Tag: Opini Pembaca

  • Merayakan Kemenangan di Tengah Pandemi Covid-19

    Merayakan Kemenangan di Tengah Pandemi Covid-19

    Setelah ibadah Ramadhan berakhir dengan ditandai kumandang takbir warga saling menyapa dengan ucapan: “semoga kita termasuk orang orang yang kembali kepada fitrah dan meraih kemenangan”. Ucapan itu adalah ungkapan kemenangan setelah lulus dari ujian berpuasa sebulan penuh: menahan diri dari hasrat biologis dengan meningkatkan kualitas ibadah dan kesalehan sosial. Kemenangan ini sejatinya dikukuhkan dengan internalisasi nilai-nilai Ramadhan dan lahirnya nilai nilai tersebut dalam kehidupan nyata di masyarakat.

    Nilai dan amaliah Ramadhan seseorang diterima atau tidak dapat dilihat pada perilakunya setelah Iedul Fitri. Bagi setiap muslim yang terus mengamalkan nilai dan amaliah Ramadhan pasca Iedul Fitri, maka termasuk orang yang sukses meraih kemenangan. Nilai dan amaliah dimaksud meliputi: budaya disiplin, budaya bersih, budaya belajar, budaya berbagai, dan budaya bela beli.

    Budaya disiplin tercermin dari ketepatan waktu dan kepatuhan terhadap hukum dan aturan. Sepanjang Ramadhan seorang muslim disiplin mengatur waktu sesuai jadwal sholat; mulai sahur dan disiplin subuh berjamaah, berbuka dan maghrib berjamaah hingga sholat Isya dan tarawih berjamaah. Muslim yang berpuasa juga taat aturan dengan tidak makan dan minum di siang hari. Hal ini dilakukan atas dasar iman dan mengharapkan ridho Allah. Budaya disiplin dengan berpuasa ini diteruskan pada bulan Syawal. Dari Abu Ayyub Al-Anshori, Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia telah berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164)

    Budaya disiplin waktu dan taat aturan ini terus dilatihkan dengan puasa sunah bulan purnama pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriyah; puasa hari Senin dan Kamis setiap pekan; atau puasa Nabi Dawud yang berpuasa dan berbuka secara bergantian sepanjang tahun. Implikasi dari budaya disiplin dengan berpuasa ini adalah kesehatan mental zuhud bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Disiplin menjadi modal kita keluar dari situasi darurat Covid-19.

    Setiap muslim yang rajin berpuasa menata hidupnya berdasarkan jadwal sholat. Setiap melaksanakan sholat ia selalu menjaga kebersihan diri pakaian dan tempat ibadahnya. Menjaga kebersihan diri dengan berwudhu secara sempurna dan mandi serta menggunakan parfum yang wangi. Ia terus menjaga budaya bersih sehingga terpelihara dari segala penyakit termasuk virus Covid-19. Kepeloporan dalam menjaga kebersihan diri itu meliputi pemenuhan kebutuhan air bersih dan perlengkapan lain yang dibutuhkan. Budaya bersih ini menyadarkan masyarakat yang tidak sehat batuk flu pilek dan bersin untuk tidak ke Masjid dan menggunakan masker ketika keluar rumah sehingga tidak berpotensi menularkan virus kepada orang lain.

    Kebaikan lain yang dilatihkan sepanjang Ramadhan adalah membaca dan mempelajari Al Qur’an. Umat Islam sangat antusias mendaras Al Qur’an pada bulan Ramadhan yang dikenal sebagai bulan Al Qur’an. Orang yang sukses meraih kemenangan pasca Ramadhan meneruskan budaya belajar dan mempelajari isi kandungan Al Qur’an itu sesuai riwayat dari Anas bin Malik Nabi bersabda: “Terangi rumah kalian dengan sholat (sunah) dan bacaan Al Qur’an” (HR. Al Baihaqi).

    Al Qur’an dibaca setiap sholat dan sesudah sholat khusuk sholat Maghrib jelang ‘Isya dan sholat subuh hingga waktu syuruq. Dengan budaya baca dan mempelajari isi kandungan Al Qur’an ini maka umat Islam menjadi pelopor karakter cerdas yang mampu merespon informasi secara kritis dan konstruktif. Hal ini menjadi modal utama umat Islam tidak mudah percaya apalagi menyebarkan berita bohong hoax vandalisme dan ungkapan yang mengandung unsur kebencian.

    Pelajaran lain dari latihan berpuasa sepanjang Ramadhan adalah merasakan secara langsung kehidupan masyarakat miskin yang lapar dan haus. Tidak makan dan minum bagi orang yang berpuasa berbatas waktu dengan jadwal Maghrib. Sebaliknya, kelaparan bagi mereka yang miskin tidak memiliki kepastian berakhir. Latihan ini melahirkan sikap empati dan kepedulian terhadap sesama dengan gerakan berbagai. Mulai berbagi makanan, paket sembako, hingga penggalangan dana untuk membuka usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat terdampak Covid-19. Empati dan kepedulian sosial juga terlihat pada perilaku anti korupsi dan memastikan seluruh bantuan jaring pengaman sosial tersalurkan kepada yang berhak.

    Kepedulian ini terus dirawat dengan melembagakan gerakan amal umat menghimpun zakat infak sedekah dan wakaf. Gerakan sedekah yang paling sederhana adalah menyisihkan jatah alokasi anggaran makan siang (saat berpuasa) untuk membantu fakir miskin dan anak terlantar. Gerakan berbagi makanan di lingkungan warga mencegah terulangnya peristiwa kematian anggota keluarga miskin akibat kelaparan di masa Pandemi Covid-19.

    Tradisi lain di bulan Ramadhan adalah peningkatan konsumsi untuk sedekah. Peningkatan konsumsi memiliki manfaat ganda. Konsumsi untuk sedekah membantu masyarakat yang memiliki daya beli rendah. Di sisi lain meningkatkan kegiatan produksi yang berimplikasi pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan tabungan masyarakat. Manfaat peningkatan konsumsi menjadi berlipat ganda ketika disertai bela beli terhadap produk barang dan jasa dari warga sekitar. Misalnya, dalam pembayaran zakat fitrah. Jamaah membeli beras dari unit bisnis milik Masjid. Beras masjid diperoleh dari hasil aset wakaf sawah yang dikelola riungan tani warga sekitar. Kemudian zakaf fitrah dibagikan kepada kelompok keluarga miskin yang membutuhkan. Dengan demikian sirkulasi uang barang dan jasa berputar dari oleh dan untuk masyarakat sehingga terciptalah demokrasi ekonomi sebagai jalan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

    Demikian lah cara kita merayakan kemenangan Iedu Fitri pada masa Pandemi. Piala kemenangan Ramadhan ini dapat dinikmati terus hingga Ramadhan tahun depan. Semoga dengan membudayakan kedisiplinan, kebersihan, kecerdasan dalam menyikapi persoalan, kepedulian dan bela beli itu dalam kehidupan nyata kita dapat mengatasi dampak Covid-19 dan sukses memasuki masa “new normal” pasca Pandemi.

    Wallahu a’lam.

    **Ketua Satgas Covid-19 MUI Provinsi Banten

  • Benar itu Kadang Pahit

    Benar itu Kadang Pahit

    DALAM Islam, ada prinsip “qulil haq walau kaana murran”, yang bermakna bahwa “sampaikanlah kebenaran walau terasa pahit”. Dalam bahasa saya, prinsip ini dikenal dengan jargon idealisme.

    Prinsip ini sejatinya mengandung pertentangan dengan adagium bahwa “tidak setiap yang benar adalah baik”. Ada banyak situasi dimana kita merasa ewuh pakewuh saat akan menyampaikan kebenaran, karena khawatir dimaknai salah, atau menimbulkan ketersinggungan.

    Prinsip diatas, merupakan sikap seseorang yang menyampaikan atau melakukan pembelaan atas sebuah perkara karena benar. Bukan membela karena dekat, sahabat, kerabat, seetnis, segolongan, bahkan seiman, atau seagama.

    Benar itu, bukan otoritas moral yang ada pada agama tertentu. Benar itu, “ada” dalam tiap agama. Eit, jangan dulu ngegas! Ini tidak lantas bermakna menganggap bahwa setiap agama adalah benar. Itu beda!

    Pluralisme itu bukan meyakini bahwa setiap agama itu sama, dan dengan demikian semuanya benar. Tapi “meyakini seluruhnya akan benarnya agama sendiri, dan mengakui ada kebenaran pada agama lain”. Ada lho!

    Poros kesamaan yang terdapat pada ajaran lintas agama itu adalah kebenaran berdasarkan kemanusiaan. Ramah dan menolong misalnya. Dua sifat ini bukan hanya perkara baik pada ajaran agama tertentu. Saya yakin, semua agama punya pandangan sama; bahwa ramah dan menolong adalah sifat baik.

    Dengki dan dzalim adalah perbuatan buruk. Saya sekali lagi yakin, keduanya dianggap buruk bukan hanya oleh agama tertentu. Tapi semua agama sepakat mengamininya; bahwa dengki dan dzalim adalah buruk.

    Jadi, yang menyatukan sikap karena kesamaan cara pandang adalah karena keberpihakan pada kebenaran, yang ada pada tiap ajaran agama. Bukan keberpihakan kepada kebenaran, karena faktor kesamaan agama.

    Dengan begitu, tidak lantas karena seorang melakukan kesalahan, karena faktor seagama, lalu tetap dibela. Disitulah makna qulil haq walau kana murran mendapatkan tempatnya.

    Atau sebaliknya. Jangan karena seseorang berbeda agama dengan kita lalu melakukan hal yang benar, baik menurutnya maupun menurut kita, lantas tidak mendapatkan pembelaan.

    Bila “pokoknya, mau benar atau salah, kalau seagama, kita bela”, atau “pokoknya, bila dilakukan oleh orang yang tidak seagama, jangankan yang salah, yang benarnya saja kita hantam”, itu bisa ambyar.

    Itulah kenapa kita kerap dihadapkan pada satu situasi, dimana ada orang yang dianggap lebih membela orang beda agama, dibanding pembelaan bagi yang seagama, lalu mengerenyitkan dahi, seperti hampir habis pikir.

    Lalu muncullah anggapan dan stigma nyinyir pada kawan seiman, dan anggapan memuja pada orang beda iman. Padahal, bila kita sportif, gentleman, dan keberpihakan pada kebenaran, sejatinya perbedaan lintas Iman bukan jadi hambatan.

    Gejala itu terjadi akibat konsepsi “pembelaan” dimaknai sepanjang masih dekat, sahabat, kerabat, segolongan, dan seiman. Pembelaan bukan atas dasar kebenaran.

    Saya, kerap menyampaikan pembelaan atas orang yang seagama, karena menurut saya, dia benar. Saya, kadang juga memberikan pembelaan atas orang yang beda agama, karena menurut saya, dia benar. Jadi, pembelaan yang saya lakukan bukan karena faktor kesamaan iman, tapi karena kebenaran.

    “Qulil haq walau kaana murran! Kebenaran itu pahit, Jenderal! Walau demikian, terpaksa aku sampaikan. Demi kebaikan”.

    Wallahualam..

  • Pemerintah Tidak Didengar, Lalu Harus Pakai Cara Apa Lagi?

    Pemerintah Tidak Didengar, Lalu Harus Pakai Cara Apa Lagi?

    INDONESIA saat ini sedang dilanda wabah Covid-19 yang memiliki penyebaran serta penularan virus dengan sangat cepat, hal ini sudah sepatutnya kita waspadai, karena Covid-19 adalah wabah yang serius, virus ini sangat berbahaya serta berpotensi menyebabkan kematian pada pasien yang mengidap Covid-19.

    Penyebaran yang sangat cepat ini membuat pemerintah harus sigap dalam mengambil langkah untuk mencegah penyebaran virus ini lebih luas lagi. Pemerintah sudah memberikan imbauan kepada masyarakat untuk memperhatikan physical distancing, yakni setiap individu harus memperhatikan jarak satu sama lain saat berada di luar rumah.

    Namun sepertinya imbauan ini tidak dihiraukan oleh masyarakat karena masih banyak sejumlah masyarakat yang berada di kerumunan tempat-tempat tertentu dan bersikap seperti biasa saja seolah-olah tidak memperhatikan jarak antara masing—masing individu, padahal seperti yang kita tahu virus ini sangat mudah menular, terlebih lagi apabila kita berinteraksi langsung dengan orang yang terkena virus ini.

    Kita sudah sepatutnya menjaga jarak guna mengurangi potensi terkena Covid-19.

    Kemudian, karena dirasa imbauan mengenai physical distancing kurang efektif dan banyak masyarakat yang tidak menghiraukan imbauan ini, maka pemerintah memutuskan untuk memberlakukan sistem Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus semakin luas serta menekan angka penularan.

    PSBB ialah suatu sistem yang mengatur tentang pembatasan disuatu wilayah, PSBB memberikan suatu pembatasan mengenai terlaksananya beberapa kegiatan guna mencegah penyebaran Covid-19 di wilayah tersebut.

    Kegiatan apa saja yang dibatasi?

    Sekolah dan Universitas ditutup dan siswa maupun mahasiswa belajar di rumah, kegiatan bekerja dibatasi, penutupan tempat ibadah untuk umum, tidak melaksanakan kegiatan di tempat umum yang melibatkan orang banyak, kegiatan sosial budaya yang melibatkan orang banyak sementara diberhentikan, pembatasan penggunaan transportasi umum hanya boleh membawa 50 persen jumlah penumpang, untuk kendaraan pribadi motor tidak diperbolehkan membawa penumpang kemudian untuk mobil pribadi dari kapasitas kursi dikurangi 50 persen, misalnya kursi tersedia untuk 6 penumpang maka yang boleh diisi hanya 3 kursi, dan seluruh pengendara maupun penumpang wajib menggunakan masker.

    Apabila masyarakat Indonesia melaksanakan PSBB dengan tertib dan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pemerintah, maka tentu saja bisa menghambat penyebaran virus yang sangat cepat.

    Akan tetapi penerapan PSBB ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah, masih banyak sekali masyarakat yang melanggar aturan PSBB, seperti berpergian keluar rumah tanpa masker, berkerumun disuatu tempat contohnya seperti di pasar maupun di bazar Ramadan, masih melaksanakan solat tarawih secara berjamaah walau sudah ada larangan, bahkan banyak anak muda yang masih bisa “haha hihi” berkumpul bersama teman-teman sebayanya tanpa berpikir betapa bahayanya virus ini.

    Dan seperti yang akhir-akhir ini sedang ramai diberitakan yakni pada acara penutupan McDonald’s Sarinah, masyarakat berbondong-bondong datang ke lokasi tersebut hanya untuk melihat penutupan restoran cepat saji ini, mereka berkumpul serta berdesakan tanpa memperhatikan physical distancing, seolah melupakan keberadaan virus ini.

    Meski sudah diberi imbauan hingga bahkan memperketat aturan PSBB, tetapi tetap saja ada masyarakat yang terus membandel tanpa peduli diri sendiri dan ligkungan disekitarnya.
    Teguran dari sesama masyarakat tidak didengar, teguran dari pihak yang berwajib tidak didengar, bahkan imbauan dari pemerintah juga tidak didengar.

    Lalu harus pakai cara apa lagi?

    Atau mungkin selama ini ada yang salah dari segi penyampaian?

    Organizational Performance
    Organisasi atau lembaga wajib memberikan segala apapun yang terbaik dimiliki oleh lembaganya kepada khalayak agar dapat menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara lembaga dengan khalayak.

    Pemerintah dapat menggunakan taktik ini, karena jika pemerintah memberikan yang terbaik untuk masyarakatnya maka dengan sendirinya akan terjalin hubungan yang baik antara pemerintah dengan masyarakat yang nantinya akan mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti apa yang dianjurkan oleh pemerintah.

    Audience Participation
    Partisipasi audiens menjadi salah satu hal yang perlu diberikan perhatian agar apa yang ingin dicapai bisa terlaksana.

    Pemerintah dapat menggunakan taktik ini untuk menarik partisipasi masyarakat mencegah penyebaran Covid-19 ini.

    Bisa dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai bahaya Covid-19, cara pencegahan, apa itu physical distancing, apa itu PSBB serta aturan dan teknis berjalannya, pengetahuan tersebut dapat disampaikan ke masyarakat melalui akun media sosial pemerintah, contohnya melalui akun Instagram humas pemprov masing-masing provinsi.

    Bentuk pesan yang menarik serta mudah dimengerti akan menarik minat audiens.

    Transparent Communication
    Lembaga memberikan transparansi kepada khalayaknya, sehingga khalayak ini dapat memahami lembaga serta mendukung segala bentuk kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga.

    Penggunaan transparent communication dapat diterapkan oleh pemerintah agar masyarakat mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi.

    Contoh dengan memberi transparasi data berapa banyak jumlah ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), serta yang terkonfirmasi positif Covid-19 di wilayah tersebut.

    Sehingga masyarakat mengetahui betapa gentingnya situasi yang tengah dihadapi saat ini.

    Bagaimanapun juga masyarakat memiliki hak untuk mengetahui data tersebut, agar tidak menganggap sepele wabah Covid-19 serta lebih waspada menghadapi wabah yang ada saat ini.

    Dari beberapa taktik yang telah dipaparkan, dapat digunakan pemerintah untuk menyampaikan anjuran dalam mencegah penyebaran Covid-19 kepada masyarakat.

    Selain pemerintah yang harus memperhatikan cara penyampaian informasi ini semua kembali lagi pada kesadaran diri kita masing-masing sebagai masyarakat untuk membantu mencegah penyebaram Covid-19 dengan mengikuti anjuran yang sudah disampaikan oleh pemerintah.

    Mari kita bersama-sama membantu para tenaga medis dan pemerintah untuk melawan Covid-19 dengan cara tidak keluar rumah apabila tidak ada urusan yang mendesak.

    *Penulis merupakan mahasiswa semester 4, Prodi Ilmu Komunikasi, Public Relations, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

  • Ketika Terserah Berbalik Arah

    Ketika Terserah Berbalik Arah

    AKHIR-akhir ini lagi ramai orang-orang bicara “terserah”. Diksi ini lagi viral. Populer di kalangan pengguna media sosial. Ada yang tahu bagaimana asbabul wurudnya sehingga “terserah” menjadi ramai?

    Kalau tidak salah, diksi itu populer sejak dijadikan judul lagu oleh seorang rapper Indonesia, Willy Winarko. Dalam liriknya, Willy menyentil kebijakan pemerintah sekaligus juga menyindir perilaku masyarakat.

    Mulai dari ulah warga yang ramai datang ke Sarinah, pelonggaran PSBB, bandara yang ramai, naiknya iuran BPJS, konser musik di Jakarta, hingga pengesahan UU Minerba.

    Karena sebagian dari kita kurang teliti dalam mencecap liriknya, lagu itu kemudian dianggap sebagai perwakilan suara rakyat dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah.

    Hingga ada yang menimpalinya dengan PSBB sebagai “Peraturan Suka Berubah-ubah”. Lagu itu berseliweran di jagat media sosial. Khususnya di WhatsApp Group, dengan caption kritik terhadap rezim.

    Diawal kemunculannya, oleh sebagian dari kita lagu itu dijadikan sebagai protes terhadap rezim. Tapi trend itu tidak lama. Karena kini malah sebaliknya. Berbalik arah!

    Ditengah himbauan pemerintah, baik untuk tidak mudik dan tidak berkumpul di ruang publik, kini masyarakat malah melakukan hal sebaliknya. Mudik, konser musik, mall dan pasar malah menjadi ramai.

    “Terserah”, akhirnya digunakan juga oleh para pendukung rezim dan dialamatkan pada warga yang dianggap bandel. “Terserah, mau mudik atau mau kumpul. Resiko silakan tanggung masing-masing”. Begitu kira-kira.

    Bahkan, kini para tim medis pun seolah menunjukkan pesimismenya dengan menggunakan kata terserah. Sembari menggunakan APD lengkap, mereka memegang kertas bertuliskan “terserah”. Lalu, jpret difoto.

    Seolah mereka ingin mengatakan “Selama ini kami menjalankan tugas melakukan pertolongan bagi penyembuhan pasien. Bantu kami antara lain dengan cara sosial distancing!”.

    Bila kini mereka juga larut dalam “terserah”, seperti ingin mengatakan “Ya sudahlah! Silakan kalian lakukan apapun yang kalian mau. Bila kena covid, itu resiko kalian. Eh, itu akan tetap kami tolong”.

    “Terserah” kali ini dipakai bersama oleh kedua kelompok. Mengapa bisa begitu? Karena tafsir tergantung dan terserah masing-masing. Silakan tafsirkan saja sesuai keinginan. Terserah kalian.

    Mau suka atas postingan ini, terserah.

    Mau tak sepakat atas tulisan ini, juga terserah.

    Yang suka dan ngasih “like”, terserah.

    Hanya baca lalu suka tanpa ngasih “like” juga terserah.

    Mau komentar dan berikan dukungan, terserah.

    Komentar bernada penolakan juga, terserah.

    Mau acuh terserah. Mau abai juga terserah.
    Terserah Terserah!(*)

  • Gak Perlu Galau, Ini Tips Lebaran #dirumahaja Jadi Menyenangkan

    Gak Perlu Galau, Ini Tips Lebaran #dirumahaja Jadi Menyenangkan

    Momentum lebaran adalah momen kehabagiaan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam dibelahan dunia manapun. Setelah satu bulan lamanya menahan haus dan lapar, saatnya meraih kemenangan dihari yang fitri.

    Momen bahagia ini dirayakan tak terkecuali oleh muslim Indonesia. Namun, banyak tradisi yang biasa dilakukan saat lebaran akan terasa berbeda tahun ini, diantaranya bersalam-salaman, silaturahmi kerumah-rumah tetangga, bahkan sampai makan bersama teman atau kerabat, karena suasana lebaran yang diselimuti wabah pandemi Covid 19.

    Kita diharuskan agar menjaga jarak, tidak boleh berkumpul, sehingga sholat Eid dan perayaan lebaranpun harus #dirumahaja.

    Eits, tak perlu khawatir, simak 4 tips berikut ini yang akan membuat lebaran #dirumahaja jadi menyenangkan:

    1. Ucapan Seru Lewat Digital
    Walaupun lebaran tahun ini #dirumahaja tapi bukan berarti kita tidak bisa saling bermaaf-maafan dan saling menyambut momen bahagia ini dengan antusias lho, kita bisa mengucapkan selamat hari raya idul fitri ke keluarga, kolega, teman dan tetangga melalui video call maupun text bergambar.

    2. Membuat Kue Lebaran Sendiri
    Nah, bagi kaum milenial mungkin rasanya sudah seperti mimpi bisa ikut membantu ibu membuat kue lebaran dirumah. Saat yang tepat nih, kita bisa ajak semua anggota keluarga untuk ikut berpartisipasi dalam membuat kue lebaran ini. Selain bisa belajar hal baru, juga bisa lebih dekat secara emosional.

    3. Menonton Film Yang Kamu Sukai
    Kegiatan yang satu ini bisa kita lakukan di family room bersama keluarga tercinta, ayah, ibu, kakak, adik. Pilihlah film-film bergenre komedi atau keluarga dan kita bisa menikmatinya sambil curhat bersama dan juga sambil makan cemilan kue lebaran yang sudah kita buat bersama sebelumnya. Sehingga membuat suasana menjadi lebih gembira.

    4. Bermain Games Traditional
    Kita semua tahu bahwa di era modern sekarang ini semua games sudah berbasis teknologi. Namun, kita bisa mencoba flash back ke permainan masa kecil dulu yaitu seperti ular tangga, monopoli. Nah, serunya lagi permainan ini bisa dimainkan oleh semua anggota keluarga dari yang usia belia sampai usia senja seperti kakek dan nenek kita.

    Semoga dengan adanya 4 tips diatas bisa membuat lebaran kita jadi lebih seru dan menyenagkan bersama keluarga tercinta walaupun #dirumahaja.

    Jangan lupa untuk tetap menyelipkan doa agar Indonesia segera terbebas dari wabah virus ini.

    Minal Aidin Wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin.