PN Serang belum pernah menerima berkas perkara dimaksud dari Polres Serang Kota atau dari Kejaksaan Negeri Serang untuk memutus perkara dimaksud,” ujarnya.

    Menurutnya, hal itu sesuai dengan pernyataan dari pihak Kejari Serang yang mengatakan bahwa perkara itu masih dalam tahap penyidikan. Artinya, belum ada pelimpahan berkas apapun kepada Kejaksaan maupun PN Serang.

    “Dengan judul headline berita Banten Pos tersebut, terkesan pihak Pengadilan Negeri Serang tersudut/dirugikan. Karena sebagaimana isi berita dimaksud, pelaksanaan penjualan dilakukan oleh pihak Polres Serang Kota, dan pihak pengadilan tidak tahu menahu,” ucapnya.

    Uli menuturkan, seharusnya yang menjadi headline berita BANPOS adalah pihak Polres Serang Kota. Sebab, Polres Serang Kota lah yang melakukan penjualan barang bukti minyak goreng. Sedangkan Pengadilan tidak pernah mengeluarkan izin penjualan barang bukti tersebut.

    “PN Serang sampai dengan berita ini dimuat, tidak pernah memberikan statemen izin penjualan barang bukti tersebut. Sehingga Pengadilan tidak dalam kapasitas kewenangannya mengambil sikap lepas tangan atau tidak dalam pelaksanaan penjualan tersebut,” terangnya.

    Uli menegaskan, penjualan barang bukti minyak goreng itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari pihak Polres Serang Kota. Oleh karena itu, seharusnya Polres Serang Kota lah yang memberikan penjelasan secara rinci berkaitan dengan langkah penjualan barang bukti itu.

    “Penjualan barang bukti tersebut menjadi tanggung jawab pihak Polres Serang Kota. Dan tentunya media bisa bertanya kepada pihak Polres Serang Kota, apa alasan melakukan penjualan barang bukti,” katanya.

    Terakhir, ia menegaskan bahwa klarifikasi yang pihaknya sampaikan merupakan upaya untuk meluruskan pemberitaan yang diterbitkan oleh BANPOS pada edisi 11 Maret lalu, yang dinilai seolah-olah menempatkan PN Serang dan Kejari Serang sebagai pusat dari penjualan barang bukti itu.

    “Seharusnya king makernya (inti berita) adalah pihak Polres Serang Kota, karena pengadilan dan kejaksaan sebagai instansi yang tidak terlibat langsung dalam penjualan tersebut, baru terbatas (pemberian) info kepada media tentang data dan informasi. Terus semangat membela rakyat,” tandasnya.

    (DZH/ENK)

  • Pengadilan Lepas Tangan Terkait Penjualan Barang Bukti Migor?

    Pengadilan Lepas Tangan Terkait Penjualan Barang Bukti Migor?

    SERANG, BANPOS – Pengadilan terkesan lepas tangan terkait polemik penjualan minyak goreng sitaan milik tersangka kasus penimbunan oleh Polres Serang Kota dan Polres Lebak. Sebelumnya, Polda mengklaim bahwa penjualan tersebut sudah sesuai dengan aturan.

    Selain diklaim telah mengikuti pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penjualan barang bukti itu juga disebut merupakan hasil koordinasi dan kesepakatan, antara Criminal Justice System yakni Penyidik, Penuntut dan Hakim.

    Saat dicoba konfirmasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Serang terkait dengan hal itu. Menurut Humas PN Serang, Uli Purnama, hingga saat ini PN Serang hanya mengeluarkan surat izin penyitaan saja.

    “Informasi dari PN bahwa barbuk (barang bukti) tersebut telah ada persetujuan penyitaannya. Sedangkan yang lain belum ada,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (10/3).

    Sedangkan pihak Kejaksaan mengatakan jika perkara tersebut masih dalam tahap penyidikan oleh Polres Serang Kota. Perkara itu belum dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang.

    “Sudah saya tanyakan ke Kasi Pidum (Pidana Umum) bahwa masih SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) terkait dengan perkara minyak,” kata Kasi Intel Kejari Serang, Mali Diaan.

    Berdasarkan sumber BANPOS di lingkungan Kejari Serang, klaim adanya kesepakatan antara penyidik dan penuntut, dalam hal ini Kejari Serang, untuk melakukan penjualan barang bukti tidaklah benar. Namun diakui, penyidik Polres Serang Kota telah berkonsultasi dengan Kejari Serang untuk menjual barang bukti tersebut.

    “Kalau dari kami mah silahkan saja, asalkan memperhatikan Pasal 45 KUHAP. Kalau nanti ternyata tidak sesuai, mungkin kami tidak akan terima perkaranya. Karena ini belum dilimpahkan, masih penyidikan. Kecuali misalkan ada di tahap P-19, kami bisa berikan arahan dan petunjuk,” tutur sumber BANPOS.

    Terpisah, praktisi hukum, Ferry Renaldy, mengatakan bahwa penjualan barang bukti yang dilakukan oleh Kepolisian, harus benar-benar dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Jika pihak Kepolisian berpegang pada Pasal 45 KUHAP, maka seharusnya penerapan praktiknya pun sesuai dengan aturan tersebut.

    “Dalam Pasal 45 secara jelas menyatakan barang mudah rusak atau berbahaya. Maka pertanyaannya, apakah minyak goreng ini masuk kategori barang mudah rusak barang yang berbahaya,” ujarnya.

    Ia menuturkan, jika Kepolisian menganggap bahwa minyak goreng tersebut merupakan barang yang mudah rusak, maka Kepolisian harus bisa membuktikan hal itu. Sebab dalam penjelasan Pasal 45, harus ada lembaga ahli dalam menentukan barang masuk kategori mudah rusak.

    “Apa yang menjadi alasan minyak goreng itu masuk ke dalam kategori mudah rusak? Apakah karena expirednya? Siapa lembaga ahli yang menyatakan mudah rusak sesuai Pasal 45? Kan ada BPOM mungkin,” ungkapnya.

    Selain itu, Pasal 45 pun mengatur bahwa untuk menjual barang bukti yang mudah rusak, harus dilakukan dengan cara lelang yang dilakukan oleh Lembaga Lelang Negara seperti KPKNL.

    “Jadi yang harus dilakukan adalah Lelang, bukan bazar seperti itu. Kalau alasannya lama lagi prosesnya, tetap harus dilakukan. Tidak ada diskresi untuk itu,” ucapnya.

    Ferry juga mempertanyakan selisih penjualan barang bukti yang dijual. Menurutnya, jika tersangka membeli minyak goreng dengan harga grosir, maka seharusnya muncul selisih keuntungan dari penjualan yang dilakukan oleh Kepolisian.

    “Sekarang dijualnya dengan harga eceran tertinggi (HET), katakanlah Rp14 ribu. Tersangka pasti membeli dengan harga grosir yang lebih murah. Pertanyaannya, kemana selisih lebih hasil penjualannya itu?,” ucap Ferry.

    Di sisi lain, Ferry menuturkan jika seharusnya Kepolisian bukan menjual barang bukti tersebut untuk membantu masyarakat di tengah kelangkaan minyak goreng. Namun membongkar jaringan distributor minyak goreng.

    “Tersangka ini kan membeli ya, sudah pasti ada distributornya. Lalu kita juga melihat ada sejumlah elemen masyarakat yang juga menggelar bazar minyak goreng. Artinya ketersediaan minyak goreng itu ada, Kepolisian harus membongkar kenapa bisa langka,” ungkapnya.

    Ia pun mendorong agar Komisi III pada DPR RI untuk dapat turun ke Provinsi Banten, guna melakukan investigasi mengenai permasalahan minyak goreng yang tengah terjadi di Banten.

    (DZH/PBN)

  • Polda Klaim Sesuai Aturan, Penjualan Barang Bukti Migor Berlanjut

    Polda Klaim Sesuai Aturan, Penjualan Barang Bukti Migor Berlanjut

    SERANG, BANPOS – Penjualan barang bukti kasus penimbunan minyak goreng (migor) oleh kepolisian terus berlanjut, diketahui Polres Serang Kota juga melakukan hal yang sama seperti Polres Lebak. Akan tetapi menurut Polda Banten, tindakan yang dilakukan oleh Polres Lebak diklaim sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu, disebutkan bahwa barang bukti yang telah disita oleh penyidik, sudah bukan lagi menjadi milik tersangka.

    Hal itu diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Shinto Silitonga, saat dikonfirmasi BANPOS di Polda Banten. Menurutnya, secara aturan barang bukti yang disita oleh penyidik, sudah bukan lagi milik tersangka.

    “Hakikat penyitaan barang bukti artinya barang bukti itu dikuasakan oleh negara kepada penyidik. Artinya, barang bukti itu not anymore belong to suspect, atau tidak lagi menjadi barang milik tersangka, karena ada penetapan dan penyitaan barang bukti,” ujarnya, Rabu (9/3).

    Ia mengatakan, penjualan barang bukti berupa minyak goreng kepada masyarakat, merupakan hasil kesepakatan antara penyidik yakni Kepolisian, penuntut yakni Kejaksaan dan hakim yakni Pengadilan. Sebab, barang bukti itu merupakan barang langka dan merupakan kebutuhan dasar masyarakat.

    “Maka dari jumlah itu sebagian kecil yang akan naik sebagai barang bukti di persidangan, dan sebagian besar akan ditransaksikan kembali kepada masyarakat dengan harga eceran tertinggi (HET), yang ditetapkan oleh pemerintah,” ungkapnya.

    Menurutnya, sesuai dengan aturan, uang hasil penjualan barang bukti itu tidak masuk ke dalam kantong Kepolisian, akan tetapi menjadi barang bukti yang telah berubah bentuk, dari natura menjadi uang tunai.

    “Dan itu juga nanti akan ditampilkan di dalam persidangan. Jadi tidak ada yang salah dalam hukum acara terhadap apa yang dilakukan oleh Polres Lebak, tetapi lebih berorientasi pada Needs (kebutuhan) masyarakat yang membutuhkan minyak goreng yang saat itu masih langka,” ungkapnya.

    Shinto mengatakan, dalam KUHAP tidak mengatur jumlah barang bukti yang dapat dijual berdasarkan persentase. Namun, jumlah barang yang dapat dijual merupakan kesepakatan bersama Criminal Justice System yaitu penyidik, penuntut dan hakim.

    “Maka penyidik berkoordinasi dengan penuntut untuk penyisihan barang bukti, untuk nanti dinaikkan ke persidangan. Pada saat kita turun operasi pasar, pihak kejaksaan dan pengadilan pun datang untuk mendampingi kegiatan,” terangnya.

    Ditanya terkait dengan aturan yang menyatakan bahwa penjualan barang bukti harus melalui mekanisme lelang, Shinto menuturkan bahwa hal itu benar. Akan tetapi, kebutuhan masyarakat akan minyak goreng yang tengah langka dan mahal pun menjadi orientasi utama pihaknya melakukan penjualan dalam bentuk bazar.

    “Lelang itu pascaputusan, bisa. Namun kembali lagi saya katakan, orientasinya adalah untuk masyarakat. Sehingga ketika minyak goreng masih langka dan mahal, maka kebijakan criminal justice system untuk menyisihkan sebagian kecil yang nanti akan muncul dalam pengadilan, dan sebagian besarnya didistribusikan kembali kepada masyarakat dengan HET,” tandasnya.

    Penjualan barang bukti minyak goreng pun dilakukan oleh Polres Serang Kota. Diketahui, Polres Serang Kota menjual barang bukti perkara penimbunan minyak goreng sebanyak 9.600 liter yang diamankan di Kecamatan Walantaka.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, mengaku bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pengadilan dan Kejaksaan bahkan tersangka kasus, terkait dengan penjualan barang bukti tersebut.

    “Kami sudah berkoordinasi dengan Pengadilan dan Kejaksaan serta pemilik barang tersebut. Jadi kami sisihkan barang bukti tersebut untuk nanti dijadikan barang bukti,” terangnya.(DZH/PBN)

  • Polisi Rawan Digugat Soal Penjualan Barang Bukti Kasus Penimbunan Minyak Goreng

    Polisi Rawan Digugat Soal Penjualan Barang Bukti Kasus Penimbunan Minyak Goreng

    SERANG, BANPOS – Kepolisian Resort (Polres) Lebak disebut dapat dituntut perdata oleh tersangka kasus penimbunan minyak goreng (migor), lantaran menjual barang bukti yang kasusnya belum diputuskan inkrah oleh pengadilan.

    Praktisi hukum Banten, Ferry Renaldy, mengatakan bahwa barang bukti yang belum mendapatkan putusan dari pengadilan, tidak boleh dimusnahkan, hilang, apalagi dijual. Selama belum ada putusan dari pengadilan, penyidik bertanggung jawab atas keberadaan barang bukti tersebut.

    “Barang bukti itu harus benar-benar diamankan oleh penyidik. Kan namanya juga barang bukti. Jadi barang bukti itu kalau belum ada amar putusan yang tetap dan hakim belum menentukan apakah dimusnahkan, disita atau dikembalikan kepada penyidik, maka tetap harus dijaga,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (8/3).

    Menurutnya, hal tersebut diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga jika Polres Lebak berpegang pada Perkapolri, maka hal itu tidak kuat mengingat KUHAP merupakan aturan yang lebih tinggi.

    Secara sederhana, Ferry menggambarkan ketika perkara tersebut naik ke pengadilan, maka minyak goreng yang telah dijual itu harus menjadi barang bukti yang diadilkan dalam persidangan. Oleh karena itu, jika minyak goreng yang merupakan barang bukti dijual, maka penyidik tidak memiliki barang bukti yang dapat dibawa dalam pengadilan.

    “Pada prinsipnya jika memang tidak ada barang buktinya, apa yang akan disangkakan kepada terdakwa di pengadilan, mana barang buktinya. Kedua, itu kan menjadi suatu alat bukti bagi jaksa untuk membuktikan (kesalahan dari tersangka),” tuturnya.

    Bahkan menurut Ferry, tersangka kasus penimbunan minyak goreng tersebut dapat menggugat pihak Kepolisian secara perdata. Sebab, minyak goreng yang menjadi barang bukti tersebut masih merupakan milik tersangka.

    “Jika itu dijual oleh polisi tanpa ada putusan pengadilan, maka tersangka bisa melakukan gugatan perdata kepada pihak Kepolisian. Karena yang membeli itu kan tersangka, pakai uang tersangka. Jika memang itu disangka penimbunan, maka buktikan terlebih dahulu melalui pengadilan,” tegasnya.

    Ferry menegaskan, akan menjadi persoalan apabila dalam pengadilan, tersangka diputus tidak bersalah oleh pengadilan ataupun barang bukti diputuskan harus dikembalikan kepada tersangka. Sedangkan, Kepolisian sudah terlanjur menjual barang bukti tersebut.

    “Kalau tidak terbukti tersangka melakukan penimbunan minyak bagaimana? Walaupun untuk kepentingan umum, seharusnya penyidik bisa lebih menghormati asas praduga tidak bersalah. Sampai ada putusan hukum yang inkrah, penyidik seharusnya tidak menjual minyak tersebut kepada masyarakat,” ucapnya.

    Senada disampaikan oleh praktisi hukum lainnya, Muhammad Halim. Ia mengatakan bahwa penjualan barang bukti yang masih dalam ranah penyelidikan dan belum ada keputusan pengadilan, dengan alasan apapun tidak dibenarkan. Menurutnya, hukum itu harus berdiri sendiri tanpa memandang kepentingan, sehingga tidak ada alasan untuk dimanfaatkan.

    “Ya, kalau saya melihat dari pemberitaan ada penjualan barang bukti minyak goreng yang masih dalam proses penyelidikan kepolisian, dan tujuannya untuk meringankan beban masyarakat. Tapi dalam hal ini saya berpandangan, tetap wilayah hukum itu harus netral dan tidak bisa ditawar oleh kepentingan apapun,” ujarnya.

    Menurut Halim, Polres Lebak harus memiliki dasar hukum yang kuat ketika mengambil kebijakan untuk menjual barang bukti tersebut kepada masyarakat. Sehingga, tidak bisa didasarkan pada alasan kepentingan masyarakat.

    “Iya, walaupun ada pertimbangan darurat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetap saja harus jelas dasar hukumnya, jadi tidak serta-merta serba boleh begitu saja. Misalnya ada instruksi khusus dari lembaga di atas dan disepakati oleh pihak pengadilan dan kejaksaan, sehingga itu nantinya jadi dasar hukum, kebijakan itu” tuturnya.

    Jebolan Magister Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung ini menyebutkan bahwa berdasarkan KUHAP, penjualan barang bukti kepada masyarakat harus berdasarkan putusan pengadilan, dan penjualan pun harus melalui lelang.

    “Coba lihat Pasal 45 ayat 1 Poin a dan b di KUHAP, kemungkinan bisa dilakukan jika barang itu susah disimpan atau cepat rusak, itu ada keterangannya dan harus ada keputusan dari penyidik atau pengadilan, dan prosesnya harus proses lelang dulu dan disaksikan oleh tersangkanya,” jelas Halim.

    Jika memang Kepolisian menjual barang bukti itu dengan alasan mendesak, Halim menuturkan bahwa seharusnya tetap berpegang pada ayat 2 dan 3 pada Pasal 45, maka seharusnya dilakukan dengan cara lelang.

    “Uang hasil penjualan itu nanti sebagai pengganti barang bukti yang sudah dijual. Dan juga barang itu jangan semuanya dijual, tapi harus disisihkan sebagai bukti nanti di pengadilan. Jadi intinya, upaya baik apapun tetap harus mengacu pada aturan yang ada sehingga wibawa hukum tetap terjaga,” ungkap Halim.

    Terakhir, Halim mengungkapkan jika barang bukti yang dapat diperjualbelikan itu merupakan barang bukti tidak termasuk pada benda yang terlarang, “Kalau barang buktinya barang-barang dari terlarang, tidak bisa dilakukan ini. Coba lihat Poin 4 di Pasal itu. Jadi intinya upaya apapun harus miliki dasar hukum kuat,” tandas kandidat Doktor tersebut.

    Sebelumnya, akademisi dari Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar (Unma) Banten, Holil saat dihubungi BANPOS mengatakan, bahwa yang namanya pemanfaatan barang atau sesuatu yang masih dalam kerangka penyidikan atau pengawasan hukum, itu tentu dalam prosedurnya harus diperkuat oleh keputusan yang mengikat.

    “Itu harus ada kejelasan aturannya. Misalnya keputusan tetap dari pengadilan. Karena kalau yang namanya BB, apapun itu jenisnya, itu jelas sudah masuk dalam ranah pengawasan hukum, atau diikat oleh aturan. Dan upaya apapun harus menunggu keputusan hukum yang sah dahulu,” jelasnya.

    Menurut Holil, dalam hal ini hukum tidak melihat urgensi kepentingan yang lain. Tambahnya, jika kita melihat asal BB itu adalah dari kasus dugaan pelanggaran hukum yang masih dalam lingkar penyidikan.

    “Intinya, disini jelas ada proses tengah dilakukan penegakan hukum, Jadi kejelasannya harus menunggu keputusan pengadilan secara resmi. Kalaupun ada pengecualian yang lain, tentu itu harus melibatkan semua unsur penegakan hukum yang terlibat, atau dengan berita acara yang disepakati bersama. Tapi, jangan sampai justru mengganggu jalannya perkara yang tengah berjalan. Dalam hal ini jangan sampai penegakan hukum menjadi lunak akibat sesuatu kepentingan dan berujung mengganggu proses hukum,” paparnya.

    (WDO/DZH/PBN)

  • KPK Turun Tangan Usut Kelangkaan Migor

    KPK Turun Tangan Usut Kelangkaan Migor

    JAKARTA, BANPOS- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan membantu menyelesaikan persoalan kelangkaan sejumlah kebutuhan bahan pokok. Termasuk, minyak goreng.

    Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan memperbaiki sistem tata niaga dan kebutuhan bahan pokok bersama dengan kementerian/lembaga terkait.

    “Saya tawarkan pagi hari ini, dalam waktu dekat mungkin kita harus membahas tentang tata niaga bahan pokok. Termasuk hortikultura dan bahan impor lainnya. Termasuk di dalamnya kita ingin menyelamatkan kebutuhan rakyat yang apakah itu minyak goreng, bawang, apakah itu daging, termasuk kedelai dan beras,” ujar Firli dalam acara launching simbara secara virtual, Selasa (8/3).

    Hadir dalam acara tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

    Sejauh ini, kata Firli, komisi antirasuah telah berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk membahas perbaikan sistem niaga dan kebutuhan bahan pokok tersebut.

    Ia pun berharap Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dapat ikut membahas persoalan ini.

    “Kami mohon berkenan kepada bapak Menko Marves, bapak Menko Perekonomian, kita bisa merapatkan barisan. Sehingga, kita selamat dari kelangkaan kebutuhan dan kita jamin ketercukupan serta ketersediaan bahan yang dibutuhkan masyarakat bisa dipenuhi,” ajak eks Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) itu.

    (OKT/AZM/RMID)

  • Barang Bukti Penimbunan Minyak Goreng Dijual, Akademisi Pertanyakan Aturan

    Barang Bukti Penimbunan Minyak Goreng Dijual, Akademisi Pertanyakan Aturan

    LEBAK, BANPOS – Barang bukti (BB) dugaan penimbunan minyak goreng sebanyak 1600 liter dijual oleh pihak kepolisian dengan harga murah dalam Operasi Pasar (OP) di halaman Mapolsek Rangkasbitung, Senin (7/3). Namun, akademisi mempertanyakan terkait kejelasan aturan penjualan BB tersebut, dikarenakan belum ada keputusan pengadilan resmi.

    Sebanyak 1.600 liter minyak goreng kemasan yang dijual seharga Rp27.500 per dua liter tersebut merupakan minyak goreng yang disita polisi dari kasus dugaan penimbunan di Desa Cempaka, Kecamatan Warunggunung beberapa waktu lalu.

    “Barang buktinya separuh untuk kepentingan penyidikan, dan separuh lagi kami distribusikan ke masyarakat dengan harga murah,” kata Kapolres Lebak AKBP Wiwin Setiawan kepada wartawan.

    Ribuan liter minyak goreng tersebut dijual setelah polisi berkoordinasi dengan pihak kejaksaan dan pihak terkait lainnya.

    “Hasil koordinasi semua pihak sepakat untuk didistribusikan ke masyarakat. Uang hasil penjualan nanti akan kita bicarakan, apakah itu dikembalikan ke negara,” kata Wiwin

    Sementara, Kasihumas Polres Lebak, Iptu Jajang Junaedi menambahkan, Migor yang dijual kepada warga masyarakat Lebak itu dilakukan secara dijatah. “Adapun mekanisme penjualannya warga saat akan belanja kita berikan kupon antrian dengan maksimal pembelian minyak sebanyak 4 liter/2 botol kemasan per orang,” kata Jajang.

    “Selain di Rangkasbitung, rencananya kegiatan Pasar minyak goreng murah akan dilaksanakan di wilayah Lebak selatan guna pemerataan memenuhi kebutuhan masyarakat di sana,” tuturnya.

    Dihubungi terpisah, Akademisi dari Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar (Unma) Banten, Holil saat dihubungi BANPOS mengatakan, bahwa yang namanya pemanfaatan barang atau sesuatu yang masih dalam kerangka penyidikan atau pengawasan hukum, itu tentu dalam prosedurnya harus diperkuat oleh keputusan yang mengikat.

    “Itu harus ada kejelasan aturannya. Misalnya keputusan tetap dari pengadilan. Karena kalau yang namanya BB, apapun itu jenisnya, itu jelas sudah masuk dalam ranah pengawasan hukum, atau diikat oleh aturan. Dan upaya apapun harus menunggu keputusan hukum yang sah dahulu,” jelasnya.

    Menurut Holil, dalam hal ini hukum tidak melihat urgensi kepentingan yang lain. Tambahnya, jika kita melihat asal BB itu adalah dari kasus dugaan pelanggaran hukum yang masih dalam lingkar penyidikan.

    “Intinya, disini jelas ada proses tengah dilakukan penegakan hukum, Jadi kejelasannya harus menunggu keputusan pengadilan secara resmi. Kalaupun ada pengecualian yang lain, tentu itu harus melibatkan semua unsur penegakan hukum yang terlibat, atau dengan berita acara yang disepakati bersama. Tapi, jangan sampai justru mengganggu jalannya perkara yang tengah berjalan. Dalam hal ini jangan sampai penegakan hukum menjadi lunak akibat sesuatu kepentingan dan berujung mengganggu proses hukum,” paparnya.

    Sementara itu, Ketua Fraksi PPP Lebak, Musa Weliansyah mengaku setuju dengan langkah Polres Lebak tersebut. Menurut Musa, apa yang dilakukan Polres itu tiada lain adalah untuk membantu meringankan beban kebutuhan masyarakat.

    “Kalau saya setuju-setuju saja. Jadi, apa yang dilakukan Polres Lebak dalam kegiatan OP itu sangat bagus, karena itu terobosan untuk membantu meringankan beban masyarakat yang kini masih kesulitan mendapatkan minyak goreng,” ujarnya.

    Menurut anggota legislatif Lebak yang getol mengkritisi persoalan sosial ini, jika BB tersebut disimpan terlalu lama, jelas akan mubazir dan tidak bisa dimanfaatkan.

    “Iya, itu minyak goreng yang jadi sitaan barang bukti pengungkapan kasus beberapa waktu lalu jika disimpan juga akan kadaluarsa, kan itu ada ekspayernya. Jadi saya setuju itu dimanfaatkan untuk membantu masyarakat dengan dijual murah secara mekanisme OP,” terangnya.

    Hanya saja, upaya itu harus dilakukan secara transparan dan dilakukan sesuai aturan,” Itu harus ada berita acara dan dilakukan transparan. Termasuk uang dari penjualannya juga harus disetor ke kas negara. Tapi itu OP itu disaksikan oleh semua instansi hukum, seperti Kejari, PN Rangkasbitung, Dandim termasuk Disperindag Lebak,, jadi tidak masalah,” terangnya.

    Senada, Pegiat Sosial di Lebak, Uce Saepudin juga berpandangan sepakat dengan upaya pemanfaatan BB dari pengungkapan kasus untuk tujuan membantu masyarakat.

    “Kalau saya setuju saja, karena itu buat kepentingan masyarakat juga. Apalagi saat ini masyarakat lagi butuh minyak goreng yang sedang langka. Hanya mungkin dalam prosedurnya harus diperkuat aturan yang mengikat, juga hasil penjualannya tetap untuk dikembalikan ke kas negara. Dan saya rasa pihak polres juga sudah memahami itu, dan juga itu pelaksanaannya diketahui semua lembaga hukum juga,” tutur Uce.

    (CR-01/WDO/PBN)