Tag: Pancasila

  • Bicara Di Rakornas Kepala BPSDM Se-Indonesia

    Bicara Di Rakornas Kepala BPSDM Se-Indonesia

    JAKARTA, BANPOS – Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Karjono Atmoharsono, menyoroti pentingnya internalisasi nilai Pancasila dalam pengembangan kompetensi karakter kebangsaan bagi aparatur sipil negara atau ASN.

    Hal itu disampaikan Karjono saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) se-Indonesia yang diselenggarakan di Hotel Borobudur, belum lama ini.

    Karjono menegaskan, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa tidak hanya terbatas pada pengembangan aspek intelektual semata, tetapi juga melibatkan pembentukan karakter yang kuat dan berakar pada nilai-nilai luhur Pancasila.

    Karjono menjelaskan, Pembukaan UUD 1945 secara tegas menyatakan tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harus fokus pada pembentukan karakter yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

    “Hal ini akan membantu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta membangun fondasi kuat untuk masa depan yang lebih baik,” kata Karjono.

    Dia pun menekankan langkah konkret yang diambil dalam rangka pembangunan karakter bangsa berlandaskan nilai Pancasila yaitu dengan dilaksanakannya Diklat PIP (Pembinaan Ideologi Pancasila) bagi para ASN. Pembinaan Pancasila ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan BPIP Nomor 2 Tahun 2020.

    Karjono lalu mengungkapkan keprihatinannya terhadap hasil survei dari Setara Institute, yaitu sekitar 83,3 persen pelajar SMA beranggapan Pancasila dapat diubah. Padahal, menurut dia, ideologi negara adalah ideologi yang harus dipertahankan. “Di era globalisasi, para milenial sangat rentan terpapar ideologi radikal melalui media sosial yang mengakibatkan ideologi Pancasila terkikis habis,” paparnya.

    Menurut dia, hal ini disebabkan oleh penghapusan TAP MPR II Tahun 1978, dan pembubaran lembaga BP7 pada era reformasi serta penggantian UU Sisdiknas yang menghilangkan mata ajar Pancasila.

    Pancasila mulai dihidupkan kembali pada masa Taufik Kiemas sebagai Ketua MPR dengan membentuk empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.

    Saat ini juga telah lahir PP 4 Tahun 2022 tentang Standar Pendidikan Nasional. Dalam PP tersebut terdapat ketentuan wajib mata ajar Pancasila mulai dari PAUD hingga pendidikan tinggi. Bahkan pendidikan formal maupun nonformal.

    “Selain PP tersebut, terdapat juga Keppres 24 Tahun 2016 yang menegaskan pentingnya sejarah Pancasila. Berdasarkan ketentuan tersebut, diadakanlah Upacara Hari Lahir Pancasila yang melibatkan pengibaran bendera pusaka oleh Paskibraka tingkat pusat,” ujarnya.

    Karjono menambahkan, upacara Hari Lahir Pancasila tahun ini menjadi yang teristimewa karena pengibaran bendera pusaka oleh Paskibraka, dan terbesar selama ini, karena tidak hanya dilaksanakan di 553 Kabupaten/Kota/Provinsi di seluruh penjuru tanah air, tetapi juga diikuti oleh jajaran Pangdam, Kapolda, serta pejabat tinggi pemerintahan lainnya.

    Peringatan Hari Lahir Pancasila tahun ini menjadi momen yang sangat penting untuk mengingat kembali jasa-jasa para pendiri bangsa, utamanya Bung Karno yang telah menggali, menggagas dan ikut merumuskan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara.

    Terakhir, Karjono mengingatkan pentingnya integritas. “Pemimpin yang baik melibatkan pengembangan integritas yang kokoh dalam hal kebersihan dan nilai-nilai berakhlak,” tutupnya.(RMID)

  • Spirit Pancasila dalam Moderasi Beragama

    Spirit Pancasila dalam Moderasi Beragama

    Opini oleh : Dr. Ali Muhtarom
    Wakil Dekan III FTK UIN SMH Banten

    Spirit Pancasila telah membangkitkan persatuan para founding fathers dalam merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan titik temu sekaligus jambatan penghubung antar semua elemen bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Sebagai hasil konsensus kebangsaan dan kenegaraan, Pancasila merupakan hasil akomodasi dari berbagai ideologi keagamaan yang diyakini dan diserap kebenarannya oleh segenap rakyat, bangsa, dan negara Indonesia.

    Pancasila yang merupakan refleksi dari keragaman ideologi di Indonesia berubah menjadi suatu ideologi pemersatu bagi seluruh masyarakat, umat beragama, dan rakyat Indonesia dalam menjalani kehidupan bersama dalam bingkai NKRI.
    Kemajmukan dan keragaman bangsa satu sisi bisa menjadi masalah atau acaman bagi harmonitas kehidupan antar umat beragama di Indonesia, namun pada sisi lain kemajmukan dan keragaman ini dapat menjadi modal sosial keagamaan yang sangat berpotensi positif bagi bangsa dan negara Indonesia. Keragaman tersebut akan menjadi ancaman bagi harmonitas antar umat beragama manakala tidak dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah dan segenap masyarakat Indonesia.

    Kemajmukan akan dijadikan sebagai jurang pemisah antara satu agama dengan agama lainnya yang berbasis egoisitas dan isme masing-masing agama, sehingga menimbulkan gesekan-gesekan dalam kehidupan antar umat beragama. Atau kemajmukan ini dijadikan sebagai ajang kontestasi sosial dan politik yang tidak sehat, selalu menggebu-gebukan polarisasi antar umat beragama, dan lain sebagainya, sehingga tidak ditemukan lagi kata kita yang menunjukkan kebersamaan dalam berbangsa danbernegara, melainkan kata saya, kamu, kami, dan mereka.

    Fakta sejarah tentang Pancasila sebagai pemersatu antar umat beragama tersebut sangat terlihat dalam Lima butir Sila, terutama sila pertama mengajarkan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila pertama ini sangat penuh syarat makna pembebasan manusia dari berbagai bentuk diskriminasi, penjajahan, pembudakan, dan penghambaan terhadap sesama manusia maupun alam lainnya. Sebagai bangsa yang memiliki pengalaman ratusan tahun terjajah, tentu segenap bangsa Indonesia belajar dari pengalaman tersebut dan secara kolektif bertekad untuk terbebas yang sesungguhnya dari sikap saling menjajah dan menguasai antar umat manusia.

    Salah satu ajaran dan doktrin yang paling ampuh dalam membebaskan manusia dari segala bentuk diskriminasi, penjajahan, perbudakan, dan penghambaan adalah doktrin tunggal tentang Keesaan Tuhan. Doktrin tunggal tentang Keesaan Tuhan ini merupakan metode paling ampuh untuk melawan tindakan diskriminasi, perbudakan, dan penjajahan yang dilakukan oleh segelintiran manusia kepada manusia lainnya.

    Ajaran pembebasan inilah sebagai dasar keuat setiap manusia harus berani melawan setiap tindakan dan perbuatan yang berorientasi kepada aktifitas pembudakan dan penjajahan. Karena pada hakekatnya tidak ada sorang manusia pun yang lebih kuasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa, karena pada hakekatnya hanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang paling etis memperbudak hambanya. Tetapi dalam kenyataannya, Tuhan Yang Maha Kuasa pun tidak pernah melakukan pembudakan kepada hambanya dan makhluknya, setiap hamba diberi beban kerja sesuai dengan kemampuannya (لايكلف الله نفسا الا وسعها).

    Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa yang terkandung dalam butir pertama Pancasila tersebut mengajarkan kepada segenap bangsa dan rakyat Indonesia bahwa tidak ada satu orang manusia pun yang boleh melebihi kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Jika Tuhan Yang Maha Esa saja tidak pernah memperbudak dan menjajah hambanya, bagaimana mungkin hambanya akan memaksakan kehendak kepada sesama hamba, lebih-lebih memperbudak dan menjajah antar sesama hamba. Sehingga, sangat tidak etis jika ada seorang hamba yang ingin mendiskriminasi, menjajah, dan memperbudak sesama hamba, sedangkan Tuhan Yang Maha Esa saja yang paling kuasa tidak pernah menjajah dan memperbudak hambanya.

    Jadi, konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat dalam butir pertama Pancasila sebagai konsensus nasional Indonesia tentang ideologi negara ini selain bersifat transendental (hubungan baik dengan sang Pencipta/حبل من الله) pemersatu dan titik temu antar sesama umat beragama di Indonesia, juga bersifat sebagai pemersatu dan jambatan penghubung horizontal (حبل من الناس) antar semua anak bangsa dan segenap warga negara Indonesia yang meyakini Keesaan Tuhan, atau yang berkeyakinan tentang kehadiran atau eksistensi Tuhan di setiap gejala alam dan sosial masyarakat yang terjadi di dunia ini.

    Ajaran atau doktrin Pancasila tentang Ketuhanan Yang Maha Esa ini di satu sisi dapat memperkuat atau meneguhkan keyakinan keagamaan umat beragama, lebih khusus dalam persoalan keimanan yang bersifat personalitas atau pribadi setiap umat beragama. Sisi lain, doktrin Ketuhanan Yang Maha Esa ini dapat menjadi pererat atau penghubung antar sesama umat beragama, baik yang seiman lebih-lebih lintas iman. Dengan konsep Keesaan Tuhan, seorang hamba akan semakin meneguhkan keyakinan, keimanan, dan keagamaannya bahwa setiap gerak-gerik kehidupan di dunia selalu diawasi oleh Tuhan dan disertai oleh TuhanYang Maha Esa.

    Sedangkan sebagai upaya membangun harmonitas antar umat beragama di Indonesia, doktrin Ketuhanan Yang Maha Esa telah menyadarkan setiap umat beragama bahwa meskipun setiap ajaran agama memiliki konsep tentang ketuhanan yang berbeda-beda, tetapi pada hakekatnya semua agama mengajarkan dan meyakini tentang keesaan Tuhan. Luasnya perbedaan konsep ketuhanan antar satu agama dengan agama lainnya, tidak akan mampu menandingi luasnya persamaan antar satu agama dengan agama lainnya.

    Dalam rangka menjaga dan melestarikan harmonitas antar umat beragama dan untuk menghindari perpecahan dan percerai-beraian atas dasar perbedaan agama antar anak-anak bangsa, maka sangat penting negara mempelopori semangat memegang teguh nilai-nilai moderasi beragama dalam menjalani keidupan berbangsa dan bernegara.
    Moderasi beragama sebagai langkah positif negara dalam mengelola keanekaragaman dan kemajmukan masyarakat Indonesia yang berbasis pluralitas keagamaan.

    Melalui pengelolaan kebangsaan dan kenegaraan yang berbasis moderasi beragama, semua umat beragama di Indonesia tidak akan ada yang dirugikan. Ajaran kuat dalam moderasi beragama adalah memposisikan semua umat beragama dalam dataran yang sama, tanpa ada salah satu agama yang diunggulkan maupun diminoritaskan. Semua agama beserta umat beragamanya diposisi dalam martabat yang seimbang, tanpa memandang mayoritas dan minoritas.

    Dalam moderasi beragama tidak lagi dikenal istilah mayoritas dan minoritas, melainkan bersama-sama sebagai umat beragama yang meyakini eksistensi Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat, lebih-lebih dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Menjaga harmonitas antar umat beragama di Indonesia melalui moderasi beragama sangat penting, mengingat potensi polarisasi antar umat beragama yang dipicu oleh kepentingan politik dan dinamika pasar yang tidak sehat.

    Sehingga, potensi kekacuan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan sangat ditentukan oleh kondisi persatuan keummatan umat beragama di Indonesia, begitu juga dengan potensi stabilitas kehidupan sosial masyarakat di Indonesia juga sangat ditentukan oleh hubungan yang damai antar sesama umat beragama dan antar lintas umat beragama.(*)

  • Pancasila sebagai Ideologi Pemersatu Umat Beragama

    Pancasila sebagai Ideologi Pemersatu Umat Beragama

    Oleh : Dr. Ali Muhtarom

    Dosen UIN SMH Banten

    Tidak ada seorang pun membantah bahwa keanekaragaman agama dan keragaman umat beragama di Indonesia merupakan fakta sosial, artinya setiap orang menyadari dan mengakui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari beranekaragam agama beserta umat beragamanya.

    Meskipun demikian, bukan berarti bangsa dan negara Indonesia yang merupakan gabungan dari ribuan kepulauan di Nusantara ini tidak memiliki permasalahan atau persoalan sosial masyarakat di bidang keragaman agama.

    Persoalan pertama muncul dari ajaran keagamaan yang bersifat jastifikasi kebenaran tunggal atau hanya ajaran agama tertentu yang paling benar. Persoalan kedua adalah bahwa setiap agama memiliki visi-misi untuk memperbanyak umat dan mempertahankan umatnya. Setiap agama hampir mengajarkan kepada umatnya atau pemeluknya tentang doktrin keagamaannya.

    Dari perspektif atau kacamata ideologi keagamaan tersebut tentu sangat bisa dipahami, karena salah satu cara efektif setiap agama untuk mempertahankan umatnya adalah dengan cara menanamkan keyakinan dan ideologinya kepada pemeluknya melalui jastifikasi kebenaran ajrannya.

    Jastifikasi dan doktrin kebenaran tunggal inilah yang kemudian menjadi amunisi ampuh setiap pemeluk agama melabuhi sifat baik manusia untuk mengajak manusia lain ke jalan yang baik dan benar.

    Secara fitrah dan naluriahnya, setiap manusia menghendaki untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia dan alam semesta lainnya. Sehingga, wajar apabila setiap orang dengan sekuat tenaga akan mengajak orang lain untuk berbuat baik dan berprilaku seperti apa yang diyakininya.

    Meskipun ada sebagian orang yang dikuasai oleh kepentingan pribadinya, seperti mengajak orang lain berbuat baik agar diri pribadinya dapat imbalan atau keuntungan, baik imbalan yang bersifat duniawi maupun iming-iming kebaikan di akhirat.

    Namun demikian, kedua ajaran keagamaan sebagai mana disinggung di atas tersebut berpotensi membahayakan dalam konteks keragaman beragama. Hal tersebut karena setiap agama akan melakukan kontestasi dan menghalalkan segala cara untuk menyebarkan ajaran keagamaan yang dianggap paling benar di satu sisi. Kemudian di sisi lain juga akan mengajak umat agama lain untuk memeluk kebenaran agama yang diyakininya.

    Pada dasarnya, kontestasi setiap agama dalam memperbanyak umat beragamanya tidak akan menjadi persoalan atau masalah sepanjang masih dalam koredor kesepakatan atau konsensus bersama semua agama yang ada. Hanya saja, masalah akan timbul jika semua agama mempertahankan egoisme ideologi kebenaran tunggal yang mereka yakini, lebih berbahaya lagi jika setiap agama mempertahankan egoisme ideologinya itu dengan refresif atau menghalalkan segala cara, termasuk cara-cara kekerasan, mengeluarkan darah orang, hingga menghilangkan nyawa orang lain (pembunuhan).

    Semua umat beragama sangat menyadari bahwa setiap agama yang dipeluk dan ajaran keagamaan yang diimani mengajarkan tentang nilai-nilai humanitas atau kemanusiaan. Ajaran humanitas keagamaan ini hakekatnya tidak pernah memandang suku, golongan, kelompok, ras, warna kulit, dan lain sebagainya. Artinya, setiap agama mengajarkan semua umatnya untuk berbuat baik atas dasar nilai-nilai universal kemanusiaan, berbuat baik tidak mengenal suku, golongan, kelompok, ras, warna kulit, kebangsaan, dan lain sebagainya.

    Selain nilai kemanusiaan yang diajarkan atau ditanamkan oleh agama terhadap semua pemeluknya, agama juga mengajarkan tentang persatuan atau persaudaraan. Misalnya Islam mengajarkan pemeluknya untuk selalu menjaga hubungan persatuan dan persaudaraan, baik persaudaraan antar Muslim (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan sebagai sesama manusia (ukhuwa basyariyah), maupun persaudaraan sebagai warga bangsa (ukhuwah wathaniyah). Ajaran-ajaran fundamental agama menekankan pada upaya menjaga solidaritas dan soliditas antar sesama iman dan antar sesama manusia, meskipun berbeda agama dan keyakinan.

    Pada saat yang sama, agama-agama selain Islam juga mengajarkan umatnya tentang persaudaraan dan persatuan. Menariknya, ajaran mulia tentang pentingnya menjaga persatuan dan persaudaraan ini sudah terukir rapi dalam sila ketiga Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Keberadaan Sila Ketiga dalam Pancasila ini secara langsung mengajarkan segenap masyarakat Indonesia bahwa, jika dalam agama dikenal istilah persatuan dan persaudaraan antar sesama iman dan antar sesama manusia yang bersifat lintas iman, maka kesepakatan bersama para pendiri bangsa Indonesia mengajarkan anak-anak bangsanya tentang persaudaraan dan persatuan antar anak sesama bangsa).

    Persatuan antar sesama anak bangsa ini lebih kuat daripada solidaritas dan soliditas antar agama dan antar lintas agama yang bersifat transnasional di era negara bangsa (nation state) hari ini.

    Keberadaan persaudaraan dan persatuan antar anak bangsa diharapkan mampu menjadi penghubung yang erat antar umat beragama di Indonesia. Apabila dalam suatu keadaan anak-anak bangsa Indonesia tercerai berai oleh perbedaan ideologi dan ajaran keagamaan, maka persatuan bangsa Indonesia akan terganggu yang dikhawatirkan terjadi beragam konflik.

    Putra-Putri bangsa tidak boleh bercerai-berai karena perbedaan yang pada hakekatnya dapat diselesaikan dengan duduk bersama melalui musyawarah untuk mufakat. Putra dan putri bangsa harus terus menjaga rumah besar yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Realitas keberagaman kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara tersebut jika tidak secepat mungkin disadari akan memicu disharmonitas antar anak bangsa. Bisa jadi Agama yang dahulunya sebagai amunisi paling ampuh membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia akan berubah satus menjadi Agama sebagai alat peruntuh utama dalam membubarkan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Sehubungan dengan itu, untuk menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara perlu hadir merangkul semua golongan umat beragama agar meresapi kembali nilai-nilai yang sudah disepakati bersama oleh para pendiri bangsa yang terdiri dari beragam aliran kepercayaan. Pancasila merupakan titik temu atau jambatan penghubung antar semua elemen bangsa Indonesia yang beraneka ragam.

    Oleh karena itu, sebagai hasil konsensus kebangsaan dan kenegaraan, Pancasila merupakan hasil akomodasi dari berbagai ideologi keagamaan yang diyakini dan diserap kebenarannya oleh segenap rakyat, bangsa, dan negara Indonesia. Sehingga, Pancasila yang merupakan refleksi dari keragaman ideologi di Indonesia berubah menjadi suatu ideologi pemersatu bagi seluruh masyarakat, umat beragama, dan rakyat Indonesia dalam menjalani kehidupan bersama, lebih khusus dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dalam bingkai NKRI. (*)

  • Pidato PRD Dalam Rangka Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020

    Pidato PRD Dalam Rangka Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020

    Assalamualaikum Wr. Wb.
    Salam adil makmur untuk seluruh rakyat Indonesia.

    Tak lupa saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir batin.

    Saudara sebangsa dan setanah air, hari ini 1 Juni adalah hari lahir Pancasila.

    Mari kita selalu mengingat perjalanan sejarah bangsa kita, agar ke depan kita tidak mengulang kesalahan di masa lampau.

    Kepada para Pendahulu kita yang telah berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu Penjajahan, mari kita doakan agar segala amal baiknya diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

    Saudara-saudaraku,

    Setelah munculnya Covid19 di Wuhan pada akhir tahun 2019, kemudian meluas menjadi wabah pandemik yang sampai sekarang masih kita rasakan dampaknya, banyak pelajaran berharga yang kita peroleh untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan.

    Salah satu pelajaran yang terpenting bahwa tugas negara menjamin keselamatan kehidupan rakyat adalah hal yang utama di atas kepentingan apapun, dan kesejahteraan rakyat adalah perjuangan politik yang paling tinggi.

    Sebelum Pandemi Covid19 ini muncul, dunia sedang diguncang oleh massifnya perlawanan rakyat menolak konsep lama, sistem lama yang hanya memberikan ruang hidup untuk segelintir orang menguasai kehidupan umat manusia lainnya.

    Hampir 3 bulan, kita terkurung oleh Pandemi ini, dan kemajuan yang telah dicapai umat manusia, sampai sekarang ternyata belum mampu menghentikan serangan Covid19 ini.

    Di dalam negeri kita sendiri, terjadi kebimbangan, kelambatan, ketidaksiapan, tidak ada soliditas kepemimpinan, tidak ada kesatuan komando, simpang siur informasi….. maka dengan jiwa besar kita harus akui, bahwa secara subyektif kita memang tidak siap menghadapi serangan tiba-tiba Covid19 ini, baik dari aspek anggaran maupun peralatan medis, selain mungkin ada pertimbangan lain yang dijadikan landasan sikap Pemerintah, selain masalah kesehatan.

    Hal ini harus menjadi koreksi, bahwa ada masalah yang harus diperbaiki, baik dari aspek kesehatan, anggaran, ekonomi dan politik.

    Sebelum Pandemi Covid 19 muncul, ada beberapa agenda besar yang sedang dipersiapkan oleh Pemerintah Pusat, seperti Ibu Kota Baru, Omnibuslaw dan pembahasan beberapa UU serta kebijakan yang masih menjadi polemik di tengah masyarakat.

    Di tengah kecemasan dengan banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat, seperti PHK, sektor informal mandeg, pengurangan upah kerja, tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan keputusan Presiden menaikkan iuran BPJS yang sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan pengesahan UU Minerba oleh DPR RI.

    Tindakan tersebut melukai batin masyarakat, di saat mereka menjauhkan diri dari hiruk pikuk kehidupan ekonomi dan politik, dengan tetap tinggal serta kerja di rumah.

    Masyarakat menjadi curiga bahwa ada muatan kepentingan dari Oligarki yang mengambil keuntungan di tengah kecemasan.

    Belum lagi adanya upaya pembungkamman terhadap hak-hak demokrasi rakyat, dalam bentuk intmidasi, teror dan penangkapan terhadap anggota masyarakat yang melakukan kritik kepada pemerintah.

    Ditambah simpang siur kebijakan yang dilakukan Pemerintah seperti BLT, penundaan angsuran kredit dan lain sebagainya, hal tersebut menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah semakin turun.

    Di saat situasi darurat, mestinya pemerintah fokus dalam menghadapi pandemi Covid19, membangun kepemimpinan yang solid, dengan menunda semua agenda, selain agenda menyelamatkan rakyat, baik kesehatan maupun kebutuhan hidup, agar masyarakat merasa tenang karena terpimpin.

    Sebesar apapun musuh dan seberat apapun beban yang harus dipikul oleh negara dan masyarakat, jika bersatu padu akan menjadi ringan dan kita pasti sanggup mengalahkan serta melewati situasi berat ini.

    Masyarakat Indonesia sudah membuktikan tindakan nyata, walau dengan tindakan yang sederhana, mereka sigap menjaga diri dan menjaga kampungnya dengan melakukan isolasi mandiri, memproduksi masker, dan tolong menolong membangun posko distribusi makanan dan bahan makanan.

    Di tengah alam liberal ugal-ugalan, gotong royong yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia terbukti masih kuat di tengah masyarakat dan sanggup menjawab persoalan mendesak masyarakat.

    Kegotong-royongan inilah yang harus dikembangkan baik untuk urusan ekonomi, politik maupun sosial.

    Banyak pelajaran dan banyak hal yang harus dikoreksi untuk dibenahi agar ke depan kehidupan bangsa semakin kokoh, adil makmur dan penuh harapan.

    Dan juga agar negara selalu siap menghadapi situasi apapun, baik normal maupun darurat.

    Kita butuh tatanan baru, tatanan yang sesuai dengan cita-cita proklamasi yang dituangkan dalam preambule UUD 1945 yang di dalamnya berisi tujuan Indonesia merdeka dan Pancasila sebagai dasar negara.

    Tatanan yang pernah ditawarkan Bung Karno dalam SU PBB tahun 1960, di saat dunia pada waktu itu terbelah menjadi blok barat dan blok timur, tatanan baru untuk membangun dunia kembali, yang menjunjung tinggi kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan.

    Membangun kehidupan dunia yang adil dan beradab dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

    Tinggalkan alam liberal yang telah gagal dan mendapatkan perlawanan rakyat di mana-mana, dengan percaya kepada kekuatan sendiri, mari kembali menegakkan serta melaksanakan Pasal 33 UUD 45.

    Karena sesungguhnya bukan hanya demokrasi politik saja yang dicita-citakan oleh para pendiri Bangsa, tetapi juga demokrasi ekonomi, Sosio Demokrasi, dengan menjadikan masyarakat sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

    Sejak awal berdiri kita telah membagi konsep pembangunan ekonomi itu menjadi 3, yaitu BUMN, KOPERASI dan SWASTA.

    Akan tetapi walau Kepemimpinan Nasional silih berganti, hanya swasta yang selalu diistimewakan, termasuk swasta asing, BUMN masih belum mampu menjadi pilar utama ekonomi dan ekonomi rakyat dalam bentuk koperasi dilupakan untuk dibangun dan dikembangkan.

    Akibatnya terjadi ketimpangan, dan dalam situasi darurat seperti ini, di saat semua negara sedang mengamankan kepentingan dalam negerinya masing-masing, sangat terasa betapa keroposnya ekonomi nasional kita.

    Pandemi telah memberikan pelajaran, semua negara berjuang mengamankan dalam negeri nya masing-masing, dari masalah alat kesehatan, bahan makanan maupun keuangan.

    Untuk itu sudah saatnya kita memulai kembali membangun industri nasional, agar tidak terus menerus tergantung kepada modal asing, tinggalkan pemikiran lama itu, ubah cara pandang agar Indonesia mandiri di atas semangat gotong royong.

    Hanya negara yang memiliki industri nasional yang kuat, ekonomi bisa mandiri dan sanggup bertahan menghadapi situasi apapun.

    Untuk itu jadikan Pancasila sebagai filosofi, dasar dan bintang arah bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuannya.

    Jangan hanya menjadikan Pancasila sebagai gincu dan tameng politik, tetapi tidak pernah dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Semoga kita semua selamat dan keluar dari Pandemi Covid19 ini.

    Kita pasti bisa,

    Mari Bersatu, Wujudkan Kesejahteraan Sosial, Menangkan Pancasila.

    Terimakasih,

    Wasalammualaikum Wr. Wb.