Tag: Mitigasi Bencana

  • BPBD Banten Gelar Peningkatan Kapasitas Mitigasi Bencana di Kawasan Industri

    BPBD Banten Gelar Peningkatan Kapasitas Mitigasi Bencana di Kawasan Industri

    SERANG, BANPOS – Mengingat Provinsi Banten masuk ke dalam kategori wilayah rawan bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten menggelar kegiatan peningkatan kapasitas penanggulangan bencana di kawasan industri pada Selasa (11/7).

    Acara tersebut diselenggarakan di Aula BPBD Banten dengan dihadiri oleh sejumlah pihak dan stakeholder, termasuk di dalamnya adalah Ketua Komisi V DPRD Provinsi Banten Yeremia Mendrofa.

    Kepala Pelaksana BPBD Banten, Nana Suryana mengatakan, acara itu digelar dalam rangka meningkatkan koordinasi dengan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan bencana, khususnya di kawasan industri.

    Harapannya dengan diselenggarakannya kegiatan itu, semua pihak, termasuk juga industri, dapat turut serta mengambil peran dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait upaya-upaya penanggulangan bencana.

    “Kita ajak peran serta industri ini dalam hal itu (penanggulangan), tujuannya bagaimana mereka juga meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar industri,” katanya.

    Kemudian selain itu disampaikan juga bahwa, berdasarkan indeks kerawanannya, Kabupaten Pandeglang dan Lebak menjadi wilayah yang paling rawan terjadinya bencana di Provinsi Banten.

    Oleh karenanya, kegiatan ini menjadi penting untuk diselenggarakan dalam rangka mengurangi potensi meningkatnya korban jiwa akibat terjadinya bencana.

    “Kalau dari sisi indeks risiko bencana itu ya Lebak, Pandeglang, kemudian Cilegon. Dari urutan delapan kabupaten/kota yang ada di Banten. Potensinya sama, industri di Cilegon,”

    “Nah tentu itu yang sedang kita mitigasi, supaya minimal mengurangi terjadinya risiko korban jiwa,” terangnya.

    Di samping itu, Nana juga mengingatkan perlu adanya sinergitas antar semua pihak dalam upaya kesiapsiagaan bencana di Banten.

    “Jadi ini perlu dan penting, teman-teman media juga menyampaikan kepada industri, kepada masyarakat, tentang pentingnya bersama-sama melakukan mitigasi pencegahan bencana,” ujarnya.

    Sementara itu, Ketua Komisi V DPRD Banten Yeremia Mendrofa yang juga hadir dalam kegiatan itu mengatakan, lantaran kejadian bencana sulit untuk diprediksi, maka upaya peningkatan kapasitas dalam rangka mitigasi bencana menjadi penting untuk diselenggarakan.

    “Ini sangat penting sekali karena Banten merupakan salah satu wilayah yang rawan bencana. Tentukan kita tidak tahu kapan itu bencana, dan bencana apa yang terjadi yang bisa kita lakukan adalah bagaimana kewaspadaan dini dan salah satu stakeholder yang di dalamnya adalah dunia industri,” katanya.

    “Kalau dunia industri kita tidak siap dan siaga dalam kebencanan, bagaimana bisa terjadi kebakaran, bagaimana terjadi gempa bumi, bagaimana terjadi misalnya tsunami, bagaimana terjadi hal-hal yang lain,” kata Yeremia.

    Oleh karenanya, ia mendorong kepada industri untuk dapat memaksimalkan ketersediaan alat penunjang keselamatan, agar upaya mitigasi dan penanggulangan bencana dapat dilakukan sebaik mungkin.

    “Yang kita dorong selain dari dalam perusahaan hidup sendiri misalnya mempersiapkan alat -alat dalam hal pencegahan ke penanggulangan atau kewaspadaan bencana termasuk alat pemadam kebakaran misalnya. Dan bagaimana juga melatih karyawan ketika ada bencana terjadi harus seperti apa, SOP nya harus jelas, ini yang kembali kita ingatkan dunia industri dan ini sangat penting sekali,” tandasnya. (MG-01/AZM)

  • Tanggulangi Bencana, BPBD Provinsi Banten Teken MoU dengan Baznas Banten

    Tanggulangi Bencana, BPBD Provinsi Banten Teken MoU dengan Baznas Banten

    SERANG, BANPOS – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten lakukan penandatanganan perjanjian kerjasama dengan Baznas Provinsi Banten terkait penanggulangan bencana di Provinsi Banten, Jumat (10/3). Kegiatan penandatanganan MoU tersebut dilakukan oleh Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Banten Nana Suryana dan Ketua Baznas Provinsi Banten Syibli Syarjaya di Aula Kantor BPBD Provinsi Banten.

    “Salah satu upaya untuk menanggulangi bencana di Provinsi Banten adalah dengan memperkuat kerjasama, karena kebencanaan ini merupakan tugas kita semua dalam rangka meringankan dan membantu warga yang terkena musibah,” ujar Syibli.

    Pada kesempatan tersebut, Syibli mengungkapkan bahwa Baznas Provinsi Banten memiliki satuan kerja kebencanaan yang disebut dengan Baznas Tanggap Bencana (BTB). Meskipun demikian, satuan tersebut masih perlu kerjasama dengan pihak lain agar semakin maksimal dalam penanggulangan bencana.

    “Personil BTB kami masih kurang banyak untuk menangani sebuah bencana. Maka dari itu, kami memerlukan kerjasama ini yang juga untuk dapat meningkatkan komitmen dari Baznas, guna mewujudkan budaya sadar bencana di masyarakat,” tuturnya.

    Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Banten, Nana Suryana, menyampaikan bahwa bencana di Provinsi Banten khususnya daerah selatan memang menjadi sebuah pekerjaan yang harus dituntaskan bersama. Hal itu tentu agar lebih terprogram dan terukur, sehingga perjanjian kerjasama itu ditandatangani.

    “Ini merupakan tujuan dari penanggulangan bencana yang dilaksanakan bersama dengan pentahelix, kekuatan-kekuatan itulah yang nanti kita himpu,” katanya.

    Nana berharap, dengan adanya kerjasama ini bencana-bencana yang seringkali dianggap biasa, akan dapat lebih di minimalisir agar tidak terjadi korban jiwa.

    “Kedepannya, penanggulangan bencana lebih dititikberatkan kepada mitigasi pada saat sebelum terjadi bencana, terutama pada bencana yang sifatnya bisa diprediksi,” tandasnya. (MUF)

  • BPBD Ajak Elemen Masyarakat Kabupaten Serang Sinergi Edukasi Soal Kebencanaan

    BPBD Ajak Elemen Masyarakat Kabupaten Serang Sinergi Edukasi Soal Kebencanaan

    SERANG, BANPOS- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Serang menghimbau masyarakat agar mampu bersinergi dengan BPBD dalam memberikan edukasi terkait antisipasi bencana.

    Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Boyatno, mengungkap bahwa pihaknya dalam melakukan sosialisasi sudah mencoba menggandeng ke perguruan tinggi.

    “Kita juga sudah menggandeng ke perguruan tinggi sekarang. Nah ketika ada mata kuliah atau mata pelajaran di kampus, kita juga siap memberi materi itu,” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa di salah satu perguruan tinggi swasta di Banten, sudah menjalankan perkuliahan umum yang menyediakan materi terkait penanganan bencana.

    “Kalau di Faletehan, dia udah ada pekuliahan umumnya dua apa tiga SKS gitu. Kalau ke kampus negeri belum,” ungkapnya.

    Ia pun menuturkan bahwa pihaknya menerima masukan agar menggandeng atau berkolaborasi dengan perguruan tinggi negeri terlebih dahulu.

    “Kemarin ada masukan dari kampus swasta, bahwa Pak dorong kampus negerinya dulu, supaya kampus swastanya ngikutin,” paparnya.

    Boyatno pun dengan tegas mengatakan bahwa pihak BPBD terbuka pada masyarakat, bilamana ada yang ingin menyelenggarakan sosialisasi terkait kebencanaan.

    “BPBD terbuka untuk umum, tinggal kirim surat, jadi ini cara-cara untuk sosialisasi kalau kita tidak ada anggaran, jadi kita welcome,” tuturnya.

    Kasubid Kesiapsiagaan, Hasan Basri, mengatakan bahwa media sosial juga memiliki peranan penting dalam penanggulangan benvana.

    “Media sosial juga harus tau, harus bisa ambil peran juga, karena itu salah satu untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat. Nah bagaimana media ini bisa memberikan informasi yang benar, mereka (masyarakat) tahu ada informasi yang mengancam tetapi mereka tidak takut (panik),” ungkapnya.

    Ia pun menuturkan bahwa beberapa kalangan mahasiswa juga harus mampu bersinergi dengan BPBD dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.

    “Waktu itu ada mahasiswa KKM 2019 mengundang BPBD sebagai narasumber, itu kan bisa sebagai sarana sosialisasi juga ke masyarakat setempat,” terangnya.

    Hasan pun menerangkan bahwa penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya mengandalkan pihak BPBD.

    “Jadi penanggulangan bencana ngga ‘udah BPBD aja yang nanganin’ gitu. Jadi semuanya mulai kolaborasi karena kalau terus dilimpahin ke BPBD, 326 desa 29 kecamatan ga bakal ke back up semua,” tegasnya.

    Ia pun berharap masyarakat secara luas, dapat membangun sinergi dengan pihak BPBD, agar setiap orang mampu menjadi relawan, terkhusus bagi dirinya sendiri.

    “Makanya di sosial media itu ada hastag bencana adalah urusan bersama, jadi bukan bencana adalah urusan BPBD. Makanya ada yang namanya penta helix, penta helix itu jadi pemerintah, swasta, masyarakat, media sosial, sama pendidikan,” tandasnya.

    (MG-03/AZM)

  • Siaga Bencana, BPBD Kabupaten Serang Canangkan Professional Disaster

    Siaga Bencana, BPBD Kabupaten Serang Canangkan Professional Disaster

    SERANG, BANPOS- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memegang peranan penting dalam penanggulangan bencana, pun dalam memberi edukasi kepada masyarakat terkait kesiapsiagaan bencana.

    Untuk meminimalisir banyaknya korban dalam bencana alam, BPBD melakukan sosialisasi dan juga pelatihan untuk masyarakat agar lebih sigap ketika ada bencana.

    Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Kabupaten Serang, Nana Sukmana, mengungkap bahwa dalam sosialisasi bencana, BPBD sudah memiliki bidangnya tersendiri.

    “Kalau berbicara sosialisasi, kita punya bidang kesiapsiagaan pencegahan, tentunya sepanjang tahun BPBD melakukan pembinaan, apakah membentuk desa tangguh bencana, membentuk relawan-relawan bencana, melakukan simulasi-simulasi bencana, membentuk sekolah tangguh bencana, sekolah aman bencana, itu bentuk sosialisasi,” ujarnya.

    Nana juga mengatakan bahwa sosialisasi kebencanaan selalu dilakukan oleh BPBD sepanjang tahun.

    “Dan itu kita lakukan sepanjang tahun, ada bencana atau tidak ada bencana, contoh misalnya tsunami kita lakukan ekspedisi tsunami, legitimasi bencana, pemaknaan bencana, dan itu dilaksanakan setiap tahun ada atau tidak ada anggaran itu wajib,” tuturnya.

    Ia juga menuturkan bahwa BPBD berencana akan membentuk professional disaster di instansi terkait.

    “Bahkan kita di tahun ini mencoba membentuk professional disaster untuk industri, pariwisata, serta sekolah. Jadi, nanti industri-industri nanti punya 10 atau 20 orang professional disaster yang kita latih,” paparnya.

    Ia pun menekankan bahwa professional disasters yang akan dibentuk oleh BPBD bukan hanya siap secara personil, namun juga mapan dalam segi sarana prasarana.

    “Mereka bukan hanya punya SDM-nya, tapi sarana prasarana juga punya. Nah ketika jadi bencana, mereka bisa kita turunkan dengan bendera-benderanya masing-masing,”

    Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Boyatno, menuturkan bahwa pihak BPBD Kabupaten Serang telah memiliki kelompok binaan, salah satunya adalah Keluarga Masyarakat Siaga Banjir (KMSB).

    “KMSB-nya ada di wilayah Serang Barat-Serang Timur, nah itu kegiatannya dilakukan di satu tempat, bisa di kecamatan bisa di hotel,” ungkapnya.

    Ia pun mengungkap bahwa sampai saat ini ada lebih dari 300 peserta yang mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh BPBD.

    “Sampai saat ini total pesertanya 377, itu gabungan, ga cuma KMSB aja,” terangnya.

    Boyatno pun mengungkap bahwa pelatihan yang diadakan oleh BPBD ini sebenarnya terpatok pada anggaran.

    “Pelatihan ya sesuai dengan anggaran, prinsipnya sebenernya mereka sendiri juga sudah mengawali kegiatan-kegiatan secara mandiri, posisi kita ya supporting,” katanya.

    Namun, Boyatno pun menuturkan bahwa sosialisasi ini bisa diakali dengan membangun kerjasama dengan pihak lain.

    “Betul, tapi kita tidak lepas dari anggaran, tapi walaupun tidak ada anggaran tapi kita tetap melaksanakannya, nah itu menjadi kewajiban kita. Ketika ada anggaran Alhamdulillah, ga ada anggaran ya kita laksanakan, kita inisiasi dengan lembaga dan NGO lain,” tandasnya.

    (MG-03/AZM)

    Caption: Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Serang, Nana Sukmana, saat ditemui di ruangannya, Rabu (9/3).

  • Pemda Minta Warga Banten Siap Hadapi Megathrust Dan Letusan GAK

    Pemda Minta Warga Banten Siap Hadapi Megathrust Dan Letusan GAK

    SERANG, BANPOS – Semua pihak diminta untuk menyiapkan diri dan selalu siap siaga jika terjadi bencana aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda dan keberadaan zona megathrust Selatan Jawa di sebelah Selatan Provinsi Banten.

    Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dalam siaran persnya, Senin (14/2) mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan sebagai bentuk mitigasi terhadap bencana gempa dan tsunami, termasuk pengecekan dan pembangunan infrastruktur pengungsian.

    “Perlu adanya pemahaman bersama tentang persoalan ini. Gempa bisa terjadi kapan saja dan memiliki potensi tsunami,” ungkap Gubernur WH dalam Rapat Koordinasi Forkopimda terkait Penanganan Bencana di Provinsi Banten secara virtual.

    “Di Provinsi Banten dari Kabupaten Lebak hingga Serang. Di Kota Cilegon kini sudah banyak berdiri industri petrokimia yang semakin meningkatkan risiko,” tambahnya.

    Dikatakan, kewaspadaan dan sosialisasi bersama perlu ditingkatkan sebagai bentuk mitigasi bencana. Bagaimana kebijakan Provinsi, Kabupaten dan Kota terhadap penerapan aturan konstruksi tahan gempa, sistem peringatan dini, serta respon sejak dini terhadap kemungkinan yang terjadi.

    “Masyarakat juga perlu mendapatkan peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan. Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, dan Kota Serang harus sungguh-sungguh memperhatikan masyarakat atas hal ini,” kata WH.

    Ditambahkan, pembangunan infrastruktur pengungsian perlu dipercepat seperti pembangunan shelter, jalur evakuasi, rambu-rambu, serta gudang logistik. Pemprov Banten siap kembali membangun infrastruktur pengungsian dengan dukungan penyediaan lahan dari Kabupaten/Kota.

    “Pemprov Banten menyiapkan bantuan sosial, penyiapan dana, pembangunan rumah tahan gempa, hingga menyiapkan regulasi,” ungkapnya.

    Gempa dan longsor sering terjadi, kalau diikuti tsunami tingkat bahayanya lebih besar. Ini bukan ancaman tapi mitigasi terhadap potensi bencana,” pungkas WH.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengapresiasi atas kewaspadaan yang sudah terbangun dan diikuti langkah-langkah di Provinsi Banten. “Hanya saja ancamannya meningkat sehingga perlu ditingkatkan langkah-langkahnya,” ungkapnya.

    Diperlukan koordinasi untuk kolaborasi aksi nyata di lapangan, mencegah kerugian sosial ekonomi dan jiwa apabila terjadi gempa bumi dan tsunami. Menguatkan kapasitas dan kapabilitas Pemerintah Daerah, pihak terkait, dan masyarakat untuk kesiapan mencegah kerugian.

    “Upaya persiapan untuk mencegah risiko,” katanya.

    Menurutnya, ada 12 langkah untuk penguatan mitigasi gempa bumi dan tsunami di Provinsi Banten. Yakni, identifikasi potensi bahaya, identifikasi jumlah penduduk, identifikasi sumber daya, menyiapkan rencana dan sarana evakuasi, pelaksanaan aturan bangunan tahan gempa, sosialisasi/edukasi, gerakan tes siaga bencana, latihan evakuasi diri, jaringan komunikasi, pusat kendali (command centre), rencana operasi darurat, serta tata ruang wilayah berbasis risiko gempa dan tsunami.

    “Secara umum kewaspadaan Pemprov Banten dan Kabupaten/Kota sudah lebih siap dibanding wilayah lain. Pertemuan hari ini agar ditindaklanjuti dengan langkah konkrit, memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) bersama, pengecekan shelter, jalur, dan rambu pengungsian,” jelas Dwikorita.

    Dalam rapat virtual yang dipandu oleh Plt Sekda Banten Banten Muhtarom itu diikuti Bupati Pandeglang Irna Narulita, Walikota Cilegon Helldy Agustian, Forkopimda Provinsi Banten, perwakilan Kabupaten Serang, Kota Serang, Kepala OPD Provinsi Banten, serta Kepala BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota serta para pejabat lainnya baik vertikal maupun pemerintah daerah.

    Terpisah, Walikota Cilegon Helldy Agustian mengungkapkan hal mengerikan jika terjadi bencana alam berupa tsunami atau gempa Megathrust di Kota Cilegon.

    Ia mengatakan, berbeda dengan daerah lain, Kota Cilegon yang memiliki luas 17,5 kilometer didominasi industri yakni sekitar 60 persen. Hal ini membuat Kota Cilegon terbilang punya dampak berbahaya jika terjadi bencana alam. “Ini kan lari kemana juga bakal kena, artinya kita mau bilang Cilegon ini berbeda dengan daerah lain, 30 persen industri kimia ada di pinggir pantai, artinya ini berbahaya,” tuturnya.

    “Idealnya dari titik bencana ke lokasi berapa menit? 40 menit masih keburu, kalau diilustrasikan tsunami itu datang 80 menit, tapi kalau datangnya tsunami 30 menit ngga ke kejar, itu prediksi terburuk,” sambungnya.

    Oleh karena itu, pihaknya akan kembali melakukan koordinasi dengan pihak industri. Pasalnya, apabila terdapat tsunami setinggi 8 meter atau gempa dengan kekuatan 8,7 magnitude apakah akan berdampak pada konstruksi bangunan industri di Kota Cilegon. “Apakah ini akan berdampak pada industri? konstruksi bangunan industrinya seperti apa? ini yang harus kita tanyakan juga,” ujarnya.

    Politisi Partai Beringin Karya (Berkarya) ini menyampaikan, bahwa sebelum menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mendapatkan informasi melalui BMKG bahwa Cilegon memiliki potensi tsunami setinggi 8,7 meter. Saat itu juga, Pemkot Cilegon bersama instansi terkait termasuk para industri langsung melakukan apel siaga bencana dan menggelar tsunami drill. “Hari ini gubernur mengumpulkan kami, agar kami bisa melihat perkembangan secara langsung, BMKG telah membuat satu buku yang notabene sudah dilaporkan ke presiden, laporan mitigasi bahaya terburuk,” ungkapnya.

    Sementara, Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengatakan, setelah pihaknya melakukan koordinasi dengan BMKG, bahwa penting diadakannya Rakor sebagai antisipasi ancaman bencana alam yang terjadi. Karena ancaman tersebut sifatnya kongkuren bukan hanya daerah namun berkaitan dengan Provinsi dan pemerintah pusat.

    “Ada dua ancaman yang kemungkinan terjadi baik erupsi GAK maupun Megathrust Selat Sunda, apapun itu bentuknya bencana perlu kita antisipasi dengan melakukan mitigasi bencana,” kata Irna saat Rakor yang dilaksanakan secara virtual diruang pintar Gedung Setda.

    Menurutnya, hampir sekitar 60 persen masyarakat Pandeglang belum memiliki rumah tahan gempa, tentunya yang sudah terbangun tidak dapat rubah. Untuk itu, yang belum terbangun harus menggunakan metode rumah tahan gempa.

    “Rumah di sempadan pantai terus kami edukasi, ada 6 Kecamatan pesisir yang kami cemaskan yaitu Labuan, Carita, Panimbang, Cigeulis, Cimanggu dan Sumur, ini perlu kami petakan lebih jauh terkait ancaman yang dapat terjadi,” ujarnya.

    Irna juga menyampaikan, sejauh ini mitigasi bencana terus dilakukan secara pentahelix atau multipihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat dan media bersatu padu berkoordinasi.

    “Dari 6 kecamatan pesisir Sumur yang harus menjadi perhatian khusus karena dengan dengan patahan. Disana ada kurang lebih 25 jiwa penduduknya, 11.125 tinggal di pesisir pantai tersebar di 7 Desa,” terangnya.

    “Saya tidak mau masyarakat kami menjadi korban, untuk itu kami terus melakukan mitigasi hingga pemasangan tanda jalur evakuasi yang kini mulai pada hilang dan membangun kembali sarana komunikasi penyebarluasan informasi,” sambungnya.

    Belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, agar logistik bisa segera didistribusikan saat terjadi bencana, tahun ini akan dibangun 8 lumbung sosial yang dibangun di beberapa titik atas kolaborasi Pemda dan Kementerian Sosial.

    “Disana tersedia logistik, sanitasi, genset dan lainnya, karena pelajaran kemarin butuh waktu lama tiba di lokasi bencana untuk mendistribusikan logistik,” ungkapnya.

    (DHE/RUS/PBN)