TAHUN 2020 merupakan tahun yang sangat bersejarah bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia, dimana pada tahun ini sejumlah daerah di tanah air akan menyelenggarakan Pilkada serentak ditengah pandemi covid-19. Sebelumnya, tahapan Pilkada serentak 2020 ini sempat tertunda selama hampir tiga bulan akibat pandemi Covid-19. Namun, seiring dengan dikeluarkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 mengenai perubahan ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada Tahun 2020, memaksakan pilkada serentak 2020 tetap dilakukan dan akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020.
Pelaksanaan Pilkada tahun ini merupakan pelaksanaan Pilkada serentak gelombang keempat setelah dilaksanakan untuk pertama kalinya pada tahun 2017 lalu.
Di provinsi Banten sendiri Pilkada serentak akan diselenggarakan di dua Daerah Kabupaten, yakni Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang serta dua Daerah Kota, yakni Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, setiap kali menghadapi pelaksanaan Pilkada seringkali muncul fenomena dalam masyarakat yakni politik uang (money politic) dan kampanye hitam (black campaign). Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H Pilkada atau Pemilu.
Praktik politik uang ini dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan pemberian uang atau pemberian sembako seperti beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk pasangan calon tertentu.
Dari segi hukum Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Pilkada karena di dalam Pasal 73 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota secara tegas dinyatakan bahwa Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi Pemilih. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Selain itu, di era industri 4.0 yang serba digital sekarang ini yang sering terjadi baik saat menjelang maupun pada saat berlangsungnya pilkada ialah munculnya kampanye hitam. Kampanye hitam atau black campaign umumnya diartikan sebagai kampanye dengan menjelekkan-jelekan lawan politik. Namun, sebenarnya dapat juga diartikan sebagai kampanye yang buruk. Kampanye hitam juga sering diartikan dengan kampanye untuk menjatuhkan lawan politik melalui isu-isu yang tidak berdasar.
Manifestasi dari kampanye hitam ini juga bermacam bentuk dan cara seperti dengan mengisukan paslon punya istri tidak sah atau banyak, padahal kenyataannya tidak demikian. Kampanye hitam juga muncul berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
Tujuan kampanye hitam ini tak lain adalah adalah untuk mencegah atau menghilangkan dukungan masyarakat terhadap paslon tertentu sehingga kelak mereka tidak menjadi pemenang dalam Pilkada dan mengharapkan paslon yang didukunglah yang akan menjadi pemenang. Dan Kebanyakan kampanye hitam ini sering tidak nampak di permukaan dalam bentuk ucapa-capan juru kampanye di mimbar melainkan melalui media sosial, atau penyebaran desas-desus dari mulut ke mulut. Oleh sebab itu beritanya sangat cepat menyebar di kalangan calon pemilih dan mungkin tanpa diketahui oleh Paslon tersebut ataupun oleh para simpatisan.
Kampanye hitam juga merupakan bentuk pelanggaran hukum dalam pelaksanaan Pilkada yang dapat dipidana penjara dan/atau denda. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 ditegaskan di dalam Pasal 69, bahwa dalam kampanye dilarang melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diancam pidana atau denda sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 187 ayat (2) yang menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).”
Baik kampanye hitam maupun poltik uang harus secara tegas ditindak dan sejauh mungkin dihindari karena kedua bentuk pelanggaran hukum pilkada tersebut akan merusak tatanan demokrasi kita dan akan menyebabkan tidak terwujudnya tujuan pelaksanaan pilkada serentak tersebut.
Politik Uang juga sangat berbahaya dalam membangun sebuah proses demokrasi yang bersih. Dimana Politik uang ini akan merendahkan martabat rakyat karena suara rakyat hanya akan dinilai dengan bahan makanan atau uang yang sangat tidak sebanding dengan apa yang didapat oleh seorang calon kepala daerah setelah menduduki jabatannya kelak. Politik uang juga merupakan pembodohan rakyat karena mereka telah dikelabui dengan bahan makanan dan sejumlah uang untuk memperoleh suaranya yang sebenarnya demikian berharga. Ditinjau dari demokrasi, politik uang dapat mengakibatkan cita-cita demokrasi untuk memperoleh dukungan rakyat terhadap pemimpin yang berkualitas dan mempunyai popularitas yang baik di tengah masyarakat akan sirna dan diganti dengan sekedar mencapai kemenangan. Akhirnya orang yang akan menjadi pemimpin adalah orang yang mampu membeli suara rakyat, tidak penting apakah ia patut dan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Seorang yang ahli dalam pemerintahan yang terpelajar dan memiliki segudang ilmu dan pengalaman jika tidak memiliki uang jangan harap akan dipilih. Sebaliknya meskipun seseorang yang sekedar memiliki ijazah SMA saja, namun memiliki modal untuk membeli suara rakyat bisa menjadi pemimpin di negara ini. Pada akhirnya politik uang akan mengakibatkan kemunduran bagi bangsa karena tidak dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kemampuan yang memadai.
Sementara itu, kampanye hitam juga sangat berbahaya karena mengandung unsur jahat dan melanggar norma, baik norma sosial maupun norma agama. Kampanye hitam juga memberikan pendidikan politik yang jelek bagi masyarakat. Kampanye hitam dapat mempengaruhi pencitraan terhadap kandidat calon dari partai politik tertentu. Citra yang diperoleh oleh orang tersebut adalah citra buruk sehingga seorang kandidat yang sebenarnya sangat berkualitas dan mampu menjadi pemimpin daerah yang baik, namun karena diisukan buruk oleh orang tertentu, maka sang calon akhirnya tidak terpilih, padahal ia belum tentu seperti apa yang dituduhkan kepadanya. Oleh sebab itu kampanye hitam dilihat dari segi demokrasi akan membuat tujuan demokrasi yakni untuk memperoleh pemimimpin yang baik dengan cara yang jujur tidak tercapai. Kampanye hitam juga dapat membuat perpecahan di tengah-tengah masyarakat, apalagi jika kampanye hitam itu memunculkan isyu SARA. Oleh sebab itu kampanye hitam harus dilarang dan bagi pelakunya harus dapat ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
Dalam rangka mencegah dan mengatasi politik uang dan kampanye hitam dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2020 khususnya Pemilihan bupati dan wakil bupati di Kabupaten Serang, semua pihak harus mengambil peran, baik KPU dan Bawaslu kabupaten serang perlu sekiranya agar memasifkan sosialisasi tentang Pilkada sehingga masyarakat menjadi paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama rangkaian pilkada ini berjalan, demikian juga Pemerintah Daerah kabupaten serang melalaui kewenangannya untuk menjaga kondusifitas daerah, perlu melakukan penyuluhan hukum ke tengah-tengah masyarakat, bekerjasama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat dan Perguruan Tinggi serta aparat kepolisian untuk melakukan upaya-upaya penyadaran terhadap masyarakat dan juga kepada tokoh-tokoh politik agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan Pilkada tersebut dan mengancam akan menindak tegas para pelakunya bila hal itu terjadi.
Semoga dengan dilakukannya upaya tersebut dapat meningkatkan kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat yang maksimal, sehingga Pilkada serentak 2020 yang akan berlangsung ini dapat berjalan lancar, aman dan damai serta tanpa money politik dan kampanye hitam.