Tag: Ojat Sudrajat

  • PN Serang Dioncog Mahasiswa, Buntut Gugatan Mantan Jubir Al Muktabar

    PN Serang Dioncog Mahasiswa, Buntut Gugatan Mantan Jubir Al Muktabar

    SERANG, BANPOS – Sejumlah kader HMI MPO Cabang Serang melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Pengadilan Negeri Serang. Aksi itu dilakukan guna mengawal sidang gugatan perdata yang dihadapi oleh Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang, oleh Moch Ojat Sudrajat.

    Sejumlah spanduk dibentangkan oleh pengunjuk rasa. Diantaranya bertuliskan ‘Anda Digugat, Berarti Anda Dibungkam’, ‘Korban Pembungkaman Pj Gubernur’, Mengkritik Pemprov Banten Dibayangi Oknum LSM’ dan ‘Menolak Dibungkam Orang Dekat Al Muktabar’.

    Aksi tersebut berlangsung sejak pukul 09.00 WIB, hingga pukul 10.30 WIB. Massa aksi membubarkan diri setelah tahu bahwa relaas pemberitahuan sidang yang dikirimkan oleh PN Serang, salah tanggal. Pasalnya dalam relaas yang diterima, tertulis tanggal sidang pada 2 Mei. Padahal, persidangan dilaksanakan pada 11 Mei.

    Kuasa hukum Ega Mahendra, Rizal Hakiki, mengatakan bahwa pihaknya mendapati jika pelaksanaan persidangan kliennya ternyata dilaksanakan pada Kamis, 11 Mei 2023. Hal itu sama dengan tanggal yang terpampang pada SIPP PN Serang. Kesalahan relaas itu pun disayangkan oleh pihaknya.

    “Hal ini tentu sangat merugikan klien kami karena kekeliruan teknis yang dilakukan oleh jurusita PN Serang. Kami berharap PN Serang memberikan sanksi kepada jurusita yang bersangkutan, dan melalukan evaluasi terhadap seluruh kinerja pegawai PN Serang,” ujarnya, Selasa (2/5).

    Terkait aksi yang dilaksanakan oleh kader HMI MPO Cabang Serang, Rizal menuturkan bahwa hal iti merupakan bentuk solidaritas dari para kader, atas gugatan yang diterima oleh Ketua Umum mereka. Di sisi lain, hal itu disebut juga sebagai bentuk perlawanan terhadap pembungkaman kebebasan berekspresi.

    “Gugatan ini juga bukan hanya ditujukan kepada Ega Mahendra sebagai individu, tetapi Ega Mahendra sebagai Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang. Sehingga sudah seharusnya HMI MPO Cabang Serang melakukan perlawanan terhadap motif di balik gugatan ini,” katanya.

    Terkait dengan motif, pihaknya menduga bahwa gugatan tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat, bagi masyarakat sipil. Terlebih dalih yang digunakan oleh penggugat adalah pernyataan Ega dalam sebuah karya jurnalistik.

    “Dasar pencemaran nama baik yang dijadikan objek oleh saudara Ojat Sudrajat selaku Penggugat adalah pendapat Ega di salah satu media pers yang mengungkapkan mengenai peristiwa kriminalisasi seorang guru yang dituduh mencuri listrik sekolah,” ucapnya.

    Ia menuturkan bahwa Ega Mahendra dalam hal memberikan pernyataan itu, memiliki kedudukan sebagai Public Defender dalam sudut pandang Hak Asasi Manusia. Sebab, pernyataan Ega dalam rangka membela kepentingan publik.

    “Selaras dengan hal itu, ada beberapa instrumen HAM baik internasional dan nasional yang melindungi kedudukan public defender dari ancaman pembungkaman dan kriminalisasi,” terangnya.

    Advokat LBH Pijar Harapan Rakyat itu menuturkan, hukum memang mengenal asas actio popularis, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk mengajukan gugatan. Namun menurutnya dalam perkara yang melibatkan klien dia, terdapat itikad buruk atau vexatious lawsuit.

    Maka dari itu, pihaknya yang memandang bahwa gugatan tersebut merupakan bentuk upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap hak demokratis masyarakat, akan menempuh jalur hukum agar hal itu tidak kembali terjadi di kemudian hari. Tindakan hukum yang akan dilakukan antara lain melakukan laporan polisi dugaan tindak pidana pengancaman dengan pencemaran nama baik.

    “Selain itu, tidak menutup kemungkinan kami akan ajukan gugatan di Pengadilan Negeri. Pada pokoknya seluruh instrumen hukum dan HAM akan kita maksimalkan tempuh guna menjadikan pelajaran kepada yang bersangkutan dan publik, bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi kita semua saat ini sedang diujung tanduk,” tegasnya.

    Sementara itu, Al Muktabar saat dikonfirmasi mengaku enggan berkomentar banyak. Sebab, hal itu sudah masuk ke ranah pribadi sang penggugat. Dirinya sebagai Penjabat Gubernur maupun pribadi,

    “Dalam konteks itu saya tidak tahu menahu. Dalam kerangka itu, hak-hak pribadi gitu yah, saya tidak ada hubungannya dengan itu. Itu yang menjadi hal mendasar dari apa yang terjadi. Oleh karenanya karena ini dalam kerangka hukum, maka hukum yang paling pas ya,” tandasnya. (DZH)

  • Sidang OTT BPN Lebak, Sanksi Ngaku Uang Suap ‘Dikawal’ Polisi

    Sidang OTT BPN Lebak, Sanksi Ngaku Uang Suap ‘Dikawal’ Polisi

    SERANG, BANPOS – Suasana tegang terlihat menyelimuti sidang operasi tangkap tangan (OTT) suap di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lebak, dengan agenda, mendengarkan keterangan saksi-saksi. Terungkap fakta dalam persidangan bahwa uang suap mendapat ‘pengawalan’ dari pihak kepolisian.

    Ketua Majelis Hakim Atep Sopandi, dan kuasa hukum kedua terdakwa mempertanyakan kepada saksi, Moch Ojat Sudrajat, mengenai kronologis penyuapan uang Rp36 juta yang disimpan dalam 3 amplop dan, uang Rp7,9 juta yang diberikan secara bertahap kepada Rudianto dan Pahrudin selama proses pengurusan pembuatan sertifikat lahan seluas 2 hektare lebih di Desa Inten Jaya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak.

    Ketua Majelis Hakim, Atep Sopandi, menanyakan, kepada Ojat, peristiwa kejadian saat pembuatan sertifikat atas nama kliennya, Lie Lie sampai pada akhirnya terjadi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pegawai BPN Lebak pada hari Jumat tanggal 12 November tahun 2021 lalu.

    Atep menanyakan kepada Ojat kenapa pada saat menyerahkan uang Rp36 juta yang terbagi dalam tiga amplop berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. “Alasan koordinasi dengan Polda (Banten),” ujar Ketua Majelis Hakim bertanya.

    Dalam kesaksiannya, Ojat mengungkapkan bahwa ia memandang perlu melibatkan pihak berwajib. Hal ini dilakukan, semata-mata demi keselamatannya. “Saya tidak ingin apa yang dilakukan salah di mata hukum,” jelasnya.

    Pada kesaksiannya tersebut, Ojat juga menyampaikan bahwasanya saat mengurus proses sertifikasi lahan, pihaknya pernah menerima dokumen palsu dari terdakwa Pahrudin.

    “(Saya menerima) tanda terima dokumen pemberkasan sertifikat itu palsu. Dan kami juga pernah dijanjikan jika dokumen akan selesai pada Maret 2021, tapi sampai bulan April belum juga tuntas,” kata Ojat.

    Dan yang membuat saksi bertambah bingung lagi, ketika muncul biaya lahan per meter persegi untuk pengurusan sertifikat yang berbeda-beda.

    “Saya pernah disampaikan oleh Jaro (Kepala Desa Inten Jaya) Bu Ella minta Rp2 ribu per meter persegi (untuk biaya pengurusan), Pak Rudianto Rp1.000 per meter persegi. Itu yang disampaikan Jaro ke saya. Tapi Pak Pahrudin menyampaikan ke saya Rp8 ribu per meter persegi,” ujarnya.

    Uang Rp8 ribu, jika dikalikan dengan 2 hektare sekitar Rp100 juta lebih ini, akan dibagikan ke empat meja. “Satu meja untuk bagian pengukuran dan, sisanya semuanya untuk bagian-bagian sertifikat. Itu yang dikatakan oleh saudara Pahrudin ke saya,” ungkap Ojat.

    Sedianya, sidang yang menghadirkan terdakwa Rudianto yang merupakan mantan Kepala Sub Seksi Penetapan Hak Tanah Pemberdayaan Hak Tanah Masyarakat dan, Pahrudin pegawai Non PNS BPN Lebak kemarin siang di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang akan menghadirkan saksi dari Polda Banten.

    Namun, saksi tersebut berhalangan hadir, dengan alasan ada kerabatnya meninggal dunia. Sidang kemudian ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan.

    Diketahui, pada Jumat petang tanggal 12 November 2021 lalu, telah terjadi 5 orang terjaring OTT Di kantor BPN Lebak oleh Polda Banten. Namun setelah dilakukan pemeriksaan selama 24 jam, pada tanggal 14 November 2021, Polda menetapkan dua orang tersangka yakni, Rudianto dan Pahrudin.

    “Modusnya adalah yang bersangkutan mengulur proses pengukuran sehingga pihak yang mengurus ini bersedia mau untuk memberikan uang lebih atas dipercepat,” kata Wadir Krimsus Polda Banten AKBP Hendy F Kurniawan di Polda Banten, Senin (15/11/2021).

    Untuk peran tersangka, Hendy mengatakan bahwa penangkapan dilakukan dari informasi laporan masyarakat atas permintaan uang oknum BPN untuk pengurusan sertifikat tanah.(RUS/PBN)

  • Ombudsman Banten Digugat ke PTUN

    Ombudsman Banten Digugat ke PTUN

    SERANG, BANPOS – Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten digugat oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) akibat tindakan faktual, tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai perkembangan penyelesaian laporan. Gugatan diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang.

    Informasi dihimpun, Minggu (20/3) Ombudsman yang mempunyai kewenangan mengawasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, digugat oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia lantaran diduga melanggar pasal 14 ayat 4 Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.

    Ombudsman Banten dianggap melakukan tindakan faktual tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai perkembangan penyelesaian laporan kepada pelapor untuk ditanggapi pelapor dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak Perkumpulan Maha Bidik Indonesia menerima surat pemberitahuan dan tindakan mengirimkan surat klasifikasi dengan nomor T/0478/LM.09-10/009964.2021/2021 Tanggal 13 Desember 2021 kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten terkait dengan dugaan penyalahgunaan Feasibility Study (FS) untuk pengadaan lahan unit sekolah baru (USB) dan perluasan lahan SMAN/SMKN di Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten pada tahun anggaran 2018 sekitar Rp800 juta.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat membenarkan pihaknya mendaftarkan gugatan ke PTUN Serang atas tindakan Ombudsman yang dianggap melakukan pelanggaran pada 10 Maret lalu dengan nomor 21/G/2022/PTUN. SRG. Sidang perdana akan digelar pada Senin 21 Maret (hari ini, red) dengan agenda Pemeriksaan Persiapan.

    ‘”Gugatan yang kami ajukan ke PTUN Serang ke Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten, kami lakukan karena kami menganggap ini perlu dilakukan. Selain adanya pelanggaran Peraturan Ombudsman, langkah ini perlu kami lakukan karena telah mencemarkan nama baik,” kata Ojat.

    Ia menjelaskan, ada beberapa pasal yang dilanggar oleh Ombudsman Provinsi Banten selain pasal 41 yakni, pasal 11 ayat e Peraturan Ombudsman nomor 26 tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.”Dan pasal 15 huruf f UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,” ungkapnya.

    Adapun yang menyangkut pencemaran nama baik lanjut Ojat yakni, surat klarifikasi yang dilayangkan oleh Ombudsman ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten yang menguraikan bahwa Perkumpulan Maha Bidik Indonesia mempertanyakan proses hukum penanganan kasus dugaan korupsi FS USB dan perluasan lahan SMAN dan SMKN. Padahal pihaknya saat itu berkirim surat kepada Ombudsman agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Banten mengeluarkan hasil auditnya atas proyek FS USB dan perluasan lahan SMAN dan SMKN tersebut.

    “Selain ini memunculkan anggapan tidak profesionalnya Ombudsman Banten, karena ini tidak ada sangkut pautnya kalau kami mempertanyakan soal adanya mandeknya penanganan hukum di Kejati Banten terkait dengan FS USB dan perluasan lahan SMAN dan SMKN. Dan ini menimbulkan stigma negatif kepada kami. Ini jelas merugikan kami, karena telah mencemarkan nama baik khususnya di lingkungan Kejati Banten, dan tidak menutup kemungkinan dapat terinformasikan kepada Aparat Penegak Hukum ( APH ) yang lain,” ujar Ojat.

    Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Banten, Dedy Irsan hingga berita ini diturunkan belum dapat dimintai tanggapannya. Pesan tertulis yang dikirim BANPOS tidak dijawab.

    (RUS/PBN)

  • Diduga Bohongi Publik, Kepala BKD Banten Digugat ke PTUN

    Diduga Bohongi Publik, Kepala BKD Banten Digugat ke PTUN

    SERANG, BANPOS – Setelah sebelumnya Sekda Banten Al Muktabar yang dinonaktifkan jabatan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) melakukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) kepada WH. Jumat tanggal 11 Maret kemarin, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Komarudin digugat ke PTUN.

    Gugatan terhadap Komarudin dilakukan oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, dan telah terdaftar di PTUN Serang dengan nomor perkara 22/G/TF/PTUN/2022.

    Dalam siaran persnya Minggu (13/3), Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat mengungkapkan, jika gugatannya tersebut untuk memberikan efek jera kepada pejabat yang semena-mena dengan melakukan kebohongan publik, terkait polemik Sekda Banten Al Muktabar yang dianggap mengundurkan diri, namun saat ini telah aktif kembali

    “Untuk diketahui gugatan ini tidak ujug–ujug dilakukan oleh kami, kami berpendapat selama ini BKD Provinsi Banten diduga tidak terbuka atau tidak transparan ketika kami mengajukan permohonan informasi publik maupun keberatan, permohonan kami tidak dipenuhi dengan berbagai alasan dan bahkan tidak dijawab,” kata Ojat.

    Ia menjelaskan, Komarudin selaku pejabat publik semestinya tidak memberikan informasi terkait Al Muktabar sepanjang periode Agustus 2021 sampai dengan Januari 2022 kepada masyarakat yang tidak benar, bahkan cenderung menyesatkan. Komarudin diduga melanggar Pasal 7 khususnya ayat 1 dan 2 UU nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

    “Kepala BKD juga kami duga melanggar asas keterbukaan dalam Manajemen PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf ( i ) UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga diduga melanggar Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) khususnya Asas Keterbukaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) huruf (f) UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” ujarnya.

    Dikatakan Ojat, sebelum pihaknya mengajukan gugatan ke Komarudin melalui PTUN Serang, pada Februari lalu telah berkirim surat keberatan kepada Kepala BKD Banten Komarudin, akan tetapi surat itu tidak ditanggapi.

    “Sebelum melakukan gugatan, kami telah mengirimkan surat keberatan yang ditujukan kepada Kepala BKD Provinsi Banten dengan surat nomor : 010/MBI-BKD-II/2022 tanggal 11 Februari 2022 yang dikirimkan melalui POS pada tanggal 13 Februari 2022 dan diterima pada tanggal 14 Februari 2022 dan berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Kepala BKD Provinsi Banten mempunyai waktu 10 (sepuluh) hari kerja untuk menyelesaikan keberatan tersebut, maka surat keberatan tersebut jatuh tempo pada tanggal tanggal 1 Maret 2022, akan tetapi sampai dengan tanggal 10 Maret 2022, kami belum pernah menerima tanggapan atas surat keberatan tersebut,” katanya.

    Bahkan katanya, ketertutupan Komarudin selaku pejabat publik dirasakan ketika pihaknya meminta informasi publik. “Analisa kami sebelumnya bahwa Kepala BKD Provinsi Banten memang tidak terbuka karena hal yang sama kami alami, baik sebagai pribadi maupun, sebagai Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, ketika mengirimkan surat permohonan informasi publik ke BKD Banten tidak pernah ada dokumen yang diberikan,” ungkap Ojat.

    Adapun 3 permohonan informasi publik yang informasi publiknya tidak diberikan oleh Komarudin, yakni pertama, permohonan informasi Publik dengan surat nomor : 280/Pri-KIP/XII/2021 tanggal 24 Desember 2021 yang ditujukan kepada PPID Pembantu Badan Kepegawaian Daerah ( BKD ) Provinsi Banten, yang dikirimkan melalui POS pada tanggal 24 Desember 2021 dan diterima pada tanggal 25 Desember 2021, dan kedua, permohonan Informasi Publik dengan surat nomor : 008/Pri-KIP/I/2022 tanggal 14 Januari 2022, yang diterima pada tanggal 17 Januari 2022, ditujukan kepada PPID Pembantu Badan Kepegawaian Daerah ( BKD ) Provinsi Banten saat ini sedang Tahap Keberatan ke SEKDA Banten tertanggal 04 Februari 2022 dan akan jatuh tempo tanggal 25 Maret 2022.

    “Yang ketiga, permohonan Informasi Publik dengan surat nomor : 017/MBI-BKD/II/2022 tanggal 26 Februari 2022, yang diterima pada tanggal 01/02 Maret 2022, ditujukan kepada PPID Pembantu Badan Kepegawaian Daerah ( BKD ) Provinsi Banten saat ini sedang menuju Tahap Keberatan ke SEKDA Banten, yang akan jatuh tempo pada tanggal 21 atau 22 Maret 2022,” ungkapnya.

    Atas sikap yang ditunjukan oleh Komarudin sebagai Kepala BKD, berbanding terbalik dengan penghargaan yang diraih oleh pemprov sebagai salah satu provinsi informatif.

    “Bahwa hal ini membuktikan bahwa Kami memang memandang perlu dan sangat beralasan jika Kami melakukan Gugatan kepada BKD Provinsi Banten, agar tidak diikuti oleh OPD lainnya, mengingat Komisi Informasi Pusat telah menganugerahkan kepada Provinsi Banten sebagai salah satu Provinsi Informatif di Indonesia, selama dua tahun berturut – turut,” ujarnya.

    Adapun gugatan ke PTUN atas Komarudin Ojat menegaskan jika hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan Sekda Banten Al Muktabar yang saat ini telah menduduki jabatannya kembali.

    “Kami kembali pertegas, tidak ada kaitan pak Al Muktabar baik sebagai pribadi maupun sebagai Sekda Banten dalam atau terjadinya gugatan ini murni atas pertimbangan Kami dari Perkumpulan Maha Bidik Indonesia,” ujarnya.

    Namun yang pasti kata Ojat, gugatan ke TUN, juga sedang mempersiapkan langkah hukum lainnya. “Kami matangkan dan dalam waktu yang tidak lama lagi hal tersebut akan akan wujudkan, masih terhadap Badan Publik yang sama,” katanya sedikit mengancam.

    Kepala BKD Banten, Komarudin hingga berita ini diturunkan, dua nomor telepon genggamnya tidak aktif.

    (RUS/PBN)

  • Tahapan Lelang Jabatan di Pemprov Banten Dituding Ganjil

    Tahapan Lelang Jabatan di Pemprov Banten Dituding Ganjil

    SERANG, BANPOS – Proses dua lelang jabatan eselon II atau jabatan pimpinan tinggi (JPT) Pratama di lingkungan Pemprov Banten diprotes. Alasanya, tahapan tersebut dianggap tak memenuhi ketentuan yang berlaku. Ada hal ganjil, lantaran Ketua Panitia Seleksi (Pansel) dijabat oleh mantan Pelaksana harian (Plt) Sekda Banten, Muhtarom.

    Tak hanya itu saja, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Banten Arlan Marzan yang dilantik Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) pada Februari lalu, dianggap tak memenuhi syarat, lantaran proses sengketa informasi terkait Ketua Pansel di Komisi Informasi (KI) saat ini masih berlangsung.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat dalam siaran persnya, Rabu (8/3) mengungkapkan, lelang jabatan dua pejabat eselon II yakni, Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Kepala Biro Perekonomian Dan Administrasi Pembangunan (Ekbang) Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Banten yang saat ini masih berlangsung terlihat rancu.

    “Kami akan mengajukan surat keberatan ke KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) RI di Jakarta, dan Surat Permohonan Informasi Publik, atas kegiatan pengisian JPT Pratama untuk posisi Kepala DPMPTSP dan Kepala Biro Ekbang Setda Banten,” kata Ojat.

    Ia menjelaskan, sejumlah catatan yang diduga tak memenuhi ketentuan, dan berimplikasi terhadap pembatalan secara hukum telah dikantongi

    “Adapun beberapa catatan keberatan yang kami kritik, dan dalami serta jika ditemukan adanya dugaan yang memungkinkan dilakukan gugatan maka tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan gugatan,” ujarnya.

    Hal keanehan dan kerancuan tersebut yakni, Tim Pansel tidak berkoordinasi dengan Komisi ASN mengingat, saat ini Muhtarom tidak lagi menjadi Plt Sekda Banten, lantaran sekda versi Presiden Jokowi, Al Muktabar telah menjabat kembali sebagai sekda.

    “Ada beberapa poin yang kami miliki, kalau Tim Pansel itu tidak melakukan tahapan yang benar. Pertama, apakah pada saat pengajuan (lelang jabatan) Pansel ke KASN, posisi Pak Muhtarom sebagai Inspektur Provinsi Banten atau sebagai Plt Sekda Provinsi Banten?. Hal ini agar clear karena sepemahaman kami jika Ketua Pansel yang berasal dari internal Pemprov Banten, maka Ketua Panitia Pansel dijabat oleh Sekda, dan tentunya Sekda yang memegang SK Presiden (bukan Plt Sekda Banten atas surat perintah Gubernur Banten). Tapi jika Ketua Pansel berasal dari external (luar) maka biasanya yang dianggap memiliki kapabilitas dan kompetensi serta pengalaman yang lebih dibandingkan anggota Pansel lainnya yang berasal dari external,” ungkap Ojat.

    Kerancuan pansel ini kata Ojat dapat dibandingkan dengan lelang jabatan di DKI, Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Berdasarkan hasil penelusuran kami, atas pelaksanaan JPT Pratama tahun 2021 akhir dan 2022 bulan Februari di DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, Ketua Panselnya dari internal yakni sekda definitif, sedangkan Jawa Timur, Ketua Panselnya dari external yang dijabat oleh, Prof Muhammad Nuh,” imbuhnya.

    Oleh karenanya, Ojat meminta kepada Pansel JPT Pratama untuk melihat kembali aturan Peraturan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB) Nomor 15 tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka dan Kompetitif di Lingkungan Pemerintahan

    “Pada halaman 12 angka 5 huruf d berbunyi, untuk Panitia Seleksi dari internal harus memiliki kedudukan minimal sama dari jabatan yang akan diisi. Akan tetapi, masih di halaman 12 angka 5 huruf berbunyi, bawa Panitia Seleksi terdiri atas unsur. Huruf a, pejabat pimpinan tinggi terkait dari lingkungan instansi pemerintahan yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 114 angka 5 huruf a PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS,” katanya.

    Dan yang kedua, apakah pansel menyampaikan adanya perubahan struktural di Pemerintahan Provinsi Banten yang beberapa waktu lalu, publik disuguhkan adanya dua sekda kepada pemerintah pusat, khususnya KASN.

    “Apakah setelah Sekda definitif menjabat, ada usulan perubahan ke KASN atas susunan Pansel JPT (lelang jabatan Kepala DPMPTSP dan Kepala Biro Ekbang) ini,” kata Ojat seraya mengatakan beberapa point lainnya yang tidak bisa diuraikan seluruhnya.

    Tak hanya itu saja, Ojat pun menyoroti proses peserta dalam lelang jabatan eselon II yang pernah menyampaikan kata-kata tidak pantas.

    “Kami pun menyoroti adanya peserta yang lulus seleksi secara administrasi, dan kami duga peserta ini pernah memiliki rekam jejak yang harus dipertimbangkan. Yang bersangkutan pernah menyatakan bahwa warga Lebak banyak yang Gaptek (gagap teknologi),” terangnya.

    Selain mempersoalkan lelang jabatan di Kepala DPMPTSP dan Kepala Biro Ekbang, Perkumpulan Maha Bidik Indonesia mempersoalkan hasil Pansel lelang jabatan Kepala Dinas PUPR Banten.

    “Mengingat hasil Pansel untuk PUPR Banten yang telah selesai, tidak akan lama lagi akan ada persidangan di Komisi Informasi Pusat antara Kami dengan KASN terkait posisi Ketua Pansel, yang juga dijabat oleh personal yang sama,” jelasnya.

    Salah satu tim Pansel yang juga Kepala BKD Banten, Komarudin dihubungi melalui telepon genggamnya tidak aktif.

    (RUS/PBN)

  • Polemik Belum Usai, SPT Plt Sekda Digugat TUN dan Pidana

    Polemik Belum Usai, SPT Plt Sekda Digugat TUN dan Pidana

    SERANG, BANPOS – Surat Perintah Tugas (SPT) Pelaksana tugas (Plt) Sekda Banten Muhtarom yang dikeluarkan oleh Gubernur Banten pada November 2021, dan telah berakhir pada 24 Februari 2022 lalu, diduga bodong atau kadaluarsa bakal dibawa ke ranah hukum.

    Tak hanya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun juga kearah proses pidana, jika dalam pendapat resmi telah terjadi dugaan pemalsuan dokumen dan mengarah kepada kerugian negara.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat dalam pesan tertulisnya, Senin (28/2) mengungkapkan, pihaknya menemukan kejanggalan dalam SPT Plt Sekda Muhtarom yang ditandatangani oleh WH pada saat persidangan beberapa waktu lalu di PTUN Serang terkait dengan PPID Provinsi Banten.

    “Yang pasti ada langkah hukum yang akan diambil. Apakah TUN (tata usaha negara) atau bahkan jika hasil legal opinion ternyata mengarah Pidana, tentunya akan juga ditempuh,” kata Ojat saat ditanya terkait apakah lembaga yang dipimpinnya akan melakukan gugatan hukum atas produk yang telah dibuat oleh WH dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

    Ojat yang juga juru bicara Sekda Banten Al Muktabar ini menjelaskan, kesalahan dalam produk hukum WH diduga bukan hanya berupa SPT Plt Sekda Banten saja, akan tetapi pada sejumlah produk lainnya.

    “Contoh kasus lainnya adalah Keputusan Gubernur (Kepgub) tentang PPID yang sudah direvisi setelah dilakukan gugatan. Dan informasi yang saya pernah diskusikan dengan pihak berkompeten di bidang hukum di Pemprov Banten, ada dua Pergub yang juga akan direvisi setelah kami diskusikan. Ketiganya karena menggunakan dasar hukum yang sudah dicabut,” ujarnya.

    Adapun pihak-pihak lain yang harus mempertanggungjawabkan atas produk hukum dengan acuan aturan bodong tersebut adalah orang yang memberi keterangan dan pembuat.

    “Tentunya diduga yang memberikan keterangan dan yang membuat. Kalau unsur pasal 263/264 Pidana. Dengan pemalsuan dokumen unsurnya yang membuat dan yang menggunakan,” ungkapnya.

    Fakta adanya dugaan bodong dan kebohongan lainya, dalam produk hukum yang dibuat oleh pemprov berupa SPT Plt Sekda tersebut terungkap dalam proses persidangan di PTUN Serang. Dimana dalam keterangan resmi pemprov, terdapat dua dasar hukum.

    “Diduga ada 2 versi SPT Plt Sekda Banten berdasarkan dokumen tertulis yang kami dapatkan,” ujarnya

    Ia menyatakan, berdasarkan Surat Kepala BKD dengan nomor 800/444-BKD/2022 tanggal 3 Februari 2022. Pada poin 2 berbunyi ‘Pengangkatan Plt Sekretaris Daerah Provinsi Banten sudah berdasarkan ketentuan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1/SE/I/2021 tanggal 14 Januari 2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian. Akan tetapi versi yang berbeda disampaikan oleh Kuasa Hukum PPID Provinsi Banten.

    “Dimana dalam Persidangan dalam perkara 76/G/2021/PTUN. SRG, kuasa hukum menyampaikan Bukti dengan kode T-5 berupa Surat Perintah Nomor 800/1889-BKD/2021 ditetapkan tanggal 24 Agustus 2021, dan berdasarkan hasil pengecekan bersama dengan disaksikan Majelis Hakim,” jelasnya.

    Oleh karena itu, pihaknya ingin meminta secara resmi dasar hukum yang disampaikan oleh pihak BKD dan Kuasa Hukum Pemprov Banten. Karena keterangan dalam surat nomor 800/444-BKD/2022 tanggal 3 Februari 2022 yang benar atau keterangan di persidangan (PTUN) yang salah atau sebaliknya?. Dua-dua-nya tentunya punya konsekuensi hukum yang jelas, dan akan ditempuh.

    “Kami sangat ingat jika bukti surat berupa Surat Perintah tersebut menggunakan dasar hukum berupa Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Nasional nomor 2/SE/VII/2021 tanggal 20 Juli 2019.

    Hal ini sangat menarik untuk dicermati, dengan adanya 2 SPT Sekda Banten yang berbeda maka patut diduga salah satunya telah memberikan keterangan yang tidak sebenarnya,” kata Ojat.

    Ojat juga melihat adanya dugaan unsur kerugian negara yang terjadi dalam pemberian fasilitas Plt Sekda Banten, Muhtarom selama enam bulan, terhitung dari November 2021 sampai dengan akhir Februari 2022. Mulai dari tunjangan jabatan dan dugaan honor-honor lainya.

    “Dalam SE BKN (Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara) Nomor 1/SE/I/2021 di halaman 5 angka 9 dinyatakan Plt dan Plh (Pelaksana harian) tidak diberikan tunjangan jabatan sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan struktural. Dan menurut kami, jika tunjangan jabatan saja tidak diberikan, maka fasilitas lainnya apalagi, seperti rumah dinas, mobil dinas termasuk upah pungut,” jelasnya.

    Ditambah lagi berdasarkan pasal 14 ayat 7 UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan bahwa Plt dan Plh tidak berwenang mengambil keputusan yang berdampak pada perubahan status HUKUM pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran.

    Sebelumnya Plt Sekda Banten Muhtarom mengaku tidak mengetahui jika dasar hukum Plt menggunakan acuan yang telah dicabut arau tidak berlaku lagi. Menurutnya ia hanya menjalankan perintah dari atasan (Gubernur WH).

    Diberitakan sebelumnya, Pengamat Hukum Tata Negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi mengungkapkan, persoalan adanya tudingan bahwa WH menggunakan SE Kepala BKN untuk menunjuk Muhtarom sebagai Plt Sekda menunjukan bobroknya sistem administrasi pemprov. Lia juga menegaskan, produk hukum yang dibuat oleh kepala daerah bisa dilakukan gugatan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat ke pengadilan.

    (RUS/PBN)

  • Berencana Kosongkan Jabatan Sekda Banten, Komarudin Catat Sejarah Buruk

    Berencana Kosongkan Jabatan Sekda Banten, Komarudin Catat Sejarah Buruk

    SERANG, BANPOS – Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, Komarudin, dinilai telah mencatat sejarah sebagai satu-satunya BKD yang melakukan pengosongan jabatan Sekretaris Daerah (Sekda). Sebab sejauh ini di Indonesia, baik di Kota/Kabupaten maupun Provinsi, tidak ada Kepala BKD yang pernah melakukan pengosongan jabatan Sekda kecuali Komarudin.

    Hal itu menyusul rencana pengosongan jabatan Sekda Provinsi Banten, akibat habisnya masa jabatan Pelaksana Tugas Sekda Provinsi Banten, Muhtarom, pada akhir Februari ini, yang disampaikan oleh Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin.

    Komarudin menyatakan, pilihan Pemprov Banten untuk mengosongkan jabatan Sekda, karena berlarut-larutnya proses pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda di Kemendagri. Padahal, sudah hampir enam bulan sejak Al Muktabar mengajukan cuti yang diiringi dengan permohonan pindah tugas dari Pemprov Banten ke Kemendagri.

    “Setelah berakhirnya masa jabatan Plt Sekda akhir bulan ini, pemprov berencana akan mengosongkan jabatan Sekda hingga adanya Pj Gubernur nantinya,” ujar Komarudin, Senin (14/2).

    Menurut Komarudin, alasan dikosongkannya jabatan Sekda bukan hanya karena belum jelasnya pemberhentian Al Muktabar, namun juga untuk menghindari adanya kritikan dari berbagai kalangan terkait penunjukan Plt Sekda.

    Menurut Komarudin, pengosongan jabatan Sekda itu pun tidak akan berimbas pada jalannya roda pemerintahan. “Toh dengan adanya Plt Sekda juga tidak bisa menjadi ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintahan Daerah),” ucapnya.

    Pernyataan Komarudin pun menuai kritik dari publik hingga akademisi. Mereka menilai bahwa Komarudin tidak taat aturan, bahkan terkesan bodoh jika mengosongkan jabatan Sekda.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa pernyataan Komarudin terkait rencana pengosongan jabatan Sekda, diduga merupakan pernyataan karena frustasi dan emosional.

    “Aturan perundang-undangan jelas mengatur dan mengantisipasi terkait jabatan Sekda baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Aturan dimaksud adalah Perpres 3 Tahun 2018 Jo Permendagri 91 Tahun 2019,” ujarnya.

    Ia pun mempertanyakan landasan hukum yang mana yang digunakan oleh Komarudin, dalam statemennya terkait pengosongan jabatan Sekda. Menurutnya, hal itu menambah statement blunder yang disampaikan oleh pimpinan OPD yang mengurus bagian kepegawaian itu.

    “Padahal saat ini Sekda Banten yang legitimate, yakni yang memegang SK Presiden yang jelas belum dicabut malah dibilang hilang. Jika hilang, tentunya harus ada dokumen pendukung yang menguatkan argumen hilang tersebut,” tegasnya.

    Statemen Komarudin tersebut pun torehan baru dalam catatan sejarah kepegawaian Indonesia. Sebab, baru kali ini ada Kepala BKD yang berani mengambil kebijakan untuk mengosongkan jabatan Sekda.

    “Dan Kepala BKD Provinsi Banten akan dicatat dalam sejarah di Indonesia, sebagai pejabat yang menyampaikan statement yang menurut kami blunder,” ungkapnya.

    Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad, mengatakan bahwa sampai saat ini, Komarudin terus menerus mempertontonkan kebodohan kepada masyarakat. Menurutnya, pernyataan untuk mengosongkan jabatan Sekda merupakan pernyataan yang niretika.

    “Ini sebuah ketidaktahuan terhadap aturan perundangan dan ketidakmampuan menata fungsi dan peran birokrasi secara baik. Apa dasar kewenangan kepala BKD mengatakan hal tersebut, karena kewenangan mengosongkan jabatan Sekda adalah kewenangan Presiden melalui Mendagri,” ujarnya.

    Menurut Ikhsan, kalaupun itu merupakan sebuah usulan, semestinya memang atas dasar perintah atau usulan Gubernur, untuk disampaikan kepada Mendagri. Ia pun aneh dengan dasar hukum yang digunakan oleh Komarudin, dalam menghilangkan otoritas Sekda yang memiliki peran dan tanggung jawab strategis dalam struktur pemerintahan.

    “Bagaimana bisa menghilangkan otoritas dan kewenangan Presiden yang mengangkat sekda dan apa dasar aturannya mengosongkan jabatan Sekda yang secara definitif masih ada,” ucapnya.

    Ia menegaskan, Sekda yang memegang SK Presiden, yakni Al Muktabar, masih dan belum dicabut atau diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden hingga saat ini. Ia pun menegaskan bahwa sebaiknya, yang dikosongkan ialah jabatan Kepala BKD yang terus membuat kegaduhan.

    “Sebaiknya Gubernur mengosongkan jabatan Kepala BKD karena selalu membuat gaduh dan tidak paham aturan sehingga menjadi beban buat Gubernur dan Pemprov Banten,” tandasnya.

    (RUS/DZH/PBN)