Tag: Parenting

  • Tak Sadar Eksploitasi Anak

    Tak Sadar Eksploitasi Anak

    Di era modern ini, masyarakat semakin sering untuk mengabadikan berbagai momen karena kemudahan teknologi. Bahkan, dalam sebuah Smartphone, kini lebih diutamakan kualitas kamera dibandingkan komponen lain, karena masyarakat saat ini saling berlomba-lomba menjadi yang paling ‘eksis’ dibandingkan yang lainnya.

    Tak terlepas untuk mereka para orang tua yang memang selalu melakukan dokumentasi terhadap anak-anak mereka demi berbagai kepentingan, mulai dari sekadar mengabadikan momen untuk kenangan, hingga kepentingan hasrat ‘eksis’ tadi dengan mengharap pujian dan “like”, untuk anak-anaknya yang sedang lucu-lucunya.

    Sebenarnya, tidak ada niatan untuk menulis ini, namun setelah saya sedikit bercerita kepada redaktur saya tentang hasil diskusi saya bersama berbagai pegiat dan aktivis yang berfokus kepada anak dan perempuan, ia menyarankan dengan sedikit memaksa agar hasil diskusi tersebut disalurkan melalui tulisan di kolom Vox Populi yang kini ada di koran Banten Pos.

    Sebelumnya, saya yang sebagai Wartawan Banten Pos untuk wilayah Lebak pada awal 2023 lalu bergabung dalam Media Sahabat Anak Kabupaten Lebak. Selain bertemu dengan berbagai Wartawan, saya juga banyak berdiskusi dengan pegiat dari berbagai instansi dan lembaga baik dari pemerintah maupun organisasi independen.

    Baru-baru ini, saya melakukan diskusi terkait ‘eksploitasi anak’ yang sangat jarang disadari oleh masyarakat atau bahkan oleh orang tuanya sendiri.

    Hal ini berkaitan dengan apa yang saya tulis di awal, banyak orang tua bahkan orang dewasa yang secara terus menerus melakukan dokumentasi melalui foto maupun video, hanya untuk kepuasan pribadi tanpa memikirkan bagaimana perasaan anak yang bisa saja secara mental mereka, enggan atau merasa risih saat dipublikasikan seperti itu.

    Dalam salah satu artikel yang pernah saya baca, kegiatan ini bernama Sharenting yang berarti Oversharing dalam Parenting. Menurut ahli hukum asal Amerika, Stacey B. Steinberg, Sharenting tersebut beresiko membahayakan bagi anak mulai dari kejahatan kriminal, penculikan hingga dimanfaatkan oleh pelaku pedofilia atau kelainan sex yang berorientasi kepada anak kecil.

    Selain orang tua, hal yang membuat kami geram dalam diskusi saat itu adalah banyaknya tokoh-tokoh yang memanfaatkan anak sebagai alat meningkatkan popularitas, apalagi di masa sekarang yang lagi panas-panasnya menjelang Pemilu, hehehe.

    Misalnya, mereka yang memiliki niat baik untuk berbagi santunan namun harus selalu di dokumentasikan saat si anak sedang mencium tangan pemberi. Mungkin, karena sudah biasa begitu akhirnya hal ini dilumrahkan. Namun, kadang orang dewasa ini tidak sadar sebenarnya ada tekanan mental bagi anak yang malu untuk dipublikasikan, tapi karena yang dilawan adalah ‘orang tua’, mereka jadi tidak bisa melawan.

    Ya meskipun dalam 10 hak anak yang ditetapkan tidak ada soal itu, namun saya mencoba menyimpulkan bersama pegiat anak bahwa dalam 10 hak anak yang wajib dipenuhi, terdapat hak identitas dan hak perlindungan. Nah, berarti dalam perlindungan identitas inilah yang harus diperhatikan oleh masyarakat terutama kita sebagai orang dewasa.

    Sejatinya memang kita orang dewasalah yang harus peka terhadap anak-anak, bukan menunggu si anak mengatakan apa yang mereka inginkan atau yang tak mereka sukai tapi ujung-ujungnya kita hanya menjawab dengan “halahhh”. (*)

  • Kurikulum PAUD Akan Berisi Kesetaraan Gender

    Kurikulum PAUD Akan Berisi Kesetaraan Gender

    JAKARTA, BANPOS – Dalam menjalankan perannya sebagai Ketua ASEAN ke-5, pemerintah Indonesia menggandeng negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk menguatkan komitmen bersama dalam mempercepat transformasi pendidikan anak usia dini (PAUD).

    Langkah tersebut diambil untuk mengatasi ketertinggalan masa belajar dan tumbuh kembang pada anak usia dini yang sempat diperparah oleh situasi pandemi Covid-19.

    Sebagai wujud komitmen memprioritaskan PAUD, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), terus konsisten dalam melakukan modifikasi kurikulum agar lebih responsif terhadap perkembangan zaman, menyusun metode pembelajaran yang lebih bervariasi, serta membuka peluang kolaborasi multisektor yang melibatkan sektor swasta.

    Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PDM) Iwan Syahril, di Jakarta dalam Dialog Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di ASEAN atau forum Southeast Asia Policy Dialogue on Early Childhood Care and Education (SEA PD on ECCE).

    Iwan Syahril mengatakan bahwa sebagai langkah pemulihan pembelajaran pascapandemi, perlu dirancang kurikulum yang memiliki resiliensi dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

    Kurikulum menurutnya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat global, kesetaraan gender, perubahan iklim, pendidikan inklusif, sehingga mendukung ketersediaan layanan PAUD yang tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

    “Saya berharap konferensi hari ini menjadi kesempatan bagi negara-negara ASEAN untuk menyatukan berbagai gagasan dengan saling berbagi praktik baik dalam penyediaan layanan PAUD yang berkualitas. Bersama-sama kita dapat membangun masa depan yang lebih baik, dimulai dari komitmen yang lebih kuat dalam meningkatkan kualitas layanan PAUD,” kata Iwan, di hadapan para menteri pendidikan dari 11 negara kawasan Asia Tenggara, duta besar negara-negara Asia Tenggara untuk Indonesia, serta ratusan delegasi, di Jakarta, Selasa (25/7).

    Iwan mengatakan, konferensi hari ini adalah bagian dari dialog kebijakan di Asia Tenggara yang berkenaan dengan PAUD.

    Turut terlibat dalam konferensi para akademisi yang akan membagikan gagasan strategis terkait peningkatan kualitas PAUD.

    “Besar harapan saya bahwa kita akan terlibat dalam diskusi yang bermanfaat dan bermakna dalam rangka memajukan PAUD di kawasan ASEAN,” imbuhnya.

    Pada tahun 2023, pemerintah Indonesia kembali menjalankan perannya sebagai Ketua ASEAN untuk yang kelima kali. Keketuaan ASEAN oleh Indonesia tahun ini mengusung tema, “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” yang menyimpan makna tentang harapan Indonesia untuk mengangkat relevansi dan peran ASEAN dalam kemajuan regional dan global.

    Dalam keketuaan tahun ini, Indonesia melalui Kemendikbudristek, didukung oleh Sekretariat ASEAN dan The Southeast Asian Ministers of Education Organization Centre for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP) menyambut kedatangan 200 peserta yang terdiri atas menteri pendidikan dari 11 negara kawasan Asia Tenggara, duta besar negara-negara Asia Tenggara untuk Indonesia, serta ratusan delegasi dan pembicara di Hotel St. Regis Jakarta, 25-26 Juli 2023.

    Selain memimpin pertemuan para delegasi negara-negara anggota ASEAN melalui Dialog Kebijakan PAUD di ASEAN (SEA PD on ECCE) ini, Kemendikbudristek juga melanjutkan keberhasilan dalam memimpin Kelompok Kerja Bidang Pendidikan G20.

    Melalui forum-forum internasional, Kemendikbudristek terus memperkenalkan transformasi Merdeka Belajar serta menguatkan gotong royong dan komitmen dalam upaya mempercepat transformasi PAUD dan memulihkan ketertinggalan masa belajar dan tumbuh kembang pascapandemi Covid-19.

    Beberapa hal yang menjadi fokus utama dalam upaya percepatan transformasi PAUD termasuk penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini berkualitas yang inklusif melalui perencanaan, pemantauan dan evaluasi yang tepat.

    Selain itu, proses transisi PAUD ke Sekolah Dasar yang menyenangkan sebagai bagian penting dari program Merdeka Belajar juga menjadi hal vital dalam menentukan kesuksesan transformasi PAUD.

    Fokus utama lainnya yang menjadi perhatian khusus juga memastikan adanya kolaborasi ekosistem PAUD, termasuk sekolah, pemerintah daerah, guru, orang tua dan masyarakat. (PBN/RMID)