Tag: Opini Pembaca

  • Kondisi Terhimpit Karena Covid! Jangan  Bersedih Allah Bersama Kita

    Kondisi Terhimpit Karena Covid! Jangan Bersedih Allah Bersama Kita

    VIRUS Covid-19 yang berawal dari Wuhan China menyebar keseluruh dunia termasuk Indonesia menjadi pandemi global yang memiliki dampak serius bagi kesehatan manusia serta menyebabkan terganggunya interaksi manusia akibat adanya protokol kesehatan physical distancing untuk menghindari sebaran virus dikarenakan penyebarannya terjadi antar manusia, hal ini berdampak pada kehidupan sosial yang menyebabkan dampak penurunan aktivitas ekonomi sehingga menimbulkan krisis ekonomi global dan diperkirakan hampir tujuh puluh persen orang terdampak covid19, penurunan pendapatan juga penghasilan menyebabkan ketidakmampuan membeli bahan pangan akibatnya ada ancaman kelaparan serta kondisi terhimpit berkepanjangan dikarenakan kurva covid19 yang belum juga melandai dan kehidupan masih dibayangi ancaman dari covid19.

    Semua orang kini dalam keadaan sulit dimana semua sektor ekonomi terdampak secara signifikan sehingga kini seolah kondisi sulit dan terhimpit akibat covid19 dirasakan oleh kita semua.

    Situasi sulit dan kondisi terhimpit yang dialami oleh umat manusia saat ini pernah juga dialami oleh Rasulullah Saw dan para Nabi diantaranya Nabi Musa beserta pengikutnya meski dengan latar keadaan yang berbeda namun ujian kesulitan dalam kondisi terhimpit hampirlah serupa.

    Suatu ketika Rasulullah Saw pernah dalam kondisi terhimpit bersama sahabatnya Abu Bakar dan Abu Bakar mengungkapkan kegelisahannya ketika bersembunyi dalam gua waktu itu nampak kesedihan serta kegundahan Abu Bakar lalu Nabi Muhammad menguatkan sahabatnya itu dengan sebuah kabar gembira yang diwahyukan Allah Swt.

    “Janganlah kamu bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita” (QS.At-Taubah [9]:40).

    Allah melindungi Rasulullah Saw dan Abu Bakar dengan jaring laba-laba kemudian menyelamatkan mereka dari kejaran kaum kafir Quraisy. Peristiwa ini menegaskan bahwa Allah akan selalu bersama dan melindungi orang-orang yang beriman, bertakwa dan ikhlas sebagaimana firmannya

    “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS.Al-Nahl [16]:128).

    Apa yang terjadi pada Rasulullah Saw terjadi juga pada Nabi Musa dan para pengikutnya, saat dikejar oleh fir’aun dan tentaranya. Dalam kondisi terhimpit, saat musuh di belakang, sedangkan di depan terhadang lautan yang luas sehingga para pengikut Nabi Musa menjadi panik dan bertanya,

    “Apa yang harus kita lakukan wahai Musa, Sesungguhnya kita akan tersusul oleh mereka!.”

    Dalam kondisi terhimpit sulit Nabi Musa berkata pada mereka,
    “Sekali-kali tidak akan (tersusul).Sesungguhnya Rabb-ku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku” (QS.As-Syua’ara [26]:62)
    lalu dengan kuasa Allah Nabi Musa memukulkan tongkatnya dan lautpun terbelah Nabi Musa beserta pengikutnya diselamatkan oleh Allah dari himpitan musuh,
    “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu, maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan seperti gunung yang besar (QS.As-Syu’ara [26]:63)
    Maha besar Allah yang telah menyelamatkan para hamba, kekasihNya yang beriman dan bertakwa.

    Interaksi antara Rasulullah Saw dan sahabatnya Abu Bakar juga interaksi antara Nabi Musa dan pengikutnya memiliki jawaban yang serupa dalam menghadapi kondisi terhimpit dan sulit, jawaban keduanya seolah wujud keteguhan, kepasrahan dan penyerahan diri kepada Allah Swt setelah usaha sekuat tenaga yang ditempuh baik oleh Rasululullah Saw bersama Abu Bakar ataupun oleh Nabi Musa beserta pengikutnya seolah memberikan pelajaran bagi kita bahwa jawaban atas kondisi sulit yang menimpa kita semua saat ini adalah “Jangan Bersedih Selama Allah Bersamamu” dan “Jangan Bersedih Jika Engkau dekat dengan Allah.”

    Sikap menerima realitas seraya menghadapkan diri kepada Allah Swt saat dalam keadaan sulit maupun lapang, dengan senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Swt saat menghadapi musibah kondisi sulit akibat covid-19.

    Allah lah yang telah menyelamatkan Nabi Musa dan Rasulullah dari kejaran kaum kafir yang dengki dan berniat jahat padanya, Allah-lah yang menyelamatkan Nabi Ibrahim dari kobaran api sehingga tak mampu membakar tubuh Nabi Ibrahim karena beliau berserah diri kepada Allah sehingga dijaga dari bahaya api yang memiliki sifat membakar merusak tubuh manusia bila terkenanya namun dengan kuasa Allah api itu menjadi dingin.

    “Hai Api! jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim” (QS.Al-Anbiya’ [21]:69)

    Sikap penuh harap dan penyerahan diri pada Allah yang dilakukan oleh para nabi seraya meyakini bahwa Allah bersama kita adalah sikap terbaik yang wajib kita tiru dalam keadaan saat ini.

    Muhammad Abdul Athi Buhairi mengatakan dalam kitabnya “Innama’al ‘Usri Yusron” bahwa “Sesungguhnya dibalik segala kesulitan itu ada kemudahan setelah kesempitan ada kelapangan dan setelah kesedihan ada kegembiraan. Setelah takut ada rasa aman, setelah gelisah ada rasa tenteram.” kehidupan sulit Rasulullah saat awal masa kenabian di Mekah tentunya memberikan pelajaran berharga bagi kita semua.

    Allah Swt seolah menjelaskan dalam surat Al-Insyirah bahwa Allah memberikan kenikmatan besar bagi Nabi yakni ‘inayah (perlindungan) saat nabi dalam kondisi yatim, fakir dan kebingungan kemudian Allah berikan kelapangan dada pada beliau sehingga mampu juga sukses melewati setiap ujian yang datang padanya.

    “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Al-Insyirah [94]: 5-6)

    Imam al-Baghawi, Imam al-Ma’iny dan Syeikh Muhyiddin ad-Darwisy menyimpulkan dari struktur gaya bahasa di atas dengan sebuah kaidah bahasa Arab, “Isim nakirah jika disebut dua kali maka yang kedua tidaklah sama dengan yang pertama. Namun, jika isim makrifat disebut dua kali maka yang kedua sama dengan yang pertama.” Dari kaidah ini bisa ditarik sebuah kesimpulan, setiap satu kesulitan terdapat dua kemudahan.

    Semoga kita selalu dekat dengan Allah, agar Allah menolong kita, mengangkat ujian wabah ini menggantinya dengan kebaikan untuk itu selain kita bicara protokol kesehatan sangatlah penting bagi kita berdoa disetiap aktivitas serta memiliki sikap dan keyakinan bahwa pertolongan Allah akan datang dalam waktu dekat.
    Karena Allah akan selalu bersama orang-orang yang beriman dan bertakwa, ikhlas dan sungguh-sungguh dalam amal kebaikan serta melindungi kita dari ancaman virus yang nyata didepan kita , Amiin.

    Wallahua’lam Bisshowab.

  • Perlu Kebijakan Fundamental Pendidikan pada Era New Normal

    Perlu Kebijakan Fundamental Pendidikan pada Era New Normal

    KEWAJIBAN negara hadir melindungi seluruh rakyat termasuk dari ancaman wabah Pandemi Covid-19. Dalam hal ini berlaku kaidah “mencegah bahaya lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan” dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

    Kebijakan PSBB bertujuan untuk mencegah penyebaran virus corona covid-19 dengan cara membatasi aktivitas orang-orang dalam suatu kegiatan yang menimbulkan suatu kerumunan atau yang melibatkan orang banyak.

    Jenis Kegiatan yang dibatasi atau dilarang selama pelaksanaan PSBB antaralain: kegiatan belajar mengajar di Sekolah, bekerja di Kantor, kegiatan keagamaan di Rumah ibadah, dan semua kegiatan di Tempat Umum termasuk kegiatan sosial budaya yang melibatkan orang banyak. Semua diganti dengan kegiatan belajar, bekerja, dan beribadah di Rumah. Interaksi sosial termasuk belanja dan hiburan berganti dengan pendekatan virtual.

    Selain itu, operasi moda transportasi umum yang mengangkut penumpang juga sangat dibatasi, dilarang mengangkut penumpang hingga penuh dan harus berjarak antara penumpang satau dengan yang lain. Untuk moda transportasi barang juga dilarang beroperasi kecuali untuk barang penting seperti kebutuhan pokok alat kesehatan dan sejenisnya. Pengecualian berlaku untuk kegiatan operasi militer dan operasi kepolisian.

    Pada era New Normal pembatasan yang sebelumnya ketat dilonggarkan. Sekolah, tempat kerja, rumah ibadah, dan tempat umum lainnya kembali dibuka dengan memberlakukan protokol kesehatan. Cuci tangan sebelum melakukan kegiatan apa pun, menggunakan masker, menjaga jarak, dan memastikan kebersihan lingkungan tempat belajar, tempat kerja, rumah ibadah dan fasilitas umum lainnya.

    Pertanyaan yang menghantui masyarakat terutama kelas menengah adalah bagaimana memastikan kebijakan New Normal itu berjalan tertib, terpimpin, dan terkendali?

    Pemerintah harus berani melakukan terobosan fundamental dalam merumuskan panduan teknis terkait peran Pemerintah, Satuan pendidikan dan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sesudah Pandemi Covid-19.

    Kebijakan pendidikan sesudah pandemi Covid-19 harus beradaptasi dengan nilai dan budaya baru. Tiap rombongan belajar maksimal 20 peserta didik yang sebelumnya 36 atau 40 peserta didik.

    Ruang belajar harus ditambah atau memberlakukan sistem rotasi pagi dan siang. Kajian teori dan diskusi mengutamakan pembelajaran online daripada tatap muka. Pembelajaran tatap muka dilakukan untuk kegiatan praktikum berbasis laboratorium, bengkel kerja atau kegiatan pemberdayaan masyarakat. Semua kegiatan pembelajaran dilaporkan secara digital (paperless) dan memerlukan perpustakaan digital.

    Pemerintah juga perlu memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang merosot akibat dampak wabah. Maka, Pemerintah Kabupaten/Kota mulai merancang pembangunan Satuan pendidikan dasar yang lebih dekat dan berada di pusat lingkungan pemukiman penduduk sehingga tidak memerlukan moda transportasi umum.

    Satuan pendidikan dasar bisa dijangkau oleh peserta didik dengan jalan kaki atau naik sepeda ontel. Jadi, satuan pendidikan lebih dekat dengan masyarakat sehingga biaya operasional pendidikan lebih murah.

    Secara bertahap Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya menerapkan SD-SMP satu atap di seluruh desa/Kelurahan. Dalam hal mengusahakan Pendidikan dasar sembilan tahun satu atap itu, Pemerintah Kabupaten/Kota bisa bersinergi dengan masyarakat dan Kantor Kementrian Agama.

    Misalnya dengan merevitalisasi Madrasah Diniyah menjadi Pendidikan Diniyah Formal (PDF) atau berubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah (MI-MTs) sehingga lulusannya berhak mendapatkan ijazah sebagai pelaksanaan wajib belajar. Dengan demikian peran swasta semakin besar dan anggaran belanja pemerintah daerah dapat dihemat untuk alokasi belanja pembangunan yang lain.

    Selanjutnya, model penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi yang berlaku saat ini dapat dilanjutkan sebagai landasan pengembangan pendidikan berbasis komunitas. Penyelenggaraan Satuan pendidikan pasca Pandemi Covid-19 terintegrasi dengan visi, cita cita, dan budaya masyarakat. Isi kurikulum satuan pendidikan selaras dengan nilai moral agama dan kearifan budaya serta keunggulan kompetitif masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di sekitarnya.

    Pengelolaan satuan pendidikan melibatkan masyarakat sekitar sebagai stakeholder utama dalam melakukan perekayasaan sosial menuju masyarakat desa yang adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Apalagi satuan pendidikan Madrasah milik masyarakat yang pada umumnya dibangun secara swadaya di atas lahan wakaf.

    Penyelenggaraan pendidikan dasar berbasis komunitas menjadikan Sekolah/Madrasah memiliki fungsi sosial. Bukan hanya tempat belajar secara formal. Tetapi juga tempat masyarakat mengadakan kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan seperti Posyandu, Peringatan Hari Besar Nasional maupun Keagamaan. Budaya baru pengelolaan pendidikan sesudah Pandemi Covid-19 menjadikan masyarakat lebih disiplin, mandiri, produktif, dan bertanggung jawab.

    Kebijakan yang sama berlaku untuk satuan pendidikan menengah. Pemerintah provinsi sesuai kewenangannya dapat menerapkan pendidikan berbasis keunggulan lokal untuk SMA/SMK. Di setiap Kecamatan terdapat Satuan Pendidikan Menengah, baik umum maupun kejuruan (termasuk Madrasah Aliyah) yang rancangan kurikulumnya relevan dengan tujuan pembangunan nasional dan daerah serta kebutuhan tenaga kerja. Selain itu peserta didik dilatih sebagai entrepreneur yang peka terhadap peluang usaha dan tantangan zaman di masa depan.

    Tantangan lain yang harus dipersiapkan pemerintah adalah pemetaan guru sesuai kompetensi dan zonasi tempat tinggal. Dalam hal ini harus diupayakan agar semua satuan pendidikan memiliki guru hebat yang profesional. Guru yang menginsipirasi peserta didik dan masyarakat sekitar. Guru hebat harus tersebar secara merata di seluruh kawasan. Tidak boleh hanya terkonsentrasi di ibu kota saja. Di sini lain guru diharapkan mendapatkan tugas di Satuan Pendidikan yang dekat dengan tempat tinggal.

    Jika hal ini tidak memungkinkan, maka perlu diusahakan Rumah Dinas bagi guru agar dapat bekerja secara profesional, bukan hanya mengajar di kelas, tetapi juga menjalankan perannya sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Dengan demikian tatanan baru pendidikan sesudah Pandemi Covid-19 menjadi elan vital kebangkitan masyarakat, kemajuan bangsa, dan kedaulatan negara.

    Wallahu a’lam

    *) Pengurus Dewan Pendidikan Provinsi Banten

  • Pidato PRD Dalam Rangka Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020

    Pidato PRD Dalam Rangka Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020

    Assalamualaikum Wr. Wb.
    Salam adil makmur untuk seluruh rakyat Indonesia.

    Tak lupa saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir batin.

    Saudara sebangsa dan setanah air, hari ini 1 Juni adalah hari lahir Pancasila.

    Mari kita selalu mengingat perjalanan sejarah bangsa kita, agar ke depan kita tidak mengulang kesalahan di masa lampau.

    Kepada para Pendahulu kita yang telah berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu Penjajahan, mari kita doakan agar segala amal baiknya diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

    Saudara-saudaraku,

    Setelah munculnya Covid19 di Wuhan pada akhir tahun 2019, kemudian meluas menjadi wabah pandemik yang sampai sekarang masih kita rasakan dampaknya, banyak pelajaran berharga yang kita peroleh untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan.

    Salah satu pelajaran yang terpenting bahwa tugas negara menjamin keselamatan kehidupan rakyat adalah hal yang utama di atas kepentingan apapun, dan kesejahteraan rakyat adalah perjuangan politik yang paling tinggi.

    Sebelum Pandemi Covid19 ini muncul, dunia sedang diguncang oleh massifnya perlawanan rakyat menolak konsep lama, sistem lama yang hanya memberikan ruang hidup untuk segelintir orang menguasai kehidupan umat manusia lainnya.

    Hampir 3 bulan, kita terkurung oleh Pandemi ini, dan kemajuan yang telah dicapai umat manusia, sampai sekarang ternyata belum mampu menghentikan serangan Covid19 ini.

    Di dalam negeri kita sendiri, terjadi kebimbangan, kelambatan, ketidaksiapan, tidak ada soliditas kepemimpinan, tidak ada kesatuan komando, simpang siur informasi….. maka dengan jiwa besar kita harus akui, bahwa secara subyektif kita memang tidak siap menghadapi serangan tiba-tiba Covid19 ini, baik dari aspek anggaran maupun peralatan medis, selain mungkin ada pertimbangan lain yang dijadikan landasan sikap Pemerintah, selain masalah kesehatan.

    Hal ini harus menjadi koreksi, bahwa ada masalah yang harus diperbaiki, baik dari aspek kesehatan, anggaran, ekonomi dan politik.

    Sebelum Pandemi Covid 19 muncul, ada beberapa agenda besar yang sedang dipersiapkan oleh Pemerintah Pusat, seperti Ibu Kota Baru, Omnibuslaw dan pembahasan beberapa UU serta kebijakan yang masih menjadi polemik di tengah masyarakat.

    Di tengah kecemasan dengan banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat, seperti PHK, sektor informal mandeg, pengurangan upah kerja, tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan keputusan Presiden menaikkan iuran BPJS yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan pengesahan UU Minerba oleh DPR RI.

    Tindakan tersebut melukai batin masyarakat, di saat mereka menjauhkan diri dari hiruk pikuk kehidupan ekonomi dan politik, dengan tetap tinggal serta kerja di rumah.

    Masyarakat menjadi curiga bahwa ada muatan kepentingan dari Oligarki yang mengambil keuntungan di tengah kecemasan.

    Belum lagi adanya upaya pembungkamman terhadap hak-hak demokrasi rakyat, dalam bentuk intmidasi, teror dan penangkapan terhadap anggota masyarakat yang melakukan kritik kepada pemerintah.

    Ditambah simpang siur kebijakan yang dilakukan Pemerintah seperti BLT, penundaan angsuran kredit dan lain sebagainya, hal tersebut menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah semakin turun.

    Di saat situasi darurat, mestinya pemerintah fokus dalam menghadapi pandemi Covid19, membangun kepemimpinan yang solid, dengan menunda semua agenda, selain agenda menyelamatkan rakyat, baik kesehatan maupun kebutuhan hidup, agar masyarakat merasa tenang karena terpimpin.

    Sebesar apapun musuh dan seberat apapun beban yang harus dipikul oleh negara dan masyarakat, jika bersatu padu akan menjadi ringan dan kita pasti sanggup mengalahkan serta melewati situasi berat ini.

    Masyarakat Indonesia sudah membuktikan tindakan nyata, walau dengan tindakan yang sederhana, mereka sigap menjaga diri dan menjaga kampungnya dengan melakukan isolasi mandiri, memproduksi masker, dan tolong menolong membangun posko distribusi makanan dan bahan makanan.

    Di tengah alam liberal ugal-ugalan, gotong royong yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia terbukti masih kuat di tengah masyarakat dan sanggup menjawab persoalan mendesak masyarakat.

    Kegotong-royongan inilah yang harus dikembangkan baik untuk urusan ekonomi, politik maupun sosial.

    Banyak pelajaran dan banyak hal yang harus dikoreksi untuk dibenahi agar ke depan kehidupan bangsa semakin kokoh, adil makmur dan penuh harapan.

    Dan juga agar negara selalu siap menghadapi situasi apapun, baik normal maupun darurat.

    Kita butuh tatanan baru, tatanan yang sesuai dengan cita-cita proklamasi yang dituangkan dalam preambule UUD 1945 yang di dalamnya berisi tujuan Indonesia merdeka dan Pancasila sebagai dasar negara.

    Tatanan yang pernah ditawarkan Bung Karno dalam SU PBB tahun 1960, di saat dunia pada waktu itu terbelah menjadi blok barat dan blok timur, tatanan baru untuk membangun dunia kembali, yang menjunjung tinggi kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan.

    Membangun kehidupan dunia yang adil dan beradab dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

    Tinggalkan alam liberal yang telah gagal dan mendapatkan perlawanan rakyat di mana-mana, dengan percaya kepada kekuatan sendiri, mari kembali menegakkan serta melaksanakan Pasal 33 UUD 45.

    Karena sesungguhnya bukan hanya demokrasi politik saja yang dicita-citakan oleh para pendiri Bangsa, tetapi juga demokrasi ekonomi, Sosio Demokrasi, dengan menjadikan masyarakat sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

    Sejak awal berdiri kita telah membagi konsep pembangunan ekonomi itu menjadi 3, yaitu BUMN, KOPERASI dan SWASTA.

    Akan tetapi walau Kepemimpinan Nasional silih berganti, hanya swasta yang selalu diistimewakan, termasuk swasta asing, BUMN masih belum mampu menjadi pilar utama ekonomi dan ekonomi rakyat dalam bentuk koperasi dilupakan untuk dibangun dan dikembangkan.

    Akibatnya terjadi ketimpangan, dan dalam situasi darurat seperti ini, di saat semua negara sedang mengamankan kepentingan dalam negerinya masing-masing, sangat terasa betapa keroposnya ekonomi nasional kita.

    Pandemi telah memberikan pelajaran, semua negara berjuang mengamankan dalam negeri nya masing-masing, dari masalah alat kesehatan, bahan makanan maupun keuangan.

    Untuk itu sudah saatnya kita memulai kembali membangun industri nasional, agar tidak terus menerus tergantung kepada modal asing, tinggalkan pemikiran lama itu, ubah cara pandang agar Indonesia mandiri di atas semangat gotong royong.

    Hanya negara yang memiliki industri nasional yang kuat, ekonomi bisa mandiri dan sanggup bertahan menghadapi situasi apapun.

    Untuk itu jadikan Pancasila sebagai filosofi, dasar dan bintang arah bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuannya.

    Jangan hanya menjadikan Pancasila sebagai gincu dan tameng politik, tetapi tidak pernah dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Semoga kita semua selamat dan keluar dari Pandemi Covid19 ini.

    Kita pasti bisa,

    Mari Bersatu, Wujudkan Kesejahteraan Sosial, Menangkan Pancasila.

    Terimakasih,

    Wasalammualaikum Wr. Wb.

  • Ganti Lewat Pemilu

    Ganti Lewat Pemilu

    GRUP WhatsApp yang saya ikuti lagi ramai oleh tayangan video Kapten Ruslan Buton. Statement yang bersangkutan initinya adalah meminta Presiden mundur dari jabatannya.

    Dia, yang mengaku sebagai Panglima Serdadu Eks Trimatra Nusantara, beralasan bahwa saat ini tata kelola negara sulit dicerna. Kebijakan pemerintah dia anggap melukai kepentingan rakyat.

    Selain itu dia memandang ada ancaman atas lepasnya kedaulatan NKRI. Dia anggap negara dalam kondisi amburadul. Lalu menuduh nahwa Presiden tidak memiliki kemampuan.

    Tidak hanya itu. Dia menduga ada bisikan kepentingan, Presiden tersandera kepentingan elit politik. Atas dasar itulah dia meminta agar Presiden mengundurkan diri.

    Lebih jauh dia memandang bahwa Presiden belum memiliki kemampuan, yang menyebabkan kebijakan banyak yang jadi blunder.

    Menurutnya, bila Presiden tidak mundur, akan ada gelombang revolusi rakyat, yang akan memburu para pengkhianat. Pelengseran Orde baru dia jadikan sebagai contoh.

    Kapten, kita ini negara besar dengan demokrasi sebagai model pemerintahan dan telah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa.

    Dalam model demokrasi, pemimpin itu dipilih berdasarkan suara terbanyak. Siapa yang lebih banyak dipercaya oleh rakyat, maka dialah yang jadi pemimpin.

    Satu orang satu suara. Suara rakyat sama. Tidak memandang apakah dia pejabat negara ataukah rakyat jelata. One man on vote.

    Bahwa demokrasi itu memiliki kelemahan, itu benar. Diantaranya tidak setiap yang terpilih adalah yang paling mumpuni.

    Sejarah membuktikan, apa kurangnya Amin Rais saat dia maju sebagai calon Presiden? Sebagai tokoh reformasi yang digadang bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

    Tapi faktanya, rakyat lebih memilih yang lain. Ini menunjukkan bahwa kehendak rakyat mayoritas tidak bisa dikalahkan dengan dalih bahwa calon tertentu lebih berkualitas. Itulah resiko demokrasi.

    Saya kira tidak elok bila hanya karena persoalan yang menurutnya bermasalah, lantas meminta Presiden untuk mundur dari jabatannya.

    Dia hasil pilihan mayoritas lewat Pemilu yang sah. Biarkan Presiden bekerja dengan baik. Rentang lima tahun adalah baginya untuk bekerja mengelola negara.

    Bahwa ada persoalan dalam pengelolaan, ada banyak tersedia saluran dan cara untuk menyampaikan masukan, bahkan kritikan. Bukan malah menyuruh mundur! Cara konstitusional untuk mengakhirinya adalah Pemilu.

    Alih-alih menyuruh mundur diklaim sebagai langkah ksatria, malah bisa bermakna pecundang. Apalagi menyertainya dengan statement bernada ancaman; revolusi rakyat. Orasi itu bisa berubah makna menjadi provokasi.

    Lebih dari setengah penduduk negeri ini yang punya hak pilih memilihnya saat Pemilu lalu. Bila menggunakan ancaman dengan revolusi rakyat, tentu akan berhadapan dengan rakyat lainnya.

    Terakhir, bila menganggap bahwa kinerja pemerintah sekarang berpotensi terhadap perpecahan bangsa, saya kira justeru statement yang bersangkutan yang bisa memantiknya.

    Sabarlah! Masih ada waktu empat tahun ke depan, bila ada niat untuk mengganti pemerintahan. Menggantinya lewat Pemilu. Bukan mengganti dengan cara menyuruh mundur!

    Eh, dengar kabar, hari ini yang bersangkutan dijemput aparat ya? Apakah ini menandakan bahwa rezim dzolim? Terserah anda memaknainya!

  • Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015

    Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2015

    Undang-Undang 8 / 2015 Banyak di Judicial Review

    ACHMADUDIN rajab dalam jurnal hukum & pembangunan 47 No. 3 (2016) : 196-213 dalam “Tinjauan Hukum Eksistensi Dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 Setelah 25 kali Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Pada Tahun 2015” : UU 8/2015 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 1/2015), keduanya adalah UU Pilkada yang dijadikan sebagai dasar hukum pelaksanaan Pilkada serentak pada tanggal 9 Desember 2015. UU 8/2015 ini merupakan perubahan dari UU 1/2015 yang lahir dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perppu 1/2014). Adapun Perppu 1/2014 ini lahir seminggu setelah pada Paripurna tanggal 26 September 2014 disetujui bersama UU Pilkada yang mengatur pemilihan secara tidak langsung yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU 22/2014). Dinamika politik yang terjadi antara pembentukan UU 22/2014, UU 1/2015, hingga UU 8/2015 juga dipisahkan dari dampak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 97/PUU-XI/2013 yang membawa angin revolusi bagi Pilkada yang dipisahkan dari rezim Pemilu.

    Dalam perkembangannya UU 8/2015 dilengkapi oleh peraturan teknis yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait pencalonan yang seringkali menimbulkan permasalahan KPU menghadirkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (PKPU 9/2015) dan perubahannya yakni Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 (PKPU 12/2015).

    Bahkan dalam rangka menyikapi Putusan Nomor 100/PUU-XIII/2015 mengenai pasangan calon tunggal, KPU pun menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Dengan Satu Pasangan Calon (PKPU 14/2015).

    Sejak UU 8/2015 berlaku telah terdapat 25 gugatan pengujian UU 8/2015 terhadap UUD NRI Tahun 1945 (judicial review) di MK. Tentunya banyaknya pengajuan judical review di MK ini merupakan fenomena yang menarik untuk didalami dan dikaji.
    Tiap perkara tersebut pun memiliki kharakteristik tertentu dan beberapa diantaranya mendapatkan reaksi yang beragam di masyarakat ketika terbitnya putusan tersebut, seperti misalnya dalam putusan dalam Perkara Nomor 33/PUU-XIII/2015 terkait dengan pembatalan norma yang semula membatasi dinasti politik, putusan dalam Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang menghasilkan putusan yang memiliki pemaknaan sedikit berbeda dengan putusan MK sebelumnya yakni Putusan No. 4/PUU-VII/2009, bahkan yang terakhir Perkara Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang menjawab mengenai polemik hanya terdapatnya 1 pasangan calon di suatu daerah yang menyelenggarakan Pilkada.

    53 Persen Daerah Melakukan Pemilu Kada Tahun 2015

    Dalam liputan6.com, 17 April 2015 “KPU Resmikan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2015” : Komisi Pemilihan Umum (KPU) meresmikan pelaksanaan pemiihan umum kepala daerah (pilkada) secara serentak pada 2015. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pilkada serentak ini menjadi penting dan sebagai momen bersejarah bagi Indonesia. “Launching pilkada serentak ini penting bagi kita, karena jadi momentum bangsa kita untuk memilih kepala daerah secara masif yang terorganisir dan terstruktur,” ujar Husni dalam pidato peresmian pilkada serentak di Kantor KPU Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/4/2015).

    Husni mengatakan, Pilkada serentak gelombang pertama akan dilaksanakan pada 9 Desember 2015. Gelombang ini untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memasuki akhir masa jabatan (AMJ) 2015 dan semester pertama 2016. Kemudian gelombang kedua dilakukan pada Februari 2016 untuk AMJ semester kedua tahun 2016 dan seluruh daerah yang AMJ jatuh pada 2017. “Sedangkan gelombang ketiga dilaksanakan pada Juni 2018 untuk yang AMJ tahun 2018 dan AMJ tahun 2019,” ucap Husni.

    Husni menambahkan, model pemilihan serentak ini merupakan yang pertama kali di Indonesia, bahkan di dunia. Indonesia harus dicatat dalam sejarah demokrasi dunia karena tercatat ada 269 daerah terdiri atas 9 provinsi, 36 kota, dan 224 kabupaten yang serentak memilih kepala daerah. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak gelombang pertama.

    Hal-hal Yang Baru Dalam Pemilihan GBW Tahun 2015
    Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Malik, menyatakan ada banyak hal baru lainnya dalam pilkada serentak kali ini. Mulai dari uraian kegiatan maupun jadwal atau tahapannya. Secara dasar hukum juga ada yang baru. Mulai dari UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, Peraturan KPU dari Nomor 2 sampai Nomor 12, dan Putusan MK Nomor 100/PUU-XII/2015 tentang Pilkada dengan Pasangan Tunggal yang kemudian diatur dalam PKPU Nomor 14.

    Berikut beberapa hal baru dalam pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota tahun 2015 :
    1. Pemilih harus punya KTP Elektronik (e-KTP)
    Surat domisili ataupun KTP manual, tak akan diterima sebagai identitas pemilih. Hanya KTP elektronik (e-KTP) yang diakui sebagai identitas resmi. Menurut Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, Surat Keterangan Domisili bukanlah kartu identitas diri. Maka, pemegang kartu ini tidak serta merta mempunyai hak pilih.

    2. Hanya satu putaran
    Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1/2015 tentang Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pilkada hanya akan berlangsung satu putaran. “Jangan harap ada putaran kedua. Begitu gol (pemungutan suara dan diketahui pemenangnya), pemilihan selesai,” kata Ketua KPU, Husni Kamil Manik, dikutip Viva.co.id.

    3. Bisa satu pasangan calon
    Pilkada kali ini juga dapat dilaksanakan dengan satu pasangan calon, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No 100/PUU-XII/2015 tentang Pilkada dengan Pasangan Tunggal, yang kemudian diatur dalam Peraturan KPU No 14/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 08 Tahun 2013 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Daerah.

    4. Rekapitulasi suara
    Rekapitulasi hasil penghitungan suara langsung di kecamatan. Panitia Pemungutan Suara (PPS) di desa/kelurahan tidak lagi melakukan rekapitulasi penghitungan suara. “Dari TPS langsung ke kecamatan,” kata anggota KPU, Arief Budiman, dilansir Viva.co.id. Ini sesuai Peraturan KPU No 11/2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat.

    5. Calon sesuai rekomendasi DPP Partai
    Pasangan calon yang maju bertarung ke dalam pilkada serentak, wajib mengantongi rekomendasi DPP (Dewan Pengurus Pusat) Partai yang mengajukannya. Ini untuk menghindari konflik antar pengurus dalam penentuan calon. Terkadang muncul masalah karena DPP merekomendasi calon tertentu, tetapi di tingkat DPD (Dewan Pengurus Daerah) setingkat provinsi, dan DPC (Dewan Pengurus Cabang) setingkat kabupaten/kota, merekomendasikan orang lain. Dasar aturan ini adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 9/2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

    6. Pemantau pemilu boleh menggugat
    Pilkada serentak ini mengizinkan calon tunggal, sehingga pilihannya hanya Setuju atau Tidak Setuju. Tapi calon tak bisa dengan mudah melenggang. Sebab, pemantau pemilu punya hak untuk menggugat. Dasarnya Peraturan MK (PMK) No 4/2015 mengenai penyelesaian sengketa pilkada untuk pasangan calon tunggal. PMK tersebut salah satunya secara detail mengatur soal siapa yang berhak atas legal standing untuk mengajukan gugatan pilkada calon tunggal ke MK. “Yang diberi legal standing atas pertimbangan yuridis, filosofis, dan sosiologis, kita beri akses pada yang setuju atau tidak setuju,” ujar Arief, Senin 26 Oktober 2015, demikian laporan Viva.co.id.

    7. Biaya ditanggung APBD
    Untuk menghelat pemungutan suara ini, biaya ditanggung masing-masing daerah. Presiden Joko Widodo mengatakan dana pilkada serentak yang mencapai Rp7 triliun seluruhnya ditanggung Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). “Hanya biaya pengamanan dari kepolisian yang sepenuhnya tidak bisa dibiayai oleh APBD,” kata presiden saat memimpin rapat terbatas di Kantor Kepresidenan Jakarta, seperti dikutip Antaranews. Dasarnya, Undang-undang No 8/2015 tentang Pilkada. Biaya yang ditanggung termasuk biaya alat peraga. Akibatnya, ongkos pilkada jadi mahal untuk pemerintah daerah. Kabupaten Jember, Jawa Timur misalnya, mengeluarkan ongkos Rp71,6 miliar. Menurut Titi dari Perludem, perlu ditimbang alat peraga lain agar ongkos pilkada lebih efisien.

    8. Tidak Ada Sanksi Pidana bagi Politik Uang.
    Tentu saja politik uang, seperti menyogok, memberikan imbalan, dan membeli suara, dilarang. Ini tegas disebutkan dalam UU No. 8/2015 yang menjadi dasar bagi Pilkada 2015 ini. Tetapi, berbeda dengan pelanggaran-pelanggaran ketetentuan lain yang ditetapkan sanksi pidananya oleh UU ini, tak ada ketentuan tentang sanksi pagi pelanggaran ketentuan tentang politik uang. Jadi kalaupun ada yang tertangkap basah membagikan uang, menyuap, dan sebagainya, tidak ada ketentuan tentang hukuman bagi para pelaku itu. Peluang yang tersisa untuk menghukum pelaku politik uang addalah pidana dengan KUHP. “Tetapi prosesnya jauh lebih lama, dan tak dibatasi tenggat waktu,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokras Perludem, Titi Anggraini.

    Manfaat Pemilihan Kepala Daerah Serentak
    Nike K. Rumokoy dalam Jurnal hukum Unsrat Vol.22 No. 6 ulli 2016 “Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Setelah Berlakunya UU No. 9 Tahun 2015” : Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang. Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang “pembangunan” demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK.

    Pilkada serentak tahun 2015 ini sempat membuat polemik karena di beberapa wilayah hanya terdapat satu pasang calon kepala daerah, atau calon tunggal. Namun Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memperbolehkan pemilihan kepala daerah bagi daerah yang hanya memiliki calon tunggal.

    Mahkamah Konstitusi beralasan, jika pilkada ditunda karena kurangnya calon, maka akan menghapus hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Mahkamah juga menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada juga tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat-syarat calon tidak terpenuhi.

    Untuk proses pemilihan kepala daerah calon tunggal, surat suara akan dibuat berbeda. Surat suara khusus ini hanya akan berisi satu pasangan calon kepala daerah, dengan pilihan “Setuju” atau “Tidak Setuju” dibagian bawahnya. Apabila pilihan “Setuju” memperoleh suara terbanyak, maka calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah.

    Namun jika pilihan “Tidak Setuju” memperoleh suara terbayak, maka pemilihan ditunda hingga pilkada selanjutnya. Berbagai analis menyatakan bahwa pilkada serentak memiliki manfaat, diantaranya:
    1. Efisiensi anggaran
    2. Efektivitas lembaga pemilihan umum
    3. Sarana menggerakkan kader partai politik secara luas dan gencar.
    4. Mencegah kutu loncat (gagal di satu wilayah, menyeberang ke wilayah lain) seperti Rieke yah Pitaloka (gagal di Jakarta dan Jawa Barat, jadi bakal calon di Depok)8 dan Andre Taulany (gagal di Tangerang Selatan, jadi bakal calon di Depok).

  • Peluang dan Tantangan Pesantren Menjalankan Kegiatan Pendidikan di Musim Wabah Covid-19

    Peluang dan Tantangan Pesantren Menjalankan Kegiatan Pendidikan di Musim Wabah Covid-19

    Momentum Memperkuat Budaya Sehat di Pesantren

    KONDISI wabah covid-19 di Indonesia belum mengalami penurunan meski Pemerintah Pusat mengkampanyekan “NewNormal” realitasnya masih ada temuan kasus covid-19 bahkan diprediksi akan terjadi covid-19 gelombang kedua, Per tanggal 29/05/2020 Jumlah kasus terkonfirmasi positif di dunia mencapai 5.945.977 atau hampir 6 juta pasien, dalam daftar wordometers.info Indonesia menempati urutan ke-32 dari 215 daftar negara yang tedampak virus corona dengan jumlah kasus terkonfirmasi positif 25.216, kematian 1520 dan pertumbuhan kasus masih di tiga digit yakni 678 artinya secara statistik sebaran kasus covid-19 di Indonesia dikatakan masih tinggi. Disamping itu kasus anak terpapar covid-19 di Indonesia cukup besar berdasarkan data yang dirilis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dari 584 anak yang dinyatakan positif 129 meninggal dengan status PDP dan 14 pasien meninggal dengan status positif juga diperkirakan ada 3324 anak dirawat dengan status PDP. Pembukaan kegiatan pendidikan di bulan Juli berjalan saat kurva covid-19 masih tinggi belum mengalami penurunan artinya kegiatan pendidikan dalam bayang-bayang ancaman sebaran covid-19 dan anak-anak termasuk berpotensi terkena penyakit virus covid-19.

    Ancaman Virus Masih Ada, Kehidupan Belum Normal

    Memahami bahwa realitas virus masih ada itu sangatlah penting ketimbang kita menipu diri sendiri dengan apapun namanya karena dengan menerima realitas dapat mengantisipasi dan mengurai masalah tersebut secara objektif dan tuntas, memang ada yang belum tepat dalam kebijakan “new normal” di Indonesia, bagi negara lain penerapan “new normal” dilakukan didasari menurunnya kurva covid-19 pada single digit bahkan nol kasus sedang di Indonesia kasus hariannya masih di triple digit wajar bila dipersoalkan para ahli karena dianggap belum tepat waktunya serta berpotensi memicu ledakan pasien covid-19 memicu covid-19 gelombang kedua.

    Di awal sebaran (outbreak) WHO merilis gejala Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yaitu batuk, sesak napas hingga mengalami kesulitan bernafas dan pada kasus yang lebih parah bisa menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal bahkan kematian. Namun kini masuk berbagai laporan didunia terkait gejala covid diantaranya dilaporkan oleh Pusat Pengengalian Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) selain menyerang saluran pernafasan yaitu panas dingin, menggigil, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, kehilangan rasa atau bau juga kulit. dr.Dennis Porto,MD menemukan gejala fisik dari jenis baru atau SARS-Cov-2 yang dirilis dalam twitter pribadinya menjelaskan bahwa dirinya mendiagnosis seorang pasien pada kulitnya memiliki ruam kemerahan di ujung jari kaki-kaki disebut juga dengan istilah “Jari Kaki Covid19”, selain itu CDC memasukan gejala “bibir atau wajah kebiruan” sebagai daftar gejala dari corona virus, sampai saat ini para ahli terus belajar dan menemukan hal -hal baru dari virus yang memang jenis baru dari jenis sebelumnya SARS dan MERS.

    Ketua IDAI dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K) menegaskan bahwa “anak-anak termasuk kelompok rentan yang tertular virus covid-19” dari data yang diungkap IDAI mengkonfirmasi bahwa anak sangat rentan terinfeksi virus mengingat anak-anak lebih sulit diatur ketimbang orang dewasa dalam hal pelaksanaan jaga jarak, pakai masker juga guna mencegah penularan virus, CDC menyatakan gejala anak yang terinfeksi virus corona mirip dengan kondisi Multysistem Inflamatory Syndrome in Children (MIS-C) laporan medis menyatakan tanda-tanda infeksi virus corona adalah demam, sakit perut hingga diare, muntah, sakit leher, muncul ruam dan mata leher dan merasa lelah.

    Dalam kondisi kasus cukup berat anak-anak yang terserang virus corona dapat memperlihatkan tanda kegawatdaruratan seperti sesak napas, sakit perut dan bibir serta wajah kebiruan, anak-anak yang terinfeksi virus corona dengan gejala MIS-C bisa berujung pada komplikasi serius hingga kematian, namun bila gejala ini diketahui sejak dini resiko medis serta komplikasi dapat ditangani dan diminimalisir dampaknya.

    Pondok pesantren dengan jumlah santri yang besar perlu melakukan antisipasi dampak-dampak kesehatan dari virus corona bila pendidikan akan diaktifkan kembali, pengelola ponpes hendaknya mengetahui potensi ancaman dari virus corona, pengetahuan mendalam akan ancaman virus cukup bermanfaat agar dapat merumuskan langkah-langkah taktis strategis dalam menghadapinya secara terencana dan objektif.

    Faktor-faktor Resiko Masuknya Coronavirus di Pesantren

    Pada hakikatnya siapapun dapat terinfeksi virus corona karena penyebaran corona terjadi melalui transmisi manusia ke manusia, sebaran virus corona di Indonesia berawal dari imported case karena ketidaktegasan pemerintah mencegah masuknya orang asing atau orang yang bepergian dari luar, lalu menyebar dengan massif di Indonesia melalui ‘local transmission’.

    WHO merilis bahwa sebaran covid-19 terjadi melalui droplet atu percikan air liur saat batuk dan bersin, menyentuh tangan atau wajah tangan orang yang terinfeksi virus corona, menyentuh mata, hidung atau mulut setelah memegang barang yang terkena droplet atau percikan air liur pengidap virus corona, dalam sebuah penelitian virus corona menyebar lewat aerosol terutama pada tindakan medis maka wajar dalam tatalaksana penanganan pasien corona tim medis menggunakan Hazmat dan pelindung diri yang lengkap (APD) berlapis-lapis menghindari masuknya aerosol dan droplet.

    Sebetulnya pesantren jauh lebih siap dibandingkan pendidikan formal dalam melaksanakan pendidikan di musim wabah, model pendidikan pesantren serupa dengan pelaksanaan isolasi massal atau dikenal dengan karantina mandiri karena peserta didik belajar penuh dan menginap didalam pesantren sedangkan pendidikan formal hanya menerapkan belajar paruh waktu artinya anak-anak sekolah formal masih terbuka ruang interaksi sosial baik di lingkungan rumah, dijalan saat berangkat dan pulang ke sekolah juga interaksi didalam sekolah secara bebas baik di kelas, lingkungan sekolah juga dikantin terbuka interaksi dengan pedagang yang secara bebas berinteraksi sosial saat di pasar serta tempat-tempat umum yang berpotensi tempat sebaran virus corona.

    Para peserta didik (santri) yang telah masuk di lingkungan pesantren dapat dilakukan isolasi atau karantia sehingga mengurangi batas interaksi sosial dengan lingkungan diluar pesantren, karena sulitnya mendapatkan alat tes corona yang akurat melalui swab dan pengecekan dengan (PCR Test) juga biaya yang cukup mahal maka pesantren dapat melakukan kegiatan karantina mandiri selama masa inkubasi virus selama 14 hari dengan berbagai kegiatan positif guna meningkatkan daya tahan tubuh dan penguatan mental agar para santri tidak mengalami stres karena ini berdampak pada peningkatan hormon kortisol dan menurunkan daya tahan tubuh.

    Pelaksanaan isolasi atau pengkarantiaan para santri selama 14 hari sangatlah penting dan paling murah untuk memastikan bahwa kondisi santri telah aman dari virus corona setelah melewati masa inkubasi yakni 14 hari, namun bukan berarti ancaman virus telah hilang justru faktor-faktor ancaman virus masuk ke pesantren setelah melalui masa karantina 14 hari dan faktor resiko bisa muncul dari beberapa aspek.

    Pertama, SDM Internal Pengurus Pesantren seperti guru, keluarga kiyai, petugas kebersihan dan staf pesantren yang masih melakukan interaksi sosial diluar lingkungan pesantren dan mendatangi daerah-daerah yang berpotensi tertularnya penyakit.

    Kedua, Pihak Eksternal yang berkunjung ke pesantren seperti tamu, keluarga santri juga penyedia barang bagi kebutuhan pesantren

    Ketiga, Barang-barang dan benda yang dipesan oleh pesantren dari lingkungan luar pesantren seperti barang sembako, alat-tulis, pakaian baik yang dipesan secara online atau dari pihak penyedia jasa dan barang.

    Keempat, Pendidikan Formal yang diselenggarakan pesantren dan siswa tidak mukim memungkinkan adanya interaksi sosial secara terbuka dengan santri yang mukim.

    Agar tidak terjadi sebaran secara langsung antara manusia ke manusia maka pesantren dapat menerapkan pengketatan juga lebih selektif dalam menerima tamu yang masuk, menerapkan protokol yang ketat bagi pengurus pesantren yang memilki aktifitas di luar pesantren juga memastikan setiap barang-barang yang masuk kedalam pesantren sudah aman dari virus corona agar tidak terjadi sebaran corona disebabkan benda yang menempel pada barang.

    Keberadaan pendidikan formal didalam pesantren yang tidak mukim perlu dipikirkan agar tidak bercampur dengan para santri mukim, bila dikhawatirkan tidak mampu mengendalikan bisa saja kegiatan pesantren berjalan hanya pendidikan formal tetap diliburkan namun bila terikat dengan kewajiban kepada kemendikbud karena diberlakukan new normal disektor pendidikan maka pengelola pesantren perlu berpikir matang pengendaliannya, pemisahan antara santri mukim dan tidak hendaknya dilakukan secara ketat.

    Budaya Sehat Pesantren, Upaya Efisiensi Biaya Kesehatan

    Ada atau tidaknya virus corona sebetulnya pesantren baiknya mulai menerapkan ajaran Islam dalam hal menjaga kebersihan sebagai tindakan preventif karena tindakan preventif jauh lebih hemat daripada tindakan kuratif, melindungi kesehatan jiwa santri wajib dilakukan oleh pondok pesantren sebagai upaya menjaga amanah dan memberikan rasa aman bagi orang tua didik serta meningkatkan kepercayaan publik pada pesantren.

    Persoalan kesehatan klasik yang terjadi didunia pesantren baik pesantren salafi, modern dan terpadu adalah penyakit kulit seperti jamuran, kudis, scabies, herpes disamping itu yang sering ditemukan adalah penyakit thypoid, demam dan tidak memungkinan adanya kasus TB-Paru yang tidak terdeteksi di pesantren. Penyakit kulit adalah penyakit yang umum terjadi di semua pesantren seolah menjadi tren kontemporer, hal ini terjadi tidak lepas dari realitas kehidupan di pesantren seperti bertukar pakaian dan handuk, pakaian dalam yang dipakai berulang, tidur bareng dalam satu ruangan dan mandi dalam kolam air yang berjamur serta lembabnya kasur dan kamar tidur.

    Kebiasaan-kebiasaan yang memicu hadirnya jamur, bakteri dan virus yang mengancam para santri hendaknya harus diatasi dengan bijaksana oleh pengelola pesantren, tidak hanya takut dan khawatir dimasa pandemi covid-19 namun pengelola pesantren juga perlu menyiapkan master plan dalam peningkatan sistem kesehatan di pondok pesantren juga membangun budaya sehat yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan selama 20 detik hingga bersih perlu dibudayakan, menghidari menyentuh wajah, hidung atau mulut saat tangan kotor atau belum dicuci, menghindari kontak langsung dengan orang yang sakit juga memisahkan santri yang sakit dan sehat perlu dilakukan oleh pengelola pesantren, senantiasa membersihkan permukaan benda yang sering digunakan dilingkungan pesantren dan kamar santri perlu digalakan, menutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk dengan tisu membuang tisu ketempat sampah yang telah disediakan disetiap sudut pesantren lalu mencuci tangan hingga bersih haruslah dibiasakan dan pengelola pesantren mulai menyediakan tempat cuci tangan dan sabun disetiap sudut serta menyediakan masker bagi santri yang sakit agar menghindari terjadinya sebaran virus, segala potensi tumbuh suburnya jamur dan virus perlu diantisipasi oleh pengelola pesantren menata kembali infrastruktur yang ada dan memperhatikan masuknya sinar matahari di setiap ruang pesantren khususnya kamar santri, memang kobong model yang terbuka sirkulasi udara dan cahaya matahari adalah model kobong yang baik.

    Selain itu penguatan kekebalan tubuh bagi santri perlu dilakukan dengan penguatan mental jiwa santri melalui membaca al-qur’an, pesantren perlu melakukan inovasi dalam penyediaan fasilitas agar hal-hal yang memicu stres bagi santri bisa dihindari juga memberikan asupan nutrisi yang mencukupi bagi santri setidaknya dalam empat belas hari pertama pesantren tidak membebani santri dengan beban pelajaran yang berat namun lakukan kegiatan olahraga dan hal-hal yang menyenangkan bagi santri, bagi santri yang sehat dan santri yang sakit tentu perlu diperlakukan berbeda berikan asupan nutrisi yang lebih bagi santri yang sakit bila perlu mewajibkan orang tua santri untuk membekali santrinya membawa suplemen makanan baik herbal maupun vitamin – C dan pemisahan santri yang datang dari zona merah juga terindikasi ODP perlu dilakukan diawal sebelum santri bertemu dan bergabung dengan santri lainnya.

    Kesimpulan

    Kegiatan pendidikan di pesantren ditengah wabah covid-19 dimana kurva covid-19 masih relatif tinggi pada hakikatnya bisa saja dijalankan oleh pesantren dengan mengantisipasi segala faktor-faktor resiko masuknya virus ke pesantren, selama masa inkubasi virus dua minggu setelah santri masuk hendaknya dimanfaatkan oleh pesantren untuk implementasi budaya sehat dan momentum covid-19 adalah kesempatan bagi pesantren membuat budaya hidup sehat sebagai tindakan preventif agar mengurangi tindakan kuratif dengan jiwa dan tubuh yang sehat kegiatan pendidikan di pesantren dapat berjalan secara efektif.

    Tantangan menjalankan kegiatan pendidikan dimasa covid-19 tentu ada dikarenakan anak-anak berpotensi dan rentan terkena virus-19 untuk itu perlu ada pencegahan masuknya virus terutama pada faktor-faktor yang beresiko masuknya virus di pesantren baik pihak internal pengurus pesantren, eksternal dan juga pada benda yang masuk ke pesantren termasuk pelaksanaan pendidikan formal yang tidak mukim yang diselenggarakan didalam pesantren, namun bila pengelola pesantren mampu mengelola dengan baik mengatur jarak dan memastikan dapat memutus sebaran virus lewat peraturan lokal yang diterapkan, pesantren memungkin untuk menjalankan kegiatan pendidikan seperti biasa dengan kewaspadaan yang wajar terkendali.

    Semoga Allah melindungi kita semua dari ancaman virus ini dan mencabut wabah ini dari bumi Indonesia.

    Wallahua’lam bisshowab

    *) Penulis adalah Anggota satgas covid19 MUI Banten dan Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Organisasi FSPP Banten

  • Belanja di Warung Tetangga

    Belanja di Warung Tetangga

    SUDAH lebih dari tiga bulan kita diterpa wabah corona. Dampaknya luar biasa. Bukan semata merenggut jiwa. Ekonomi pun kena imbasnya.

    Ekonomi menjadi lumpuh, karena ada aturan pembatasan aktifitas. Banyak orang tidak bisa bekerja. Karena tak kerja maka tidak mendapatkan penghasilan. Kebutuhan pokok, ditanggulangi oleh pemerintah dalam bentuk bantuan langsung.

    Menjelang penerapan relaksasi, yang membuat kita masuk pada babak baru yang dikenal dengan istilah new normal, diharapkan seluruh aktifitas warga kembali normal seperti semula. Pemberlakuan ini dilaksanakan secara bertahap, dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan.

    Petani kembali turun ke sawah, nelayan kembali melaut, angkutan umum kembali beroperasi, para pegawai kembali masuk kantor, buruh kembali bekerja di pabrik, pegawai layanan jasa juga siap bekerja. Ekonomi mulai menggeliat lagi.

    Ditengah geliat ekonomi warga, muncul anjuran agar kita melakukan gerakan saling membantu. Misalnya, lebih memilih untuk belanja di warung tetangga dibanding belanja di mall atau minimarket. New normal, no mall.

    Anjuran dan ajakan ini tidak salah. Karena dengan belanja di warung tetangga, merupakan wujud nyata cara bantu kita pada mereka. Tapi, belanja di mall juga bukan langkah salah. Mengapa?

    Sebagian besar dari kita beranganggapan bahwa mall, juga hotel, adalah corporate, perusahaan besar. Pangsanya juga bukan warga berpenghasilan minim. Mall dan hotel identik dengan kalangan orang kaya.

    Anggapan seperti itu tidak sepenuhnya salah. Tapi sebaliknya juga, tidak sepenuhnya benar. Mengapa? Karena mall dan hotel juga menjadi tempat bergantung para petani dan nelayan, kelompok masyarakat yang diidentikkan sebagai penyandang status ekonomi lemah.

    Analisa ini bukan semata hasil bacaan, apalagi dugaan. Tapi merupakan hasil pengalaman langsung. Langsung saya alami dan saksikan, ketika berkunjung ke mall dan atau hotel.

    Untuk sebuah keperluan kedinasan, saya kerap mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga tempat saya bekerja. Kadang diundang oleh lembaga lain, baik lembaga pemerintah maupun swasta, juga organisasi kemasyarakatan, dengan menggunakan hotel sebagai tempat kegiatan.

    Lazimnya kegiatan yang dilaksanakan di hotel, pihak hotel memberikan fasilitas layanan makanan; makan, sarapan, dan snack berupa cemilan ringan. Pada session inilah saya menemukan peran petani dan nelayan.

    Ketika sarapan di resto hotel, ada banyak makanan yang sejatinya akrab dengan keseharian kita diluar hotel. Misalnya kacang tanah, jagung, ubi, talas, pisang, dan yang lainnya. Minumannya seperti kopi, teh, wedang jahe, bandrek, dan bajigur.

    Sajian makan berat, selain nasi, ada lauk pauk; tempe, tahu, ikan, daging, telur, perkedel, dan seafood. Sayurannya berupa timun, wortel, bayam, jagung, melinjo, labuh, kacang polong, dan lain-lain.

    Semua jenis makanan, sayuran, dan minuman yang saya sebutkan diatas, bisa disantap di resto hotel, setelah melewati proses panjang. Bisa jadi pihak hotel mendapatkannya lewat belanja di pasar induk, atau langsung mendapat pasokan rutin dari desa.

    Ada beberapa hotel di kota-kota besar yang secara rutin mendapatkan kiriman bahan makanan itu langsung dari para petani. Kontinuitas pesanan ini tentu menjadi jaminan bagi para petani dalam mengelola dan mengatur ritme distribusinya.

    Hal yang sama iuga berlaku bagi mall. Biasanya, seperempat area mall diperuntukkan bagi penjualan bahan makanan yang didatangkan langsung dari desa. Dari para petani dan nelayan.

    Maka, bila hotel sepi dari pengguna, dan mall sepi dari pembeli, secara tidak langsung juga berdampak terhadap nasib para petani dan nelayan. Karena sepi pembeli, hotel dan mall menghentikan pesanan kepada rekanan, dalam ini petani dan nelayan.

    Jadi, mengajak warga belanja di warung tetangga, itu baik. Karena bisa membantu memudahkan perekonomian mereka. Namun, belanja di mall juga tidak salah. Karena secara tidak langsung, juga membantu nasib para petani dan nelayan.

    Dengan demikian, anggapan bahwa hotel dan mall identik dengan konglomerasi dan taipan, tidak sepenuhnya benar. Ribuan pekerja di hotel dan mall pada umumnya juga berasal dari keluarga sederhana dan bersahaja.

    Mari belanja di warung tetangga. Tak perlu dilarang bagi yang mau belanja di mall!

  • Pemilukada Tahun 2012

    Pemilukada Tahun 2012

    DUA Pasang Calon Independen di Pemilukada DKI
    Pada Tahun 2012 dilaksanakan sebanyak 73 Pemilukada, yang terdiri dari 6 Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur, 50 Pemilukada Bupati/Wakil Bupati, dan 17 Pemilukada Walikota/Wakil Walikota.

    Pada tulisan ini, penulis mengangkat dua pemilukada provinsi yang banyak menjadi perhatian publik di saat berlangsungnya pemilukada Tahun 2012 yaitu Pemilukada Provinsi Aceh dan Provinsi DKI Jakarta.

    Pada Pemilukada tahun 2012 di Provinsi DKI Jakarta muncul Calon independen atau perseorangan dalam pemilihan kursi orang nomor satu di ibukota itu, meski kemudian dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama yang diusung partai politik namun kehadiran calon independen saat itu cukup menarik perhatian.

    Saat Pemilukada tahun 2012, Pemilukada DKI Jakarta diikuti oleh enam pasangan calon masing-masing Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli pasangan calon dari Partai Demokrat, Hendardji Supandji dan Ahmad Riza Patria pasangan calon dari jalur independen, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama pasangan calon dari PDIP dan Gerindra, Hidayat Nurwahid dan Didik J Rachbini pasangan calon dari PKS dan PAN, Faisal Basri dan Biem Benyamin pasangan calon dari jalur independen dan Alex Noerdin dan Nono Sampono pasangan calon dari Golkar, PPP, dan PDS.

    Riana Afifah dalam Kompas.com, 19 Juli 2012 “Jokowi-Ahok Pemenang Pilkada Putaran Pertama” : Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Kamis 19 Juli 2012, menetapkan pasangan nomor urut tiga Joko Widodo-Basuki Tjahaja sebagai pemenang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2012 putaran pertama.

    Pasangan Jokowi-Ahok memperoleh suara tertinggi di antara lima calon lainnya, Berdasarkan penghitungan suara keseluruhan, pasangan Jokowi-Ahok meraup suara sebanyak 1.847.157 atau sebesar 42,60 persen. Pasangan Foke-Nara di posisi kedua dengan jumlah suara 1.476.648 atau sebesar 34,05 persen. Posisi ketiga ditempati oleh pasangan nomor urut empat yaitu Hidayat-Didik dengan perolehan suara 508.113 atau sebesar 11,72 persen.

    Kemudian posisi pasangan Faisal-Biem ada di posisi keempat dengan perolehan suara 215.935 atau sebesar 4,98 persen. Dua posisi terakhir dihuni oleh pasangan Alex-Nono dengan perolehan suara 202.643 atau sebesar 4,67 persen. Juru kunci dipegang oleh pasangan Hendardji-Riza dengan perolehan suara 85.990 atau sebesar 1,98 persen.

    Dari hasil di atas, maka harus dilakukan putaran kedua karena belum ada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur mencapai lebih dari 50% suara sebagaimana ketentuan perundang undangan yaitu pasangan calon No. 3 Joko Widodo – Basuki T. Purnama dan pasangan calon No. 1 Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli.

    Kompas.com, 28 September 2012 Penulis Riana Afifah “Jokowi-Basuki Menangi Pilkada DKI Putaran II” : dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta (KPU DKI Jakarta), Jumat 28 September 2012, Jokowi-Basuki meraih 2.472.130 suara pada putaran kedua Pemilukada DKI Jakarta yang berlangsung pada Kamis 20 September 2012.

    Hal ini berarti pasangan nomor urut tiga tersebut menguasai 53,82 persen suara dari 4.592.945 suara sah. Sementara , pasangan nomor urut satu, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mengantongi 2.120.815 suara atau 46,18 persen dari jumlah suara sah.

    Partai Lokal Aceh Menangkan Pemilukada

    Pemilukada Aceh 2012 diselenggarakan pada tanggal 9 April 2012 serentak dengan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Kota di 17 dari 23 kabupaten kota se-Provinsi Aceh. Berbeda dengan Pemilukada lainnya di Indonesia yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum, Pemilukada di Aceh diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.

    Syarat yang sudah dikenal dalam Pemilukada ini oleh rakyat Aceh, adalah setiap Calon Kepala Daerah mengikuti tes baca Al Qur’an. Daerah yang memiliki jumlah pasangan terbanyak adalah Kota Langsa dengan 13 pasangan (8 perseorangan, 5 Partai Poiltik) dan Kabupaten Aceh Barat, juga 13 pasangan namun berbanding terbalik, yaitu 9 perseorangan, 2 Koalisi Partai, dan 2 Partai Politik.

    Dalam wikipedia.org “Pemilihan umum Gubernur Aceh 2012” : banyak insiden yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilukada Aceh. Seperti yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues, ditemukan kecurangan dalam penghitungan suara di Kecamatan Terangon, yang mengakibatkan Kantor KIP Gayo Lues dan lima kantor camat setempat yang dibakar oleh massa yang tidak terima dengan hasil Pemilukada di Kabupaten Gayo Lues.

    Hal ini juga terjadi di berbagai daerah di Aceh, tetapi tidak menimbulkan anarkisme yang fatal seperti yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues. Selama kampanye Pemilukada Aceh, banyak terjadi intimidasi, penculikan terhadap anggota tim sukses Irwandi Yusuf – Muhyan Yunan, dan masih banyak lainnya. Namun, Pemilukada Aceh berjalan sukses.

    Dalam www.bbc.com berita indonesia 4 Mei 2012 “Meski kecewa, Irwandi Yusuf hormati putusan MK” : “Irwandi Yusuf menghormati putusan MK, walaupun sebenarnya ada sedikit kekecewaan.” Hal tersebut dikatakan kuasa hukum Irwandi Yusuf kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon 4 Mei 2012.

    Irwandi Yusuf melayangkan gugatan terkait Pemilukada Aceh Ke Mahkamah Konstitusi sebagai upaya pendidikan politik. Agar masyarakat Aceh bisa berpolitik secara santun dan beradab, karena pilkada 2012 menurut Iswandi Yusuf penuh teror, intimidasi dan kekerasan.

    Dalam putusan yang dibacakan Jumat 4 Mei 2012, MK menolak pokok permohonan pasangan Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan yang menyebut telah terjadi pelanggaran dan kecurangan selama pemilukada Aceh.

    Alasannya, menurut hakim konstitusi yang dipimpin Mahfud MD, pihak pemohon tidak mampu membuktikan adanya pelanggaran dan kecurangan yang disebutkan berlangsung secara sistematis, masif dan terstruktur. “Dan tidak terbukti dilakukan dengan kerja sama sistematis antara pelaku kekerasan dengan termohon (KIP Aceh), pihak terkait, maupun aparat penegak hukum, baik dalam bentuk aktif maupun pasif (pembiaran),” kata hakim konstitusi lainnya, Hamdan Zoelfa.

    Lebih lanjut Hamdan mengatakan, tuduhan Irwandi Yusuf bahwa Partai Aceh memerintahkan upaya intimidasi terhadap calon pemilih juga tidak terbukti.

    Pemilukada Gubernur Aceh Tahun 2012 dimenangkan pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf, meraup suara 55,75% yang diusung oleh Partai Aceh, dimana Partai Aceh merupakan partai yang menghimpun bekas pimpinan dan kombatan Gerakan Aceh Merdeka.

    Disusul kemudian pasangan Irwandi Yusuf dan Muhyan Yunan, yang maju dari jalur independen, dengan perolehan suara 29,18%. Muhammad Nazar-Nova Iriansyah yang diusung Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai SIRA berada posisi ketiga dengan perolehan suara 7,65 persen.

  • Apa Kabar Bank Banten?

    Apa Kabar Bank Banten?

    SEBULAN sudah berlalu sejak penandatangan Letter of Inten (LOI) antara Gubernur Banten dengan Gubernur Jawa Barat pada tanggal 23 April 2020 dalam rangka merger Bank Banten dengan Bank BJB.

    Seyogyanya LOI tersebut segera diikuti dengan proses due diligence oleh kedua bank tersebut tetapi hingga saat ini tidak terdapat tanda-tanda due diligence sudah, sedang atau akan dilakukan. Bahkan terdapat informasi bahwa belakangan telah dilaksanakan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Banten Global Development (BGD) dengan Bank BJB dalam rangka merger Bank Banten dengan Bank BJB Syariah (BJBS). Tidak diketahui apakah MoU tersebut sudah mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena substansi MoU berbeda dengan LOI yang sebelumnya telah mendapat persetujuan OJK.

    Perubahan rencana merger Bank Banten dengan Bank BJB Syariah nampaknya didasarkan pada pertimbangan banyaknya aspirasi tokoh masyarakat, ormas-ormas islam yang menghendaki bank syariah, sebagaimana halnya usulan mereka pada saat awal proses pembelian bank untuk menjadi Bank Banten.

    Pertimbangan lain mungkin dilihatnya sudah tidak ada pilihan lain, yang penting dengan merger tersebut masalah hukum tentang Bank Banten selesai.

    Perubahan rencana tersebut nampaknya sejalan dengan tulisan saya sebelumnya berjudul “Quo Vadis Bank Banten” tertanggal 28 April 2020 di berbagai media online, merger Bank Banten dengan Bank BJB bukan pilihan yang tepat.

    Bank BJB tidak segera menindak lanjuti LOI dengan due diligence karena nampaknya ada keengganan untuk menanggung kerugian Bank Banten yang akan berdampak pada penurunan Laba dan harga saham Bank BJB.

    Hal ini akan dapat meningkatkan risiko strategik dan risiko reputasi Bank BJB dimata investor. Sebaliknya, bagi Bank Banten, merger dengan Bank BJB akan berarti hilangnya nama dan operasional Bank Banten karena digabungkan/dimasukkan kedalam Bank BJB.

    Tepatkah BJB Syariah?
    Pertanyaan selanjutnya apakah merger bank Banten dengan Bank BJB Syariah, sekalipun nantinya akan berubah nama menjadi Bank Banten Syariah, merupakan langkah yang tepat?. Belum tentu!.

    Pertama, Kedua bank tersebut memiliki sistem operasional yang berbeda. Bank Banten adalah bank konvensional, sedangkan bank BJB Syariah adalah bank syariah. Penggabungan Bank Banten ke Bank BJB Syariah akan berakibat pada hilangnya saham Bank Banten di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara Bank BJB Syariah bukan perusahaan yang sahamnya terdaftar dan diperjual belikan di BEJ.

    Kedua, Bank BJB Syariah memiliki total Aset yang setara dengan Bank Banten dan memiliki pertumbuhan bisnis yang lambat. Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, Aset BJBS hanya naik sebesar Rp5,7 triliun, yaitu dari Rp2 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp7,7 triliun pada tahun 2019. Laba yang diperoleh hanya naik Rp10 miliar, yaitu dari Rp5 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp15 miliar pada tahun 2019. Laba sebesar ini tentu tidak akan mampu menyerap kerugian Bank Banten sebesar –Rp137 miliar pada tahun 2019.

    Ketiga, merger Bank Banten dengan BJBS akan mengulangi persoalan yang sama seperti yang dialami Bank Banten selama ini, yaitu berupa konsolidasi dan streamlining atau penutupan kantor-kantor operasional sebanyak 50 kantor, termasuk pemutusan kerja karyawannya, yang ada di wilayah Jawa Barat. Relokasi kantor pusat dan kantor cabang ke wilayah Banten juga menambah persoalan sehingga dapat mengganggu konsentrasi manajemen untuk mengembangkan bisnisnya.

    Keempat, proses merger membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar.

    Kelima, dalam suatu kesempatan silaturahim, Gubernur mengatakan bahwa OJK meminta agar Bank Banten disehatkan dahulu sebelum di merger dengan BJB Syariah. Jika Bank Banten sehat maka tidak ada artinya kemudian merger dengan BJBS, tetapi akan lebih realistis dan praktis bank Banten langsung dikonversi menjadi Bank Banten Syariah.

    Alternatif Solusi Terbaik
    Persoalan utama Bank Banten sebenarnya tidak dipenuhinya sisa komitmen pemenuhan modal sebesar Rp300 miliar sejak tahun 2017 hingga saat ini. Pada tahun 2017, Bank Banten telah mampu meningkatkan bisnis dan efisiensinya sehingga dapat menekan kerugian secara signifikan menjadi –Rp76 miliar dari –Rp405 miliar pada tahun 2016.

    Pada tahun 2018, Bank Banten masih mampu meningkatkan bisnisnya tapi pendapatan bunga menurun dan tingkat inefisiensi meningkat lagi sehingga ruginya meningkat menjadi –Rp100 miliar.

    Namun demikian, total kerugian dalam 2 tahun (2017 dan 2018) sebesar –Rp176 miliar masih jauh lebih kecil dari kerugian 1 tahun pada tahun 2016.

    Artinya, Bank Banten sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang, tetapi karena jumlah modal yang tidak mencukupi dan tidak pernah diatasi, maka Bank Banten mengandalkan dana masyarakat yang berbiaya mahal berupa deposito.

    Disisi lain, Bank Banten masih menanggung beban aset kredit tidak produktif (tidak menghasilkan pendapatan bunga) yang nilainya cukup besar dari ex Bank Pundi. Oleh karena masalah utama Bank Banten adalah kurangnya permodalan sejak awal, maka solusi terbaiknya adalah memenuhi sisa komitmen pemenuhan modal ditambah kebutuhan likiditas lain akibat penarikan dana kasda dan dampak pandemik covid-19.

    Beberapa alternatif cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi komitmen tersebut, antara lain:

    Mengajukan APBD Perubahan kepada DPRD, Menjual saham Pemprov Banten di bank BJB dan BJB Syariah, yang hasilnya digunakan untuk memenuhi komitmen diatas, atau mengajukan permohonan penyertaan modal negara atau penempatan dana pemerintah ke dalam Bank Banten dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) penyelamatan akibat covid-19 berdasarkan PP No.23/2020.

    Sementara itu, perlu dilakukan upaya mitigasi risiko hukum yang selama ini dikhawatirkan oleh Pemprov, yaitu melakukan pembahasan bersama dengan OJK, Kemendagri, Kejaksaan dan KPK untuk mendudukkan persoalan komitmen pemenuhan modal tersebut secara proporsional sehingga baik bank Banten maupun Pemegang Sahamnya tidak lagi tersandera oleh masalah hukum, sebagaimana yang telah berjalan selama 3 tahun ini, yang telah menjadikan Bank Banten sebagai korban.

    Ini artinya kepentingan pembangunan ekonomi dan masyarakat Banten juga ikut menjadi korban. Pemprov sendiri juga tidak dapat menjadikan Bank Banten sebagai katalisator pembangunan daerah dan sebagai alternatif sumber pendapatan asli daerah.

    Sejalan dengan upaya pemenuhan permodalan dan kebutuhan likiditas, Bank Banten selanjutnya dikonversi menjadi Bank Banten Syariah selaras dengan slogan Provinsi Banten “Iman, Taqwa dan Akhlaqul Karimah” dan sesuai dengan aspirasi masyarakat Banten yang religius sehingga Pemprov secara langsung ikut menyediakan sarana/fasilitas bagi masyarakatnya untuk menjalankan aktifitas ekonomi dan keuangannya secara syariah sebagai upaya mewujudkan ajaran islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.

    Wallahu a’lam bissawab.

      Karawaci, 27 Mei 2020.

      *) – Wakil Ketua Umum Perkumpulan Urang Banten (PUB)
      Wakil Ketua Umum ICMI Prov Banten
      MUI – KPEU Prov Banten

  • Pemilukada Tahun 2011

    Pemilukada Tahun 2011

    115 Daerah Dijadwalkan Pemilukada, 27 Daerah Tertunda
    Hasil Rapat Dengar Pendapat komisi II DPR RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Senin, 20 Februari 2012.

    Acara : Membahas Evaluasi Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2011 dan Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2012.

    KPU RI menyampaikan : Pemilukada 2011 dijadwalkan dilaksanakan di 115 daerah yang akan melakukan pemungutan suara, dan yang terlaksana hanya 87 daerah, 27 daerah ditunda di 2012, dan 1 daerah yang belum sama sekali dilaksanakan. Dari 87 daerah yang melaksanakan pemilukada tahun 2011, hingga Januari 2012 (berdasarkan laporan yang masuk ke KPU), bahwa baru 50 daerah dari 87 daerah yang melaksanakan pemilukada tahun 2011.

    Dari hasil pemilihan, pasangan calon terpilih semuanya merupakan pasangan calon yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik, dan untuk pasangan calon perseorangan masih belum memperoleh dukungan yang signifikan dari masyarakat.

    Partai-partai pengusung calon pasangan terpilih dari 50 daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah tahun 2011, merupakan gabungan beberapa partai politik dan bervariasi bahkan dalam satu provinsi koalisinya tidak sama, hanya ada dua daerah yang pemenang pemilukadanya diusung oleh satu parpol.

    Penyelesaian Pelanggaran pemilukada : Penyelesaian melalui Mahkamah Konstitusi, berdasarkan data Mahkamah Konstitusi (per Desember 2011), terdapat 125 permohonan yang teregistrasi di Mahkamah Konstitusi.

    Yang dikabul oleh MK sebanyak 10 (sepuluh) permohonan (8%) yang terdiri atas 7 (tujuh) permohonan dikabulkan sebagian (5,60%) dan 3 (tiga) permohonan dikabulkan seluruhnya (2,40%), 2 (dua) permohonan ditarik kembali oleh pemohonnya (1,60%), 80 permohonan ditolak seluruhnya (64%), 26 permohonan tidka diterima (20,80%), 1 (satu) permohonan gugur (0,80%), 5 (lima) putusan sela (4%) dan 1 (satu) ketetapan (0,80%).

    Penyelesaian oleh KPU sesuai Peraturan KPU Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, dengan sanksi peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian, dengan terlebih dahulu dilakukan proses klarifikasi dan verifikasi oleh Dewan Kehormatan.

    Tiga Pemilukada Harus Lakukan Pemungutan Suara Ulang
    Berdasarkan hasil rapat kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri yang dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa, Senin 24 September 2012 : Pada Tahun 2011, sebanyak 87 Daerah melaksanakan Pemilukada, yakni 5 Pemilukada Gubernur/Wakil Gubernur, 71 Pemilukada Bupati/Wakil Bupati, serta 11 Pemilukada Walikota/Wakil Walikota.

    Dari 87 daerah yang melaksanakan Pemilukada pada Tahun 2011, dapat diperinci sebagai berikut:

    1. Delapan puluh dua Pemilukada berjalan lancar dan Kepala Daerahnya telah dilantik;

    2. Dua Pemilukada Kabupaten yang harus melaksanakan Pemilukada Putaran Kedua pada Tahun 2012, yakni Pemilukada Kabupaten Dogiyai (Papua) dan Pemilukada Kabupaten Bengkulu Utara (Bengkulu); dan

    3. Tiga Pemilukada Kabupaten yang berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi harus melaksanakan Pemungutan Suara Ulang pada Tahun 2012, yakni Pemilukada Kabupaten Pati (Jawa tengah), Pemilukada Kabupaten Buton (Sulawesi Tenggara) dan Pemilukada Kabupaten Yapen (Papua).

    Dalam pelaksanaan Pemilukada Tahun 2011, terdapat 78 Pemilukada yang digugat ke Mahkamah Konstitusi, dengan 131 registrasi perkara, dengan hasil sebagai berikut: (1) Tiga belas perkara dikabulkan, (2) Delapan puluh tujuh perkara di tolak, (3) Dua puluh sembilan perkara tidak diterima dan (4) dua perkara ditarik kembali.

    Berdasarkan data penyelenggaraan Pemilukada Tahun 2011 yang ditemukan oleh Bawaslu, terdapat 1.718 pelanggaran Pemilukada selama Tahun 2011, dengan rincian: (1) 781 kasus atau 45 % tidak ditindaklanjuti, (2) 937 kasus atau 55 % tidak ditindaklanjuti, yang terdiri dari : (a) 372 kasus pelanggaran pidana, (b) 365 kasus pelanggaran administratif dan (c) 200 kasus lainya.

    Bawaslu Temukan 1.718 Pelanggaran
    Dalam Kompas.com 20 Desember 2012 Ary Wibowo menulis : Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sepanjang 2011 menerima 1.718 laporan pelanggaran dalam pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada). Laporan itu dicatat oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dari data pelanggaran yang diberikan oleh 58 Kabupaten atau kota di Indonesia.

    Koordinator Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Wirdyaningsih, dalam jumpa pers “Evaluasi Pengawasan Pemilu Kada di Indonesia 2011”, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa, 20 Desember 2011, mengatakan : laporan itu tidak semua dapat ditindaklanjuti, karena beberapa tidak cukup bukti untuk dinyatakan sebagai pelanggaran.

    Dari 1.718 laporan itu, 781 laporan tidak diteruskan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kepolisian karena tidak ditemukan bukti yang cukup. sebanyak 565 laporan diteruskan ke KPU karena memenuhi unsur pelanggaran administrasi. Dari 565 tersebut pelanggaran paling besar adalah pelanggaran kampanye (296 laporan), Pemuktakahiran data pemilih (103 laporan), pemungutan suara dan rekap (95 laporan), pra-kampanye (42 laporan), dan masa tenang (29 laporan). “Dan berdasarkan data yang dihimpun Bawaslu, dari 565 kasus pelanggaran administrasi yang diteruskan KPU yaitu sebanyak 313 laporan, sementara 252 laporan lainnya tidak ditindaklanjuti oleh KPU dengan beberapa alasan.

    Dari 1.718 laporan itu, 998 diantaranya dikategorikan sebagai laporan tindak pidana. Dari total 998 pelanggaran tersebut, sebanyak 372 laporan kemudian diteruskan ke kepolisian karena memenuhi unsur tindak pidana. Kemudian, dari 372 pelanggaran tersebut, yang oleh kepolisian diteruskan kejaksaan sejumlah 16 pelanggaran.(*)