Tag: Nelayan

  • Maesyal-Intan Komitmen Sejahterakan Warga Pesisir Kabupaten Tangerang

    Maesyal-Intan Komitmen Sejahterakan Warga Pesisir Kabupaten Tangerang

    KABUPATEN TANGERANG, BANPOS – Calon Bupati Tangerang nomor urut 2 Maesyal Rasyid terus melakukan kerja politik dengan menggelar kampamye dialogis, menemui ratusan pendukungnya di berbagai desa Kabupaten Tangerang.

    Selasa (29/10/2024), Maesyal Rasyid menemui warga Kampung Tanjung Kait, Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Kedatangannya disambut antusias ratusan warga yang sudah menunggunya.

    Calon orang nomor satu di Kabupaten Tangerang yang berpasangan dengan calon wakilnya Intan Nurul Hikmah itu, datang didampingi barisan relawan, tim pemenangan, dan Komedian Azis Gagap. Mereka menyapa ratusan warga yang tinggal di kawasan pesisir ini.

    Datang ke kawasan yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai penangkap ikan di laut, Maesyal Rasyid menekankan pentingnya kesejahteraan bagi para nelayan.

    “Maesyal-Intan berkomitmen membantu kesejahteraan para nelayan. Karena di Mauk rata-rata masyarakatnya berprofesi nelayan, nanti kami bantu juga kesejahteraannya,” kata Maesyal Rasyid.

    Mantan birokrat dengan pengalaman selama 41 tahun ini, juga mengatakan, di bidang kesehatan Maesyal-Intan akan menjamin masyarakat dengan layanan BPJS gratis, baik di Puskesmas dan klinik yang sudah ditunjuk.

    “Kalau ada yang belum masuk BPJS kemudian sakit nanti Pemda juga akan menjamin untuk layanan kesehatannya,” jelasnya.

    Tak hanya itu, masih berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, pria yang akrab disapa Rudi Maesyal ini juga akan melanjutkan program bedah rumah untuk rumah warga yang tidak layak huni.

    Sementara, di bidang pendidikan selain bakal memperluas program sekolah gratis, Maesyal-Intan juga akan menyalurkan beasiswa bagi siswa tidak mampu yang memiliki prestastsi baik akademik maupun olahraga.

    “Kami doakan masyarakat semuanya sehat supaya tanggal 27 November 2024 bisa datang ke TPS dan mencoblos nomor urut 2 Maesyal-Intan,” tandasnya.(Odi)

  • Akibat Cuaca Buruk, Nelayan Pandeglang Banyak yang Tidak Bisa Melaut

    Akibat Cuaca Buruk, Nelayan Pandeglang Banyak yang Tidak Bisa Melaut

    PANDEGLANG, BANPOS – Akibat cuaca buruk yang terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang, sejumlah nelayan di beberapa kecamatan tidak bisa melaut. Sehingga pasokan ikan ke sejumlah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) mengalami penurunan.

    Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pandeglang, Encep Waas, mengatakan bahwa kelangkaan ikan sudah terjadi sejak 10 hari terakhir karena nelayan tidak melaut.

    “Gelombang cukup tinggi, jadi nelayan tidak melaut. Ketinggian gelombang air laut yang mencapai 4 sampai 5 meter akibat cuaca ekstrem ini akan membahayakan para nelayan jika memaksakan pergi melaut mencari ikan,” kata Encep kepada wartawan, Kamis (14/3/2024).

    Menurutnya, pasokan ikan yang biasanya selalu melimpah di sejumlah TPI, saat ini sudah tidak sama sekali. Sambil menunggu cuaca kembali normal, para nelayan memperbaiki jaring dan perahu.

    “Kalau sehari-hari karena tidak melaut, ya seperti itulah aktifitas yang di lakukan para nelayan, hanya memperbaiki jaring dan memperbaiki perahu saja,” ungkapnya.

    Salah seorang nelayan di Kecamatan Panimbang, Ade, mengatakan bahwa dengan kondisi saat ini, dirinya hanya bisa pasrah karena hanya melaut mata pencaharian para nelayan. Karena kondisi cuaca yang sangat membahayakan, membuat para nelayan menjadi takut.

    “Kalau punya uang sih enak bisa menutupi kebutuhan sehari-hari, kalau nggak ada mau gimana lagi kami jual barang-barang di rumah,” ungkapnya. (DHE)

  • Nelayan Pandeglang Dilarang Mengambil Ikan di TNUK

    Nelayan Pandeglang Dilarang Mengambil Ikan di TNUK

    PANDEGLANG, BANPOS – Dinilai aktivitas penangkapan ikan bisa merusak biota laut, Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) melarang semua nelayan menangkap ikan di wilayah perairan yang masuk dalam kawasan konservasi.

    Kepala Balai TNUK Ardi Andono mengatakan, secara keseluruhan wilayah konservasi TNUK seluas 44.337 hektare termasuk kawasan laut. Selain wilayah daratan, aktivitas penangkapan ikan di kawasan perairan juga tidak diperbolehkan karena bisa mengganggu dan merusak ekosistem laut.

    “Kawasan Konservasi Taman Nasional Ujung Kulon bukan hanya ada di daratan saja, diperairan laut pun ada kawasan yang masuk kawasan TNUK. Untuk perairan seluas 44.337 hektare menjadi kawasan yang perlu dijaga oleh TNUK,” kata Ardi kepada wartawan, Senin (2/10).

    Dijelaskannya, larangan penangkapan ikan di kawasan konservasi bukan tanpa sebab, karena beberapa waktu lalu pihaknya sempat mengamankan sejumlah nelayan karena mengambil biota laut di kawasan konservasi. Selain itu, menurut aturan perundang-undangan yang berlaku, wilayah konservasi tidak boleh ada aktivitas eksploitasi dan eksplorasi tanpa adanya izin dari pihak terkait.

    “Pelanggaran pun kerap terjadi di kawasan perairan TNUK, salah satunya adalah pengambilan biota laut yang dilakukan oleh nelayan didalam kawasan konservasi TNUK, sehingga memang dilarang menurut Undang-undang,” jelasnya.

    Oleh karena itu, pihaknya akan terus melakukan patroli di wilayah perairan dan darat di kawasan konservasi tersebut guna menjaga ekosistem agar tetap stabil.

    “Kita selalu melakukan patroli guna mencegah adanya nelayan yang mengambil biota laut di kawasan konservasi TNUK,” ujarnya.

    Dalam melakukan penindakan, lanjut Ardi, pihaknya akan langsung mendekati perahu nelayan yang ada di kawasan konservasi TNUK untuk memastikan tidak merusak biota laut. Setelah itu, pihaknya segera menyampaikan agar tidak kembali mencari ikan di kawasan tersebut.

    “Tim langsung bergerak dekati kapal nelayan tersebut, hal yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan terhadap awak kapal berikut isi kapalnya, selanjutnya mendata para nelayan mulai dari kapten kapal dan ABK hingga dokumen kapal,” terangnya.

    “Dari hasil pemeriksaan tersebut, jika diperlukan petugas akan menyita barang-barang yang dianggap berbahaya dan jika tingkat pelanggarannya tinggi maka akan diambil langkah penegakan hukum selanjutnya,” sambungnya.

    Wakil Ketua Nelayan Kursin Labuan, Suherman Pratama mengaku akan segera menyampaikan larangan tersebut kepada semua anggotanya. Dengan begitu, para nelayan tidak akan menangkap ikan di wilayah konservasi lagi.

    “Segera kita sampaikan kepada nelayan, agar jangan ada yang menangkap ikan di wilayah konservasi TNUK,” katanya. (dhe/pbn)

  • Cuaca Bagus, Tangkapan Ikan di Lebak Melimpah

    Cuaca Bagus, Tangkapan Ikan di Lebak Melimpah

    HIMPUNAN Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kecamatan Wanasalam menyebut hasil tangkapan ikan nelayan Binuangeun Desa Muara, Kecamatan Wanasalam mengalami peningkatan.

    Ketua HNSI Kecamatan Wanasalam, Toton Sopyan, mengatakan bahwa peningkatan hasil tangkapan banyak dipengaruhi faktor cuaca. Menurutnya, kendati cuaca laut baik sesaat, tentu akan berpengaruh pada pendapatan tangkapan ikan juga.

    “Iya, memang kalau musim sih belum masuk. Tapi nelayan yang melaut dalam dua hari ini mendapatkan ikan meningkat. Memang saat ini cuaca baik, tidak seperti kemarin-kemarin. Cuaca baik seperti ini biasa disebut ‘telenggongan’, artinya cuaca baik hanya sesaat, dan mungkin besok atau lusa bisa berubah buruk seperti yang telah beberapa bulan kami alami. Cuaca baik ini adalah posisi sebelum masa musim panen ikan,” jelas Toton.

    Dirinya juga mengaku satu kapal tangkapannya mendapatkan ikan banyak saat pulang melaut dalam dua hari itu.

    “Tadi Kapal Motor saya dengan ukuran di bawah 5 GT hasil tangkapannya lumayan. Itu menggunakan jaring rampus,” terangnya.

    Pada bagian lain, pihaknya mengimbau para nelayan untuk tetap waspada dan memperhatikan keselamatan saat melaut. “Saya tetap mengimbau agar nelayan tetap waspada saat melaut, karena saat ini cuaca selalu berubah-rubah. Jika laut sedang ekstrem jangan memaksa melaut,” ungkapnya.

    Salah seorang nelayan setempat, Ayung, kepada BANPOS membenarkan dalam dua hari ini cuaca laut di perairan Binuangeun sedang bersahabat, dan hasil tangkapan di hampir semua nelayan meningkat.

    “Iya benar sih, cuaca baik ini sejak hari Minggu kemarin. Hasil tangkapan juga lumayan, Alhamdulillah. Mudah-mudahan cuaca bisa seperti ini terus,” harapnya. (WDO/DZH)

  • Nelayan Labuan Paceklik, Tetapi Tetap Dicekik

    Nelayan Labuan Paceklik, Tetapi Tetap Dicekik

    PANDEGLANG, BANPOS – Cuaca ekstrim yang terjadi, atau yang biasa disebut dengan musim angin barat oleh para nelayan, saat ini belum usai. Dampaknya adalah, nelayan yang ada di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, tidak melaut selama 5 bulan. Selain itu, mereka mengeluhkan tidak adanya bantuan sejak 5 tahun yang lalu, namun tetap saja ditarik PAD.

    Salah seorang pemilik kapal yang juga nelayan di Labuan, Herman mengatakan, para nelayan di Labuan sudah hampir 5 bulan tidak melaut untuk mencari ikan, karena cuaca sedang musim angin barat.

    “Di wilayah perairan laut kita (Pandeglang) sudah lima bulan tidak melaut, karena hingga saat ini sedang musim angin barat. Jadi kalau ada angin barat percuma mencari ikan juga, karena sulit, apalagi kami nelayan kecil,” kata Herman kepada wartawan, Senin (21/3).

    Dampak dari cuaca musim barat tersebut, lanjut Herman, tidak sedikit nelayan di Labuan tidak melaut dan tidak memiliki penghasilan juga tidak memiliki pekerjaan lain.

    “Jadi selama lima bulan ini, kami sedang paceklik karena itu tadi tidak bisa melaut untuk mencari ikan,” terangnya.

    Herman menambahkan, untuk bantuan dari pemerintah juga saat ini sudah sekitar lima tahun tidak ada bantuan dana paceklik baik dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

    “Biasanya kalau kami dilanda paceklik ada bantuan dari pemerintah, namun saat ini sudah hampir lima tahun tidak ada lagi bantuan yang diberikan oleh pemerintah,” ujarnya.

    Karena bantuan dari pemerintah sudah tidak ada, kata Herman lagi, saat ini para nelayan terpaksa menjual barang-barang yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bertahan hidup.

    “Dulu itu sering diberikan bantuan seperti beras satu karung dan uang sebesar Rp100 ribu, namun karena saat ini tidak ada, dengan terpaksa para nelayan menjual harta benda yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.

    Oleh karena itu, pihaknya Bersama nelayan lainnya meminta agar pemerintah memperhatikan kondisi nelayan yang saat ini masih dalam kondisi paceklik.

    “Pendapatan Asli Daerah (PAD) saja yang diambil, sementara dana bantuan tidak pernah diberikan pada saat musim paceklik atau musim angin barat seperti saat ini. Makanya kami minta perhatiannya,” ungkapnya.

    (DHE/PBN)

  • Simalakama Raperda Zona Pesisir

    Simalakama Raperda Zona Pesisir

    SERANG, BANPOS – Demi menghindari celah hukum , Gubernur Banten dan DPRD Banten melanjutkan pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Banten. Dua Kementerian, yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Dalam Negeri mengultimatum Pemprov agar segera mengesahkan Raperda ini menjadi Perda. Namun, arus penolakan terhadap Raperda yang dikebal dengan sebutan Raperda Zona Pesisir ini tetap kencang. Simalakama buat Gubernur Banten?

    Berdasarkan informasi dihimpun, DPRD serta Pemprov Banten sepakat membahas Raperda Zona Pesisir untuk menghindari jeratan hukum yang akan berakibat kepada Gubernur Banten Wahidin Halim (WH). Karena akan banyak kerugian negara jika dua Raperda ini tidak segera disahkan.

    Untuk Raperda RZWP3K, akan berpotensi pada tindakan pembiaran terhadap kegiatan eksploitasi sumber daya laut seperti tambang pasir.

    Surat Mentri KKP Edy Prabowo dikeluarkan awal tahun lalu dengan nomor B-16/MEN-KP/I/2020 prihal Tindaklanjut RZWP3K Provinsi Banten, dan surat dari Dirjen Bina Pembangunan Daerah, Muhammad Hudori atas nama Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, bernomor 523/1479/Bangda Perihal, Percepatan Penetapan Raperda tentang RZWP3K Provinsi Banten.

    Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Banten Madsuri, beberapa waktu yang lalu mengatakan, setelah mendapat tembusan surat peringatan tersebut, dirinya langsung berkoordinasi dengan tim serta OPD terkait untuk melakukan kelanjutan pembahasannya.

    “Ini kan program yang dibahas oleh Pansus pada periode dewan sebelumnya yang belum selesai. Oleh karena itu, kemarin kami sudah melakukan koordinasi dengan OPD terkait untuk mengevaluasi kembali, sudah sejauh mana pembahasan Raperda ini,” katanya.

    Dari hasil koordinasi tersebut, lanjutnya, pembahasan masalah ini ternyata sudah hampir selesai semua, baik itu tahapan naskah Akademis, kajian akademis maupun penentuan titik koordinatnya. Sehingga, kini prosesnya sudah ada di Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Banten.

    “Bapemperda hanya fasilitasi saja antara dewan dengan Pemprov. Untuk masalah teknis lanjutannya ada di Bamus dan Pimpinan,” ujarnya.

    Wakil Ketua DPRD Banten, Nawa Said Dimyati mengaku pembahasan Raperda Zona Pesisir dikebut bersama Raperda penambahan modal Bank Banten karena adanya pembatasan waktu dari pusat, serta untuk mengejar target di APBD perubahan untuk penambahan penyertaan modal Bank Banten.

    Untuk Raperda RZWP3K, lanjut Cak Nawa, harus dipercepat karena ada batas waktu dari Kementerian KKP sampai awal tahun 2021. Jika dalam waktu itu tidak bisa selesai, maka konsekuensinya Pemprov Banten harus mengulangnya dari awal lagi.

    Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Banten Muhtarom mengatakan, pihaknya sudah menyelesaikan terkait seluruh aspek teknis maupun administratif berkenaan dengan Raperda RZWP3K ini. Namun karena pembahasan di dewannya tidak sampai selesai, untuk itu pihaknya harus menunggu kelanjutan pembahasan pada anggota dewan yang baru ini.

    “Sudah. Sudah selesai semua. Termasuk titik koordinat dan batasan-batasan wilayahnya,” katanya.

    Terpisah, kelanjutan pembahasan Raperda Zona Pesisir juga kembali memantik penolakan. Saat Raperda ini dibahas oleh anggota DPRD Banten periode sebelumnya, gelombang aksi unjuk rasa dari aktivis lingkungan hidup dan kelompok masyarakat pesisir terus mengepung DPRD Banten untuk menyuarakan penolakan raperda tersebut.

    Ketika pembahasan raperda dibuka kembali, Aliansi Masyarakat Untuk keadilan (AMUK) Bahari Banten, dengan melayangkan surat protes yang disampaikan kepada Ketua DPRD Provinsi Banten serta seluruh ketua fraksi.

    Dalam surat tersebut, AMUK Bahari Banten menilai bahwa Gubernur Banten tidak menjalankan pasal 96 UU nomor 11 tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam mengusulkan Raperda RZWP3K.

    Selain itu, mereka menilai bahwa Raperda RZWP3K akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan nelayan tradisional dan nelayan kecil yang berada di seluruh pesisir Provinsi Banten. AMUK Bahari Banten pun menolak penyampaian nota Gubernur atas usulan Raperda yang disampaikan pada Sabtu (11/7).

    Koordinator AMUK Bahari Banten, Aeng, mengatakan bahwa selama ini draft Raperda tersebut masih berisi perampasan ruang hidup masyarakat bahari. Apalagi dalam penyusunannya, Gubernur sebagai pengusul Raperda tidak melibatkan masyarakat pesisir untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan.

    “Gubernur dalam menyusun draf tersebut tidak melibatkan masyarakat nelayan untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan. Padahal hal tersebut diatur pada pasal 96 ayat 1 sampai dengan ayat 4 UU No 11 tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujarnya.

    Aeng juga menegaskan bahwa Raperda tersebut sangat sulit untuk diakses oleh masyarakat nelayan dan komunitas-komunitas nelayan. Bahkan hingga saat ini pun, Aeng mengatakan bahwa Pemprov Banten belum pernah menggelar rapat dengar pendapat dengan masyarakat pesisir.

    “Gubernur Banten melalui Pemprov Banten belum pernah melakukan rapat dengar pendapat, kunjungan kerja, sosialisasi dan atau seminar, lokakarya dan atau diskusi terkait rancangan peraturan daerah ini kepada masyarakat nelayan dan komunitas-komunitas nelayan sebagai masyarakat terdampak,” katanya.

    Pihaknya pun menjabarkan fakta-fakta yang bisa dijadikan pertimbangan dan alasan kenapa dan mengapa mereka memprotes rencana penyampaian nota Gubernur Banten atas usulan Raperda RZWP3K.
    Petama, ia menjelaskan bahwa dalam dinamika konstitusi dan rencana strategis pembangunan baik nasional maupun daerah terkait RZWP3K, tidak melibatkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dalam penyusunannya.

    “Rencana zonasi merupakan rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin,” ucapnya.

    Kedua, ia mengatakan bahwa usulan Raperda RZWP3K Provinsi Banten patut dipertanyakan apakah akan memberikan ruang yang adil untuk pemukiman nelayan. Padahal, provinsi ini memiliki rumah tangga nelayan tradisional sebanyak 9.235, yang terdiri dari 8.676 keluarga nelayan tangkap dan 559 keluarga nelayan budidaya. “Inilah bentuk ketidakadilan sekaligus bentuk perampasan ruang yang akan dilegalkan melalui Perda,” jelasnya.

    Yang ketiga yakni alokasi ruang untuk perikanan tangkap berada di titik-titik terjauh yang kecil kemungkinan tidak dapat diakses oleh nelayan tradisional, dengan menggunakan kapal di bawah 10 Gross Tonnage (GT).

    Dengan memperhatikan informasi alokasi ruang tersebut, ia mengatakan bahwa sangat terlihat arah pembangunan laut di provinsi Banten yang berorientasi pembangunan infrastruktur melalui Kawasan Strategis Nasional (KSN), sekaligus pembangunan ekstraktif-ekspolitatif melalui proyek pertambangan. Belum lagi alokasi ruang untuk proyek reklamasi yang berada di 54 kawasan pesisir Banten.

    “Proyek-proyek ini dipastikan akan menggusur ruang hidup masyarakat pesisir. Kami menolak RZWP3K disampaikan dalam Nota Gubernur. Kami meminta DPRD Banten sebagai reprentasi rakyat yang bekerja melakukan fungsi pengawasan dan legislalasi untuk menolak penyampaian nota Gubernur terkait Raperda RZWP3K tersebut, sebagai bentuk melindungi rakyat nelayan dari upaya perampasan ruang laut sebagai ruang hidup milik nelayan,” tegasnya.

    Ia juga menegaskan bahwa Raperda RZWP3K pernah diajukan Gubernur Banten sebelumnya pada DPRD Banten periode 2014-2019, dianggap cacat yuridis oleh pihaknya karena tidak menyertakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang diamanatkan dalam peraturan menteri Kelautan dan perikanan.

    “Selain itu, Gubernur juga tidak melakukan konsultasi publik sebagaimana diatur dalam Pasal 49 huruf (e) dan Pasal 50 ayat (6) Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 34/Permen-Kp/2014 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil,” ujarnya.

    Ia pun menuding bahwa Raperda RZWP3K didorong hanya untuk melegalisasi investasi yang terlanjur ada dan berkonflik dengan masyarakat. Usulan Gubernur Banten atas Raperda RZWP3K Provinsi Banten seyogyanya ditolak DPRD karena bertentangan dengan Undang-Undang lainnya.

    “Seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Ketiadaan ruang untuk pemukiman nelayan yang bertentangan dengan UU No. 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, UU No. 32 tahun 2009, Putusan MK No. 3 Tahun 2010, serta UU nomor 1 tahun 2014 yang melarang penambangan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil,” terangnya.

    Menurutnya, Negara pun seharusnya menjamin implementasi putusan MK No. 3 Tahun 2010 yang mengakui Hak Konstitusi Masyarakat Bahari. Mulai dari hak melintas dan mengakses laut, hak untuk mendapatkan perairan bersih dan sehat, hak untuk mendapatkan manfaat dari sumber daya kelautan dan perikanan serta hak untuk mempraktikkan adat istiadat dalam mengelola laut yang telah dilakukan secara turun-menurun.

    “Negara harus menghentikan segala bentuk proyek yang ekstraktif dan eksploitatif di pesisir dan pulau-pulau kecil, serta menjamin penuh kedaulatan masyarakat bahari. Negara juga harus menghentikan segala bentuk kriminalisasi dan intimidasi yang dilakukan oleh oknum aparat terhadap masyarakat,” katanya.

    Dengan demikian, ia meminta kepada pimpinan DPRD Provinsi Banten dan seluruh ketua Fraksi-fraksi yang ada di DPRD Banten, untuk bersama-sama rakyat menolak Nota Gubernur Banten, atas inisiasi Raperda RZWP3K yang dinilai dapat meminggirkan hidup nelayan dalam haknya mengelola ruang laut sebagai ruang hidup milik nelayan.

    Terpisah, Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), dalam penyampaian nota pengantar mengungkapkan bahwa Raperda RZWP3K merupakan amanat pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya laut yang ada di wilayahnya.

    “Serta, amanat Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 pasal 7 ayat (3) tentang Pengelolalaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014. Pemerintah daerah wajib menyusun rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil paling jauh 12 (duabelas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan,” ujarnya.

    Dijelaskan WH, RZWP3K berfungsi sebagai dokumen formal perencanaan daerah, kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, memiliki keterkaitan dengan kebijakan perencanaan pembangunan nasional dan kebijakan penataan ruang, untuk memberikan kekuatan hukum dalam pemanfaatan ruang laut, alat sinergitas pemanfaatan spasial, acuan pemberian izin pemanfaatan ruang, rujukan konflik ruang laut, serta perisai legitimasi peruntukan ruang laut.

    Pemprov Banten, kata WH, dalam penyusunan Raperda ini mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan Nomor 23 Tahun 2016 dan surat Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B-16/Men-KP/I/2020 tentang Tindak Lanjut Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Banten.

    “Penyelesaian Raperda ini juga mendapatkan atensi dari Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 523/1479/BANGDA, perihal percepatan penetapan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Proviinsi Banten,” tandasnya. (DZH/ENK)

  • Nelayan Pandeglang Sulit Menjual Hasil Tangkapan ke Luar Wilayah

    Nelayan Pandeglang Sulit Menjual Hasil Tangkapan ke Luar Wilayah

    PANDEGLANG, BANPOS – Selain kurang maksimal untuk melaut, sejumlah nelayan di Pandeglang merasa kesulitan untuk memasarkan hasil tangkapan ikan ke luar daerah. Hal itu terjadi selama masa darurat dan pembatasan wilayah karena wabah Covid-19.

    Hal ini dijelaskan oleh Kadis Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Pandeglang, Suaedi Kurdiatna.

    “Masalah ini memang banyak nelayan yang tidak melaut, karena pembelinya tidak ada. Tapi kalau nelayan-nelayan kecil masih banyak yang melaut, ikannya juga cukup untuk memenuhi kebutuhan lokal,” ucapnya kepada BANPOS, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (9/4).

    Suaedi juga menerangkan bahwa dampak dari merebaknya COVID-19, para pemasok ikan berskala besar menutup usahanya meskipun hasil ikan para nelayan cukup melimpah.

    Hal tersebut dikarenakan, untuk penjualan ke luar wilayah sudah tidak bisa dilakukan. Imbasnya, para nelayan berhenti melaut.

    “Banyak agen yang biasanya menampung ikan dalam jumlah besar tutup, karena ikan yang biasanya dibawa ke luar wilayah seperti Jakarta yang sekarang memiliki kebijakan pembatasan sosial. Maka ini yang menjadi kendala para pengusaha atau agen besar untuk menjual ikan ke luar wilayah, akibatnya banyak nelayan yang tidak melaut dan tidak mempunyai penghasilan,” jelasnya.

    Untuk menangani masalah tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Sosial, agar menyalurkan sembako untuk para nelayan yang tidak melaut.

    “Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial dalam penyaluran sembako dan mendata para nelayan, agar semua nelayan yang tidak melaut bisa mendapatkan sembako tersebut, “pungkasnya

    Salah seorang nelayan, Heri mengeluhkan masalah agen besar yang berhenti menampung hasil tangkapannya karena tidak bisa dijual ke luar daerah.

    “Kalau untuk hasil tangkapan nelayan sendiri masih cukup banyak, namun para agen atau pengusaha besar tidak mau membeli hasil melaut kami karena masalah pengiriman keluar Pandeglang sudah tidak bisa,” katanya.(MG-02/PBN)

  • Nelayan Diarahkan Konversi BBM ke BBG, Ratusan Bantuan Mesin Disalurkan

    Nelayan Diarahkan Konversi BBM ke BBG, Ratusan Bantuan Mesin Disalurkan

    LEBAK, BANPOS – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten lebak menggelar sosialisasi teknis pendistribusian, verifikasi dan pengawasan program konversi dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) untuk kapal penangkapan ikan bagi nelayan tahun 2019 di vila Resto Cihara Lebak Selatan, Kamis (5/12).

    Hadir dalam acara sosialisasi tersebut Kadis DKP Lebak, Aep Saepudin, Muspika Kecamatan Cihara, PT Wika, Danramil, Kapolsek, direktut Sinar Malingping Putra, Ketua HNSI Lebak, serta para nelayan 4 Kecamatan Cihara, Bayah, Pangarangan, Cilograng.

    Sosialisasi yang dilakukan DKP Lebak tersebut menindaklanjuti program pusat guna mendorong program konversi BBM ke BBG. Upaya tersebut untuk memberikan solusi penyediaan energi alternatif yang ramah lingkungan khususnya kepada para nelayan. Selain itu, Pemerintah pusat juga menyalurkan bantuan 234 paket peralatan (mesin) yang perorangan.

    “Konversi BBM ke BBG untuk kapal penangkap ikan bagi nelayan sasaran terdiri dari beberapa komponen dari mesin penggerak, konverter kit, as panjang, baling-baling, dua buah tabung LPG 3 kg, as panjang dan baling-baling, serta aksesoris pendukung lainnya,” ujar Aep.

    Distributor Niaga minyak dan gas bumi, Doni mengatakan, program tersebut nantinya diharapkan mampu memberikan kemudahan akses energi dan memberikan pilihan kepada para nelayan atas sumber energi yang dipergunakan.

    “Program ini bertujuan untuk menghemat pengeluaran biaya bahan bakar nelayan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya

    Adapun kriteria nelayan yang mendapatkan paket konverter kit BBM ke BBG sesuai Perpres No.38 Tahun 2019 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Penangkap Ikan bagi Nelayan.

    Kriteria tersebut antara lain adalah nelayan yang memiliki kapal ukuran di bawah 5 Gross Tonnage (GT) dan memiliki daya mesin di bawah 13 Horse Power (HP).

    Dengan konversi BBM ke BBG ini dapat menghemat bahan bakar lebih, kalau menggunakan BBM nelayan bisa menghabiskan 7-8 liter/hari, sedangkan menggunakan satu tabung gas 3kg bisa bertahan 10 jam 1-2 hari, ini jelas sangat menguntungkan bagi nelayan nantinya.

    “Bantuan 145 paket peralatan serta 2 tabung gas 3kg ini semoga dapat mensejahterakan nelayan-nelayan yang ada di lebak selatan baksel,” ujarnya. (WDO/PBN)

  • Kapal Motor Pencari Ikan Terbakar, Dua Nelayan Luka Parah

    Kapal Motor Pencari Ikan Terbakar, Dua Nelayan Luka Parah

    Korban kecelakaan laut perahu diesel terbakar di perairan Binuangeun, Wanasalam yang dirawat di RSUD Malingping. Senin sore (28/10).

    BINUANGEUN, BANPOS – Kapal Motor (KM) nelayan bermesin diesel 5 GT yang tengah menangkap ikan di perairan laut Muara Binuangeun Kecamatan Wanasalam dilaporkan mengalami kecelakaan laut akibat ledakan kompor gas.
    Tiga nelayan yang berada di atas kapal itu ikut terbakar, dan untuk menyelamatkan nyawa, ketiga nelayan langsung menceburkan diri ke area samudra, Senin sore sekitar pukul 13.35 WIB, (28/10).

    Diketahui korban kebakaran tersebut yakni , warga asal Cikiruh Wetan, Kecamatan Cikeusik Rokim (40), warga Desa Sumur Batu Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang Zeklin (38), dan warga Kampung Karang Malang, Desa Muara, kecamatan Wanasalam, Taryani (41).

    Saksi nelayan setempat Carman menyebut, KM tersebut ditumpangi tiga nelayan, dan diduga mengalami kebakaran karena ledakan gas LPG ketika mereka hendak memasak.

    “Dalam kapal itu ada tiga nelayan. Mereka terbakar katanya setelah menyalakan gas mau masak. Mereka luka bakar dan menerjunkan diri ke laut dan kita sudah tolongin semuanya, dan dibawa ke Puskesmas Binuangeun,” ujarnya kepada wartawan, Senin malam kemarin (28/10).

    Terpisah, Kapolsek Wanasalam Iptu Sudedi, membenarkan kejadian yang berawal saat korban berlayar mencari ikan menggunakan Perahu Diesel 5 GT milik Sdr Runiah dengan awak nelayan berjumlah 3 orang.

    Dijelaskannya, pada saat di perjalanan salah satu dari korban menyalakan Gas LPG tiga kilogram untuk memasak. Saat itu ketika kompor dinyalakan, langsung meledak sehingga membakar perahu yang mereka tumpangi.

    ” Para korban di kapal motor tersebut menyelamatkan diri dari kobaran api yang besar dengan melompa ke laut sambil mencari pertolongan. Sekitar Pukul 15.00 WIB para korban dapat di selamatkan dengan di evakuasi oleh para nelayan setempat, selanjutnya di bawa ke Puskesmas Binuangeun untuk dilakukan pertolongan medis,” ujar Sudedi, Selasa (29/10).

    Kata dia, akibat Laka tersebut, korban bernama Rokim dan Zeklin dirujuk ke RSUD Malingping karena mengalami luka bakar yg cukup parah.

    “Yang dua orang, atas nama Rokim dan Zeklin dirujuk ke RSUD Malingping, lukanya cukup serius,” terangnya. (WDO/PBN)