Tag: Oase

  • PUASA DAN TIRAKAT PARA BIROKRAT

    PUASA DAN TIRAKAT PARA BIROKRAT

    Oleh : Ahmad Nuri

    Tulisan ini tak begitu lazim di baca layaknya tulisan-tulisan tentang birokrat [orang] atau birokrasi [sistem] dalam tata kelola pemerintahan baik di pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah. Penulis menggunakan terminologi atau diksi tirakat dalam tulisan kali ini sebagai refleksi diri dan berharap ada sesuatu yang dapat memberikan nilai baru bagi kalangan birokrat termasuk penulis yang kebetulan sebagai birokrat atau ASN.

    Diksi tirakat itu biasanya di sematkan pada kontek spiritulitas para pelaku yang melakukan tirakat, biasa dilakukan oleh para santri, ustad, kyai, atau orang-orang yang khusus melakukan tirakat. Ada tujuan umum dari tirakat dan tujuan khusus melakukan tirakat, semua dilakukan dengan cara menahan segala piranti dan substrat atau godaan duniawi untuk mencapai tujuan kemulian dan keberkahan dengan berorientasi ukrowi.

    Secara singkat tirakat merupakan sebuah proses spiritual yang biasa ditempuh seseorang guna mencapai sesuatu yang diinginkan. Kata “tirakat” merupakan berasal dari kata bahasa Arab, yakni thariqah yang bermakna jalan atau jalan yang dilalui. Makna dan proses tirakat ini yang akan di relevansikan dengan kerja-kerja para birokrat dalam relasi dengan rakyat.

    Siapa itu birokrat, menurut penulis birokrat adalah para pegawai ASN yang menggerakan proses birokrasi. Dia adalah aparat birokrasi sebagai subjek utama dalam kerja-kerja untuk mencapai tujuan birokrasi pemerintahan dengan struktur dan sistem yang ada. Birokrat adalah sebutan ASN atau abdi negara yang telah memiliki tupoksi dan kewenangan katalistik dari sebuah sistem atau struktur berantai sampai ke bawah, dan para birokrat sendiri telah menyadari dirinya bagian dari pimpinan dan kepemimpinan [self ledership] atau kepemimpinan kolektif [collective leader].

    Sementara birokrasi sendiri merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan tugas yang sangat kompleks dan memerlukan pengendalian operasi manajemen pemerintahan yang baik. Tujuan birokrasi sendiri adalah Melaksanakan pelayanan publik. Pelaksanaan pembangunan yang profesional. Perencanaan, pelaksana dan pengawas kebijakan. Alat pemerintah untuk melayani kepentingan masyarakat dan bukan merupakan bagian dari kekuatan politik.

    Birokrasi menurut Max Weber memiliki ciri utama, yaitu: (1) adanya derajat spesialisasi atau pembagian tugas yang jelas, (2) adanya struktur kewenangan hirarkhis dengan batas-batas tanggung jawab yang juga jelas, (3) hubungan antar anggota yang bersifat impersonal, (4) cara pengangkatan atau rekruitmen pagawai yang didasarkan pada profesionalisme.

    Penulis tidak sedang menggali teori birokrasi secara detail dan komprehensif dan memotret prilaku para birokrat secara personal yang mungkin melakukan tirakat untuk mencapai tujuan personalnya seperti thirakat untuk naik jabatan, bukan itu. tapi lebih pada proses dan jalan yang dilalui para birokrat dengan tugas dan tanggungjawab dimiliki untuk menemukan makna baru bagi birokrasi terutama dalam kepentingan orang banyak.

    Para birokrat biasa bekerja normatif prosedural dengan tugas pokok dan fungsi yang dimilikinya, Ada birokrat bekerja dengan landasan kehendak dirinya bagian dari ritual keseharian di lingkungan birokrasi dimana para birokrat bekerja. tapi terkadang ada banyak birokrat yang bekerja asal selesai apakah kerjanya memiliki dampak kebermanafaat atau tidak, itu tidak penting yang penting dia kerja.

    Sangat ironi dan disayangkan, apabila pejabat birokrasi hanya kerja rutinitas serta statis dalam bekerja malah justru sering menyebabkan masalah baru yang menjadikan birokrasi terlihat tidak berfungsi dan kurang peka terhadap perubahan dan kebutuhan rakyat. Birokrat hanya gagah gagahan merasa superior dengan jabatanya dan eklusivismenya, Birokrat model ini tidak bisa menjadikan dirinya tempat bersandar kebijakan publik tapi membuat publik lelah melihatnya.

    Faktanya saat ini, masih ada birokrat yang hanya mencari jabatan dan penghasilan saja tidak ada urusan tentang orentasi pelayanan pada rakyat, apalagi tentang kemajuan institusi birokrasi dalam memajukan bangsa dan negara. Lebih parah lagi para birokrat hanya bekerja asal pimpinan senang dengan beberapa capaian kinerja yang hanya di ukur lewat piagam penghagaan. Sementara penghargaan dengan realitas dilapangan tidak linier.

    Memang penting juga mendapatkan apresiasi dari keberhasilanya dengan penghargaan tapi kerja para birokrat dalam birokrasi harus mampu di uji nilai maslahatnya dan dirasakan rakyat kebermanfaatanya. Karena tujuan awal birokrasi bukan mendapat pengahargaan semata tapi melayani untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat lewat kebijakan birokrasi pemerintah dari pusat sampai daerah.

    Penulis tidak berperetensi malah sadar betul mungkin keburukan-keburukan birokrat ada pada penulis tapi ini harus terus di refleksikan dengan aksi nyata, dengan cara merevitalisasi tugas para birokrat dalam bekerja, yang di orentasi untuk rakyat dan kemajuan negara bangsa.

    Saat ini birokrat harus banyak tirakat baik dalam makna substantif yaitu menahan diri dari hal-hal destruksi birokrasi seperti hedonisme, elitisme, superioritas dan kemewahan-kemewahan birokrat yang di publisir kepublik.

    PUASA BIROKRAT
    Tirakat birokrasi memaknai puasa ini secara lebih reflektif bahwa ada rakyat yang masih pedih dan menderita karena kemiskian struktural dan kemiskinan ekstrim. Rakyat miskin karena birokrat abai dan tidak mau bertindak serius untuk menyelasikan dengan terstruktur, sistemik dan masif.

    Tugas para birokrat yang memaknai puasa dan proses tirakat adalah bahwa jabatan dirinya hanyalah Amanah, perlu digerakan dalam merasakan denyut kepedihan rakyat terus di tuangkan dalam arah kebijakan dan di eksekusi dengan cepat dan tepat. Ketika dalam melaksanakn proses birokrasi para birokrat menjauhkan diri dari anasir duniawi yang berlebih, orientasiikan kerja birokrasi bagian dari penderitaan dalam menemukan jalan menuju ukrowi atau dicatat sebagai amal ibadah.

    Hari gini makna puasa bagi birokrat yang sedang tirakat menjadi penting baik dalam makna proses, bahwa birokrat harus mulai pedih, menderita dan seluruh rangkaian tugasnya, birokrat mulai kembali berfikir dan bertindak semata-mata untuk kepentingan orang banyak, kepentingan bangsa dan kemajuan negara.

    Puasa bagi birokrat sangat tepat memaknai nasehat KH. Agus Salim bahwa “meminpin adalah menderita”. ajaran bijak alturisme ini harus di contoh oleh birokrat dengan memulai memknai puasa sebagai wahana penderitaan ruhani untuk kepentingan orang banyak sehingga para birokrat mumulai menata diri dengan cara menjauhkanlah sifat hedonisme dan kurangilah mementinkan kepetingkan pribadi.

    Para birokrat dengan tirakat dan memaknai puasa ini harus lebih menemukan self leders dan collective leaders sebagaimana Simon Sinek dalam bukunya Leaders Eat Last [2020] cara memimpin sejati, menginspirasi, loyalitas, kerja sama dan keberhasilan tim.

    Menurut Simon, para pemimpin adalah mereka yang maju lebih dulu menghadang bahaya, mereka mengesampingkan kepentingan diri sendiri demi melindungi mereka rakyat dan membawa kita kemasa depan. Para pemimpin sigap mengorbankan milik meraka demi menyelamatkan milik rakyat dan pemimpin tidak pernah mengorbankan milik rakyat untuk menyelamtakan milik mereka.

    Para birokrat dengan self leders dan collective leders selalu menciptakan organisasi birokrasi yang sukses, dimana dengan menciptakan lingkungan yang memungkinkan para pegawai secara alami bekerja sama untuk melakukan hal-hal luar biasa. Dengan seperti ini para birokrat akan membuat rakyat aman dan merasa di dengarkan. Rakyat akan bahu membahu berada dibelakang para birokrat berkarya tanpa lelah untuk mewujudkan visi dan memgikuti langkah para birokrat yang terus tirakat.

    Kesadaran penuh birokrat akan tirakat dengan makna puasa harus menjadi mementum perubahan secara mental spiritual agar ijtihad atau cara berfikir sistemik birokrat dan jihad [kerja] birokrat dapat dirasakan oleh banyak orang sehingga arah kebijakan sesuai dengan kaidah fiqih Tashorruf al-Imam ala ar-Ra’iyah manuthun bi al-Maslahah, seluruh kebijakan kepimmpinan birokrasi diorientasikan untuk kepentingan orang banyak. (*)